Anda di halaman 1dari 15

Keperawatan Maternitas

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN INFEKSI PUERPERALIS DI RUANG


PERAWATAN MAWAR RUMAH SAKIT PELAMONIA MAKASSAR

OLEH :
M. Syahru Ramadhan
14420192138

CI INSTITUSI CI LAHAN
(.............................) (..........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi pueperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Kasus
infeksi pada post partum sering terjadi. Pada dasarnya prognosisnya baik bila diatasi
dengan pengobatan yang sesuai. Septikemia merupakan infeksi paling berat dengan
mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum dan piemia.
Infeksi puerperalis merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
Derajat komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode
masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2015).
Penanganan umum selama masa nifas antara lain antisipasi setiap kondisi (faktor
predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit
atau komplikasi dalam masa nifas, memberikan pengobatan yang rasional dan efektif
bagi ibu yang mengalami infeksi nifas, melanjutkan pengamatan dan pengobatan
terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan,
jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampau, memberi catatan atau
intruksi untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus
mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan hidrasi oral atau IV secukupnya
(Saifuddin, 2015).
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, adalah:
1. Mengetahui mendeskripsikan secara teoritis tentang infeksi puerperalis yang terjadi
pada ibu seusai melahirkan.
2. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat yang dapat dilakukan pada ibu seusai
melahirkan dengan infeksi puerperalis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Definisi
Infeksi puerperalis atau infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus
genitalis setelah persalinan (Elli Hidayati, 2017).
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2016).
Infeksi masa nifas (peurperalis) adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis
setelah persalinan. Suhu 38o C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10
postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari. (Siti Saleha, 2017)
2. Etiologi
Infeksi puerperalis dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ
kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan
masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi:
a. Eksogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman datang dari tempat lain)
c. Endogen (kuman datang dari jalan lahir sendiri)
Bakteri yang menyebabkan infeksi nifas antara lain :
a. Streptococcus haemolyticus aerobicus. Streptokokkus ini merupakan infeksi
yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari
penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
b. Stapilococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas,
walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum. Stapilokokkus
banyak ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang – orang yang
nampaknya sehat.
c. Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasal dari kandung kemih atau
rectum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan
endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anerobik jarang
ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun. (Elli Hidayati, 2017).
Masalah dalam pemberian ASI adalah :
a. Puting susu lecet yang disebabkan kesalahan dalam teknik menyusui, akibat
dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci
puting susu, bayi dengan tali lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi
sulit mengisap sampai ke kalang payudara dan isapan hanya pada puting susu
saja, dan bisa terjadi karena ibu menghentikan menyusui dengan kurang hati-
hati.
b. Payudara bengkak (engorgement) terjadi karena ASI tidak disusui dengan
adekuat, sehingga ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan
terjadinya pembengkakan.
c. Saluran susu tersumbat dikarenakan tekanan jari ibu yang kuat pada waktu
menyusui, pemakaian bra yang terlalu ketat, komplikasi payudara bengkak
mengakibatkan sumbatan.
d. Mastitis disebabkan payudara bengkak tidak disusui secara adekuat, puting
lecet akan memudahkan masuknya kuman, dan saluran susu tersumbat.
e. Abses payudara disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara
tersebut.
Infeksi saluran kemih disebabkan akibat trauma kandung kemih waktu persalinan,
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perinium atau
kateterisasi yang sering (Sitti Saleha, 2017)
3. Manifestasi Klinis
Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam, sakit didaerah
infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis
infeksi nifas dapat berbentuk :
a. Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit,
pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri,
temperatur badan dapat meningkat.
b. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, tekanan darah menurun dan nadi dan suhu
meningkat, kesadaran gelisah sampai menurun, terjadi gangguan involusi
uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.
Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang
terinfeksi biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan
payudara segera akan menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan
nyeri tekan pada payudara bisa ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2015)
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri
berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih.
Demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya
merupakan tanda adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat,
demam, menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi
piuria dan hematuria. ( Sitti Saleha, 2017 )
4. Klasifikasi
Infeksi yang menyerang pada organ genetalia dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Infeksi yang terbatas pada luka (perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium)
antara lain:
 Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi
di bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan
bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan nanah.
 Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca
melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka perineum.
Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah
mengandung nanah dari daerah ulkus.
 Servitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak
gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum
latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
 Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum
dan bersifat naik turun. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada
luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh
endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan
getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi
yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
b. Infeksi yang menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis,
salpingitis, dan peritonitis) antara lain :
 Trombofeblitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab
terpenting dari kematian karena infeksi puerpalis. Radang vena golongan 1
disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena golongan 2 disebut
tromboflebitis femoralis.
 Parametritis
Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah jaringan
renggang yang ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke
sisi-sisi serviks dan ke pertengahan lapisan-lapisan ligamen besar.
 Salpingitis
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba . Hal ini sering
digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul, meskipun PID
tidak memiliki definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit
dari saluran kelamin wanita bagian atas, seperti endometritis, ooforitis, metritis,
parametritis dan infeksi pada peritoneum panggul.
 Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh
infeksi.( Sitti Saleha, 2017 )
5. Patofisiologi
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan
luka yang  cukup besar untuk masuknya mikroorganisme.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
a. Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, serviks, atau
endometrium).
b. Infeksi itu menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis,
salpingitis, dan peritonitis).
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena
banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik
untuk tumbuhnya kuman – kuman dan masuknya jenis – jenis yang patogen dalam
tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga
vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman –
kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka – luka tersebut atau dapat
menyebar di luar luka asalnya. (Eny Retna, 2016)
6. Pathway

Trauma jalan lahir Episiotomi yg lebar Gangguan koagulasi Kegagalan kompresi pembuluh
darah Laserasi perineum Miometrium hipotonus Retensi
Vagina dan Serviks Ruptur sisa plasenta

Perifer kompresi jantung ginjal mengeluarkan paru Eritroprotein

Hipovolemi (kurang suplai) vasokontriksi intake

GFR menurun hipoksia

Keterlambatan pengisian kapiler perdarahan

Pucat,kulit dingin/lembab kehilangan Vaskular yang berlebihan


Perubahan
A. perfusi Oliguria
jaringan
B.
Gangguan sirkulasi

Takikardi hipertropi

Tidak terkompensasi

Urine output menurun sianosis respiratorik

Resiko
Takipnea Dyspnea
penurunan curah
jantung

Gangguan Gangguan
pola eliminasi pola nafas
Hemato porsi atas vagina

Nyeri kemerahan,edema

Nyeri resiko
tinggi infeksi

7. Penatalaksanaan
 Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenalipada saat kehamilan ataupun persalinan.
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan.
 Berikan hidrasi oral/IV secukupnya. (Elli Hidayati, 2017)
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan
lama, stresor pascapartum multipel).
b. Sirkulasi
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
c. Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.
d. Integritasego
Ansietas jelas (peritonitis).
e. Makanan/cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen
kekauan, nyeri lepas (peritonitis).
f. Neurosensori
Sakit kepala.
g. Nyeri/ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau lama, nyeri
abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding (endometritis).
Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/ bilateral (salpingitis/ooferitis, parametritis).
h. Pernafasan
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik).
i. Keamanan
Suhu: 100,4ᵒ F (38,0ᵒ C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus menerus, diluar
24 jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu lebih tinggi dari 101ᵒ F
(38,9ᵒ C) pada24jam pertama menandakan berlanjutnya infeksi. Demam ringan
kurang dari 101ᵒ F menunjukkan infeksi insisi, demam lebih tinggi dari 102 ᵒ F
(38,9ᵒ C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat (misalnya salpingitis,
parametritis, peritonitis). Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau
berulang(seringberakhir 30-40 menit), dengan suhu memuncak sampai 104ᵒF,
menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis. Melaporkan
pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering, kecerobohan pada
teknik aseptik.
j. Seksualitas
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi produk
konsepsi, eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara manual, atau
hemoragi pasca partum. Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan,
atau memisah dengan drainase purulen atau cairan sanguinosa. Lokea mungkin bau
busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal beta hemolitik), banyak atau
berlebihan.
k. Interaksisosial
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nosokomial.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
c. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi
pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri.
3. Rencana keperawatan
a. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan 1:mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
 Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter
yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis
dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
 Kaji tinggi fundus dan sifat.
 Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post
partum.
 Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting).
Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat
apakah klien menyusui dengan ASI.
 Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis.
Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam
10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
 Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
 Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan
pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur
secara teratur.
 Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
 Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan
zat besi.
 Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif
dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
 Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/
kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur
secara sering dan teratur.
 Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.
Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
 Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
 Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test
sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin,
chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler
gonovine.
 Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
 Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit
secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang
muntah
 Pemberian analgetika dan antibiotika.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria
hasil: Nafsu makan meningkat, mual muntah tidak terjadi.
Intervensi :
 Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila
masukkan oral dibatasi.
 Tingkatkan masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.
 Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya
 Berikan cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi
 Berikan preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.
c. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan
kriteria hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
 Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
 Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi
 Berikan analgetik atau antipiretik.
 Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau
rendam duduk sesuai indikasi.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan infeksi
pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan
sendiri.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku kedekatan
terus menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
 Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
 Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti
depresi dan marah.
 Anjurkan klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan
partisipasinya dalam perawatan bayi saat infeksi teratasi.
 Observasi interaksi bayi-ibu
 Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap interaksi/respons
ibu-bayi
4. Evaluasi
Dx 1 :
 Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
 Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara
individual.
 Klien dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan
tepat, menurunkan resiko komplikasi.
 Klien dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.
Dx 2 :
 Nutrisi klien terpenuhi.
 Nafsu makan meningkat.
 Tidak terjadi mual muntah.
 Pemasukan oral yang adekuat.
Dx 3 :
 Nyeri hilang atau berkurang.
 Skala nyeri 0-3
 Wajah tidak meringis.
Dx 4 :
 Klien menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi dengan
bayinya.
 Klien mempertahankan/melakukan tanggungjawab untuk perawatan fisik dan
emosi terhadap bayi baru lahir sesuai kemampuan.
 Klien dapat mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi orangtua.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2015). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Elli Hidayati. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

Eny, Retna. (2016). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendekia Offset

Saifuddin. (2015). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sarwono Prawirohardjo . (2016). Ilmu Kebidanan. Edisi 4 Cetakan 5. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sitti Saleha. (2017). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai