Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR'AN


Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah studi hadist
Dosen Pengampu:

MASNIDA, MA.G

Disusun Oleh:

1. DANDI TEGAS PRIBADI


2. NURHAFIDZ

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM BLOKAGUNG
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah


memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis masih diberikan kesematan untuk
dapat menyelesaikan tugas Makalah studi hadist. Shalawat beriring salam marilah kita
junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari era
kebodohan hingga menuju ke era yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita
rasakan pada saat ini. Tentunya dalam pembuatan makalah ini selalu ada rintangan yang
menghadang, namun atas rahmat Allah yang Maha Kuasa serta bantuan dari berbagai pihak,
maka penulis dapat menghadapi rintangan tersebut dengan baik. Penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Masnida, ma.g selaku dosen
pengampu mata kuliah studi hadist, serta kepada orang-orang terdekat yang tentu tidak
bisa diucapkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam hal memberi materi
maupun moral.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak
kekurangan. Maka penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca baik
mahasiswa maupun masyarakat lainnya. Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat
bermanfaat kepada para pembaca, serta penulis mengucapkan banyak terima kasih bagi
pembaca yang bersedia memberikan kritik dan sarannya untuk penulis, agar kedepannya
penulis dapat membuat makalah atau karya tulis lainnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................1

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................4


B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................5
D. Ruang Lingkup.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. FUNGSI HADIST TERHADAP ALQUR’AN...........................................................6


B. PENDAPAT ULAMA TENTANG FUNGSI HADIST TERHADAP ALQUR’AN..........13
C. PENGERTIAN UMMUL HADIST........................................................................14
D. PEMBAGIAN ILMU HADIST..............................................................................15
E. CABANG ILMU HADIST....................................................................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam sebagai agama mempunyai makna bahwa Islam memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia dimana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi kehidupan
duniawi maupun bagi kehidupan akhirat. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan
bagaimana caranya berhubungan dengan Tuhan atau khaliq, serta aturan bagaimana
caranya berhubungan dengan sesama makhluk, termasuk didalamnya persoalan dengan
alam.

          Allah SWT mengutus para nabi dan rasulnya kepada umat manusia untuk memberi
petunjuk kepada jalan yang benar agar mereka bahagia di dunia dan akhirat. Rasulullah lahir
ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar, hukum syara’ seperti al
Qur’andanalHadits.
 Tidak semua ayat al Qur’an dapat dipahami secara tekstual. Al Qur’an menekankan bahwa
rasul memiliki tugas untuk menjelaskan  maksud dan isi dari al Qur’an. Al-Quran dan hadits
mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun
ditinjau dari segi penggunaan hukum syari’at, hadis mempunyai kedudukan sederajat lebih
rendah dibandingkan al Qur’an. Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah
al Qur’an. Keberadaan hadits dalam kehidupan masyarakat menjadi penting tatkala dalam al
Qur’an tidak memberikan  penjelasan yang detail mengenai suatu permasalahan. Hal ini
akan terasa sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al Qur’an yang
masih sangat global, tidak terperinci, dan sering terdapat keterangan-keterangan yang
bersifat tidak muqoyyad  seperti perintah  tentang  kewajiban shalat. Dalam al Qur’an tidak
dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk mendirikan shalat, berapa raka’at shalat, apa
yang harus dibaca dalam shalat, dan  apa saja syarat  dan rukunnya. Akan  tetapi, dari hadist
kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya,
keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi bayan atau

4
penjelas ayat-ayat al Qur’an yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui  makna
yang sesungguhya.

 Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadist, maka akan sangat
sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan memahami ayat-ayat al-Qur’an. Terkait
dengan hal diatas, maka penulis dalam  makalah ini akan menguraikan tentang apa  fungsi
hadits terhadap al Qur’an dan  bagaimana pendapat para ulama tentang fungsi hadits dalam
Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Al-Qur’an dan al- Hadist?

2. Bagaimana Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an?

3. Apasajakah Pembagian Ilmu hadist ?

4. Apakah pengertian Ummul Hadist ?

C.Tujuan Pembahasan Masalah.

1. Mengetahui Pengertian Al-Qur’an dan Hadist


2. Mengetahui Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an
3. Mengetahui pembagian ilmu hadist
4. Mengetahui Pengertian Ummul Hadist

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Hadis terhadap Al Qur’an

                Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup sumber hukum dan ajaran Islam,
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Al Qur’an sebagai sumber pertama
memuat ajaran ajaran yang bersifat mujmal atau umum dan global sedangkan hadits
sebagai sumber yang kedua berfungsi sebagai pemberi penjelasan atas keumuman isi al
Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan Q.S  an Nahl ayat44:

‫للناس‬ ‫لتبين‬ ‫الذكر‬ ‫اليك‬ ‫وانزلنا‬ …

Artinya: “…dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat
manusia….”

Allah menurunkan Az Zikr (Al Qur’an) bagi umat manusia agar dapat dipahami, oleh karena
itu maka Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menjelaskannya. Dalam menetapkan
hukum, umat Islam mengambil hukum hukum Islam dari al Qur’an yang diterima dari rasul
SAW, yang dalam hal ini al Qur’an membawa keterangan keterangan yang bersifat mujmal
atau keterangan yang bersifat mutlaq. Karena sifatnya yang mujmal, maka banyak hukum
dalam al Qur’an yang tidak dapat dijalankan bila tidak diperoleh syarah atau penjelas yang
terkait  dengan syarat- syarat, rukun-rukun, batal-batalnya dan  lain lain dari hadits
Rasulullah SAW. Dalam hal ini banyak juga kejadian yang tidak ada nash yang menashkan
hukumnya dalam al Qur’an secara tegas dan jelas. Oleh karena itu diperlukan ketetapan dan
penjelasan nabi yang telah diakui utusan Allah untuk menyampaikan syariat dan undang
undang kepadaumat
6
FirmanAllah:

‫قب‬ ‫من‬ ‫كانوا‬ ‫وان‬ ‫الحكمة‬ ‫الكتبو‬ ‫ويعلمهم‬ ‫يزكيهم‬ ‫و‬ ‫يته‬ ‫ءا‬ ‫يتلواعليهم‬ ‫انفسهم‬ ‫رسوالمن‬ ‫فيهم‬ ‫اذابعث‬ ‫الموءمنين‬ ‫على‬ ‫هللا‬ ‫هن‬ ‫لقد‬
‫مبين‬ ‫ضلل‬ ‫لفى‬ ‫ل‬

Artinya:  ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, merekaadalahbenar-benardalamkesesatanyangnyata”.

(Q.S: Ali Imran Ayat: 164).

  

    Sudah kita ketahui bahwa hadis mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
ajaran Islam. Ia menempati  posisi kedua setelah Al Qur‟an. Al Qur‟an sebagai sumber
ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang perlu dijelaskan
lebih lanjut dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran kedua

 Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan

kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan umat manusia apa yang telah diturunkan

kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl [16]:44)

Dalam hubungan dengan Al Qur‟an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan


penjelas dari ayat-

ayat Al Qur‟an tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan
Al Qur‟an adalah sebagai berikut.

Jumhur ulama  berpendapat bahwa kata hikmah diatas berarti keterangan keterangan
agama yang diberikan Allah kepada Nabi mengenai hikmat dan hukum yang disebut sunnah
atau hadits.
Hadits adalah sumber kedua bagi hukum hukum Islam, menerangkan segala yang

7
dikehendaki al Qur’an, sebagai penjelas, pensyarah, penafsir, pentahsis, pentaqyid dan yang
mempertanggungkankepadayangbukanzahirnya.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa hadits berkedudukan dan berfungsi untuk
menjelaskan al Qur’an.[2] Banyak ayat al Qur’an dan hadist Rasulullah SAW yang
memberikan penegasan bahwa
hadistmerupakansumberhukumIslamselainalQur’anyangwajibdiikuti.

a).DalilalQur’an
‫فرين‬ ‫الكا‬ ‫يحب‬ ‫ال‬ ‫هللا‬ ‫فاءن‬ ‫تولوا‬ ‫فاءن‬ ‫سول‬ ‫الر‬ ‫و‬ ‫هللا‬ ‫اطيعوا‬ ‫قل‬
Artinya: ”Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. al Imran: 32)

b).HaditsRasulullahSAW.
‫نبيه‬ ‫سنة‬ ‫و‬ ‫هللا‬ ‫كتاب‬ ‫بهما‬ ‫تمسكتم‬ ‫ما‬ ‫تضلوا‬ ‫لن‬ ‫أمرين‬ ‫فيكم‬ ‫تركت‬
Artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.
 

Berdasarkan ayat diatas, hadits merupakan  salah satu sumber pegangan kita dalam
menjalani kehidupan ini yang harus kita ikuti agar kita bahagia hidup di dunia dan di
akherat. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Muadz,  juga sikap khulafaur rasyidun, bahwa
hukum syara’ pertama tama di dapat dari al Qur’an, kalau tidak ditemukan di dalamnya,
dicari dari sunnahatauhadits.
Sehubungan dengan hadits sebagai bayan alQur’an, maka hadits  memiliki  4 macam  fungsi    
terhadap al Qur'an yaitu:

1. Bayan At-Tafsir

Yang  dimaksud  dengan bayan at-tafsir  adalah menerangkan ayat-ayat yang


sangat umum, mujmal , dan musytarak . Fungsi hadis dalam hal ini adalah memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al Qur‟an yang
masihmujmal, memberikan taqyid  ayat-ayatyangmasih muthlaq, dan
memberikan takhsish ayat-ayat yang masih umum. Di antara contoh bayan at-tafsir

8
mujmal adalah seperti hadis yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang
perintah Allah SWT untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al
Qur‟an yang menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara
garis besarnya saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al Qur‟an tidak
menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan
waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh
Nabi SAW dengan sabdanya.

Dalam hal ini hadits berfungsi memberikan perincian dan penafsiran terhadap
ayat ayat   al Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap al Qur'an terbagi setidaknya
menjadi3macamfungsi,yaitu:
a.Menjelaskanayatayatyangmujmal.
Hadis disini berfungsi  menjelaskan  segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah
dan hukum hukumnya dari segi praktik,  syarat, waktu  dan tata caranya seperti dalam
masalahshalat.
 Ayat-ayat al Qur'an tentang masalah tersebut masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, ataupun halangan-halangannya. Oleh
karena itulah, Rasulullah SAW melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan
sepertidisebutkandalamhadis
 ‫اصلى‬ ‫رايتمونى‬ ‫كما‬ ‫صلوا‬

Artinya: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat“ ( HR Ahmad dan
BukharidariMalikbinAlHuwairits).
            Hadis ini menerangkan kemujmalan al Qur’an tentang shalat, firman Allah SWT.
‫كعين‬ ‫الر‬ ‫مع‬ ‫واركعوا‬ ‫الزكاة‬ ‫واتوا‬ ‫واقيمواالصالة‬
Artinya: “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang
yangruku’(Q.S.al-Baqarah: 43).
Contoh lainnya yaitu hadits  dalam hal pelaksanaan  ibadah haji wada’ Rasulullah SAW
bersabda:
‫سككم‬ ‫منا‬ ‫عنى‬ ‫خذوا‬
Artinya: ”Ambilah dariku manasik hajimu”. ( HR. Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i).
Hadits ini merincikan kemujmalan firman Allah SWT sebagai berikut:

9
‫هلل‬ ‫والعمرة‬ ‫الحج‬ ‫واتموا‬
Artinya: ”Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”. (Q.S. al
Imran:196)
b. Menghususkan ayat ayat al Qur’an yang  bersifat umum .
              Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat al Qur'an yang bersifat umum,
dalam ilmu hadis disebut takhshish al ‘amm.[6] Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang
mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum.
SabdaRasululahSAW:

‫والطحال‬ ‫فاالكبد‬ ‫الدمان‬ ‫اما‬ ‫و‬ ‫والجراد‬ ‫الحوت‬ ‫الميتتان‬ ‫ما‬ ‫فا‬ ‫مان‬ ‫د‬ ‫و‬ ‫ميتتان‬ ‫لنا‬ ‫احلت‬

Artinya: ”Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang
dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang. Sedangkan
yang dimaksud dua macam darah adalah hati dan limpa”.  (Hadits Riwayat
Ahmad,IbnuMajahdanAl-Baihaqi).
Hadits ini mentahsis  ayat al Qur'an yang mengharamkan semua bangkai dan darah,
sebagaimanafirmanAllahSWT:
‫الحنزير‬ ‫ولحم‬ ‫والدم‬ ‫الميتة‬ ‫عليكم‬ ‫حرمت‬
Artinya: ”Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi” (Q.S. al Maidah: 3).
            Dalam ayat ini tidak ada pengecualian bahwa semua bangkai dan darah
diharamkan untuk dimakan akan tetapi  Sunnah Rasulullah SAW di atas mentakhshish
ataumengecualikandarahdanbangkaitertentu.
SabdaRasulSAW:
‫المسلم‬ ‫فر‬ ‫الكا‬ ‫وال‬ ‫الكافر‬ ‫المسلم‬ ‫يرث‬ ‫ال‬
 Artinya: ”Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi
seorangmuslim”.(HR.Al-BukharidanMuslim).
HaditsinimentahsisfirmanAllahSWT:
‫نثيين‬ ‫اال‬ ‫حص‬ ‫متل‬ ‫للذكر‬ ‫دكم‬ ‫اوال‬ ‫في‬ ‫هللا‬ ‫يوصيكم‬
 Artinya: ”Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu
yangperempuan”.(Q.S.AnNisa:11).
            Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat

10
warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya
sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan
sabdanyadiatas:
c. Membatasi lapaz yang masih mutlaq dari ayat ayat al Qur'an (Sebagai Bayanul
Muthlaq).

          Hukum yang ada dalam al Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka
dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam al Qur'an.  Sedangkan contoh
hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak
adalahsepertiSabdaRasullullah:

 ‫الكف‬ ‫مفصل‬ ‫من‬ ‫يده‬ ‫فقطع‬ ‫بسارق‬ ‫سلم‬ ‫و‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬ ‫رسول‬ ‫أتي‬
Artinya: ”Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”.
Haditsinimen-taqyid firmanAllahyangberbunyi:
‫حكيم‬ ‫عزيز‬ ‫هللا‬ ‫و‬ ‫هللا‬ ‫نكاالمن‬ ‫كسبا‬ ‫بما‬ ‫جزاء‬ ‫أيديهما‬ ‫فاقطعوا‬ ‫السارقة‬ ‫و‬ ‫والسارق‬
Artinya: ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan
dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana”.( Q.S. al Maidah: 58).

Dalam ayat di atas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya.


Boleh jadi dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan
dipotong hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan.
Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya
secara pasti yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan


kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl [16]:44)

Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.

11
(H.R. Bukhari) Sebagaimana hadis tersebut, Rasul memberikan contoh tata cara shalat
yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi d engan berbagai kegiatan yang
dapat menambah pahala ibadah shalat. 

2. Bayan At-Taqrir

Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid  dan bayan al-


itsbat  adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat
pernyataan Al Qur‟an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi
kandungan Al Qur’an.

Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al Qur’an. Fungsi hadits disini hanya
memperkokoh isi kandungan al Quran. Seperti hadits tentang shalat, zakat, puasa dan
haji, merupakan penjelasan dari ayat shalat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang
tertulisdalamalQur'an.
Contoh: Hadits Nabi tentang melihat bulan untuk puasa Ramadhan

‫افطروالرءويت‬ ‫و‬ ‫لرءويته‬ ‫ا‬ ‫مو‬ ‫صو‬
Artinya: ”Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah
melihatnya”.(HR.Muttafaqalaih).
HaditsinimenguatkanfirmanAllahSWT

‫فليصمه‬ ‫الشهر‬ ‫منكم‬ ‫شهد‬ ‫فمن‬
Artinya: ”Barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah”. (Q.S. Al
Imran: 185)
Hadits di atas dikatakan  bayan taqrir terhadap ayat al Qur'an, karena maknanya sama
dengan al Qur'an, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.

3. Bayan At-Tasyri’

Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’  adalah memunculkan suatu hukum atau


ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur‟an hanya terdapat pokok-pokoknya
(ashl) saja. Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut  bayan ini dengan “za‟id „ala al
kitab al karim”.Hadis-hadis Rasul SAW, yang masuk dalam bayan tasyri‟ ini

12
diantaranya hadis tentang haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara
isteri dengan bibinya), hukum syuf‟ah, hukum rajam pezina wanita yang masih belum
bersuami, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.

Bayan at tasyri’ adalah menetapkan  hukum atau   aturan aturan yang tidak
didapati dalam al Qur’an. Hal ini berarti bahwa  ketetapan  hadits  itu   merupakan
ketetapan  yang bersifat  tambahan  hal-hal  yang  tidak disinggung  oleh alQur’an
dan hukumhukumitu hanyaberasaskanhadissematamata.
            Hadis Rasulullah SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’il maupun
taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan
yang tidak terdapat dalam al Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan
memberikanbimbingandanmenjelaskanpersoalannya.
Suatu contoh hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut:

‫شعير‬ ‫من‬ ‫صاعا‬ ‫أو‬ ‫تمر‬ ‫من‬ ‫صاعا‬ ‫الناس‬ ‫على‬ ‫رمضان‬ ‫من‬ ‫الفطر‬ ‫زكاة‬ ‫فرض‬ ‫سلم‬ ‫و‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬ ‫الرسول‬ ‫أن‬

 ) ‫المسلم‬ ‫(رواه‬  ‫المسلمين‬ ‫من‬ ‫أنثى‬ ‫أو‬ ‫ذكر‬ ‫عبد‬ ‫أو‬ ‫حر‬ ‫كل‬ ‫على‬

Artinya: ”Bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba,laki-lakiatauperempuammuslim”.(HR.Muslim).
     Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan,
sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.

B. Pendapat Ulama Tentang Fungsi Hadist Terhadap Alqur’an

Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai penjelas terhadap al Qur’an tersebut,


paraulamaberbedapendapatdalammerincinyalebihlanjut.
 Menurut para ahli hadist =

Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa,
masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.

13
Menurut ahli ushul fiqh (ushuliyyun) =

Hadist adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.

Menurut jumhur ulama =

Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan,
dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, dan para tabiin.

C.  Pengertian Ummul Hadist

Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan), atau sifat.

Hadits menurut bahasa artinya baru. Hadits juga secara bahasa berarti “sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk jamaknya
adalah ahadits. Adapun firman Allah Ta’ala,

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati
sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini” (Al-
Kahfi [18] : 6). Maksud hadits dalam ayat ini adalah Al-Qur’an.

Juga firman Allah,

“Dan adapun nikmat Tuhanmu, maka sampaikanlah.” (Adh-Dhuha [93] : 11). Maksudnya:


sampaikan risalahmu, wahai Muhammad.

Haditst menurut istilah ahli, hadits adalah: Apa yang disandarkan kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau
sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya.

Sedangkan menurut ahli ushul fisih, hadits adalah perkataan, perbuatan, dan
penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah

14
kenabiannya. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang
dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi setelah kenabian.

Kata “al hadits” dapat juga dipandang sebagai istilah yang lebih umum dari kata
“as sunnah”. Yang mencakup seluruh yang berhubungan dan disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan istilah “as sunnah” digunakan untuk perbuatan (‘amal) dari
Nabi SAW saja.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Buku-buku yang di dalamnya berisi tentang
khabar Rasulullah, antara lain adalah Tafsir, Sirah dan Maghazi (peperangan Nabi –Edt,
dan Hadits. Buku-buku hadits adalah lebih khusu berisi tentang hal-hal sesudah
kenabian, meskipun berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidak
disebutkan untuk dijadikan landasan amal dan syariat.

Ulumul Hadits adalah istilah Ilmu Hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
(Arabnya : ‘Ulum al Hadits). ‘Ulum al Hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘Ulumu dan al
Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm jadi berarti “ilmu-
imu”. sedangkan al Hadits di kalangan Ulama’ Hadits berarti segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqri atau sifat”. Dengan
demikian ‘Ulum al Hadits  mengandung pengertian ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan dengan Hadits Nabi”.

D. Pembagian Ilmu Hadist

Secara umum para ulama Hadits membagi Ilmu Hadits kepada dua bagian, yaitu Ilmu
Hadits Riwayah (‘ilm al Hadits Riwayah) dan Hadits Dirayah (‘ilm al Hadits Dirayah):

a.       Pengertian Ilmu Hadits Riwayah

Ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mengandung pembicaraan tentang


penukilan sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan beliau, hal-hal yang beliau
benarkan, atau sifat-sifat beliau sendiri, secara detail dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu Ilmu
Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi

15
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya,
serta periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya.

Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu Ilmu yang membahas tentang


pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW,
berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah,
atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.

Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam


Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah
ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW
serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi SAW
serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.

Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada


dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan
penulisan atau pembukuan hadits Nabi SAW.

Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah Hadits Nabi SAW dari segi periwayatannya
dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:

-          Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga
cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;

-          Cara pemeliharaan Hadits, Yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan


pembukuannya.

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadits
Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan
dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.

b.      Pengertian Ilmu Hadits Dirayah

Ilmu hadits dirayah yaitu satu ilmu yang mempunyai beberapa kaidah
(patokan), yang dengan kaidah-kaidah itu dapat diketahui keadaan perawi (sanad)
dan diriwayatkan (marwiy) dari segi diterima atau ditolaknya.

16
Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu
Hadits Dirayah ini. Akan tetapi, apabila di cermati definisi-definisi yang mereka
kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari
segi sasaran kajian dan pokok bahasannya.

Menurut ibnu al-Akfani, ilmu hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu
yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.

Menurut Imam al-Suyuti merupakan uraian dan elaborasi dari definisi diatas,
yaitu Hakikat Riwayat adalah kegiatan periwayatan sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu
perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si
fulan), atau ikhbar, seperti perkataannya“akhbarana fulan”, (telah mengabarkan
kepada kami si fulan).

Menurut M. `Ajjaj al-Khatib dengan definisi yang lebih ringkas dan


komprehensif, yaitu Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan
masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau
ditolaknya.

Al-rawi atau perawi adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan


Hadits dari satu orang kepada yang lainnya.

Al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu sesuatu yang di


sandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang lainnya seperti Sahabat atau Tabi`in.

Keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah mengetahui


keadaan para perawi dari segi jarh danta`dil ketika tahammul dan adda` al-
Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan
periwayatan Hadits.

Keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan denganittishal al-


sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya `illat atau tidak, yang
menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadits.

17
E. Cabang Ilmu Hadist

Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
ialah:

a.       Ilmu Rijalul Hadits

Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in,
mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal
al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan
wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam
jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa
saja mereka menyampaikan hadits.

Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang
menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.

Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu
Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketaui dengannya keadaan setiap perawi hadits,
dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya,
negeri dan tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya dengan
sejarah perawi dan keadaan mereka.

b.      Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits

Adalah ilmu yang sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan
sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).

c.       Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil

Secara bahasa, Al-Jarh adalah ism masdhar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke ‘adalahan seseorang.

Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang dapat
menjatuhkan ke ‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga
menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudan ditolak.

18
At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seseorang perawi dengan sifat yang
menyebabkan pendhaifan riwayatnya, atau tidak diterima riwayatnya.

Secara bahasa, Al-‘Adlu adalah apa yang lurus dalam jiwa, lawan dari


durhaka, dan seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima, dan At-ta’dil artinya
mensucikannya dan membersihkannya.

Menurut istilah, Al ‘Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa yang
dapat meruak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima beritanya
dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikannya hadits.

At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat sifat yang mensucikannya,


sehingga nampak ke’adalahannya, dan diterima beritanya.

Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil yaitu ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-


cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta`dilannya
(memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang
martabat-martabat kata-kata itu.

d.      Ilmu Mukhtalif al-Hadits

Adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang tampaknya saling


bertentangan. Lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya,
disamping membahas hadits-hadits yang sulit difahami atau dimengerti. Kemudian
menghilangkan kesulitan tersebut serta menjelaskan hakikatnya.Oleh karena itu
sebagian ulama menamai ilmu ini dengan ilmu musykilul Hadits, ada juga yang
menamainya ilmu Ikhtilaful hadits, ilmu Ta’wilul Hadits dan ilmu Talfiqul
Hadits. Seangkan obyek pembahasan ilmu ini adalah hadits-hadits yang tampaknya
berlawanan, untuk kemudian dikompromikan kandungan dengan jalan membatasi
(taqyid) kemutlakannya, mengkhususkan (takhshish) keumumannya dan lain
sebagainya. Atau mentakwilkan hadits-hadits yang musykil hinga hilang
kemusykilannya.

19
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Al Qur'an dan Hadits adalah
sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang
lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist adalah sumber hukum Islam kedua
setelah al Qur’an. Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al Qur’an mempunyai empat(4)
macam fungsi,yaitu:
a. Bayan al-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat
b.  Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran.
c.  Bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati
dalam al Qur’an atau dalam al Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja
d. Bayan at-nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i  yang datang .

20
DAFTAR PUSTAKA

 Al Qardhawi, Yusuf. Pengantar Studi hadit  (Bandung: Pustaka Setia, 2007).

Muhaimin dkk. Studi Islam Dalam Rangka Dimensi dan Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2012).

 Ulum Al-Hadis Kajian Mushthalah dan Sejarah.Kudus: MASEIFA Jendela Ilmu

21

Anda mungkin juga menyukai