Anda di halaman 1dari 2

PERUBAHAN MAKNA

BERBICARA mengenai perubahan makna tentunya tidak terlepas dari ilmu bahasa kajian
semantik. Dalam bahasa Indonesia, sering kita jumpai perubahan makna. Artinya, dahulu
makna sebuah kata A, lalu berganti menjadi B, kemudian di masa selanjutnya berubah makna
menjadi C. Misalnya kata sastra yang telah beberapa kali mengalami perubahan makna.
Kata sastra pada mulanya bermakna 'tulisan' atau 'huruf', lalu berubah makna menjadi 'buku’,
kemudian maknanya berubah lagi menjadi 'buku yang baik isinya dan baik bahasanya'.
Sekarang makna kata sastra menjadi 'karya yang bersifat imajinatif kreatif'. Jadi, karya-karya
yang bukan imajinatif kreatif seperti buku agama, sejarah, matematika, dan biologi bukan
merupakan karya sastra.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat dikatakan perubahan makna kata terjadi seiring dengan
perkembangan waktu. Persoalan yang muncul, apakah perubahan makna banyak terjadi pada
kata-kata dalam bahasa Indonesia? Sebenarnya, kalau kita melihat lebih jeli, ternyata tidak
semua kata mengalami perubahan makna. Artinya, jumlah kata yang mengalami perubahan
makna lebih sedikit jika dibandingkan dengan kata yang tidak mengalami perubahan makna.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis (perkembangan
dalam waktu yang terbatas) tidak akan berubah, tetapi secara diakronis (perkembangan
sepanjang waktu/bersifat historis) ada kemungkinan dapat berubah. Perubahan makna itu
sendiri terbagi atas beberapa jenis, yaitu perubahan makna yang bersifat meluas, menyempit,
halus, kasar, dan perubahan makna yang bersifat total atau berubah sama sekali dari makna
semula.
Perubahan makna meluas merupakan gejala yang terjadi pada sebuah kata yang mulanya
hanya memiliki sebuah makna, kemudian berubah menjadi makna lain. Contohnya adalah
kata saudara. Dahulu, kata saudara bermakna 'seperut’ atau 'sekandungan', kemudian
maknanya berkembang menjadi 'siapa saja yang mempunyai hubungan satu darah' sehingga
anak paman juga dikatakan sebagai saudara. Bahkan, maknanya berkembang lagi menjadi
'siapa pun yang mempunyai kesamaan asal usul' disebut dengan 'saudara'. Contoh lain adalah
kata bapak. Dahulu kata bapak dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang
memiliki kedudukan tinggi atau orang yang lebih tua disebut bapak.
Perubahan makna menyempit merupakan kebalikan dari makna meluas, yaitu gejala yang
terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya memiliki makna yang luas kemudian menjadi
terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata pendeta, dahulu bermakna 'orang yang
berilmu', sekarang berubah maknanya menjadi 'orang yang memiliki ilmu yang tinggi mengenai
agama Kristen dan harus melalui jenjang pendidikan', sehingga mendapat gelar
sarjana theologia. Contoh lainnya adalah kata sarjana, dulu memiliki makna 'orang pandai' atau
'semua orang yang dianggap pandai'. Akan tetapi, sekarang maknanya berubah menjadi 'orang
yang lulus dari perguruan tinggi'. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perubahan makna
menyempit merupakan sebuah proses sebuah kata yang memiliki makna lama lebih luas
cakupannya dari makna yang baru.
Jenis perubahan makna yang bersifat kasar dan dapat menimbulkan makna negatif disebut
dengan istilah peyorasi. Contohnya kata amplop. Dahulu kata amplop bermakna 'sampul surat',
tetapi sekarang bermakna negatif, yaitu 'uang sogok'. Contoh lainnya adalah kata bini. Dahulu
kata bini dianggap tinggi maknanya, tetapi sekarang dianggap kasar dan penyebutan
kata bini berubah menjadi istri. Hal ini serupa dengan kata bunting. Dahulu
kata bunting dianggap tinggi untuk penyebutan 'seorang wanita yang sedang mengandung',
tetapi sekarang penyebutan bunting dianggap kasar dan kurang sopan. Begitu juga dengan
kata perempuan, dahulu mengandung nilai yang baik, tetapi sekarang nilainya dirasakan
merosot sehingga dipakailah kata wanita. Oleh karena itu, perubahan makna yang sifatnya
kasar atau peyoratif merupakan suatu proses perubahan makna suatu kata yang memiliki
makna baru dan dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama.
Selain jenis yang sifatnya kasar, ada juga perubahan makna yang sifatnya halus atau yang
biasa disebut dengan ameliorasi. Ameliorasi bermakna suatu proses perubahan makna suatu
kata yang memiliki arti baru dan dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari makna yang
lama. Misalnya kata wanita dirasakan nilainya lebih tinggi daripada kata perempuan.
Sebenarnya, perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia tidak terjadi begitu saja,
melainkan ada beberapa faktor yang mengakibatkan perubahan makna tersebut.
Faktor pertama adalah adanya kekaburan dan ketidakpastian makna. Artinya, batas
antarmakna kata tidak jelas. Hal ini disebabkan oleh ketidakakraban pemakai bahasa akan
makna sebuah kata. Misalnya kata koalisi dalam bahasa Belanda dan Prancis bermakna
'pemufakatan antara dua partai atau bangsa untuk menghadapi musuh yang sama'
dan aliansi bermakna 'persekutuan militer yang menghadapi musuh yang sama'. Akan tetapi, di
Indonesia istilah ini banyak digunakan oleh politikus sebagai persekutuan antarpartai, tanpa
terdapat pemikiran musuh bersama atau pemikiran militer. Hal tersebut muncul karena makna
kedua kata tersebut tidak akrab bagi pemakai bahasa di Indonesia.
Faktor kedua adalah salah kaprah. Salah kaprah terjadi dari kesalahan persepsi masyarakat
terhadap suatu makna kata. Hal ini karena kelaziman atau kebiasaan dengan sesuatu yang
salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa adanya usaha perbaikan oleh pemakainya karena
masyarakat menganggap makna kata tersebut sudah benar. Contohnya adalah
kata pertanda dalam KBBI bermakna ‘pelebaya; algojo’. Akan tetapi, kata pertanda selama ini
dipahami bermakna 'alamat'; 'gelagat'. Hal tersebut terjadi karena salah kaprah dan akhirnya
kata tersebut dimasukkan dalam KBBI sebagai homonimi terhadap makna ‘pelebaya; algojo’.
Faktor yang ketiga adalah perkembangan dalam ilmu dan teknologi. Contohnya adalah
kata canggih awalnya bermakna 'suka mengganggu' (rebut, bawel, dan sebagainya), sekarang
maknanya berubah menjadi 'sangat rumit dan ruwet dalam bidang teknologi'. Oleh karena itu,
berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan waktu turut memengaruhi
perubahan makna kata dalam bahasa Indonesia.[]

Anda mungkin juga menyukai