PENDAHULUAN
1
varises, perlukaan, erosi dan polip, semua keadaan ini akan menurunkan keberdayaan
seorang wanita.
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang
dapat membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian. Perdarahan
pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehmilan kurang dari 22
minggu.
Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan perdarahan pada awal
kehamilan, antara lain:
1. Keguguran atau abortus
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
3. Mola Hidatidosa
Perdarahan yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, akan mengakibatkan
volume darah intravaskular berkurang; untuk menjaga aliran darah ke organ-organ
vital (otak, jantung, paru), pembuluh darah ke organ usus, uterus, ginjal, otot, kulit
meningkat. Perdarahan yang berkepanjangan tanpa penanganan yang baik akan
menimbulkan hipoksi pembuluh darah organ-organ. Pembuluh darah yang mengalami
hipoksi berubah dari vasokontriksi menjadi vasodilatasi, akibatnya aliran darah
intravaskular semakin lambat, sehingga terjadi kegagalan fungsi organ-organ tubuh.
Perubahan-perubahan yang terjadi akibat pendarahan ini ditandai dari gambaran klinis
berupa syok (hemorrhagic shock). Gambaran klinis syok hemoragis dan hubungannya
dengan infus cairan (darah) intravena .
1.2. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya perdarahan pada ibu yang sedang
hamil muda.
Tujuan Khusus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Abortus
2.1.1. Pengertian
Abortus adalah terancamnya atau keluarnya buah kehamilan baik sebagian
ataupun keseluruhan pada umur kehamilan lewat dari 20 minggu. Kematian janin
dalam rahim disebut Intra Uterine Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi
saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang
beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus
[ CITATION Dew13 \l 1057 ].
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan akibat faktor tertentu atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup diluar kandungan [ CITATION Lil12 \l 1057 ].
2.1.2. Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu:
1. Abortus spontan, adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor
mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.
Abortus ini dapat dibagi menjadi:
a. Abortus imminiens adalah terjadinya perdarahan bercak yang menunjukan
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan, ditandai dengan
perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup (karena pada saat
pemeriksaan dalam belum ada pembukaan), uterus sesuai usia gestasi, kram
perut bawah, nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali,
tidak ditemukan kelainan pada serviks [ CITATION AiY10 \l 1057 ].
b. Abortus Insipiens adalah keguguran berlangsung. Abortus ini sudah
berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
c. Abortus inkomplit adalah keguguran lengkap. Sebagian dari buah kehamilan
telah dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan placenta) masih teringgal di
dalam rahim.
3
d. Abortus komplit keguguran lengkap. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap.
e. Missed abortion adalah keguguran tertunda. Keadaan dimana janin telah mati
sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau
lebih selama janin mati.
f. Abortus habitualis adalah keguguran berulang-ulang. Abortus yang telah
berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-kurangnya 3x berturut-turut.
2. Abortus provokatus (induced abortion), adalah abortus yang disengaja baik
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutika) adalah abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa
ibu (berdasarkan indikasi medis).
b. Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
4
a. Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambatlambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali, karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai
b. Serviks juga dengan segera menutup kembali
c. Jika 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, maka abortus
inkompletus atau endometritis post abortum harus dipikirkan
5. Missed abortion
a. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbs air tuban dan
macerasi janin
b. Buah dada mengecil kembali
c. Ammenorhoe berlangsung terus
6. Abortus febrilis
a. Demam kadang-kadang menggigil
b. Lochea berbau busuk
c. Abortus ini dapat menimbulkan endotoxin shock.
2.1.4. Diagnosis
Sebagai seorang bidan pada kasus perdarahan awal kehamilan yang harus
dilakukan adalah memastikan arah kemungkinan keabnormalan yang terjadi
berdasarkan hasil tanda dan gejala yang ditemukan, yaitu melalui.
1. Anamnesa
a. Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu).
b. Adanya kram perut atau mules daerah atas sympisis, nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
c. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
2. Pemeriksaan fisik, didapatkan:
a. Biasanya keadaan umum (KU) tampak lemah.
b. Tekanan darah normal atau menurun.
c. Denyut nadi normal, cepat atau kecil dan lambat.
d. Suhu badan normal atau meningkat.
e. Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan.
3. Pemeriksaan ginekologi, didapatkan:
5
a. Inspeksi vulva untuk menilai perdarahan pervaginam dengan atau tanpa
jaringan hasil konsepsi.
b. Pemeriksaan pembukaan serviks.
c. Inspekulo menilai ada/tidaknya perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri
terbuka atau tertutu, ada atau tidaknya jaringan di ostium.
d. Vagina Toucher (VT) menilai porsio masih terbuka atau sudah tertutup teraba
atau tidak jaringan dalam cavum uteri, tidak nyeri adneksa, kavum doglas
tidak nyeri.
4. Pemeriksaan penunjang dengan ultrasonografi (USG) oleh dokter [ CITATION
Bay14 \l 1057 ].
2.1.5. Penatalaksanaan
Sebelum penanganan sesuai klasifikasinya, abortus memiliki penanganan secara
umum antara lain:
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekann darah, pernapasan, suhu).
2. Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg).
Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap fikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat. Berikut kombinasi antibiotika sampai ibu bebas
demam untuk 48 jam:
a. Ampisilin 2 g lV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
b. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, segera
rujuk ibu ke rumah sakit.
4. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
kongseling kontrasepsi pasca keguguran.
5. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus [ CITATION WHO13 \l 1057 ].
6
1. Abortus imminiens adalah Penangananya:
a. Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
sehingga rangsang mekanik berkurang.
b. Pemberian hormon progesteron
c. Pemeriksa ultrasonografi (USG).
2. Abortus Insipiens adalah pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunan
ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya
peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat
dengan pemberian infus oksitosin. Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa
plasenta tertinggal bahaya peforasinya kecil.
3. Abortus inkomplit adalah begitu keadaan hemodinamik pasien sudah dinilai dan
pengobatan dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan
terus berlangsung. Oksitosik (oksitosin 10 IU/500ml larutan dekstrosa 5% dalam
larutan RL IV dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus
berkontraksi, membatasi perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau
jaringan dan mengurangi kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan
kuretase.
4. Abortus komplit dan abortus tertunda (missed Abortion). Penganan terbaru
missed abortion adalah induksi persalinan dengan supositoria prostaglandin E2,
jika perlu dengan oksitosin IV [ CITATION Ben13 \l 1057 ].
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada abortus yang di sebabkan oleh abortus kriminalis
dan abortus spontan adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak di berikan pada waktunya.
2. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan
kemandulan.
3. Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien dengan abortus
diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan
dengan pengobatan infeksi.
4. Syok bakteril: terjadi syok yang berat rupa-rupanya oleh toksin-toksin.
7
5. Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika, cairan, corticosteroid dan
heparin.
6. Perforasi: ini terjadi karena curratage atau karena abortus kriminalis [ CITATION
Rat12 \l 1057 ].
2.2.2 Gejala
Gejala yang terjadi pada kehamilan ektopik meliputi rasa nyeri di perut samping
kiri atau kanan bawah, perdarahan dari vagina, nausea, nyeri bahu dan pusing.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini kehamilan
ektopik dengan pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan HCG.
Manifestasi klinis kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau
terjadi ruptura tuba. Sering juga dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada
pemeriksaan dalam terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia tua
kehamilan dan belum dapat diraba kehamilan pada tuba. Karena tuba dalam keadaan
lembek [ CITATION IBG04 \l 1057 ].
Trias gejala klinik kehamilan ektopik:
1. Amenorea
8
Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan.
Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda hamil muda, yaitu morning
sickness, mual-muntah, terjadi perasaan ngidam.
2. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah. Rasa nyeri dapat
menjalar keseluruh abdomen tergantung dari perdarahan didalamnya. Bila
rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di
daerah bahu. Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah
kavum douglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat buang air besar.
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam
kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi. Darah yang tertimbun dalam
kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi umum
yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai jatuh dalam
keadaan syok [ CITATION IBG01 \l 1057 ].
2.2.3 Diagnosis
Diagnosanya yaitu terdapat trias kehamilan ektopik, Terdapat kenaikan beta HCG
200 mIU/liter, Penderita tampak anemis dan sakit, tensi turun/normal dan meningkat,
dapat terjadi syok, daerah ujung dingin, perut kembung, terdapat cairan bebas-darah,
nyeri saat perabaan. CD menonjol dan nyeri, serviks nyeri goyang, teraba nyeri pada
tuba dengan hamil ektopik dan teraba tumor, kavum douglas menonjol dan nyeri pada
hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan [ CITATION RCB09 \l 1057 ].
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan
pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan yaitu dengan obat-obatan
atau operasi [ CITATION LYu09 \l 1057 ].
2.2.4 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut.
1. Kondisi ibu pada saat itu.
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
9
3. Lokasi kehamilan ektropik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in-vitro setempat.
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan
pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan
dapat dilakukan melalui:
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang
digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi
adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar
daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi
laparaskopi.
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah
pembedahan :
1. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi)
atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar
kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit
kembali.
2. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopi dan bila mungkin lakukan insisi pada
tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
3. Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar β-
HCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexatekedalam kantung gestasi
10
dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi
methrotexate 50 mg/intramuskuler.
a. Masa tuba
b. Usia kehamilan
c. Janin mati
d. Kadar β-HCG
a. Laktasi
b. Status Imunodefisiensi
c. Alkoholisme
d. Penyakit ginjal dan hepar
e. Diskrasia darah
f. Penyakit paru aktif
g. Ulkus peptikum
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis,
diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan
diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau
uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan
masif, syok, DIC, dan kematian.
11
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan,
infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah
besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.
2.3.2. Gejala
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:
1. Terdapat gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan
biasa dan amenore.
2. Terdapat perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
kecoklatan seperti bumbu rujak. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung
mola seperti anggur.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.
4. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak
terdengar bunyi denyut jantung janin.
5. Kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke-100 atau lebih
sesudah periode menstruasi terakhir.
12
2.3.3. Diagnosis
Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan :
1. Gejala hamil muda yang sangat menonjol
a. Emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum
b. Terdapat komplikasi
1) Tirotoksikosis (2-5%)
2) Hipertensi – preeklamsia (10-15%)
3) Anemia akibat perdarahan
4) Perubahan hemodinamik kardiovaskuler berupa gangguan
5) fungsi jantung dan gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli
6) paru
2. Pemeriksaan palpasi
a. Uterus
1) Lebih besar dari usia kehamilan (50-60%)
2) Besarnya sama dengan usia kehamilan (20-25%)
3) Lebih kecil dari usia kehamilan (5-10%)
b. Palpasi lunak seluruhnya
1) Tidak teraba bagian janin
2) Terdapat bentuk asimetris, bagian menonjol agak padat-mola
3) destruen.
3. Pemeriksaan USG serial tunggal
a. Sudah dapat dipastikan MH tampak seperti TV rusak.
b. Tidak terdapat janin.
c. Tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak janin.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. β-hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml
b. β-hCG serum di atas 40.000 mIU/ml (Manuaba, 2007).
Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hiperplastik pada MH,
adanya MHK dicirikan oleh peningkatan hCG yang nyata. Tingkat hCG lebih besar
dari 100.000 mIU per mililiter sebelum evakuasi yang diamati pada 30 dari 74 pasien
dengan MHK (41%) dalam satu seri dan 70 dari 153 pasien dengan MHK (46%)
13
2.3.4. Penatalaksanaan
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum.
Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia
(Hb <8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penanganannya. Sedangkan bila ada gejala tirotoksikosis
di konsultasikan ke bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola.
Ada 2 cara yaitu:
a. Kuretase
Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar β-hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus
dengan tetesan oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%.
Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :
Usia > 35 tahun
Anak hidup > 3 orang
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola hidatidosa
masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang
mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar
47%.
Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa
ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterapi
untuk tujuan terapi definitive memberikan keberhasilan hampir 100%. Sehingga
14
pemberian profilaksis diberikan apabila dipandang perlu pilihan profilaksis
kemoterapi adalah: metotreksat 20 mg/hari IM selama 5 hari.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun.
Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil
kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada
saat penderita datang kontrol.
Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar
β-hCG normal tiga kali berturut-turut.
Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal
selama 6 kali berturut-turut.
Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks
setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti
menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi [ CITATION Lai11 \l 1057 ].
2.3.5. Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai
berikut:
1. Anemia, perdarahan yang berulang-ulang dapat menyebabkan anemia. Anemia
adalah defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat eritropoiesis
megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah
disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berpoliferasi.
2. Syok, perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak segera ditangani
dapat berakibat fatal. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus, atau
yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan
terjadi pada sebagian wanita yang mola hidatidosanya lebih besar. Kadang-
kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.
3. Tirotoksikosis/Hipertiroidisme, pada kehamilan biasa, plasenta membentuk
Human Chorionic Thyrotropin (HCT). Pada trimester-1, T4 (tiroksin) meningkat
15
antara 7-12 mg/100 ml, sedangkan T3 (triyodotiroin) tidak terlalu banyak
meningkat, Pada penyakit mola hidatidosa perubahan fungsi tiroid lebih menonjol
lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 mg/100 ml, akibatnya kadar T4
bebas lebih tinggi.
4. Infeksi sekunder.
5. Perforasi uterus (perlubangan pada rahim) terjadi saat melakukan tindakan
kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek
(boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan
laparoskop.
6. Keganasan (penyakit trofoblas gestasional), sebaiknya dimonitor terus-menerus
selama satu tahun setelah evakuasi (post-evacuation) mola sampai hasilnya
negatif [ CITATION INy09 \l 1057 ].
16
BAB III
No.Register : 123456
Tanggal : 07 Maret 2020
Jam : 09.00 WITA
Ruang : Mawar
A. Data Subjektif
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan bahwa ia mengalami mual dan muntah, nyeri perut bagian bawah,
dan terjadi perdarahan berwarna coklat tua disertai haid yang tidak teratur.
3. Riwayat menstruasi
Menarche : 13 tahun
Siklus : ± 28 hari
17
Lama : ± 7 hari
Warna : Merah
Bau : Anyir
Dismenorhoe: Ada
Flour albus : Tidak ada
HPHT : 03 September 2019
TP : 10 Juni 2020
6. Riwayat kesehatan
18
Ibu mengtakan tidak pernah menderita suatu penyakit menahun, menular dan
menurun, misal ; hipertensi, jantung, DM, HIV/AIDS, Hepatitis, Asma, dll
Ibu mengatakan tidak pernah mendapatkan perawatan, pengobatan yang serius.
Ibu mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan, obat-obatan atau
yang lainnya
7. Riwayat psikologis
Kehamilan ini diharapkan oleh ibu, suami dan keluarga. Ibu cemas dengan
kehamilannya karena ibu menderita penyakit typus saat ini
B. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Tampak Lemas
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda vital :
a. TD : 110/80 mmHg
b. N : 92 x/menit
c. S : 38,20C
d. RR : 20 x/menit
4. BB sebelum hamil : 45 Kg
5. BB selama hamil : 57 Kg
6. TB : 158 cm
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : simetris, kulit kepala bersih, warna rambut hitam pendek
Palpasi : tidak ada oedem, rambut tidak rontok, tidak ada nyeri tekan
b. Muka
Inspeksi : simetris, bersih, pucat, tidak ada cloasma gravidarum
Palpasi : tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan
c. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva anemis, sklera putih, mata cowong
Palpasi : tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan
d. Telinga
Inspeksi : simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f. Gigi dan Mulut
20
Inspeksi : simetris, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, tidak ada caries
dan gigi palsu, lidah kotor
g. Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, bersih
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembendungan vena
jugularis
h. Dada
Inspeksi : simetris, bersih, hiperpigmentasi areola mamae, puting susu
menonjol, colostrum belum keluar
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal
Auskultasi: tidak ada whezing, tidak ada ronchi
i. Abdomen
Inspeksi : pembesaran abdomen sesuai usia kehamilan, tidak ada luka bekas
operasi, terdapat linea nigra, terdapat striae gravidarum.
Palpasi : terdapat nyeri tekan bagian bawah
TFU : 27 cm
Leopold I : teraba bulat, lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold II: teraba datar, memanjang seperti papan (punggung) disebelah kiri, dan
teraba bagian terkecil janin (ekstremitas) disebelah kanan
Leopold III: teraba bulat, keras, melenting, masih bisa digoyangkan (kepala)
Leopold IV: bagian terbawa janin belum masuk PAP (convergen)
Aukultasi
DJJ : 119 x/menit
j. Ekstermitas atas
Inspeksi : simetris, jari-jari lengkap, tidak ada gangguan pergerakan
Palpasi : tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan
k. Ekstermitas bawah
Inspeksi : simetris, jari-jari lengkap, tidak ada gangguan pergerakan
Palpasi : tidak ada oedem, tidak ada nyeri tekan, tidak ada varices
Perkusi : reflek patella +/+
l. Genetalia
Inspeksi : bersih, tidak ada condiloma, tidak ada bartholinitis, tidak ada varices
m. Anus
Inspeksi : bersih, tidak ada hemoroid
21
8. Pemeriksaan Ginekologi
Terdapat nyeri goyang pada serviks uteri.
9. Pemeriksaan Penunjang
Beta HCG (Urine) : 210 mIU/L
Ds : Ibu mengatakan pusing dan lemas ± ½ jam yang lalu habis melahirkan anak ke-1,
Do :
Kebutuhan : Rehidrasi
22
-
V. PENATALAKSANAAN
1. Bina hubungan terapeutik antara pasien , keluarga pasien dan petugas nakes
R/ Terjalin kerjasama dan saling percaya antara pasien dan petugas
2. Anjurkan pasien makan-makanan yang bergizi
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
3. Anjurkan pasien istirahat cukup
R/ Agar pasien cepat sembuh
4. Anjurkan pasien menjaga personal hygiene
R/ Mencegah terjadinya infeksi
5. Berikan kompres hangat pada pasien
R/ menurunkan suhu tubuh
6. Anjurkan pasien memakai baju tipis
R/ meningkatkan evaporasi
7. Anjurkan banyak minum air putih
R/ rehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh
8. Kolaborasi dengan tim medis
R/ Pemberian terapi yang tepat
23
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan akibat faktor tertentu atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup diluar kandungan. Abortus terdiri atas abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan terbagi atas abortus imminens, abortus insipiens,
abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis.
Sedangkan abortus provokatus terbagi atas abortus medisinalis dan abortus
kriminalis.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang
terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi
tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis di
sertai dengan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal , tidak
di jumpai adanya janin , kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian
buah anggur.
4.2. Saran
Dalam hal ini diharapkan kepada bidan untuk lebih mampu mengenali tanda dan
gejala serta mampu melakukan penanganan pada perdarahan kehamilan muda secara
tepat. Dan juga diharapkan kepada bidan agar lebih mampu mendeteksi dini adanya
tanda gejala bahaya pada kehamilan muda.
24
DAFTAR PUSTAKA
Benson, R. & Pernoll, M., 2009. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi By The McGrawHill
Companies. Jakarta: EGC.
Benson, R.C. & Pernoll, M.L., 2013. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Budiana, I.N.G., 2009. Koriokarsinoma Pasca Abortus. Denpasar: Bag/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah.
Irianti, B. & dkk, 2014. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto.
Manuaba, I., 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC. p.595.
Manuaba, I., 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC.
p.595.
Prawirohardjo, S., 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kandungan (Edisi Ketiga). Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. & Hanifa, W., 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. In Ilmu
Kandungan. II ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pudiastuti, R.D., 2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal Patologi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rukiyah, A.Y. & Yulianti, L., 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi Kebidanan). Jakarta:
Trans Info Medika.
Setiawati, D., 2013. Kehamilan dan Pemeriksaan Kehamilan. Makassar: Alauddin University
Press.
WHO, 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
UNICEF.
25
26