Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN MODUL 1 SUBMODUL 2

SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLISME

Tutor : dr. Tri Ariguntar, Sp.PK


Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aldi Fakhrul Rozi (2018730002)
Annisa Gholiza Putri (2018730009)
Annisa Salsabil Husna (2018730012)
Arrizqi Hafidh Abdussalam (2018730015)
Elsa Nadia Wahyuningsih (2018730027)
Fauziyah Aulia Rachmat (2018730037)
Melani Maharani (2018730061)
Muhammad Jodi Cabisio P (2018730069)
Muhammad Ramadhan E. K (2018730071)
Nur Chomsatun F (2018730080)
Rafiedah Ishmah M (2018730085)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WarahmatullahiWabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat
rahmat, dan anugrah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah permasalahan
dari Modul 1 Submodul 2 Sistem Endokrin dan Metabolisme. Makalah ini dibuat berdasarkan
hasil pembelajaran dan diskusi kami.

Pada penyusunan makalah ini, tidak semata-mata hasil kerja kami, melainkan juga berkat
bimbingan dan dorongan dari pihak-pihak yang telah membantu baik secara materi maupun non
materi. Maka dari itu kami ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orang-
orang yang telah membantu kami secara langsung maupun tidak langsung, kepada :

1. Dr. Tri Ariguntar, Sp.PK, selaku tutor kami dalam pbl,


2. Yth, kepada orang tua kami semua yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam
penyusunan makalah ini, dan
3. Teman-teman sejawat yang kami cintai dan sayangi.

Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, saran dan kritik
membangun untuk perbaikan makalah ini sangat kami harapkan. Akhir untuk semua itu, kami
mendoakan semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka semua Aamiin. Harapan kami
semoga penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Skenario
B. Kata Sulit
C. Identifikiasi Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Peta Konsep
F. Sasaran Pembelajaran

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering buang air
kecil pada malam hari sejak 2 minggu yang lalu, penurunan berat badan 5 kg dalam 1
bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, tidak
memiliki riwayat diabetes. Ayah pasien menyandang diabetes. Pasien seorang perokok 10
batang perhari. Pemeriksaan fisik didapatkan BB 78 kg, TB 167 cm, TD 160/94 mmHg,
nadi 86x permenit respirasi 18x permenit dan suhu 37,1°C. Hasil pemeriksaan glukosa
darah sewaktu (GDS) 250 mg/dL.
B. Kata Sulit : -
C. Kata Kunci :
1. Laki-laki usia 60 tahun
2. Sering buang air kecil pada malam hari sejak 2 minggu yang lalu.
3. Penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan terakhir
4. RP :
 Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu
 Diabetes disangkal
5. RPK : Ayah menyandang diabetes
6. RPS : Perokok 10 batang perhari
7. Pemeriksaan Fisik :
 IMT : Obesitas I
 Hipertensi
 Hiperglikemi
D. Mind Map
E. Sasaran Pembelajaran
1. Etiologi Nokturia
2. Patomekanisme nokturia
3. Faktor risiko nokturia
4. Etiologi hipertensi
5. Patomekanisme hipertensi
6. Faktor risiko hipertensi
7. Etiologi obesitas
8. Patomekanisme obesitas
9. Faktor risiko obesitas
10. Hubungan hiperglikemi dan hipertensi
11. Tatalaksana DM2 (Farmako dan Non-Farmako)
BAB II
PEMBAHASAN

1. Etiologi Nokturia

2. Patomekanisme nokturia
3. Faktor risiko nokturia
 Usia
 Mengidap penyakit tertentu: gagal jantung kongestif, Diabetes melitus tipe 2,
hyperplasia prostat jinak
 Tumor prostat: Pembesaran prostat jinak dapat mempersempit saluran uretra
sehingga urin penderita sulit keluar dan terasa tidak tuntas sehingga sering
bangun malam
 Kelainan pada ginjal dan saluran kencing
 Lingkungan: radiasi nuklir, keracunan merkuri

4. Etiologi hipertensi
 Penyakit : ginjal kronik, sindroma cishing, koarktasi aorta, obstructive sleep
apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit
tiroid, penyakit renovaskuler
 Obat-obatan : Prednisolon, fludrokortison, triamsinolon
 Makanan : sodium, etanil, licorine
 Obat-obat jalan yang mengandung bahan seperti : cpcaine, cocaine
withdrawal, ephedral, alkaloids

5. Patomekanisme hipertensi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.

Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang


mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk depositsubstansi lemak, kolesterol, produk
sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan
pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di
bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah,
obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada
organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga
memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung
dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada
kasus hipertensi primer.
2. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa
haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
3. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

6. Faktor risiko hipertensi


a Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis
kelamin dan genetik.
 Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi,
yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun.
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan
diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan
dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan struktur
pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota
besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan
Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi
hipertensi terbesar 52,5 %.
Dalam penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak terdapat
hubungan bermakna antara usia dengan penderita hipertensi
(Anggraini, 2009). Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa
adanya hubungan nyata positif antara usia dan hipertensi. Dalam
penelitian Irza (2009) menyatakan bahwa risiko hipertensi 17 kali
lebih tinggi pada subyek > 40 tahun dibandingkan dengan yang berusia
≤ 40 tahun.
 Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan wanita.
Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada wanita. Data Riskesdas (Riset Kesehatan
Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di
Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki
(5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 sampai 74
tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang
menderita hipertensi.
 Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian menyebabkan
seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar
45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-
anaknya.
b Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak
sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang
aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol,
hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih
sangat berhubungan erat dengan hipertensi .
 Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak
yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan
darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-
33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006b). IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur
tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa
(Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Obesitas bukanlah
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas
jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight). Hipertensi pada seseorang
yang kurus atau normal dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis
dan sistem renin angiotensin. Aktivitas dari saraf simpatis adalah
mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan
denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan
retensi air dan garam.
 Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya
transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong
seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan
situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada
pada diri seseorang. Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian
hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa
tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka. Merokok Zat-zat
kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses
artereosklerosisdan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan dalam
penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun
kimia berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari
3 zat, yaitu
1. Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang
dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya
penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung,
pengerasan pembuluh darah dan penggumpalan darah.
2. Tar, dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan
menyebabkan kanker.
3. Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat
menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa
oksigen .
 Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh
dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Olahraga dapat menurunkan risiko
penyakit jantung koroner melalui mekanisme penurunan denyut
jantung, tekanan darah, penurunan tonus simpatis, meningkatkan
diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi pembuluh darah,
meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL
(Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung
dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang,
namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen
jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat
badan serta menurunkan tekanan darah. Olahraga yang teratur dapat
membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita
hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olahraga
aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah tanpa perlu
sampai berat badan turun

7. Etiologi obesitas

8. Patomekanisme obesitas
9. Faktor risiko obesitas
Obesitas : penyakit multifactorial. Secara fisiologis, suatu keadaan dengan akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa yang dapat mengganggu
kesehatan.
a Genetik
Kelainan saraf yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energy serta
penyimpanan lemak
b Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif menyebabkan pengurangan massa otot dan
peningkatan adipositas
c Perilaku makan tidak baik
Bisa disebabkan lingkungan dan social, dan kondisi psikologis (perilaku
makan dijadikan sarana penyaluran stress)
d Neurogenik
Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus (Hipotalamus
ventromedial → pusat kenyang → jika rusak maka akan menyebabkan
perilaku rakus dan kegemukan)
e Hormonal
Contohnya insulin; anabolic hormone → berhubungan langsung dlm
penyimpanan dan penggunaan energy pada sel adipose.

10. Hubungan hiperglikemi dan hipertensi


Keterkaitan kadar gula darah dengan tekanan darah akibat adanya kesamaan
karakteristik factor resiko penyakit. Resistensi insulin dan hyperinsulinemia pada
penderita DM diyakini dapat meningkatkan resistensi vaskuler perifer dan
kontraktilitas otot polos vaskuler melalui respons berlebihan terhadap norepinefrin
dan angiotensin II. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan tekanan darah melalui
mekanisme umpan balik fisiologis maupun system Renin- Angiotensin-Aldosteron.
Kondisi hiperglikemia pada penderita DM juga menginduksi over ekspresi
fibronectin dan kolagen IV yang memicu disfungsi endotel serta penebalan membrane
basal glomerulus yang berdampak pada penyakit ginjal. Pengendalian kadar gula
darah tentunya akan mengendalikan juga tekanan darah. Keberadaan penyakit
penyerta diabetes tipe 2 sebagai penyakit penyerta merupakan factor risiko terhadap
terjadinya hipertensi tidak terkendali.

11. Tatalaksana DM2 (Farmako dan Non-Farmako)

Anda mungkin juga menyukai