Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(ARDS) DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Sapto Widiantoro
2017.C.09a.0908

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan Pada An.A Dengan Diagnosa Medis ARDS Diruang flamboyan
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya. dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Hipertermi.

Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini


terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempur oleh sebab itu berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan saya
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

Palangka Raya, 29 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit (ARDS)
1.1.1 Definisi.........................................................................................................3
1.1.2 Etiologi.........................................................................................................4
1.1.3 Patofisiologi (WOC).....................................................................................4
1.1.4 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)........................................................6
1.1.5 Komplikasi...................................................................................................7
1.1.6 Fase yang menggambarkan terjadinya ARDS…………………………….7
1.1.7 Pemeriksaan diagnostic...........................................................................8
1.1.8 Penatalaksanaan Medis.................................................................................9
1.1.9 Pencegahan.................................................................................................10
1.1.10 Pengkajian Keperawatan............................................................................10
1.1.11 Diagnosa keperawatan................................................................................11
1.1.12 Intervensi Keperawatan..............................................................................12
1.1.13 Implementasi keperawatan.........................................................................13
1.1.14 Evaluasi keperawatan.................................................................................13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
1.1.1 Pengkajian..................................................................................................24
1.1.2 Diagnosa.....................................................................................................26
1.1.3 Intervensi....................................................................................................26
1.1.4 implementasi..............................................................................................26
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................31
3.2 Saran...........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Respiratory Distress
1.1.1 Pengertian
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal
napas mendadak yang timbul pada klien tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya
belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok karena
perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau metadon
(Mutaqin Arif, 2008)
( ARDS ) adalah jenis kegagalan pernapasan yang ditandai dengan
timbulnya cepat  peradangan  luas di paru - paru. Gejalanya meliputi sesak
napas , napas cepat , dan warna kulit kebiruan . ( Berlin, 2012 )
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses
akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
(Aryanto Suwondo,2006)
Sindrom gawat napas akut juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan progresif kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit
atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih
tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor
yang berkaitan dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung pada paru
(seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).
1.1.2 Etiologi
Faktor-faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
(mekanisme tidak langsung) oksigen, aspirasi asam lambung, tenggelam,
sepsis, syok (apapun penyebabnya),
koagulasi intravaskular tersebar
(disseminated intravascular caagulation-
DIC), dan pankreatitis idiopatik,
Obat-obatan Heroin dan salisilat.
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli
paru trombosis, rudapaksa (trauma) paru.
radiasi, keracunan oksigen, transfusi masif,
kelainan metabolik (uremia), bedah mayor.

1.1.3 Patofisiologi
Sindrom gagal napas pada klien (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang
berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada
tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis,
mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler-alveoli, selanjutnya terjadi
peningkatan permeabilitas endotelium kapiler paru dan epitel alveoli yang
mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstitial. Untuk mengetahui lebih
banyak mengenai edema paru pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan
struktur dan fungsi alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel
penyokong yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe B)
berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama
surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel Tipe I
atau Tipe II dengan membran basalendotelium dan selendotelium.
Bagian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15
µm. SelpneumositTipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh
berbagai zat yang terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95%
dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah
alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan
interstisial, edema, dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel Tipe II
yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau
membentuk fibrosis paru yang luas.
Selendotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
A sehingga terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli
dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika
kapasitas interstisium terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan
atelektasiskongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi
komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi
komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi dan
menempel serta merusak endoteliummikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak
selendotelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein
seperti kolagen,elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam
sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya
ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan
dengan ARDS karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya
pengumpulan granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang
teraktivasi mampu melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase, dan
oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat
merusak sel endotelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi
akan memperbesar kerusakan tersebut. Histamin, serotonin, atau bradikinin dapat
menyebabkan kontraksi sel endotelium dan mengakibatkan pelebaran
porusinterselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pankreatitis akut dapat menghambat produksi
surfaktan dan fosfolipase A. Selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan
menghambat produksi dan aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan
mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran
kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis, toksin bakteri,
dan lain-lain dapat merangsang timbulnya koagulasiintravaskular tersebar
(disseminatedintravascularcoagulation-DIC).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan
merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan
atelektasiskongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi
kaku dan komplians (compliance) paru menurun. Kapasitas residufungsional
(functionalresidualcapacity-FRC) juga menurun. Hipoksemia berat merupakan
gejala pentingARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi hubungan arterio-venous(aliran darah mengalir ke alveoliyang
kolaps), dan kelainan difusi alveoli-kapiler akibat penebalan dinding alveoli-
kapiler.
Peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler menimbulkan edema
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada
paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
WOC
Pneumoni, asfiksia, kelainan atau
malformasi

ARDS

kekurangan O2 dan kadar CO2

B1 B2 B3 B4 B5
B6
Kekurangan O2 Produksi surfaktan
Suplai O2 ke Gangguan fungsi Tahap eksudatif
otak menurun Takikardi
system perkemihan
Nafas lambat atau
atelektatis Pembentukan cairan Usaha nafas
Tidak teratur Gungguan fungsi berlebih, sel inflamantory
Anuria atau meningkat
otak dari kapiler
Ventitalsi perfusi oliguria
hyperventilasi Pengeluaran energy
Gangguan suplai darah
Kerusakan jaringan Cairan menumpuk di alveoli meningkat
Retensi
Hipoksia berat otak irreversibel urine
GANGGUAN PERFUSI Penurunan fungsi
JARINGAN KELEBIHAN pergerakan
RESIKO
Hipoksia berat VOLUME CAIRAN
PERFUSI KETIDAKSEIMBANGAN
VOLUME CAIRAN kelelahan
SEREBRAL
GANGGUAN TIDAK EFEKTIF
INTOLERANSI
PERTUKARAN
AKTIVITAS
GAS
1.1.4 Tanda dan Gejala
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan
awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya
diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral
dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis
meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui
ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai
gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya
menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau
rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat
alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung,
namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada
foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang
terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan
fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan
indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit
paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru
pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta
perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya
ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal
jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa
pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg)
pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat
emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien
stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien,
misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut
dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
1.1.5 Komplikasi
1.1.5.1 Kegagalan Pernafasan
Dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus
vekerja lebih keras untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya
individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis
respiratorik karena teradi penimbunan karbondioksida di dalam darah.
Melambatnya pernafasan dan penurunan pH arteri adalah indikasi datangnya
kegagalan pernafasan dan mungkin kematian.
1.1.5.2 Pneumonia
Peneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan
cairan di paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal
ginjal dan tukak saluran cerna karena stress. Koagulasi intreavascular diseminata
akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ADRS.
1.1.6 Fase yang menggambarkan terjadinya ARDS
1.1.6.1 Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru,
edema interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolusterminalis, dan
kerusakan pada sel alveolar tipe I.
1.1.6.2 Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (statik dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosisinterstisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1.1.7.1 Infiltratpulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran Rontgen thoraks.
1.1.7.2 Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO 2 50-60% (fraksi
oksigen yang dihirup).
1.1.7.3 Chest X—ray: pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat
juga terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region
perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial
secara bilateral dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup
keseluruhan lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
1.1.7.4 ABGs: hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan
pernapasan. Alkalosisrespiratori (pH> 7,45) dapat timbul pada stadium
awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan anatomicaldeadspace dan penurunan
ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat
metabolisme anaerob.
1.1.7.5 Pulmonary Function Test: kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-
paru menurun, terutama PRC, peningkatan anatomicaldeadspace
dihasilkan oleh area di mana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli.
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
Mortalitas pada ARDS mencapai 50% dan tidak bergantung pada
pengobatan. Oleh karena itu, perawat perlu mengetahui tindakan pencegahan
terhadap kemunculan ARDS. Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami
dengan baik adalah faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, pneumonia aspirasi,
dan deteksi dini ARDS. Pengobatan dalam masa laten lebih besar
kemungkinannya untuk berhasil daripada jika dilakukan ketika sudah timbul
gejala ARDS.
Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda, yaitu
mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri
dan oksigenisasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam-basa, dan sirkulasi
dalam tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh
kembali.
Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS
disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan
permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial
dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan harus cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat,
ekstremitas hangat, dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru. Jika perlu dimonitor dengan kateter SwanGanz dan
teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung.
Pemberian albumin tidak terbukti efektifpada ARDS, sebab pada kelainan
permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.
Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya
diberikan dalam dosis besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara
intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada
syok sepsis.
1.1.9 Pencegahan
Pada klien dengan ARDS, posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan ARDS yang
mendapat makanan melalui pipa nasogastrik (NGT), penting untuk berpuasa 8
jam sebelum operasi - yang akan mendapat anestesia umum - agar lambung
kosong. Selain berpuasa selama 8 jam, pemberian antasida dan simetidine
sebelum operasi - pada klien yang akan mendapat anestesia umum - dilakukan
untuk menurunkan keasaman lambung sehingga jika terjadi aspirasi, kerusakan
paru akan lebih kecil. Setiap keadaan syok, harus diatasi secepatnya dan harus
selalu memakai filter untuk transfusi darah, menanggulangi sepsis dengan
antibiotik yang adekuat, dan jika perlu hilangkan sumber infeksi dengan tindakan
operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan risiko ARDS
selama masa laten, jika klien mengalami sesak napas, segera lakukan pemeriksaan
gas darah arteri (Astrup).
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Penkajian Keperawatan
Primary Survey
1) Airway ( Jalan Napas) :
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) Glasgow coma scale (GCS
d) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
2 Secondary Survey
a) Pengkajian Fisik
1) Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
2) Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer).
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema periorbital
3) Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5) Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
6) Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7) Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan, aktivitas
pernafasan , dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
d. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction
rub,pleural friction)
e. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
f. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
8) Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan gas darah (saturasi oksigen dan CO2)
b. Pemeriksaan PH darah
c. pemeriksaan radiologi pulmonaldan kardio
Tindakan pada secondary survey
a. Pemberian oksigen
b. Inhalasi nebulizer
c. Pemberian ventilator
d. Fisioterapi dada
2.1.1 Diagnosis Keperawatan
2.1.1.1 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap refraktori dan kebocoran interstisial
pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.( D.0004 hal. 22)
2.1.1.2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya bronkhokonstriksi, akumulasi sekret jalan napas, dan
menurunnya kemampuan batuk efektif.( D.0001 hal. 18)
2.1.1.3 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2.1.1.4 Resiko ketidakseimbangan elektrolit yang berhubungan dengan
edemapulmonal, penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung
atau terapi diuretik. ( D.0037 hal. 88 )
1.1.11.5 Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
penurunan nafsu makan. ( D.0019 hal. 56 )
1.1.11.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan
keletihan. ( D.0056 hal. 128 )
1.1.11.7 Koping tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan
untuk bekerja. ( D.0096 hal. 210 )
1.1.12 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Gangguan pertukaran gas yang Dalam waktu 1x7 jam setelah diberikan 1) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran,
berhubungan dengan hipoksemia intervensi keperawatan tidak terjadi gangguan catat sianosis dan perubahan warna
secara reversible/menetap. pertukaran gas. kulit, termasuk membran mukosa dan
Kriteria Hasil: kuku.
1) Melaporkan tak adanya/penurunan 2) Lakukan pemberian terapi oksigen.
dispnea. 3) Lakukan ventilasi mekanik.
2) Klien menunjukkan tidak ada gejala 4) Kolaborasi pemilihan pemberian
distres pernapasan. cairan.
3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas Tujuan: Dalam waktu 1 x 7 jam setelah 1) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas,
yang berhubungan dengan adanya diberikan intervensi keperawatan, kebersihan kecepatan, irama, kedalaman, dan
bronkhokonstriksi, akumulasi sekret jalan napas kembali efektif. penggunaan otot bantu napas).
jalan napas, dan menurunnya Kriteria Hasil : 2) Berikan posisi semifowler/fowler
kemampuan batuk efektif. 1) Klien mampu melakukan batuk tinggi dan bantu klien latihan napas
efektif. Pernapasan klien normal (16- dalam dan batuk efektif.
20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot 3) Pertahankan intake cairan
bantu napas. sedikitnya2500 ml/hari kecuali tidak di
2) Bunyi napas normal indikasikan.
3) Pergerakan pernafasan normal 4) Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi: Agen mukolitik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji frekuensi, kedalaman dan


Pola nafas tidak efektif berhubungan
selama 1 x 7 jam pasien dapat kualitas pernapasan serta pola
dengan penurunan ekspansi paru
mempertahankan pola pernafasan yang pernafasan
efektif. 2. Berikan oksigen dalam bantuan
Kriteria Hasil : ventilasi dan humidifer sesuai
1) Frekuensi, irama dan kedalaman kebutuhan.
pernapasan 3. Anjurkan posisi semifowler/fowler
2) Adanya penurunan dispneu tinggi dan bantu klien latihan napas.
3) Gas-gas darah dalam batas normal 4. Kolaborasi pemberian O2

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Resiko ketidak seimbangan elektrolit 1. Kaji hilangnya cairan yang kaya
berhubungan dengan,edemapulmonal, selama 1 x 7 jam resiko ketidakseimbangan elektrolit
penurunan aliran balik vena, elektrolit dapat teratasi dengan kriteria hasil : 2. Berikan cairan sesuai kebutuhan
penurunan curah jantung atau terapi 1. keseimbangan cairan tubuh normal ( intake tubuh dengan jumlah yang konstan
diuretik – output ) 3. Anjurkan pasien minum sedikit tapi
2. kebutuhan cairan terpenuhi sering
4. kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian cairan sesuai indikasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji mual muntah pada pasien
Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan
selama 1 x 24 jam diharapkan Resiko defisit 2. Anjurkan makan dalam porsi sedikit
tubuh yang berhubungan dengan
nutrisi pasien dapat teratasi dengan kriteria tapi sering
penurunan nafsu makan
hasil : 3. Berikan makanan dalam keadaan
1. Nafsu makan bertambah hangat
2. Berat badan kembali normal 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
3. IMT dalam batas normal pemberian makanan lunak

Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji kemampuan aktivitas pasien
dengan kelemahan fisik umum dan selama 1 x 24 jam diharapkan masalah 2. Bantu pasien memilih aktivitas yang
keletihan Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria dapat dilakukan
hasil : 3. Anjarkan teknik ROM
1. Pasien dapat beraktivitas normal 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
2. Tidak terjadi kekakuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
koping tidak efektif 1. Evaluasi tingkat kecemasan pasien
berhubungan dengan kurang selama 1 x 7 jam diharapkan masalah koping 2. Dukungan pengambilan peran
sosialisasi, kecemasan, depresi, tingkat tidak efektif teratasi dengan kriteria hasil : 3. Konseling
aktivitas rendah, dan ketidakmampuan 1. Kecemasan berkurang 4. Kolaborasi dengan ahli psikoterapi
untuk bekerja 2. Tingkat sosialisasi bertambah
1.1.13 Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana asuhan


keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementsi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien ( empat
itu ) :
1.1.13.1 Melakukan prosedur keperawatan
1.1.13.2 Melakukan observasi
1.1.13.3 Memberikan penyuluhan kesehatan ( Penyuluhan kesehatan)
1.1.13.4 Melaksanakan program kesehatan

1.1.14 EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Kegiatan


evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah intervensi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai.

1.1.14.1 Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan dan tujuan dalam


waktu atau tanggal yang ditetapkan tujuan
1.1.14.2 Tercapai sebagian : Pasien menunjukan perilaku tetapi tidak
sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
1.1.14.3 Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 29 juni 2020, pukul : 13.00
Wib, pada An.E, TTL, palangka raya 09 november 2018 umur 2 tahun,jenis
kelamin laki-laki, suku dayak/Indonesia, Agama Kristen Protestan,
pendidikan belum bersekolah, alamat jln Batu suli IV, masuk rumah sakit
pada tanggal 29 juni 2020 dengan diagnose medis, ARDS (Acute
Respiratory Dissease Syndrom)
2.1.2 Identitas penanggung jawab
Nama klien, Ny.B. ibu dari klien,TTL palangka raya 10 juni 1996, jenis
kelamin perempuan, Agama Kristen Protestan, suku Dayak/Indonesia,
pendidikan SMA, pekerjaan IRT, alamat jln Batu suli IV, hubungan
keluarga, orang tua klien.
2.1.3 Riwayatan kesehatan/perawatan
2.1.3.1 Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami sesak nafas
2.1.3.2 Riwayat penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan pada saat dirumah ketika pasien sedang
bermain, tiba tiba pasien mendadak sesak nafas. Kemudian pasien langsung
dibawa keluarga ke IGD dan langsung diberikan penanganan dipasang Inf. RL 12
tpm disebelah kanan dan diberikan terapi oksigen 3 lpm. Kemudian di bawa ke
ruang flamboyan untuk perawatan lebih lanjut.
2.1.3.3 riwayat kesehatan lalu
1) riwayat prenatal ibu pasien mengatakan tidak ada kendala saat hamil gizi
terpenuhi dan ibu pasien selalu rutin memeriksa saat kehamilan ke bidan
terdekat
2) riwayat natal bersalin normal BB 2,7 kg TB 50 cm
3) riwayat postnatal tidak ada kendala saat melahirkan
4) penyakit sebelumnya ibu pasien mengatakan anaknya pernah terjatuh dari
ayunan 4 bulan yang lalu
5) Imunisasi

Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT


Usia 1 1-4 1-4 bil 9 bulan Setelah
bulan bln lahir

2.1.3.4 riwayat kesehatan keluarga

Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang
sama

GENOGRAM KELUARGA :

keterangan:

laki-laki

Perempuan

Pasien

Tinggal serumah

Meninggal

2.1.4 Pemeriksaan Fisik


2.1.4.1 Keadaan Umum
Pasien tampak berbaring lemas, kesadaran compos mentis terpasang infus
RL 12 tpm di tangan sebelah kanan dan terpasang oksigen nasal kanul 3
lpm

2.1.4.2 Tanda-tanda Vital


Suhu :36,2 C/axilla, Nadi: 111 x/menit, RR 30 x/menit, TD 100/80 mmHg.
2.1.4.3 kepala dan wajah
1) Ubun-ubun menutup keadaan cembung tidak ada kelainan
hidrocefalus/microphalus tidak ada
2) Rambut warna hitam tidak ada rontok tidak mudah di cabut dan tidak
kusam
3) Kepala
Keadaan kulit kepal baik,peradangan/benjolan tidak ada
4) Mata simetris,conjungtiva merah muda skelera normal/putih,reflexs
pupil isokor edema palpebral tidak ada ketajaman penglihatan baik.
5) Telinga simetris serumen/secret tidak ada peradangan tidak ada
ketajaman pendengaran baik
6) Hidung simetris serumen/secret tidak ada fungsi penciuman baik,
terpasang O2 nasal kanul, ada suara tambahan nafas wheezing
Masalah Keperawatan
7) Mulut lembab sianosis tidak ada platum lunak.
8) Gigi , jumlah gigi 13 : 3 atas, 10 bawah lain lain tidak ada
2.1.4.4 Leher dan Tenggorokan
Bentuk simetris reflex menelan baik,pembasan tonsil tidak ada
pembesaran vena jugularis tidak ada benjolan tidak ada peradangan tidak
ada
2.1.4.5 Dada
Bentuk simetris bunyi nafas vesikuler tipe pernafasan dada dan perut
bunyi jantung S1-S2 ( lup-dup ),ictus cordis tidak ada,bunyi tambahan
wheezing ,nyeri dada tidak ada,keadaan payudara simetris
Mk Gangguan Pertukaran Gas
2.1.4.6 Punggung
Betuk simetris, peradangan dan benjolan tidak ada
2.1.4.7 Abdomen
Bentuk simetris,bising usus 30 x/menit,asites tidak ada,massa tidak ada
hematomegali tidak ada spenomegali tidak ada,nyeri tidak ada

2.1.4.8 Ekstremitas
Pergerakan/ tonus otot dapat bergerak dengan normal edema tidak
ada,sinosis tidak ada,clubbing finger tidak ada,keadaan kulit/turgor baik
2.1.4.9 Genetalia
1) Laki-laki
2) Perempuan
Kebersihan baik,keadaan labia lengkap peradangan/benjolan tidak ada
2.1.5 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
2.1.5.1 Gizi baik, BB sebelum sakit : 18 kg,BB sesudah sakit : 17 kg, IMT,
Anak : 2 n+8 = (2x6=12) + 8 = 20kg
2.1.5.2 Kemandirian dalam bergaul baik
2.1.5.3 Motorik halus An.E umur 1 tahun berkembang dengan lulus dan
sempurna
2.1.5.4 Motorik kasar An,E umur 1 tahun berkembang lulus dengan sempurna
2.1.5.5 Kognitif dan Bahasa yang digunakan sehari hari yaitu Bahasa Indonesia
2.1.5.6 psikososial aktif
2.1.6 pola aktivitas sehari hari
No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi c. 3x sehari c. 1-3 sendok sehari
a. Frekuensi d. Nafsu makan baik d. Nafsumakan
b. Nafsu e. Nasi sayur daging berkurang
c. Jenis makanan ikan e. Nasi sayur daging

2
Eliminasi a. BAB a. BAB
a. BAB 3x sehari 3x sehari
Frekuensi b. BAK b. BAK
konsistensi 4x sehari jernih 3x sehari (600
b. BAK popok cc)kuning
Frekuensi popok
konsistensi

3
a. 1 jam a. 1 jam
Istirahat/tidur
b. 7 jam b. 8 jam
a. Siang/jam
4 b. Malam/jam
a. 3x sehari a. Tidak ada mandi
Personal hygine
b. Tidak ada
a. Mandi
b. Oral hygine

2.1.7 data penunjang ( Radiologi,Laboratorium,lainnya)


Laboratorium ( 29 juni 2020)
No Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

1. WBC 8,55 10^3/mm3 4,00-11,00

2. RBC 4,50 10^6/mm3 4,1-5,5

3. HGB 11,6 g/dL 10,5-13,5

4. PLT 200 10^3/mm3 150-450

5. Glukosa- 80 mg/dL <200


sewaktu
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
No Nama obat Dosis Rute
1 Sukralfat  4 x 1000 mg Oral
2 Ranitidine 2 x 150 mg IV
3 Omeprazol 1x40 mg Oral / IV

Palangka Raya, 29 juni 2020

Mahasiswa

Sapto widiantoro
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA


KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
DS: ibu pasien mengatakan anak nya Gagal nafas Pola nafas tidak
tiba tiba sesak nafas saat bermain efektif
DO: Meningkatkan permeabilitas
- Terpasang O2 nassal kanul 3 alveolar kapiler
lpm
- suara tambahan wheezing
Gangguan evitalium alveolar
- TTV :
- TD :100/80 mmHg
- N : 111 x/m Gangguan pengembangan paru
- RR: 27 x/m kolap alveoli
- S : 36,2º C

Ekspansi paru

Pola nafas tidak efektif


PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai dengan
gagal nafas
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.E
Ruang Rawat : Flamboyan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman dan 1. pengkajian pada frekuensi
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 jam pasien kualitas pernapasan serta pola pernafasan pasien agar mengetahui
penurunan ekspansi paru dapat mempertahankan pola pernafasan ada atau tidak keabnormalan pada
ditandai dengan gagal pernafasan yang efektif. Kriteria 2. Berikan oksigen dalam bantuan pola pernafasan pasien
nafas. Hasil : ventilasi dan humidifer sesuai 2. Pemberian oksigen adalah untuk
kebutuhan. membantu upaya pernafasan pada
4) Frekuensi, irama dan kedalaman
3. Anjurkan posisi semifowler/fowler pasien
pernapasan
tinggi 3. Posisi semi fowler membantu agar
5) Adanya penurunan dispneu
4. Kolaborasi pemberian O2 sirkulasi ekspansi pernafasan dada
lebih lancer
4. pemberian oksigen yang tepat akan
membantu pemenuhan oksigen
dalam tubuh pasien agar terpenuhi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.E
Ruang Rawat : Flamboyan
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jum’at 29 juni 2020 1. Mengkaji frekuensi, kedalaman dan kualitas S : ibu pasien mengatakan pasien sudah
pukul: 13.00 wib pernapasan serta pola pernafasan tidak sesak lagi
2. Memberikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan O : - tidak ada bunyi tambahan nafas
humidifer sesuai kebutuhan. - Pola nafas normal
3. Menganjurkan posisi semifowler/fowler tinggi - TTV :
4. Kolaborasi pemberian O2 - N : 100 x/m
- RR : 20 x/m
Sapto widiantoro
- S : 36,2 0 C
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari
tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor yang berkaitan
dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung pada paru (seperti inhalasi
asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).
3.2 Saran
Untuk masyarakat : untuk kita semua agar mengetahui tanda dan gejala yang
terjadi jika salah satu keluarga,teman atau siapapun yang mengalami ataupun
menderita ARDS , dapat mengerti dan memahami penangan dan pertolongan yang
diberikan.
Untuk mahasiswa : harus selalu mencari pengetahuan secara mandiri
mengenai berbagai macam penyakit yang ditimbul kana tau pun yang
menyebabkan ARDS ( Acute Respiratory Diseasse Syndrom) .
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif ( 2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem.


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Doengoes, M.E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta

Susanto YS, Sari FR. Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Jurnal Respirologi
Indonesia.2012;32(1):44-52

Harman EM. Acute Respiratory Distress Syndrome. www.medscape.com


(accessed 28 juni 2020)

Anda mungkin juga menyukai