Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FTS SEMISOLID DAN LIQUID

EMULGEL

Disusun Oleh:

1. Dinniar Awalia Putri (1808010015)


2. Imaniar Izzati Dinda Hapsari (1808010016)
3. Vadhel Alfenanda Primadhiani Gunawan (1808010017)
4. Vidya Atikasari (1808010018)
5. Nnurul Marfiana (1808010019)
6. Novika Rahmawati (1808010020)
7. Camelia Ayu Prawesti (1808010021)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Emulgel merupakan suatu sediaan yang diaplikasikan pada kulit untuk tujuan
penggunaan secara lokal. Emulgel terdiri dari kombinasi antara sediaan emulsi dan
gel. Emulsi adalah sediaan yang memiliki suatu sistem dispers yang terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur (Ansel, 2005).
Emulsi yang digunakan untuk tujuan topikal pada kulit memiliki tipe air dalam
minyak (a/m) dengan menggunakan bahan pengemulsi (emulsyfying agent) berupa
tween dan span yang termasuk dalam sistem HLB. Gel adalah sediaan setengah padat
yang terdiri dari suatu sistem dispers yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organic besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2005). Dasar
gel(gelling agent) yang digunakan adalah HPMC (Hydroxyprophyl Cellulose).
Kombinasi dari kedua sediaan tersebut dapat memberikan rasa nyaman dan
kemudahan penggunaan pada pasien. Formulasi emulgel dibuat dalam empat formula
yang berbeda. Masing-masing formula tersebut dibedakan konsentrasi pada
emulsifying agent dan gelling agent untuk mengetahui stabilitas fisik dan kenyamanan
penggunaan sediaan tersebut.
Emulgel adalah salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh masyarakat luas,
selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam penggunaan yaitu
dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel merupakan sediaan emulsi yang fase airnya
ditingkatkan viskositasnya dengan menambahkan gelling agent. Emulgel merupakan
gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan minyak yang
merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi kesan berminyak saat
diaplikasikan pada kulit untuk tujuan penggunaan lokal (Voigt, 1994).
1. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana formulasi sediaan emulgel yang digunakan berdasarkan jurnal?
b. Bagaimana preparasi emulgel?
c. Bagaimana design eksperimental dan analisis statistic?
d. Evaluasi apa saja yang dilakukan pada sediaan emulgel ?
e. Bagaimana hasil dari evaluasi pada sediaan emulgel?
2. TUJUAN
a. Untuk mengetahui formulasi sediaan emulgel yang digunakan berdasarkan jurnal
b. Untuk mengetahui preparasi emulgel
c. Untuk mengetahui design eksperimental dan analisis statistic
d. Untuk mengetahui evaluasi pada sediaan emulgel
e. Untuk mengetahui hasil dari evaluasi pada sediaan emulgel
TINJAUAN PUSTAKA

Clotrimazole adalah agen antijamur yang menghambat pertumbuhan dermatofita


pathogen. Agen ini terbagi menjadi Econazole, Mikonazole, dan merupakan status pilihan
pertama untuk pengobatan topical tinea pedis, tineacruris, dan tineacorporis karena jamur
Candida albicans. Obat ini efektif untuk pengobatan topical kandidiasis vulvovaginal dan
oropharyngeal (Steven, 2006). Clotrimazole juga efektif untuk perawatan kulit dan
pengobatan topikal penyakit kulit.
Clotrimazole praktis tidak larut dalam air, sehingga solusi formulasi yang bisa digunakan
salah satunya adalah dengan dibuat sebagai emulgel. Emulgel merupakan sistem minyak
dalam air yang mengandung gum solution sebagai fase luar. Kadang kadang disebut O/W
emulsion gel atau gel krim. Sistem ini menunjukkan konsistensi seperti gel dan sifatnya
homogen (Boushra, dkk., 2010).
Pada formulasi, selain basis gel dan emulsi, juga ditambahkan peningkat penetrasi. Hal ini
ditambahkan untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit sehingga
koefisien difusi obat ke dalam stratum korneum juga meningkat (Anita, dkk., 2009).
Peningkat penetrasi yang digunakan pada formulasi ini adalah Propilenglikol, yang bekerja
dengan cara mempengaruhi komponen lipid ekstraseluler pada stratum korneum sehingga
mempengaruhi proses difusi.
Disarankan bahwa formulasi emulgel Clotrimazole disiapkan menggunakan HPMC 2910
sebagai agen pembentuk gel, zat pengemulsi di tingkat tinggi dan paraffin cair di dalamnya
tingkat rendah adalah formula pilihan karena menunjukkan pelepasan obat tertinggi dan
aktivitas antijamur tertinggi.
Evaluasi Emulgel yaitu uji organoleptis dan penentuan pH, penentuan kadar obat, Uji
Reologi (Viskositas), Uji Pelepasan In Vitro, Analisis Kinetik dari Pelepasan Obat, Uji
Aktivitas Antijamur, Uji Stabilitas. Selain uji yang tertera di atas, terdapat uji lain yang
biasanya dilakukan pada sediaan emulgel, yaitu :
a. Uji Tipe Emulsi
Penelitian tipe emulsi dilakukan menggunakan metode pengenceran dengan air yaitu
dengan menambahkan air pada sediaan kemudian diaduk. (Esti, dkk., 2013).
b. Uji Daya Sebar
Daya sebar sediaan semisolid dapat dibedakan menjadi semistiff (sediaan semisolid
yang memiliki viskositas tinggi) jika diameter penyebaran kurang dari 5 cm dan
semifluid (sediaan semisolid yang memiliki viskositas cenderung encer) jika diameter
penyebaran 5 sampai 7 cm (Merry, dkk., 2015).
c. Uji Iritasi Kulit
d. Uji Iritasi Mata
Uji iritasi pada mata dilakukan untuk mengetahui resiko yang muncul bila sediaan
emulgel mengalami kontak dengan mata. Hasil indeks iritasi mata bernilai 0 berarti
termasuk ke dalam klasifikasi “tidak mengiritasi” (Amelia, dkk, 2016). Hal tersebut
berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan pada jam ke 24, 48, dan 72 setelah
aplikasi sediaan. Pengamatan dilakukan terhadap mata kelinci yang diberi sediaan uji
dibandingkan dengan mata tanpa perlakukan (kontrol).
Pada pengemasannya, emulgel dikemas menggunakan wadah tertutup rapat untuk
menghindari sediaan dari pengaruh udara luar dan mencegah terjadinya kontaminasi oleh
mikroba.
MATERI INTI
(Bedah Jurnal)

Judul Jurnal Utama : Formulation and Evaluation of Optimized Clotrimazole Emulgel


Formulations

Tujuan dari dibuatnya jurnal dengan judul Formulation and Evaluation of Optimized
Clotrimazole Emulgel Formulations ini adalah untuk mengembangkan formulasi emulgel
Clotrimazole menggunakan Carbopol 934 atau Hidroksil Propil Metil Selulosa (HPMC) 2910
sebagai agen pembentuk gel. Pengaruh jenis agen pembentuk gel dan konsentrasi fase
minyak dan agen pengemulsi pada pelepasan obat dan aktivitas mikroba yang diselidiki
menggunakan desain factorial 23, selain itu juga evaluasi sifat reologi dari sediaan.

1. Pendahuluan
Clotrimazole adalah agen antijamur yang menghambat pertumbuhan dermatofita
pathogen. Agen ini terbagi menjadi Econazole, Mikonazole, dan merupakan status
pilihan pertama untuk pengobatan topical tinea pedis, tineacruris, dan tineacorporis
karena jamur Candida albicans. Obat ini efektif untuk pengobatan topical kandidiasis
vulvovaginal dan oropharyngeal (Steven, 2006). Clotrimazole juga efektif untuk
perawatan kulit dan pengobatan topikal penyakit kulit.

Khasiat untuk pengobatan Clotrimazole telah diselidiki sebelumnya oleh El-Gibaly


dalam tesisnya, yang menemukan bahwa Clotrimazole (1%) yang diformulasikan
dalam oleaginous atau salep secara klinis lebih efektif untuk pengobatan tinea
dibandingkan dengan sediaan lain (Boushra, dkk., 2010).

Clotrimazole praktis tidak larut dalam air, sehingga solusi formulasi yang bisa
digunakan salah satunya adalah dengan dibuat sebagai emulgel. Emulgel merupakan
sistem minyak dalam air yang mengandung gum solution sebagai fase luar. Kadang
kadang disebut O/W emulsion gel atau gel krim. Sistem ini menunjukkan konsistensi
seperti gel dan sifatnya homogen (Boushra, dkk., 2010).

Emulgel mempunyai banyak keuntungan, yaitu memiliki sifat aplikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan formulasi klasik seperti krim dan salep, rilis obat yang
lebih cepat dan lebih lengkap pada kulit, dan tingkat efektivitasnya tinggi. Selain itu
emulgel nyaman diterapkan pada kulit berbulu karena tidak mengandung sifat minyak
dan memiliki residu yang sedikit pada saat pengaplikasian (Mostafa, dkk., 2011).
2. Material dan Metodologi
A. Material

Pada bahan yang digunakan, fungsi dari masing masingnya yaitu sebagai berikut :
a. Clotrimazole : Zat aktif
b. Carbopol 934 : Gelling agent
c. HPMC 2910 : Gelling agent
d. Parafin Cair : Pelarut fase minyak
e. Tween 20 : Fase air
f. Span 20 : Fase minyak
g. Propilenglikol : Peningkat penetrasi
h. Etanol : Pelarut
i. Metil Paraben : Pengawet
j. Propil Paraben: Pengawet
k. Air Murni : Pelarut

Gelling agent (agen pembentuk gel) yang digunakan pada penelitian dalam jurnal ini
yaitu Carbopol dan HPMC. Carbopol adalah suatu poly acrylic acid (PAA) yang
menunjukkan transisi dari solid menjadi gel dalam larutan air. Carbopol memiliki pH
sekitar 5,5 dan umumnya dianggap sangat mukoadhesive (Chunjie, dkk., 2006). HPMC
adalah gelling agent yang berfungsi sebagai penambah viskositas dan biasanya
dikombinasikan dengan Carbopol.

Pada formulasi, selain basis gel dan emulsi, juga ditambahkan peningkat penetrasi.
Hal ini ditambahkan untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit
sehingga koefisien difusi obat ke dalam stratum korneum juga meningkat (Anita, dkk.
2009). Peningkat penetrasi yang digunakan pada formulasi ini adalah Propilenglikol,
yang bekerja dengan cara mempengaruhi komponen lipid ekstraseluler pada stratum
korneum sehingga mempengaruhi proses difusi.

B. Preparasi Emulgel
Komposisi terperinci terdapat pada Tabel 1. Gel dalam formulasi F1, F3, F5 dan F7
disiapkan dengan menyebarkan Carbopol 934 dalam air murni dengan pengadukan terus
menerus menggunakan pengaduk overhead selama 5 menit pada kecepatan 2000 rpm.
Gel dalam formulasi F2, F4, F6 dan F8 disiapkan dengan menyebarkan HPMC dalam air
panas murni (70 °C). Gel didinginkan dan dibiarkan semalaman.

Fase minyak emulsi disiapkan dengan melarutkan Span 20 dalam Paraffin cair ringan.
Fase air disiapkan dengan melarutkan Tween 20 dalam air murni. Metil dan Propil
Paraben dilarutkan dalam Propilenglikol sementara Clotrimazole dilarutkan dalam
Etanol, kemudian keduanya dicampur dengan fase air.

Fase air dan minyak dipanaskan secara terpisah dengan suhu 70 °C dan kemudian fase
minyak ditambahkan ke fase air dengan pengadukan terus menerus hingga dingin pada
suhu kamar. Emulsi dan gel keduanya dicampur bersama dengan pengadukan ringan
untuk mendapatkan emulgel.

C. Desain Eksperimental dan Analisis Statistik


Desain faktorial 3 faktor 2 tingkat digunakan untuk mengeksplorasi permukaan
respon dan membangun model polinom order kedua dengan Statgrafik ditambah
perangkat lunak (versi 4.1). desain faktorial dua tingkat dipilih secara khusus karena
membutuhkan lebih sedikit proses daripada desain eksperimental lainnya. Komputer
nonlinier menghasilkan :

Y=β0+β1 X1+β1 X2+β3 X3+β12 X1X2

+β13 X1 X3+β23 X2 X3+β123 X1 X2 X3

Dimana Y adalah respon yang diukur, yang terkait dengan setiap kombinasi tingkat
factor ; β0 adalah intersepsi; β0 ke β123 adalah koefisien regresi yang dihitung dari nilai
eksperimental yang diamati dari Y; X1, X 2 dan X3 adalah kadar variabel independen yang
dikodekan. Istilah X1, X2 dan X3 (i = 1,2, atau 3) mewakili istilah interaksi dan kuadrat
masing masing. Desain tingkat 2 dipilih dan setiap variabel diuji pada level rendah (-1)
dan level tinggi (1).

Delapan formulasi Cotrimazole emulgel menurut desain faktorial 2 tingkat digunakan


untuk mengoptimalkan faktor formulasi dan mengevaluasi efek utama. Variabel
independen adalah jenis agen pembentuk gel (X1), paraffin cair % (X2) dan agen
pengemulsi % (X3). Dua level gelling agent menggunakan carbopol dan HPMC,
menunjukkan nilai (-1) dan (1) masing masing dalam desain di atas.

Dua tingkat konsentrasi paraffin cair dipilih masing masing 5% dan 7,5%
dilambangkan dengan -1 dan 1. Akhirnya konsentrasi zat pengemulsi masing masing
1,5% dan 2,5% dinotasikan -1 dan 1. Delapan percobaan dan masing masing diberi
respon yang diamati pada tabel 2.
D. Evaluasi Emulgel (Pada Jurnal)
a. Uji Organoleptis dan Penentuan pH
Clotrimazole yang disiapkan diperiksa secara visual untuk melihat warna,
homogenitas, konsistensi, dan pH mereka. Nilai pH larutan cair 1% dari emulgel yang
disiapkan diukur dengan pH meter. Eksperimen dilakukan rangka 3. pH sediaan harus
memenuhi standar pH kulit normal yaitu 4,5 – 6,5 sehingga sediaan emulgel yang
dihasilkan aman untuk digunakan (Nur, dkk., 2017).

b. Penentuan Kadar Obat


Kandungan obat emulgel Clotrimazole diukur dengan melarutkan berat yang
diketahui dari formulasi emulgel (1 gram) dalam 100 mL methanol, pengenceran yang
sesuai dibuat dan larutan yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan filter
millipore (0,45 µm). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 nm
menggunakan Spektrofotometer UV. Konten obat dihitung menggunakan kemiringan
dan intersepsi diperoleh dengan analisis regresi linier dari kurva kalibrasi standar.
Eskperimen dilakukan rangkap 3.

c. Uji Reologi (Viskositas)


Evaluasi viskositas dilakukan untuk mengetahui konsistensi emulgel dan kestabilan
basis terhadap penyimpanan pada suhu kamar (Tiara, dkk., 2013). Menurut SNI 16-
4399-1996, nilai standar viskositas untuk sediaan emulgel adalah 6000 – 50.000 cP
atau 6 – 50 Pa.S. Viskositas dari formulasi emulgel Clotrimazole berbeda ditentukan
pada 25 °C menggunakan Viscometer kerucut dengan spindle (52) (Brookfield model
HBDV – III USA). Eksperimen dilakukan dalam rangkap 3.

d. Uji Pelepasan In Vitro


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat USP yang dimodifikasi Tipe II
(Hanson SR8- Plus 80, USA). 2 gram emulgel pada tiap formulasi disebarkan pada
membran selofan yang sebelumnya telah direndam semalaman dalam medium
disolusi. Membran dimuatkan di atas gelas berdiameter 3 cm, dan kemudian gelas
direndam dalam 100 mL media disolusi (25% v/v DMF dalam 0,02 N HCl). Suhu
dipertahankan pada 37 ± 0,5 °C dengan kecepatan agitasi dayung 50 rpm. Aliquot 5
mL ditarik pada interval waktu yang berbeda. Sampel yang ditarik digantikan oleh
volume yang sama dari media rilis baru. Sampel diuji spektrofotometri pada panjang
gelombang maksimal 260 nm menggunakan Spektrofotometer UV. Eksperimen ini
dilakukan rangkap 3.

e. Analisis Kinetik dari Pelepasan Obat


Analisis kinetik data dilakukan untuk menentukan model pelepasan yang
menggambarkan urutan pelepasan obat yang benar yaitu sebagai berikut (Muhammad
Akram, dkk., 2013) :
 Zero order (% pelepasan obat kumulatif vs waktu);
 Korsmeyer – peppas (log kumulatif % obat dipertahankan vs waktu);
 Model Higuchi (kumulatif % obat ditahan vs waktu kuadrat).

Jika nilai n kurang dari 0,5, itu menunjukkan obat mengikuti mekanisme pelepasan
yang disebut difusi Fickian dan jika nilainya terletak diantara 0,5 – 1,0 maka itu
mengikuti transport anomali atau non – Fickian.

f. Uji Aktivitas Antijamur


Formulasi emulgel disiapkan untuk diuji terhadap Candida albicans strain ATCC
10231 menggunakan metode agar – cup. Gelas berdiameter 10 mm dibuat secara
aseptik dalam sabouraud dextrose agar setelah diinokulasi dengan strain suspense
jamur yang diuji (10 ° cfu/mL) dengan menyebar pada permukaan agar. Cangkir diisi
dengan setiap formulasi dan disiapkan dengan jarum suntik steril. Zona penghambatan
setiap cangkir diamati dan jari jari zona penghambatan diukur dan dibandingkan
dengan krim Canestin sebagai control. Eksperimen dilakukan dalam rangkap 3.

g. Uji Stabilitas
Emulgel Clotrimazole yang disiapkan dikemas dalam tabung alumunium (5 gram)
dan dikenakan studi stabilitas pada 25 °C / 60% kelembapan relatif (RH) dan 40 °C /
75% RH untuk periode 3 bulan. Sampel ditarik pada interval waktu 15 hari dan
dievaluasi untuk penampilan fisik, pH, sifat reologi (viskositas), kandungan obat dan
pelepasan obatnya.

Stabilitas juga dapat ditentukan dari analisis pencitraan optik, yang digunakan
untuk menentukan ukuran tetesan emulgel. Alat yang digunakan adalah mikroskop
Amscope MD 35. Ukuran tetesan (droplet) diharapkan tidak terlalu besar seningga
menyebabkan koalesens (Bshaer, dkk., 2019).

Selain uji yang tertera di atas, terdapat uji lain yang biasanya dilakukan pada sediaan
emulgel, yaitu :

a) Uji Tipe Emulsi


Penelitian tipe emulsi dilakukan menggunakan metode pengenceran dengan air yaitu
dengan menambahkan air pada sediaan kemudian diaduk. Bila sediaan tetap homogen,
maka sediaan termasuk tipe O/W (oil in water) (Esti, dkk., 2013).

b) Uji Daya Sebar


Daya sebar sediaan semisolid dapat dibedakan menjadi semistiff (sediaan semisolid
yang memiliki viskositas tinggi) jika diameter penyebaran kurang dari 5 cm dan
semifluid (sediaan semisolid yang memiliki viskositas cenderung encer) jika diameter
penyebaran 5 sampai 7 cm (Tiara, dkk., 2013). Hasil yang diharapkan untuk sediaan
emulgel berkisar antara 3 – 5 cm, sebab dengan nilai tersebut emulgel dapat digunakan
dengan baik.

c) Uji Iritasi Kulit


Uji iritasi kulit dilakukan pada punggung kelinci yang sebelumnya telah dibersihkan
dari bulu dengan menggunakan alat pencukur listrik. Kelinci dibiarkan selama 24 jam
sebelum perlakuan. Kelinci yang digunakan adalah kelinci normal dan bebas luka.
Sediaan emulgel ditimbang masing-masing 0,5 g dan dioleskan pada bagian punggung
yang telah ditetapkan, ditutup dengan kasa hidrofil, plastic selofan, kapas, dan kemudian
direkatkan dengan plester hipoalergenik. Punggung kelinci dibalut dengan perban dan
dibiarkan minimal 4 jam. Eritema dan udem diamati pada jam ke 24, 48, dan 72 jam
setelah perlakuan. Iritasi ditentukan dengan menggunakan tiga ekor kelinci dan nilai skor
iritasi ketiga kelinci dihitung berdasarkan pedoman skor iritasi (Diah, dkk, 2015).
Selanjutnya berdasarkan skor eritema dan udem masing-masing kelinci dihitung indeks
Iritasi Kutan Primer.

d) Uji Iritasi Mata


Uji iritasi dilakukan pada mata kelinci. Sebelum perlakuan dilakukan pengamatan
terhadap kondisi kesehatan dan mata kelinci minimal 24 jam. Kelinci dengan kondisi
mata yang mengalami gangguan atau kelainan tidak diikutsertakan dalam pengujian.
Sediaan diaplikasikan pada bagian konjungtiva salah satu mata kelinci sebanyak 0,1 g.
Mata sebelahnya dibiarkan tanpa perlakuan sebagai kontrol. Dilakukan pengamatan pada
jam ke 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan dan ditentukan skornya.
Uji iritasi pada mata dilakukan untuk mengetahui resiko yang muncul bila sediaan
emulgel mengalami kontak dengan mata. Hasil indeks iritasi mata bernilai 0 berarti
termasuk ke dalam klasifikasi “tidak mengiritasi” (Amelia, dkk, 2016). Hal tersebut
berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan pada jam ke 24, 48, dan 72 setelah
aplikasi sediaan. Pengamatan dilakukan terhadap mata kelinci yang diberi sediaan uji
dibandingkan dengan mata tanpa perlakukan (kontrol).

3. Hasil dan Pembahasan


A. Uji Organoleptis dan Penentuan pH
Formulasi emulgel Clotrimazole yang telah disiapkan diperiksa secara visual untuk
melihat warna, homogenitas, pemisahan fase, konsistensi, dan pH. Semua formulasi
menunjukkan warna putih. Formulasi yang disiapkan menggunakan Carbopol 934
sebagai gelling agent menunjukkan penampilan yang mengkilap. Tidak ada pemisahan
fase yang diperhatikan, formulasi menunjukkan homogenitas dan konsistensi yang
sesuai. pH formulasi emulgel berada pada kisaran 5,66 – 6,53 yang dianggap dapat
diterima untuk menghindari resiko iritasi kulit dan aplikasi ke kulit.
B. Uji Kandungan Obat
Kandungan obat dari formulasi emulgel yang berbeda diperkirakan dan hasilnya
berada dalam batas resmi dengan kisaran 95,55 hingga 98,45 mg % yang menunjukkan
distribusi obat yang seragam di seluruh emulgel.

C. Uji Reologi (Viskositas)


Hasil uji menunjukkan bahwa formulasi emulgel yang disiapkan menggunakan
Carbopol 934 sebagai gelling agent (F1, F3, F5, dan F7) memiliki viskositas yang lebih
tinggi dibanding formulasi sediaan emulgel yang disiapkan menggunakan HPMC 2910
(F2, F4, F6, dan F8). Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis gelling agent sehingga
menghasilkan perubahan konsistensi struktur. Efek ini mungkin disebabkan oleh
higroskopisitas HPMC yang lebih tinggi dibanding Carbopol.
Gabar 3, 4, 5 menunjukkan reogram Clotrimazole emulgel yang mengandung
carbopol, HPMC dan produk pasar Canesten® Cream. Seperti yang diwakili oleh
gambar, semua sifat shear – thinning emulgel yang disiapkan pada viskositas emulgel
menurun seiring dengan meningkatnya laju geser. Angka angka ini juga menunjukkan
bahwa semua formulasi emulgel Clotrimazole memiliki sifat tiksotropik, dimana kurva
turun dipindahkan sehubungan dengan kurva baik, pada setiap tingkat geser pada kurva
bawah tegangan geser lebih rendah dibandingkan pada kurva naik; loop hysteresis yang
dipamerkan terbentuk diantara kurva atas dan kurva bawah. Dengan menerapkan
persamaan Ostwald – de – Waele, indeks sifat reologi (n) untuk semua formulasi
ditemukan kurang dari 1, yang menunjukkan sifat pseudoplastik.
D. Pelepasan Obat in Vitro
Pelepasan obat in vitro Clotrimazole dari formulasi emulgel yang berbeda dan produk
pasaran pada suhu 37 °C diselidiki dan hasilnya diwakili dalam gambar dibawah.
Terlihat bahwa pelepasan formulasi emulgel lebih tinggi daripada Canesten Cream
(produk pasar). Pelepasan Clotrimazole dari emulgelnya dapat diperingkat dalam urutan
menurun sebagai berikut : F6> F5> F8> F7> F1> F4> F3> dimana jumlah pelepasan
obat setelah 3 jam ditemukan 43,22%, 38,58%, 35,33 %, 32,81%, 30,47%, 29,55%,
28,66%, dan 27,46%. Sementara pelepasan Clotrimazole dari Canesten Cream setelah 3
jam adalah sebanyak 25,32%.

Formulasi F6 dan F5 diamati memiliki pelepasan obat tertinggi, hal ini disebabkan
oleh adanya Paraffin cair dan zat pengemulsi masing masing pada level rendah dan
tinggi. Hasil ini adalah karena peningkatan hidrofilisitas emulgel yang memfasilitasi
penetrasi media rilis ke dalam emulgel dan difusi obat dari emulgel.
Pelepasan obat dari formulasi F5 ditemukan lebih rendah daripada pelepasan dari F6,
hal ini mungkin disebabkan karena viskositas yang lebih tinggi dari formulasi emulgel
Carbopol. Berbeda dengan formulasi F6 dan F5, formulasi F4 dan F3 menunjukkan
pelepasan terendah, hal ini mungkin terjadi karena adanya Paraffin cair dan zat
pengemulsi masing masing pada level tinggi dan rendah. F8 memiliki Paraffin cair dan
zat pengemulsi dalam kadar tinggi dan menunjukkan kadar pelepasan yang lebih tinggi
dibanding F2 yang mengandung Paraffin cair dan zat pengemulsi dalam akdar terendah.
Ini menunjukkan bahwa efek zat pengemulsi dalam tingkat tinggi berpengaruh terhadap
pelepasan obat lebih tinggi dibanding efek Paraffin cair dalam pelepasan obat.

Meskipun F5 memiliki Carbopol sebagai gelling agent, itu menunjukkan pelepasan


obat yang lebih tinggi daripada F8 yang memiliki HPMC sebagai gelling agent. Hasil ini
disebabkan karena F5 memiliki Parafin cair dalam level rendah sedangkan F8 memiliki
Parafin cair dalam level tinggi. Penjelasan yang sama ditemukan ketika membandingkan
formulasi F1 dan F4. Hasil ini menunjukkan bahwa efek Parafin cair dalam mengurangi
pelepasan obat dari formulasi emulgel lebih daripada efek HPMC pada pelepasan obat.
Dengan demikian kita dapat mengatur faktor faktor yang diteliti sesuai dengan
pengaruhnya terhadap pelepasan obat dari formulasi emulgel sebagai berikut :
Konsentrasi zat pengemulsi > konsentrasi Paraffin cair > jenis gelling agent.

