Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TUGAS AGAMA

KONSEP ZAKAT DAN PAJAK DALAM ISLAM

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. Omar Luthfi Marella


2. Rico Pratama
3. Karmila Kamilia Imawati
4. Rara Anggi Dewanti
5. Deva Febrihana
6. Devi Febrihana
7. Jihan Safira
8. Aan Yudha Pujayanti
9. Desi Eka Wulandari
10. Maftukhatul Khoiriyah
11. Lailatul Nurfaidah
12. Sayla Fauzul Firdaus

TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2018

1|Page
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan judul “Konsep Zakat dan Pajak dalam Islam”.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita semua tentang zakat dan pajak.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya karya ilmiah ini . Kami berharap semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi kami khususnya .

Jember, 9 Oktober 2018

Penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………...1


KATA PENGANTAR …………………………………………………2
DAFTAR ISI …………………………………………………………..3
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………..4
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….…4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………....................4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….4
BAB 2 PEMBAHASAN …………………………………………………………...5

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang


Islam sebagai sistem kehidupan mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (al-
ibadat), dan hubungan manusia dengan makhluk (al-muamalah) dalam seluruh aspek
ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan negara.
Dalam makalah ini penulis membahas antara zakat yang diatur oleh Islam dan pajak
yang dilaksanakan sebagai hasil pemikiran dan sistem keuangan moderen, dan membahas
tentang persamaaan dan perbedaan antara zakat dan pajak.
Zakat dan pajak meskipun keduanya merupakan kewajiban dalam bidang harta, namum
keduanya merupakan falsafah yang khusus yang keduannya berbeda sifat dan asasnya,
berbeda sumbernya, sasaran,bagian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula prinsip, tujuan
dan jaminan .

1.2       Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan
menjadi pembahasan pada makalah ini, yaitu :
1)        Pengertian zakat dan pajak
2)        Pajak menurut pengertian syari’ah
3)        Dasar hukum wajib pajak dan zakat
4)        Pendapat para ulama tentang zakat dan pajak
5)        Persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak
6)        Syarat pemungutan pajak
7)        Macam – macam pajak
8)        Asas teori wajib pajak dan zakat

1.3       Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pebulisan makalah ini adalah :
1)      Menambah wawasan kita tentang pajak dan zakat dalam pandangan islam
2)      Melaksanakanamanat dari dosen
3)      Menemukan pengetahuan baru

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Dalam Islam

2.1.1 Pengertian Pajak dalam Islam

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama al - ‘usyr ataual - maks ,
atau bisa juga disebut aḍ-ḍaribah , yang artinya adalah pungutan yangditarik dari
rakyat oleh para penarik pajak. Atau suatu ketika bisa disebut al - kharaj , akan tetapi
al - kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah
secara khusus. Sedangkan para pemungutnya disebut ṣāhibul maks atau al - ‘asyar .
Pajak adalah suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggarakan
jasa-jasa untuk kepentingan umum. Pajak menurut definisi para ahli keuangan ialah
kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara
dengan ketentuan tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasikan
sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh
negara. 1
Pada masa Rasulullah SAW dan kekhalifahan Islam, pajak merupakan salah satu
sumber pendapatan negara dari selain zakat, kekayaan yang diperoleh dari musuh
tanpa perang (fay’), harta wakaf, barang temuan (luqatah) dan dari kekayaan alam.
Pajak dalam Islam terbagi atas 3 macam yaitu jizyah (pajak kepala), kharaj (pajak
bumi), dan ‘ usyur (pajak atau bea cukai atas barang ekspor dan impor).
Pajak merupakan kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus
disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali
dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum di satu
pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan
lain yang ingin dicapai negara. Pajak merupakan kewajiban berupa harta yang
pengurusannya dilakukan oleh negara. Negara memintanya secara paksa, bila
seseorang tidak mau membayarnya sukarela, kemudian hasilnya digunakan untuk
membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat.2

1
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah; Zakat dan Pajak, h. 64.
2
Lukman Mohammad Baga, Sari Penting Kitab Fiqh Zakat Dr. Yusuf Qardhawi, h. 31-32.

5|Page
2.2 Macam-macam Pajak
a. Jizyah (pajak kepala)
Jizyah adalah imbalan yang dipungut dari orang-orang kafir sebagai balasan
atas kekafirannya atau sebagai imbalan atas jaminankeamanan yang diberikan
orang-orang muslim padanya.3 Pemungutan jizyah disyaratkan dalam surat at-
Tawbah ayat 29:

Artinya: “Pergilah orang - orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan
oleh Allah dan Rasul - Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama
Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai
mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk”
(QS. At-Tawbah: 29)
Jizyah diwajibkan atas orang laki-laki, balig dan berakal dan yang dikenakan
jizyah adalah orang-orang yang termasuk golongan ahli kitab (Yahudi dan
Nasrani).4 Besarnya kadar jizyah yang dipungut diserahkan kepada kebijaksanaan
pemerintah sesuai dengan kemaslahatan umum dan dipungut 1 tahun sekali.5
Di zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin , hukum jizyah dikenakan
pada diri orang kafir yang tidak mau memeluk agama Islam sebagai ketundukan
mereka kepada pemerintah Islam. Jizyah tersebut wajib diambil dari orang-orang
kafir selama mereka tetap kafir. Namun, apabila telah memeluk agama Islam,
maka jizyah tersebut gugur dari mereka. Jizyah dikenakan atas orang bukan atas
harta sehingga dikenakanatas tiap-tiap orang kafir bukan atas hartanya.6 Selain itu,
pajak juga diwajibkan kepada umat Islam dengan berdasarkan nash yang
ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur'an:

Artinya: "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat,
dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Al lah. Yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". (QS. At-Tawbah: 41).

3
Al-Mawardi, al - Ahkam al - Sultaniyah , h. 142
4
A. Djazuli Fiqh Siyasah, edisi revisi, h. 231.
5
Ibid, h. 233
6
Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif (Perspektif Islam), h. 259.

6|Page
b. Kharaj (Pajak Tanah)
Menurut al-Mawardi, kharaj adalah uang yang dikenakan terhadap tanah dan
termasuk hak-hak di atasnya yang harus ditunaikan. Tidak seperti jiz yah yang
dasar hukumnya ditentukan oleh nash, khara didasarkan pada ijtihad, karena
kharaj ini tidak ditemui pada masa Rasulullah SAW, tetapi mulai digali pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab.7 Menurut sebagian ulama, kharaj diambil dari
orang kafir maupun dari orang muslim. Kadar kharaj, jumlah minimal dan
maksimalnya ditetapkan oleh pemerintah dan dibayar sekali dalam setahun.8
c. ‘Usyur (Pajak Perdagangan/ Bea Cukai)
‘Usyur menurut bahasa berarti sepersepuluh. Sedangkan menurut istilah,
‘usyur berarti pajak yang dikenakan pada para pedagang asing yang melewati
batas negara Islam dan pembayarannya dapat berupa uang dan barang.
Bea cukai barang impor mulai dikenal atas keputusan khalifah Umar bin Khattab
setelah bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya yang menjadi anggota dewan
syura-nya. Keputusan Umar ini bertitik tolak dari datangnya surat dari Gubernur
Bashrah Abu Musa al-Asy’ari yang menyatakan bahwa saudagar-saudagar muslim
yang membawa barang dagangannya ke negara-negara yang tidak termasu
wilayah islam dipungut bea masuk oleh pemerintah setempat sebesar 10%.
Dengan demikian, dasar dari bea impor ini adalah ijtihad.9
‘Usyur pada mulanya dibebankan kepada pedagang non-muslim yang
memasuki wilayah perbatasan negara Islam. Namun beberapa lama kemudian,
‘usyur mulai dibebankan secara umum atas pedagang yang berdagang di negara
Islam. Hanya saja, tingkatan pajak bergantung pada status pedagang. Apakah ia
seorang muslim, zimmi, atau orang asing. Untuk pedagang muslim sebesar 2,5%,
pedagang zimmi 5% dan untuk pedagang asing sebesar 10%. ‘Usyur dibayar tiap
kali para pedagangmemasuki wilayah perbatasan negara Islam dan apabila barang
dagangannya telah mencapai nilai 200 dirham. Walaupun kadar ‘usyur sudah
ditetapkan tarifnya namun bea impor dan ekspor adalah termasuk aturan siyasahsy
ar’iyyah yang diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah demi kemaslahatan
umat.10

2.3 Syarat-syarat Pemungutan Pajak


-Pemungutan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati
penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan dibenarkan sistemnya harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
-Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar-benar membutuhkan
dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Para ulama dan para ahli fatwa hukum
Islam menekankan agar memperhatikan syarat ini sejauh mungkin. Sebagian ulama
mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baytul Mal benar-benar kosong.

7
Al-Mawardi, al - Ahkam … , h. 146.
8
A. Djazuli Fiqh Siyasah, h. 228.
9
Ibid, h. 237
10
Ibid, h. 238

7|Page
-Pemungutan Pajak yang Adil.

Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang
memadai, maka pemungutan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syarat
pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Jangan sampai menimbulkan
keluhan dari masyarakat, keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada
pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan
pembangunan.
-Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan
untuk maksiat dan hawa nafsu. Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan
umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk pemuas nafsu para
penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang
dekatnya. Karena itu, al-Qur’an memperhatikan sasaran zakat secara rinci, jangan
sampai menjadi permainan hawa nafsu, keserakahan atau untuk kepentingan
money politic. Justru itulah para Khulafaur Rasyidin dan para sahabat besar
menekankan penggunaan kekayaan rakyat pada sasaran-sasaran yang ditetapkan
syariat.
-Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak.
Kepala negara, wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak
sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnyakecuali setelah
dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam
masyarakat. Karena pada dasarnya, harta seseorang itu haram diganggu dan harta
itu bebas dari berbagai beban dan tanggungan, namun bila ada kebutuhan demi untuk
kemaslahatan umum, maka harus dibicarakan dengan para ahli termasuk ulama.
Musyawarah adalah unsur pokok dalam masyarakat yang beriman, sebagai perintah
langsung dari Allah SWT. Para pejabat pemerintah yang menangani pajak harus
mempertimbangkan secara adil, obyektif dan seksama dan matang dalam menetapkan
tarif pajak.

8|Page
A. Zakat dalam Islam
1. Pengertian Zakat dalam Islam
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat
yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Zakat dari segi istilah fiqih berarti
“Sejumlah harta tertentu diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang
berhak” disamping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”. Jumlah yang
dikeluarkan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak,
membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan”. Demikian
disampaikan oleh Al-Nawawi mengutip pendapat Al-Wahidi. (Fiqh al-Zakat, I/36).

2. Harta Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya


Al-Madzhahib al-Arba’ah (madzhab yang empat; meliputi Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hanbali) berbeda pendapat mengenai harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Untuk lebih jelasnya di sini perlu disampaikan pendapat tiap-tiap madzhab:
 Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Syafi’iyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi unta, sapi, kerbau, dan kambing.
2. Naqd; meliputi emas dan perak, pula termasuk uang emas atau perak.
3. Zuru’ (hasil pertanian) seperti, padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak
dan gandum.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur dan kurma
5. ‘Arudh al-tijarah (harta dagangan).
6. Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak) dan rikaz (temuan harta emas dan
perak dari pendaman orang-orang jahiliyah).
 Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanafiah:
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta, kambing dan kuda
2. Naqd; emas dan perak
3. Semua tumbuh-tumbuhan yang untuk penghasilan termasuk madu.
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan (hasil tambang) yang meliputi besi, timah, emas dan perak, dan rikaz;
yang meliputi semua jenis permata yang ditemukan dari simpanan jahiliyah
 Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Malikiyah :
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
2. Zuru’ (hasil pertanian) seperti padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak
(otok), gandum.
3. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan zaitun
4. Amwal al-tijarah (harta dagangan).
5. Ma’dan dan rikaz
6. Naqd; emas dan perak
 Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya menurut Hanbali:
1. Masyiyah (hewan ternak); meliputi sapi, unta dan kambing
2. Naqd; emas dan perak
3. Setiap biji-bijian; seperti kacang, beras, kopi dan rempah-rempah.
4. Tsimar (buah-buahan); meliputi anggur, kurma dan buah pala.

9|Page
5. Harta dagangan.
6. Ma’dan (semua hasil pertambangan seperti emas, perak, besi, timah, minyak
tanah dan permata) dan rikaz; semua barang berharga yang ditemukan dari
simpanan jahiliyah
7. Madu

3. Golongan yang berhak menerima zakat:


Golongan atau orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8 macam:
 Fakir: orang yang tidak mempunyai harta/ mata pencaharian yang layak yang
bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik sandang pangan papan
 Miskin: orang yang mempunyai harta / mata pencaharian tetapi tidak
mencukupi.
 Amil: orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat. Golongan ini tetap
berhak menerima zakat meskipun seorang tersebut kaya. Tujuannya agar
agamanya terjaga.
 Mu’alaf: orang yang baru masuk Islam dan memerlukan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
 Mukatab/hamba sahaya: orang yang ingin memerdekakan dirinya.
 Gharimin: orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya dengan
catatan bahwa kebutuhan tersebut halal. Akan tetapi tidak sanggup membayar
hutangnya.
 Fisabilillah: orang yang berjuang di jalan Allah.
 Ibnu sabil: orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya dan
membutuhkan bantuan ongkos untuk sampai pada tujuan.

.        Dasar Hukum Wajib Pajak dan Zakat


a.         Dasar hukum wajib pajak
Dalam Al-qur’an: Dalam surat An-Nisa : 29
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan cara yang bati"l”. QS.An-Nisa : 29.
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan
yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta
sesamanya
b.         Dasar hukum wajib zakat:
Dalam Al-qur’an: Dalam surat At- Taubah: 103 yang artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan
mensucikanmereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“.(Q.S
At-Taubah:103)

10 | P a g e
4.        Pendapat Para Ulama tentang Zakat dan Pajak
      Pendapat Syekh Ulaith
Syekh Ulaith dalam fatwanya dari mazhab Maliki menyebutkan bahwa seseoarang yang
memiliki ternak yang sudah mencapai nisabnya dan dipungut uang setiap tahunya tetapi
tidak atas nama zakat, maka ia tidak boleh berniat zakat dan jika ia berniat zakat maka
kewajibannya tidak menjadi gugur sebagaimana telah diftwakan oleh Nasir al- Hatab.
      Fatwa Sayid Rasyid Ridha
Seseorang yang mempunyai tanah dan telah dipungut uangnya separuh dan seperempat oleh
orang nasrani tidaklah termasuk kewajibab zakat, karena sesungguhnya dari hasil bumi itu
adalah dari harta zakat yang wajib dikeluarkan pada delapan sasaran (delapan ashnaf)
menurut nash, maka bebaslah pemilik tanah dari kewajibanya. Harta yang dipungut orang
nasrani tadi dianggap sebagai pajak dan tidak menggugurkan wajib zakat, hal ini berarti
bahwa pajak tidak dapat dianggap sebagai zakat.
      Fatwa Syakh Mahmud Syaltut
Dalam masalah yang dibicarakan, bahwa zakat bukanlan pajak. Pada prinsipnya pendapat
beliau sama dengan ulama – ulama yang mengatakan bahwa zakat dan pajak berbeda asas
dan sasaranya. Zakat kewajibab atas Allah sedangkan pajak kewajiban kepada pemerintah
(penguasa)].
Dari tiga pendapat diatas dapat dipahami bahwa zakat harus dikeluarkan sesudah memenuhi
persyaratan, walaupun seseorang telah membayar pajak. Sebaiknya pajak tetap dipungut
walaupun sudah menunaikan zakat.

5.       Asas Teori Wajib Pajak Dan Zakat


a.         Asas Hukum Mengenai Wajib Pajak
Para ahli berbeda pendapat mengenai asas hukum terhadap kewajiban masyarakat untuk
membayar pajak
         Teori Perjanjian
Para filosof abad ke-19 berpendapat, bahwa pajak diwajibkan atas dasar hubungan timbal
balik negara dengan masyarakat. Menurut para pendukung teori timbal balik, perjanjian
ilmiah yang kokoh antara negara dengan pembayar pajak mengemukakan berbagai aliran .
Mirabau: “ pajak adalah pembayaran di muka yang dilakukan oleh seseorang terhadap
perlindungan sekelompok manusia ”.
Adam Smith: “ perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa atas pekerjaan”.

11 | P a g e
Montesque dan Hobes: “ perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan”.
         Teori Kedaulatan Negara
Teori ini mempunyai pandangan, bahwa negara melakukan fungsinya untuk melayani
kebutuhan masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi. Untuk melaksanakan fungsinya
negara memerlukan pembiayaan, oleh karena itu negara punya hak untuk mewajibkan
penduduknya atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan itu sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing warganya.
b.         Asas Wajib Zakat
Adapun asas wajib zakat adalah sebagai berikut:
           Teori beban umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah – sebagai pemberi nikmat – untuk
membebankan kepada hamba-Nya apa yang dikehendakinya, baik kewajiban badani maupun
harta, untuk melaksanakan kewajibannya dan tanda syukur atas nikmatnya.
           Teori Khilafah
Harta adalah amanah Allah. Dan manusia sebagai pemegang amanah atas harta itu. Harta
kekayaan adalah rizki dari Allah untuk manusia sebagai anugerah dan nikmat darinya. Dan
setelah memperoleh nikmat itu, ia harus mengeluarkan sebagian rizkinya itu dengan tujuan
meninggikan rahmat Allah, dan menolong saudara-saudaranya sesama hamba Allah, sebagai
tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan kepadanya.
           Teori pembelaan antara pribadi dan masyarakat
Islam mewajibkan setiap orang yang punya kekayaan banyak untuk menunaikan hak-hak
tertentu bagi kepentingan umum.
           Teori persaudaraan
Masyarakat Islam ibarat satu bangunan yang kokoh dan kuat, yang satu menunjang yang
lainnya, saling tolong menolong dan saling menjaga satu sama lainnya.

6.        Persamaan dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak


a.         Persamaan Zakat dan Pajak
Sama – sama mempunyai unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk
menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat.
Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat (negara) pusat maupun daerah,
maka zakat pun demikian, karena pada dasarnya zakat itu harus diserahkan pada pemerintah
sebagai badan yang disebut dalam Al-Qur’an : amil zakat.

12 | P a g e
Dalam ketentuan pajak ialah tidak adanya imbalan tertentu, demikian halnya dalam zakat.
Seseoarang membayar zakat adalah selaku masyarakat islam.
Pajak pada zaman modern mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik
disamping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai tujuan yang lebih jauh dan
jangkauan yang lebih luas pada aspek –aspek yang disebutkan tadi dan aspek –aspek lain,
semua itu sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
b.         Perbedaan Zakat dan Pajak
 Dari Segi Nama dan Etikanya
Kata zakat menurut bahasa, berarti suci, tumbuh dan berkembang. Dalam syari’at islam
zakat untuk mengungkapkan arti dari bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir miskin
dan para mustahik lainya. Sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat: 276 yang
artinya:’’Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah“ Sedangakan pajak diambil
dari kata dharaba, yang artinya utang, pajak, tanah atau upeti.Yaitu sesuatu yang mesti
dibayar, sesuatu yang menjadi beban. Seperti yang dikatakan dalam Al- Qur’an surat Al-
Baqarah ayat: 61 yang artinya: “ Dan timpakan atas mereka kehinaan dan kemiskinan”
 Mengenai Hakikat dan Tujuannya
Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada orang islam, sebagai tanda syukur kepada
Allah SWT dan mendekatkan diri kepadanya. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara
semata –mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadat dan pendekatan diri.
 Mengenai Batas Nisab dan Ketentuanya
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat. Dialah yang
menentukan batas nisab bagi setiap macam benda juga Allah memberikan ketentuan atas
kewajibab zakat itu seperlima, sepersepuluh, separuh, sampai seperempat puluh. Berbeda
dengan pajak yang tergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan penguasa baik mengenai
objek, presentase, harga dan ketentuannya, bahkan ditetapkan dan dihapuskan pajak
tergantung pada penguasa sesuai dengan kebutuhan.
 Mengenai Kelestarian dan Kelangsungan
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus – menerus, adapun pajak tidak
memiliki sifat yang tetap dan terus – menerus, baik mengenai macam, presentase, dan
kadarnya.
 Mengenai Pengeluaranya
Zakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Qur’an dan
dijelaskan oleh Rosulullah SAWdengan perkataan dan perbuatantya, sasaran itu kemanusiaan

13 | P a g e
dan keislaman, sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran
umum negara, sebagai mana ditetapkan pengaturan oleh penguasa.
 Hubungannya dengan Penguasa
Pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa. Karena
pemerintah yang mengadakan, pemerintah yang memungutnya dan juga membuat ketentuan
wajib pajak, adapun zakat adalah hubungan pezakat dengan Tuhannya, Allah lah yang
memberinya harta dan mewajibkan membayar zakat.
 Maksud dan Tujuan
Zakat mempunyai tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuanya cukup
jelas dan tegas dalam firman Allah mengenai keadaan pemilik harta yang berkewajiban
mengeluarkan zakat, Firmannya adalah : ’’ Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka,
dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan dan berdoalah buat mereka,
sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentuan jiwa bagi mereka. Sedangkan pajak tidak
mempunyai tujuan yang luhur, selain untuk menghasilkan pembiayaan (uang) untuk
mengisi kas negara (mazhab netro pajak).

14 | P a g e
BAB III
PENUTUP

1.        Kesimpulan:
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di
peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah
dan untuk mendekatkan diri kepada –Nya serta membersihkan diri dari hartanya. Sedangkan,
pajak menurut para ahli keuangan ialah : kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak,
yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali
dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum disatu pihak
dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.
Zakat dan pajak meski keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta,
namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus dan keduanya berbeda sifat dan asasnya,
berbeda sumbernya, sasarannya, begian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula mengenai
prinsip tujuan dan jaminannya.

2.        Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
penulis mengharapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan kritik dan saran demi
kemajuan penulisan makalah selanjutnya.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai