Anda di halaman 1dari 3

1.

Isu Kontemporer “Hoax”

Hegemoni sendiri adalah upaya atau cara yang dilakukan agar membuat suatu kelompok
terpengaruh atau mengikuti cara-cara berpikir kelompok tertentu dengan cara memberikan
pemahaman yang dianggap benar sehingga kelompok y ang terhegemoni menganggap bahwa
pemahaman yang diberikan kelompok itu benar saja dan sah sah saja diterapkan (Fairclough,
2010:61). Dalam hal ini saya akan membahas mengenai isu kontemporer hoax.

Apa itu hoax?

Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat dipertangung jawabkan atau bohong
atau palsu, baik dari segi sumber maupun isi. Sifatnya lebih banyak mengadu domba
kelompok-kelompok yang menjadi sasaran dengan isi pemberitaan yang tidak benar. Menurut
KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman
(2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan,
tetapi “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016), mendefiniskan berita bohong
sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan
memiliki agenda politik tertentu. Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan,
informasi dalam berita bohong juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-
olah sebagai serangkaian fakta.

Pelaku hoax dapat dikategorikan dua jenis, yaitu pelaku aktif dan pasif. Pelaku aktif
melakukan atau menyebarkan berita palsu secara aktif membuat berita palsu dan sengaja
menyebarkan informasi yang salah mengenai suatu hal kepada publik. Sedangkan pelaku
pasif adalah individu atau kelompok yang secara tidak sengaja menyebarkan berita palsu
tanpa memahami isi atau terlibat dalam pembuatannya.

Hoax merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet. Khususnya
media sosial dan blog. Dewan Pers menyebutkan ciri-ciri hoax adalah mengakibatkan
kecemasan, kebencian, dan permusuhan; sumber berita tidak jelas. Hoax di media sosial
biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung
menyudutkan pihak tertentu; dan bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul, dan
pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data.

Hoax atau berita bohong diatur dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(1) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)

Sedangkan ancaman hukumannya sebagai berikut :

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik berbunyi

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal, 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Secara umum Hegemoni informasi yang ada dalam hoax dikonstruksikan sedemikian rupa
untuk menyentuh perasaan atau emosi pembacanya. Hegemoni tidak menggunakan ancaman
atau kekerasan melainkan melalui “kontrol” yang halus, sehingga kebanyakan masyarakat
tidak menyadarinya. Hal itu menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak
menjamin seseorang terbebas dari hoax.

Dalam pilpres 2019 misalnya begitu banyak berita dan konten hoax yang tersebar bebas di
media sosial. Penyebaran konten hoax dilakukan oleh para kandidat dan tim suksesnya
dengan maksud untuk menghegemoni  kesadaran rakyat agar dapat memenangi perebutan
kekuasaan dalam sebuah kontestasi politik.

Seperti yang dimaksudkan oleh Gramsci (1971), para kandidat melalui program kerja, visi
dan misi yang ditawarkan, baik melalui debat atau tatap muka langsung dengan masyarakat,
tampak seolah-olah memihak kepada rakyat, tetapi sejatinya mengandung kepentingan
ekonomi politik terselubung. Karena itu, hoax dibungkus melalui argumentasi retoris, saling
serang, saling tuduh, saling hina, dan saling menjelek-jelekkan menggunakan daya dan gaya
agitatif-persuasif yang sepintas masuk akal, namun palsu dan manipulatif.

Seperti pada Pilpres 2019,  hoax diproduksi dan direproduksi terus sepanjang musim
kampanye untuk memanipulasi kesadaran konstituennya sehingga kebencian, dan sikap
antipati terhadap pihak atau kandidat lain tidak terhindarkan. 

Hoax diproduksi untuk manipulasi kesadaran manusia, agar rakyat dibuat tidak berdaya dan
merasa bahwa kondisinya saat ini adalah sesuatu yang wajar. Dalam konteks kampanye hitam
hari ini, hoax diproduksi untuk mendulang suara para pendukung fanatik khususnya, atau
melakukan kampanye bersama dengan tujuan membenci atau menimbulkan kebencian
kepada lawan politik. Berlandaskan pemikiran tersebut, masyarakat mestinya tersadarkan
akan kondisinya saat ini dimana kesadarannya sedang dimanipulasi para elit politik. Pemilih
yang cerdas memiliki pilihannya sendiri, merujuk pada rekam jejak para kandidat, tanpa
dipengaruhi hoax. 

Anda mungkin juga menyukai