E. Analisis Kinetik dari Pelepasan Obat


Analisis data rilis dilakukan dengan menggunakan berbagai modul kinetic
menggunakan model kinetic Zero order, Korsmeyer – peppas, dan Higuchi. Hasil
menunjukkan sebagian besar pelepasan mengalami Korsmeyer – peppas kecuali
formulasi F3 dan F7 yang masing masing menunjukkan kinetika Zero order dan Higuchi.
Ini mungkin disebabkan oleh kehadiran Carbopol 934 sebagai gelling agent dan Paraffin
cair di tingkat yang lebih tinggi dibandingkan F3 dan F7.

F. Uji Aktivitas Antijamur


Aktivitas antijamur Clotrimazole dari formulasi emulgel yang berbeda serta bentuk
krim yang tersedia di pasaran (Canesten Cream) ditunjukkan pada Tabel 6 dan 7. Zone
penghambatan diambil sebagai ukuran obat terhadap aktivitas antijamur. Aktivitas
terbesar diamati pada F6 dimana zona hambatan adalah 57,5 mm, sedangkan aktivitas
terendah ditemukan pada F3 dimana zona hambatan adalah 30 mm. hasil ini adalah
karena peningkatan hidrofilisitas emulgel di F6 yang memfasilitasi penetrasi udara ke
dalam emulgel dan difusi obat dari emulgel. Hasilnya sesuai dengan hasil yang diperoleh
dari studi rilis in vitro yang menunjukkan korelasi yang baik antara in vitro dan studi
aktivitas antijamur.
G. Uji Stabilitas
Formulasi emulgel Clotrimazole yang disiapkan ternyata stabil setelah mengalami uji
stabilitas pada suhu 25 °C/ 60% RH untuk periode 3 bulan. Tidak ada perubahan
signifikan yang terlihat pada parameter yang dievaluasi untuk penampilan fisik, pH, sifat
reologi, kandungan obat, pelepasan obat dan aktivitas antijamur.

H. Desain Multifaktorial
Desain factorial 23 digunakan untuk mengoptimalkan faktor formulasi dan
mengevaluasi efek utama yang digunakan. Variabel independen adalah jenis gelling
agent (X1), Paraffin cair % (X2) dan agen pengemulsi % (X3).

Dua tingkat tipe gelling agent menggunakan Carbopol HPMC, masing masing
menyatakan nilai -1 dan 1 dalam desain di atas. Dua tingkat konsentrasi Paraffin cair
dipilih masing masing 5% dan 2,5% dinotasikan -1 dan 1.

Plot tiga dimensi (3D) dan bagan pareto standar untuk pelepasan obat (Y1) dan (Y2)
digambarkan menggunakan perangakt lunak desain Statgrafik plus (versi 4.1)
ditunjukkan oleh gambar 8 dan 9.
Analisis regresi data dilakukan dalam sistem analisis statistik (SAS) oleh model kubik
khusus. Dari ANOVA uji pada data Clotrimazole setelah 3 jam (Y1) dan aktivitas
antijamur (Y2) yang ditunjukkan pada table 7, kesalahan standar di bawah 5%,
menunjukkan bahwa respon yang diamati sangat dekat dengan nilai prediksi. Statistik
Durbin – Watson (DW) menguji residu untuk menentukan apakah ada korelasi yang
signifikan antara data, kerena nilai DW lebih besar dari 1,4, mungkin tidak ada
autokorelasi serius dalam residu.

Formulasi yang menjanjikan dipilih berdasarkan kriteria yang diterima padi pelepasan
obat setelah 3 jam dan aktivitas antijamur obat. Dari hasil yang diperoleh, HPMC
sebagai gelling agent digunakan sebagai tambahan paraffin cair pada level rendah (5%)
dan zat pengemulsi pada level tinggi (7,5%). Kriteria ini ditemukan dalam formulasi F6
karena nilai yang diamati sangat dekat dengan yang diprediksi seperti pada table 8.
KESIMPULAN

Emulgel adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi dimana viskositas ditingkatkan
dengan penambahan gelling agent. Clotrimazol merupakan obat antijamur yang berfungsi
untuk mengobati infeksi jamur pada kulit, liang telinga, dan vagina. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat pertumbuhan jamur penyebab infeksi.
Dari hasil penelitian kita dapat menyimpulkan bahwa emulgel akan menjadi solusi untuk
memasukkan obat hidrofobik dalam basis gel larut air. Formulasi emulgel Clotrimazole yang
disiapkan menggunakan carbopol 934 atau HPMC 2910 menunjukkan sifat fisik, pH,
kandungan obat, dan viskositas yang dapat diterima, serta memiliki aktivitas antijamur. Uji
stabilitas mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah
penyimpanan untuk formula yang dipilih. Uji ini juga menunjukkan bahwa penggunaan 2 3
desain faktorial benar memprediksi formulasi yang dioptimalkan adalah emulgel berbasis
HPMC dengan parafin cair di konsentrasi rendah dan agen pengemulsi di konsentrasi tinggi
karena menunjukkan pelepasan obat dan aktivitas antijamur tertinggi.
Formulasi yang paling optimal yaitu pada formula 6 (F6) dengan menggunakan basis gel
HPMC 2910, dengan zat pengemulsi pada konsentrasi tinggi dan parafin cair pada
konsentrasi rendah menjadi pilihan karena menunjukan pelepasan obat dan aktivitas
antijamur yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia Febriani . (2016). Uji Akvitas dan Keamanan Hair Tonic Ekstrak Daun Kembang
Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) Pada Pertumbuhan Rambut Kelinci. Fakultas
Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.

Anita Sukmawati, Suprapto, dan Roro Mega Ayu Putri Maharani . (2009). EFEK BERBAGAI
PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PERKUATAN GEL NATRIUM
DIKLOFENAK SECARA IN VITRO. Fakultas Farmasi , Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim, F., Edisi
IV, 605-619, Jakarta, UI Press.

Boushra M. El-Houssieny,Hayam M. Hamouda(2010)Formulation and evaluation of


clotrimazole from pluronic F127 gels. National Organization for Drug Control and
Research (NODCAR).

Bshaer M. Jameela, An Huynha, Aastha Chadhaa, Sujata Pandeya, Jacalyn Duncana, Mark
Chandlerb, Gabriella Bakia. (2010). Computer-based formulation design and
optimization using Hansen solubility parameters to enhance the delivery of ibuprofen
through the skin. The University of Toledo, College of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, Department of Pharmacy Practice.

Chunjie WU, Hongyi QI,Wenwen CHEN,Chunyan HUANG, Cheng SU,Wenmin LI, and
Shixiang HOU.(2009).Preparation and Evaluation of a Carbopol/HPMC-based In Situ
Gelling .Ophthalmic System for Puerarin. School of Pharmacy, Chengdu University of
Traditional Chinese Medicine.

Diah Pratimasari, Nining Sugihartini, Tedjo Yuwono. (2015). EVALUASI SIFAT FISIK DAN
UJI IRITASI SEDIAAN SALEP MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH DALAM BASIS
LARUT AIR. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015.

Esti Hendradia, Uswatun Chasanah,Tiara Indriani , Fidela Fionnayuristy. (2013).


PENGARUH GLISERIN DAN PROPILENGLIKOL TERHADAP KARAKTERISTIK
FISIK, KIMIA DAN SPF SEDIAAN KRIM TIPE O/W EKSTRAK BIJI KAKAO
(Theobroma cacao L.)(Kadar Ekstrak Kakao 10%, 15% dan 20%) Departemen
Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Ghada E. Yassin(2014) Formulation and Evaluation of Optimized Clotrimazole Emulgel


Formulations.Department of Pharmaceutics, Faculty of Pharmacy, Al-Azhar
University.

Mostafa Shahin, Seham Abdel Hady, Mohammed Hammad, and Nahed Mortada.(2011).
Optimized formulation for topical administration of clotrimazole using Pemulen
polymeric emulsifier. Drug Development and Industrial Pharmacy.
Muhammad Akram, Syed Baqir Shyum Naqvi and Ahmad Khan. (2013). Design and
development of insulin emulgel formulation for transdermal drug delivery and its
evaluation. Department of Pharmaceutics, Faculty of Pharmacy, University of Karachi.

Nur Saadah Daud, Evi Suyanti .(2017). Formulasi Emulgel Antijerawat Minyak Nilam
(Patchouli oil) Menggunakan Tween 80 dan Span 80 sebagai Pengemulsi dan HPMC
sebagai Basis Gel. Akademi Farmasi Bina Husada Kendari.

Tiara Mappa, Hosea Jaya Edy, Novel Kojong (2013)FORMULASI GEL EKSTRAK DAUN
SASALADAHAN (Peperomia pellucida (L.) H.B.K) DAN UJI EFEKTIVITASNYA
TERHADAP LUKA BAKAR PADA KELINCI (Oryctolagus Cuniculus).Program Studi
Farmasi FMIPA UNSRAT.

Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi diterjemahkan oleh Soedani, N., Edisi
V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai