MASNIDA, MA.G
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak
kekurangan. Maka penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca baik
mahasiswa maupun masyarakat lainnya. Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat
bermanfaat kepada para pembaca, serta penulis mengucapkan banyak terima kasih bagi
pembaca yang bersedia memberikan kritik dan sarannya untuk penulis, agar kedepannya
penulis dapat membuat makalah atau karya tulis lainnya yang lebih baik lagi.
2
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam sebagai agama mempunyai makna bahwa Islam memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia dimana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi kehidupan
duniawi maupun bagi kehidupan akhirat. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan
bagaimana caranya berhubungan dengan Tuhan atau khaliq, serta aturan bagaimana
caranya berhubungan dengan sesama makhluk, termasuk didalamnya persoalan dengan
alam.
Allah SWT mengutus para nabi dan rasulnya kepada umat manusia untuk memberi
petunjuk kepada jalan yang benar agar mereka bahagia di dunia dan akhirat. Rasulullah lahir
ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar, hukum syara’ seperti al
Qur’andanalHadits.
Tidak semua ayat al Qur’an dapat dipahami secara tekstual. Al Qur’an menekankan bahwa
rasul memiliki tugas untuk menjelaskan maksud dan isi dari al Qur’an. Al-Quran dan hadits
mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun
ditinjau dari segi penggunaan hukum syari’at, hadis mempunyai kedudukan sederajat lebih
rendah dibandingkan al Qur’an. Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah
al Qur’an. Keberadaan hadits dalam kehidupan masyarakat menjadi penting tatkala dalam al
Qur’an tidak memberikan penjelasan yang detail mengenai suatu permasalahan. Hal ini
akan terasa sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al Qur’an yang
masih sangat global, tidak terperinci, dan sering terdapat keterangan-keterangan yang
bersifat tidak muqoyyad seperti perintah tentang kewajiban shalat. Dalam al Qur’an tidak
dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk mendirikan shalat, berapa raka’at shalat, apa
yang harus dibaca dalam shalat, dan apa saja syarat dan rukunnya. Akan tetapi, dari hadist
kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya,
keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi bayan atau
4
penjelas ayat-ayat al Qur’an yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui makna
yang sesungguhya.
Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadist, maka akan sangat
sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan memahami ayat-ayat al-Qur’an. Terkait
dengan hal diatas, maka penulis dalam makalah ini akan menguraikan tentang apa fungsi
hadits terhadap al Qur’an dan bagaimana pendapat para ulama tentang fungsi hadits dalam
Islam.
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup sumber hukum dan ajaran Islam,
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Al Qur’an sebagai sumber pertama
memuat ajaran ajaran yang bersifat mujmal atau umum dan global sedangkan hadits
sebagai sumber yang kedua berfungsi sebagai pemberi penjelasan atas keumuman isi al
Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan Q.S an Nahl ayat44:
للناس لتبين الذكر اليك وانزلنا …
Artinya: “…dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat
manusia….”
Allah menurunkan Az Zikr (Al Qur’an) bagi umat manusia agar dapat dipahami, oleh karena
itu maka Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menjelaskannya. Dalam menetapkan
hukum, umat Islam mengambil hukum hukum Islam dari al Qur’an yang diterima dari rasul
SAW, yang dalam hal ini al Qur’an membawa keterangan keterangan yang bersifat mujmal
atau keterangan yang bersifat mutlaq. Karena sifatnya yang mujmal, maka banyak hukum
dalam al Qur’an yang tidak dapat dijalankan bila tidak diperoleh syarah atau penjelas yang
terkait dengan syarat- syarat, rukun-rukun, batal-batalnya dan lain lain dari hadits
Rasulullah SAW. Dalam hal ini banyak juga kejadian yang tidak ada nash yang menashkan
hukumnya dalam al Qur’an secara tegas dan jelas. Oleh karena itu diperlukan ketetapan dan
penjelasan nabi yang telah diakui utusan Allah untuk menyampaikan syariat dan undang
undang kepadaumat
6
FirmanAllah:
قب من كانوا وان الحكمة الكتبو ويعلمهم يزكيهم و يته ءا يتلواعليهم انفسهم رسوالمن فيهم اذابعث الموءمنين على هللا هن لقد
مبين ضلل لفى ل
Artinya: ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al Kitab dan al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, merekaadalahbenar-benardalamkesesatanyangnyata”.
Sudah kita ketahui bahwa hadis mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
ajaran Islam. Ia menempati posisi kedua setelah Al Qur‟an. Al Qur‟an sebagai sumber
ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang perlu dijelaskan
lebih lanjut dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran kedua
kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan umat manusia apa yang telah diturunkan
ayat Al Qur‟an tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan
Al Qur‟an adalah sebagai berikut.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kata hikmah diatas berarti keterangan keterangan
agama yang diberikan Allah kepada Nabi mengenai hikmat dan hukum yang disebut sunnah
atau hadits.
Hadits adalah sumber kedua bagi hukum hukum Islam, menerangkan segala yang
7
dikehendaki al Qur’an, sebagai penjelas, pensyarah, penafsir, pentahsis, pentaqyid dan yang
mempertanggungkankepadayangbukanzahirnya.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa hadits berkedudukan dan berfungsi untuk
menjelaskan al Qur’an.[2] Banyak ayat al Qur’an dan hadist Rasulullah SAW yang
memberikan penegasan bahwa
hadistmerupakansumberhukumIslamselainalQur’anyangwajibdiikuti.
a).DalilalQur’an
فرين الكا يحب ال هللا فاءن تولوا فاءن سول الر و هللا اطيعوا قل
Artinya: ”Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. al Imran: 32)
b).HaditsRasulullahSAW.
نبيه سنة و هللا كتاب بهما تمسكتم ما تضلوا لن أمرين فيكم تركت
Artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.
Berdasarkan ayat diatas, hadits merupakan salah satu sumber pegangan kita dalam
menjalani kehidupan ini yang harus kita ikuti agar kita bahagia hidup di dunia dan di
akherat. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits Muadz, juga sikap khulafaur rasyidun, bahwa
hukum syara’ pertama tama di dapat dari al Qur’an, kalau tidak ditemukan di dalamnya,
dicari dari sunnahatauhadits.
Sehubungan dengan hadits sebagai bayan alQur’an, maka hadits memiliki 4 macam fungsi
terhadap al Qur'an yaitu:
1. Bayan At-Tafsir
8
mujmal adalah seperti hadis yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang
perintah Allah SWT untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al
Qur‟an yang menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara
garis besarnya saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al Qur‟an tidak
menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan
waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh
Nabi SAW dengan sabdanya.
Dalam hal ini hadits berfungsi memberikan perincian dan penafsiran terhadap
ayat ayat al Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap al Qur'an terbagi setidaknya
menjadi3macamfungsi,yaitu:
a.Menjelaskanayatayatyangmujmal.
Hadis disini berfungsi menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadah
dan hukum hukumnya dari segi praktik, syarat, waktu dan tata caranya seperti dalam
masalahshalat.
Ayat-ayat al Qur'an tentang masalah tersebut masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, ataupun halangan-halangannya. Oleh
karena itulah, Rasulullah SAW melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan
sepertidisebutkandalamhadis
اصلى رايتمونى كما صلوا
Artinya: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat“ ( HR Ahmad dan
BukharidariMalikbinAlHuwairits).
Hadis ini menerangkan kemujmalan al Qur’an tentang shalat, firman Allah SWT.
كعين الر مع واركعوا الزكاة واتوا واقيمواالصالة
Artinya: “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang
yangruku’(Q.S.al-Baqarah: 43).
Contoh lainnya yaitu hadits dalam hal pelaksanaan ibadah haji wada’ Rasulullah SAW
bersabda:
سككم منا عنى خذوا
Artinya: ”Ambilah dariku manasik hajimu”. ( HR. Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i).
Hadits ini merincikan kemujmalan firman Allah SWT sebagai berikut:
9
هلل والعمرة الحج واتموا
Artinya: ”Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”. (Q.S. al
Imran:196)
b. Menghususkan ayat ayat al Qur’an yang bersifat umum .
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat al Qur'an yang bersifat umum,
dalam ilmu hadis disebut takhshish al ‘amm.[6] Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang
mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum.
SabdaRasululahSAW:
والطحال فاالكبد الدمان اما و والجراد الحوت الميتتان ما فا مان د و ميتتان لنا احلت
Artinya: ”Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang
dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang. Sedangkan
yang dimaksud dua macam darah adalah hati dan limpa”. (Hadits Riwayat
Ahmad,IbnuMajahdanAl-Baihaqi).
Hadits ini mentahsis ayat al Qur'an yang mengharamkan semua bangkai dan darah,
sebagaimanafirmanAllahSWT:
الحنزير ولحم والدم الميتة عليكم حرمت
Artinya: ”Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi” (Q.S. al Maidah: 3).
Dalam ayat ini tidak ada pengecualian bahwa semua bangkai dan darah
diharamkan untuk dimakan akan tetapi Sunnah Rasulullah SAW di atas mentakhshish
ataumengecualikandarahdanbangkaitertentu.
SabdaRasulSAW:
المسلم فر الكا وال الكافر المسلم يرث ال
Artinya: ”Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi
seorangmuslim”.(HR.Al-BukharidanMuslim).
HaditsinimentahsisfirmanAllahSWT:
نثيين اال حص متل للذكر دكم اوال في هللا يوصيكم
Artinya: ”Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu
yangperempuan”.(Q.S.AnNisa:11).
Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat
10
warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya
sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan
sabdanyadiatas:
c. Membatasi lapaz yang masih mutlaq dari ayat ayat al Qur'an (Sebagai Bayanul
Muthlaq).
Hukum yang ada dalam al Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka
dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam al Qur'an. Sedangkan contoh
hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak
adalahsepertiSabdaRasullullah:
الكف مفصل من يده فقطع بسارق سلم و عليه هللا صلى هللا رسول أتي
Artinya: ”Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”.
Haditsinimen-taqyid firmanAllahyangberbunyi:
حكيم عزيز هللا و هللا نكاالمن كسبا بما جزاء أيديهما فاقطعوا السارقة و والسارق
Artinya: ”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan
dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana”.( Q.S. al Maidah: 58).
11
(H.R. Bukhari) Sebagaimana hadis tersebut, Rasul memberikan contoh tata cara shalat
yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi d engan berbagai kegiatan yang
dapat menambah pahala ibadah shalat.
2. Bayan At-Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu menetapkan dan
memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al Qur’an. Fungsi hadits disini hanya
memperkokoh isi kandungan al Quran. Seperti hadits tentang shalat, zakat, puasa dan
haji, merupakan penjelasan dari ayat shalat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang
tertulisdalamalQur'an.
Contoh: Hadits Nabi tentang melihat bulan untuk puasa Ramadhan
افطروالرءويت و لرءويته ا مو صو
Artinya: ”Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah
melihatnya”.(HR.Muttafaqalaih).
HaditsinimenguatkanfirmanAllahSWT
فليصمه الشهر منكم شهد فمن
Artinya: ”Barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah”. (Q.S. Al
Imran: 185)
Hadits di atas dikatakan bayan taqrir terhadap ayat al Qur'an, karena maknanya sama
dengan al Qur'an, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.
3. Bayan At-Tasyri’
12
diantaranya hadis tentang haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara
isteri dengan bibinya), hukum syuf‟ah, hukum rajam pezina wanita yang masih belum
bersuami, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.
Bayan at tasyri’ adalah menetapkan hukum atau aturan aturan yang tidak
didapati dalam al Qur’an. Hal ini berarti bahwa ketetapan hadits itu merupakan
ketetapan yang bersifat tambahan hal-hal yang tidak disinggung oleh alQur’an
dan hukumhukumitu hanyaberasaskanhadissematamata.
Hadis Rasulullah SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’il maupun
taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan
yang tidak terdapat dalam al Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan
memberikanbimbingandanmenjelaskanpersoalannya.
Suatu contoh hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut:
شعير من صاعا أو تمر من صاعا الناس على رمضان من الفطر زكاة فرض سلم و عليه هللا صلى هللا الرسول أن
) المسلم (رواه المسلمين من أنثى أو ذكر عبد أو حر كل على
Artinya: ”Bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba,laki-lakiatauperempuammuslim”.(HR.Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan,
sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa,
masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.
13
Menurut ahli ushul fiqh (ushuliyyun) =
Hadist adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.
Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan,
dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, dan para tabiin.
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan), atau sifat.
Hadits menurut bahasa artinya baru. Hadits juga secara bahasa berarti “sesuatu yang
dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk jamaknya
adalah ahadits. Adapun firman Allah Ta’ala,
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati
sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini” (Al-
Kahfi [18] : 6). Maksud hadits dalam ayat ini adalah Al-Qur’an.
Haditst menurut istilah ahli, hadits adalah: Apa yang disandarkan kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau
sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya.
Sedangkan menurut ahli ushul fisih, hadits adalah perkataan, perbuatan, dan
penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah
14
kenabiannya. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang
dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi setelah kenabian.
Kata “al hadits” dapat juga dipandang sebagai istilah yang lebih umum dari kata
“as sunnah”. Yang mencakup seluruh yang berhubungan dan disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan istilah “as sunnah” digunakan untuk perbuatan (‘amal) dari
Nabi SAW saja.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Buku-buku yang di dalamnya berisi tentang
khabar Rasulullah, antara lain adalah Tafsir, Sirah dan Maghazi (peperangan Nabi –Edt,
dan Hadits. Buku-buku hadits adalah lebih khusu berisi tentang hal-hal sesudah
kenabian, meskipun berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidak
disebutkan untuk dijadikan landasan amal dan syariat.
Ulumul Hadits adalah istilah Ilmu Hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
(Arabnya : ‘Ulum al Hadits). ‘Ulum al Hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘Ulumu dan al
Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm jadi berarti “ilmu-
imu”. sedangkan al Hadits di kalangan Ulama’ Hadits berarti segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqri atau sifat”. Dengan
demikian ‘Ulum al Hadits mengandung pengertian ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan dengan Hadits Nabi”.
Secara umum para ulama Hadits membagi Ilmu Hadits kepada dua bagian, yaitu Ilmu
Hadits Riwayah (‘ilm al Hadits Riwayah) dan Hadits Dirayah (‘ilm al Hadits Dirayah):
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu Ilmu
Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi
15
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya,
serta periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya.
Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah Hadits Nabi SAW dari segi periwayatannya
dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
- Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga
cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadits
Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan
dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.
Ilmu hadits dirayah yaitu satu ilmu yang mempunyai beberapa kaidah
(patokan), yang dengan kaidah-kaidah itu dapat diketahui keadaan perawi (sanad)
dan diriwayatkan (marwiy) dari segi diterima atau ditolaknya.
16
Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu
Hadits Dirayah ini. Akan tetapi, apabila di cermati definisi-definisi yang mereka
kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari
segi sasaran kajian dan pokok bahasannya.
Menurut ibnu al-Akfani, ilmu hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu
yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Menurut Imam al-Suyuti merupakan uraian dan elaborasi dari definisi diatas,
yaitu Hakikat Riwayat adalah kegiatan periwayatan sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu
perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si
fulan), atau ikhbar, seperti perkataannya“akhbarana fulan”, (telah mengabarkan
kepada kami si fulan).
17
E. Cabang Ilmu Hadist
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah
ialah:
a. Ilmu Rijalul Hadits
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in,
mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal
al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan
wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam
jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa
saja mereka menyampaikan hadits.
Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini.
Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang
menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.
Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu
Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketaui dengannya keadaan setiap perawi hadits,
dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya,
negeri dan tanah air mereka, dan yang selain itu yang ada hubungannya dengan
sejarah perawi dan keadaan mereka.
Adalah ilmu yang sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan
sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).
Secara bahasa, Al-Jarh adalah ism masdhar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke ‘adalahan seseorang.
Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang dapat
menjatuhkan ke ‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya, sehingga
menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga kemudan ditolak.
18
At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seseorang perawi dengan sifat yang
menyebabkan pendhaifan riwayatnya, atau tidak diterima riwayatnya.
Menurut istilah, Al ‘Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa yang
dapat meruak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima beritanya
dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikannya hadits.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Al Qur'an dan Hadits adalah
sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang
lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist adalah sumber hukum Islam kedua
setelah al Qur’an. Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al Qur’an mempunyai empat(4)
macam fungsi,yaitu:
a. Bayan al-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat
b. Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran.
c. Bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati
dalam al Qur’an atau dalam al Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja
d. Bayan at-nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang .
20
DAFTAR PUSTAKA
Al Qardhawi, Yusuf. Pengantar Studi hadit (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
Muhaimin dkk. Studi Islam Dalam Rangka Dimensi dan Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2012).
21