Anda di halaman 1dari 94

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


Pada Ujian Sidang Skripsi
Pada Tanggal 24 Februari 2012

Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1)


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Khunaefi, APPd.,MM Ega Agustine, S,Kep.,Ners


PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan
Dewan Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi
Pada Tanggal 3 Maret 2012

Mengesahkan
Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Khunaefi, APPd.,MM Ega Agustine, S,Kep.,Ners

Penguji I Penguji II

Sri Wahyuni, S.Pd.,M.Kes Upik Rahmi, S.Kp.,M.Kep

Mengetahui
STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1)
Ketua, Ketua,

Ijun Rijwan Susanto, SKM.,M.Kes Upik Rahmi, S.Kp.,M.Kep


PERNYATAAN

Saya yang menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pengaruh

Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat

Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012” ini

sepenuhnya karya sendiri. Tidak ada bagian didalamnya yang merupaka flagiat

dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menerima resiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya bila kemudian hari ditemukan pelanggara etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Cimahi, Maret 2012


Yang Membuat Pernyataan

ASEP WAHYU TIANA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2012

PENGARUH PELAKSANAAJN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM


TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA PASIEN PASCA BEDAH
SECTIO CAESARIA DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG TAHUN 2012

ABSTRAK

Latar Belakang : Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan
angka kematian bayi pada kasus kegawatan persalinan adalah dengan proses
persalinan sectio caesaria. Beradasarkan studi pendahuluan di RSUD Kelas B
Kabupaten Subang pada bulan September-November 2011, terdapat 1078 ibu
yang bersalin baik normal maupun sectio caesaria. Dari jumlah persalinan
tersebut 214 persalinan dilakukan secara sectio caesaria dengan rata-rata 71
persalinan dilakukan secara sectio caesaria per bulan. Proses persalinan dengan
sectio caesaria merupakan tindakan pembedahan sehinga beresiko tinggi
dengan adanya kemungkinan terjadinya komplikasi salah satunya gangguan
rasa nyaman nyeri.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio
caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten
Subang Tahun 2012.
Metode Penelitian : Metode eksperimen semu dengan bentuk rancangan one
group pre test–post test. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
sectio caesaria di Ruang Flamboyan RSUD Kelas B Kabupaten Subang dengan
jumlah sampel sebanyak 41 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan teknik pengumpulan data
menggunakan kuisioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat
dan analisa bivariat dengan menggunakan uji uji wilcoxon signed rank test.
Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukan rata-rata tingkat nyeri pada
pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam adalah sangat menderita dan rata-rata tingkat nyeri pada pasien pasca
bedah sectio caesaria setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah
tidak nyaman serta ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria di
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang
Tahun 2012.
Simpulan : Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi pihak rumah
sakit untuk melakukan sosilalisasi dan pelatihan kepada perawat tentang
manajemen nyeri dengan pendekatan non farmakologis khusunya relaksasi
nafas dalam sehingga dapat meningkatkan kemampuannya secara
komprehensif.

Kata Kunci : Pengaruh, eksperimen semu, Nyeri dan Relaksasi Nafas


Dalam
Daftar Pustaka : 21, Buku dari tahun 2002-2009

iii
S1 STUDY NURSING PROGRAM
2012

EFFECT OF RELAXATION TECHNIQUES PELAKSANAAJN BREATH


IN THE REDUCTION OF PAIN IN PATIENTS AFTER SURGERY
IN THE FLAMBOYANT SECTIO CAESARIA GENERAL HOSPITAL
CLASS B REGIONAL DISTRICT IN 2012 SUBANG

ABSTRACT

Background: One of the efforts to reduce maternal mortality and infant mortality
in the case of gravity of labor is the labor sectio Caesaria. Preliminary studies in
hospitals Beradasarkan Class B Subang district in September-November 2011,
there were 1078 women who either normal delivery or sectio Caesaria. Of the
amount of labor is labor performed sectio 214 Caesaria with an average of 71
deliveries made in sectio Caesaria per month. Labor with a sectio Caesaria so
that high-risk surgery with the possibility of complications one of them a sense of
comfort pain disorders.
The purpose of the study: To determine the effect of the implementation of
relaxation techniques to decrease the level of breathing in patients with post-
surgical pain in sectio Caesaria in Room Flamboyan General Hospital Class B
Subang District 2012.
Research Methods: The method to form quasi-experimental design of one group
pre test-post test. The population in this study were all patients in the room sectio
Caesaria Flamboyan Subang Regency Hospital Class B with a sample of as
many as 41 people. The sampling technique used in this study was purposive
sampling, data collection techniques using a questionnaire. Analysis of the data
used is the analysis of univariate and bivariate analysis using the Wilcoxon
signed rank test test test.
The results: The results showed an average level of postoperative pain in
patients sectio Caesaria before breathing in relaxation techniques is a lot of pain
and average pain level on postoperative patients sectio Caesaria after deep
breathing relaxation techniques are uncomfortable, and no effect implementation
of relaxation techniques to decrease the level of breathing in patients with post-
surgical pain in sectio Caesaria in Room Flamboyan General Hospital Class B
Subang District 2012.
Conclusion: Based on these results it is advisable for the hospital to perform
sosilalisasi and training to nurses about pain management with non-
pharmacological approaches especially deep breathing relaxation so as to
improve its ability to be comprehensive.

Keywords : Influence, quasi experiments, Pain and Relaxation Breath In


Bibliography : 21, The book of the year 2002-200

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas berkah dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat

Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012“.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan untuk mencapai Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi

Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur.

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti mendapat arahan, bimbingan

serta dukungan dari berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-

persatu, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan

yang tinggi dan terima kasih yang tidak terhingga, khususnya kepada yang

terhormat :

1. Ijun Rijwan S, SKM., M.Kes, selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Budi Luhur.

2. dr. Nunung Syuhaeri, MARS, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah

Kelas B Kabupaten Subang.

3. Upik Rahmi, S.Kp.,M.Kep, selaku ketua program studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur.

4. Ahmad Khunaefi, APPd.,MM, selaku pembimbing satu yang telah banyak

memberikan masukan-masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam

menyusun skripsi ini.

v
5. Ega Agustine, S.Kep.,Ners, selaku pembimbing dua dalam penyusunan

skripsi ini.

6. H. Cecep Sobirin, S.Kep., Ners., M.Kep., M.Si, selaku Kepala Bidang

Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang.

7. Seluruh staf dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur yang

telah memberikan dorongan dan masukan kepada penulis.

8. Seluruh staf perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur

yang telah memberikan bantuan dalam mencari buku-buku sumber dalam

penyusunan skripsi penelitian ini.

9. Seluruh keluargaku yang telah memberikan dorongan dan semangat

dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

10. Semua rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang selalu memberikan

arahan kepada penulis.

Semoga bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan kelemahan sehingga penulis sangat mengharapkan segala kritik

dan saran yang sifatnya membangun guna penulisan karya tulis yang lebih baik.

Cimahi, Maret 2012

Penyusun

vi
DAFTAR ISI

Halaman
Abstrak ......................................................................................................... iii
Abstract ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR BAGAN........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
1. Tujuan Umum ........................................................................ 7
2. Tujuan Khusus ....................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 8
2. Manfaat Praktis ...................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Sectio Caesaria........................................................................... 10
1. Pengertian Persalinan Sectio Caesaria................................... 10
2. Alasan Terjadinya Kenaikan Persalinan
Dengan Sectio Caesaria......................................................... 11
3. Istilah – Istilah Tentang Sectio Caesaria................................. 12
4. Indikasi Sectio Caesaria.......................................................... 12
5. Risiko Yang Mungkin Muncul dari Sectio Caesaria................. 16

vii
Halaman
B. Nyeri Post Bedah......................................................................... 17
1. Pengertian............................................................................... 17
2. Bentuk Nyeri Post Bedah........................................................ 18
3. Mekanisme Nyeri Post Bedah................................................. 19
4. Teori Nyeri.............................................................................. 20
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri..................24
6. Tingkat Nyeri........................................................................... 26
7. Strategi Penatalaksanaan Nyeri.............................................. 27
8. Efek Nyeri Post Bedah............................................................ 31
C. Teknik Relaksasi Napas Dalam................................................... 31
1. Pengertian .............................................................................. 31
2. Indikasi ................................................................................... 32
3. Tujuan..................................................................................... 32
4. Prosedur Teknik Relaksasi Napas Dalam............................... 32
5. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri..................................... 33
D. Kerangka Teori ........................................................................... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Metode Penelitian........................................................................ 35
1. Paradigma Penelitian.............................................................. 35
2. Rancangan Penelitian............................................................. 37
3. Hipotesis................................................................................. 38
4. Variabel Penelitian.................................................................. 38
5. Definisi Konseptual dan Operasional...................................... 39
B. Populasi dan Sampel................................................................... 40
1. Populasi.................................................................................. 40
2. Sampel ................................................................................... 40
C. Pengumpulan Data...................................................................... 42
1. Metode Pengumpulan Data.................................................... 42
2. Instrumen Penelitian............................................................... 42
D. Prosedur Penelitian..................................................................... 42

viii
Halaman
E. Pengolahan dan Analisa Data..................................................... 43
1. Pengolahan Data.................................................................... 43
2. Analisa Data............................................................................ 44
F. Etika Penelitian............................................................................ 46
G. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Hasil Penelitian............................................................................ 47
B. Pembahasan............................................................................... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.................................................................................. 57
B. Saran........................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 60
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................


39

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah
Sectio Caesaria Sebelum Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 .................................
48

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah
Sectio Caesaria Setelah Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 .................................
49

Tabel 4.3 Pengaruh Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio
Caesaria Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 .....................
50

Tabel 4.4 Uji Beda Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio
Caesaria Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 .....................
51

x
xi
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori .........................................................................

34

Bagan 3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................

37

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi

Lampiran 2 Lembar Kuisioner

Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data Penelitian

Lampiran 4 Rekomendasi dari Pusat Studi Statistik

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan suatu fenomena yang kompleks di mana WHO

mengartikan kesehatan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik fisik,

mental, sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit, kecacatan dan

kelemahan. Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

menerangkan bahwa kesehatan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan

sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Berdasarkan definisi tersebut seorang belum dianggap sehat,

sekali pun ia tidak berpenyakit jiwa dan ataupun raga. Orang tersebut masih

harus dinyatakan sehat secara sosial. Hal ini dianggap perlu karena penyakit

yang diderita seseorang atau sekelompok ditentukan sekali oleh perilaku dan

keadaan sosial budaya yang tidak sehat (Mubarok, 2010).

Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari

penurunan angka kematian ibu sampai pada batas rendah. Berdasarkan

Survey Data Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian ibu di

Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup dan menurun pada tahun

2009 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup meskipun demikian angka

tersebut masih tertinggi di Asia (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010).

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka

kematian bayi pada kasus kegawatan persalinan adalah dengan proses

persalinan sectio caesaria. Persalinan secara sectio caesaria di Amerika

Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat sectio caesaria, distosia

xiv
persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006).

Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada

tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan sectio caesaria

secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total

persalinan. Secara umum jumlah sectio caesaria di rumah sakit pemerintah

adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit

swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan

(Depkes RI, 2006).

Menurut Pritchjard (2002) menyatakan bahwa AKI pada kelahiran

sectio caesaria lebih tinggi dari pada kelahiran pervaginam. Oleh karena itu,

hal ini perlu mendapat perhatian karena menurut Seller (1993) dalam

Reeder (2007) terdapat peningkatan jumlah angka kelahiran sectio caesaria

dari tahun ketahun dan mencapai 10-40% dari semua kelahiran, begitu pula

di negara berkembang termasuk Indonesia.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat pada tahun 2009

jumlah persalinan dengan proses persalinan sectio caesaria sebanyak 23,53

% dari total persalinan, yaitu sebanyak 1245 kasus persalinan sectio

caesaria (Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2010).

Besarnya persalinan sectio caesaria dibandingkan persalinan normal

tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko

kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan

menghadapi masalah fisik pasca sectio caesaria seperti timbulnya rasa sakit,

perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur

juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan

untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006).

xv
Proses persalinan dengan sectio caesaria merupakan tindakan

pembedahan sehinga beresiko tinggi dengan adanya kemungkinan terjadinya

komplikasi, kehilangan darah jumlah yang banyak, syok, infeksi (Kozier,

2004). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perawatan preoperatif,

proses operasi dan perawatan post operasi harus diperhatikan, salah

satunya adalah penanganan gangguan rasa nyaman nyeri post operasi

Setiap pembedahan termasuk bedah selalu berhubungan dengan

adanya insisi (sayatan) yang merupakan trauma atau kekerasan bagi

penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu

keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Enie Novieastari (2001) yang

menyatakan bahwa sebanyak 80% pasien mengeluh nyeri baik nyeri sedang

atau nyeri berat pada post bedah. Nyeri setelah pembedahan merupakan hal

yang normal, namun meskipun demikian nyeri merupakan salah satu keluhan

yang paling ditakuti oleh pasien post bedah. Sensasi nyeri mulai terasa

sebelum kesadaran pasien kembali penuh yang semakin meningkat seiring

dengan berkurangnya pengaruh efek anestesi. Bentuk nyeri yang dialami

oleh pasien post bedah adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka

insisi bekas pembedahan (Perry & Potter, 2006).

Menurut Melzak dan Wall (1965) yang dikutip dari Brunnert dan

Suddart (2002), nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

Nyeri akut yang dirasakan oleh pasien post bedah mayor merupakan

penyebab stress, frustasi dan gelisah yang mengakibatkan pasien mengalami

gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan dan ekspresi tegang (Perry &

xvi
Potter, 2006). Selain hal itu Nyeri post bedah juga dapat menimbulkan

peningkatan laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin,

peningkatan prediksi kortisol, dan retensi cairan (Brunner & Suddart, 2002).

Akan tetapi belum banyak yang diketahui dan belum dikelola dengan baik,

padahal perawat memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan tenaga

kesehatan lain untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang

membahayakan (Brunner & Suddart, 2002).

Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi

masalah nyeri post bedah baik secara mandiri maupun secara kolaboratif

dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan

pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi merupakan

pendekatan kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan

pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri. Sedangkan

pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan

nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang meliputi: stimulus

dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi syaraf eliktris

transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik relaksasi napas

dalam (Brunner & Suddart, 2002).

Salah satu teknik penanganan nyeri non farmakologis yang paling

mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan teknik-teknik yang lain adalah

teknik realaksasi napas dalam. Teknik relaksasi napas dalam merupakan

suatu bentuk asuhan keperawatan pra bedah, yang dalam hal ini perawat

mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

xvii
intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Brunner dan Suddart,

2002)

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang merupakan

satu-satunya rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten

Subang. Berdasarkan data rekamedik RSUD Kelas B Kabupaten Subang

selama tahun 2010 tercatat terdapat 3216 persalinan baik yang termasuk

persalinan normal maupun secara sectio caesaria. Jumlah persalinan sectio

caesaria dari jumlah persalinan tersebut sebanyak 386 kasus. Beradasarkan

studi pendahuluan pada bulan September-November 2011, terdapat 1078 ibu

yang bersalin baik normal maupun sectio caesaria. Dari jumlah persalinan

tersebut 214 persalinan dilakukan secara sectio caesaria dengan rata-rata 71

persalinan dilakukan secara sectio caesaria per bulan, sehingga

menempatkan sectio caesaria merupakan tindakan operasi paling tinggi di

RSUD Kelas B Kabupaten Subang, sedangkan tindakan operasi yang lainnya

dalam periode waktu tersebut yang paling tinggi adalah Appendiksitis

sebanyak 30 kasus, Hil sebanyak 12 kasus dan fraktur terbuka 10 kasus.

Banyaknya jumlah pasien yang mengeluh nyeri post bedah di Rumah

Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang belum melakukan

intervensi keperawatan dengan pendekatan non farmakologi, salah satunya

adalah pembelajaran teknik relaksasi nafas dalam. Akibatnya, ketika efek

analgetik menurun atau hilang maka sensasi nyeri akan dirasakan oleh

pasien. Padahal teknik relaksasi napas dalam merupakan salah satu teknik

dalam mengatasi nyeri pasien yang paling mudah dibandingkan teknik yang

xviii
lainnya. Selain itu teknik relaksasi nafas dalam dapat digunakan oleh pasien

dengan mudah untuk mengontrol nyeri yang ia rasakan.

Menurut Wiryanegara (2002) menyatakan bahwa dengan dilakukanya

relaksasi terhadap pasien yang pasca operasi selain memberikan rasa

nyaman pasca operasi khususnya dalam mengurangi rasa nyerinya tersebut.

Perawat yang selalu dekat dengan pasien selama 24 jam berperan penting

dalam memberikan pelayan yang sebaik-baiknya untuk meningkatkan mutu,

memperbaiki dan memelihara status kesehatan pasien. Setelah memberikan

pendidikan/pengajaran tentang cara mengatasi nyeri, maka perawat

membimbing dan mengarahkan pasein untuk melaksanakan teknik-teknik

mengurangi rasa nyeri tersebut

Perawatan pasien pasca bedah sectio caesaria di RSUD Kelas B

Kabupaten Subang dirawat diruang flamboyan dengan jumlah perawat

sebanyak 24 orang. Berdasarkan studi pendahuluan di Ruang Flamboyan

RSUD Kelas B Kabupaten Subang sudah terdapat protap manajemen nyeri

non farmakologis dengan teknik relaksasi nafas dalam dan studi

pendahuluan terhadap 10 pasien pasca bedah sectio caesaria di Ruang

Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang

diketahui bahwa seluruh pasien (100%) mengeluh nyeri dan tidak tahu

bagaimana cara untuk mengurangi nyeri tersebut dan selama post perawatan

pasca bedah tersebut belum pernah perawat membimbing melakukan teknik

relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyerinya tersebut. Selain itu

dari hasil observasi ditiap ruangan rawat bedah khususnya ruang flamboyan

sudah terdapat standar operasional tentang manajemen nyeri.

xix
Beradasarkan fenomena tersebut yang peneliti temukan dilapangan

maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh

Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan

Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria di Ruang

Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang

Tahun 2012”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah ada

pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan

tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi dalam

menurunkan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria di

Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten

Subang Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012.

xx
2. Diketahuinya tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012.

3. Diketahuinya pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio

caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B

Kabupaten Subang Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan sarana untuk menerapkan ilmu dan

teori yang diperoleh dalam rangka menambah wawasan, salah satunya

untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi dalam

menurunkan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang, terutama

dalam bagian pelayanan kesehatan terhadap pasien tentang

penanganan rasa nyaman nyeri pasca pembedahan.

b. Bagi Tenaga Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bentuk evaluatif pelayanan asuhan keperawatan pada pasien post

operasi.

xxi
c. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini berguna sebagai bahan informasi

dan tambahan bacaan bagi rekan-rekan sejawat. Penulis

mengharapkan agar rekan-rekan melakukan penelitian lebih lanjut

di kemudian hari.

xxii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesaria

1. Pengertian Persalinan Sectio caesaria

Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui

insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)

(William, 2001).

Istilah sectio caesaria berasal dari perkataan Latin caedera yang

artinya memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex

Regia) dan Emperor’s Law (Lex Caesarea) yaitu undang – undang yang

menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu – ibu yang meninggal

harus dikeluarkan dari dalam rahim (Rustam, 2003).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus. Terdapat beberapa cara sectio

caesaria yang dikenal saat ini, yaitu :

a. Sectio caesaria transperitonealis profunda

b. Sectio caesaria klasik / korpora

c. Sectio caesaria ekstraperitoneal

d. Sectio caesaria dengan teknik histerektomi

Teknik yang saat ini lebih sering digunakan adalah teknik sectio

caesaria transperitoneal profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.

Keunggulan teknik sectio caesaria transperitonealis profunda antara lain :

a. Perdarahan akibat luka insisi tidak begitu banyak

b. Bahaya peritonitis tidak terlalu besar

xxiii
c. Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri di

masa mendatang tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah

uterus tidak mengalami kontraksi yang kuat seperti korpus uteri. Hal ini

menyebabkan luka dapat sembuh lebih sempurna.

2. Alasan Terjadinya Kenaikan Persalinan dengan Sectio Caesaria

a. Pengurangan parietas. Hal ini menyebabkan separuh dari wanita yang

hamil adalah nullipara. Oleh karena itu , peningkatan jumlah sectio

caesaria dapat diperkirakan pada beberapa keadaan yang lebih lazim

dijumpai pada wanita nullipara, khususnya distosia dan kehamilan

dengan hipertensi.

b. Wanita cenderung mempunyai anak pada usia yang lebih tua.

Peningkatan usia ibu hamil diatas 35 tahun meningkatkan proses

melahirkan dengan sectio caesaria.

c. Pemantauan janin secara elektronik, meningkatkan peluang untuk

mendeteksi gawat janin dan meningkatkan kenaikan jumlah sectio

caesaria.

d. Bayi dengan presentase letak bokong, sering dilahirkan dengan sectio

caesaria.

e. Sectio caesaria berulang secara bermakna meningkatkan total jumlah

persalinan sectio caesaria.

xxiv
3. Istilah – Istilah Tentang Sectio Caesaria

a. Sectio caesaria primer (efektif).

Dari semula sudah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara

sectio caesaria, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada

panggul sempit.

b. Sectio caesaria sekunder

Mencoba menunggu kelahiran biasa (spontan), bila tidak berhasil

dilakukan secara sectio caesaria.

c. Sectio caesaria ulang (repeat caesarean section)

Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesaria dan pada

kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesaria ulang.

d. Sectio caesaria Histerektomi.

Suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesaria,

langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

e. Operasi Porro

Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah

mati) langsung dilakukan histerektomi. Misalnya pada keadaan infeksi

rahim yang berat.

4. Indikasi Sectio caesaria

Menurut Rustam Mochtar, sectio caesaria dilakukan bila ada indikasi

sebagai berikut :

a. Plasenta previa

b. Panggul sempit

xxv
c. Disproporsi sefalo – pelvik yaitu ketidak seimbangan antara ukuran

kepala dan panggul.

d. Ruptura uteri mengancam

e. Partus lama

f. Partus tak maju

g. Distosia serviks

h. Malprestasi janin yang terdiri dari :

1) Letak lintang

Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat ; a) Bila ada

kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik

dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa. b)

Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan

sectio caesaria, walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. c)

Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan

cara-cara lain.

2) Letak bokong

Sectio caesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada; panggul

sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

3) Presentase dahi dan muka, bila reposisi dan cara-cara lain tidak

berhasil.

4) Presentase rangkap, bila reposisi tidak berhasil.

5) Gemelli.

Dianjurkan bila : janin pertama letak lintang atau presentase bahu,

bila terjadi interlok, distosia oleh karena tumor dan gawat janin.

xxvi
Whalley menjelaskan, operasi dengan tindakan sectio caesaria

kadang diketahui menjelang dimulainya persalinan. Dia menjelaskan,

alasan dilakukan sectio caesaria adalah karena hal – hal sebagai berikut :

a. Ada masalah dengan plasenta.

1) Bila plasenta menutupi leher rahim (placenta previa), plasenta akan

keluar sebelum bayi. Jadi kelahiran yang aman lewat vagina tidak

memungkinkan.

2) Bila plasenta terpisah dari rahim (placenta abruption), bayi akan

kekurangan oksigen. Operasi dengan tindakan sectio caesaria

mungkin perlu dilakukan.

b. Ibu mengalami masalah medis yang membuat kelahiran normal tidak

aman.

1) Bila ibu mengidap penyakit jantung, stres persalinan bisa

memberatkan kondisi si ibu.

2) Bila ibu terinfeksi penyakit herpes kelamin aktif, bayi dapat terjangkit

infeksi bila dilahirkan secara normal lewat vagina.

c. Sibayi menderita cacat lahir yang akan memburuk lewat kelahiran

normal.

d. Persalinan aktif berjalan sangat lambat dan tidak mengalami kemajuan.

Ini berarti leher rahim belum membuka dengan baik atau bayi belum

turun melalui panggul atau jalan lahir. Karena persalinan awal

(pembukaan 0 – 4 cm) biasanya lambat, hal ini baru diangap

bermasalah bila persalinan terus melambat setelah pembukaan 5 cm.

xxvii
e. Bayi berada pada posisi buruk bagi persalinan normal via vagina.

1) Bila bokong atau kaki bayi yang keluar lebih dulu (sungsang),

kemungkinan persalinan normal akan bermasalah. Hanya 3 – 4 bayi

yang berhasil keluar dari setiap 100 kasus bayi sungsang.

2) Bila posisi bayi menyamping atau wajah bayi muncul lebih dulu

(bukannya puncak kepala atau ubun-ubun yang duluan), persalinan

via vagina tidak aman. Namun posisi – posisi ini jarang terjadi.

3) Kadang kala , bisa saja kepala bayi sudah berada diposisi yang baik

(puncak kepala berada dibawah), tetapi rupanya kepala bayi

menghadap kearah yang salah atau miring kesalah satu sisi. Posisi

ini akan membuat bayi lebih sulit menuruni jalan lahir.

f. Bayi tidak turun ke panggul. Hal ini tidak selalu berarti kepala bayi terlalu

besar atau badan bayi terlalu berat. Hal ini kerap kali berarti kepala bayi

miring sedemikian rupa sehingga tidak pas masuk melalui panggul ibu.

g. Bayi mengalami kesulitan mengatasi stress persalinan (fetal distress).

Perubahan perubahan tertentu pada detak jantung bayi selama

persalinan dapat memperlihatkan bahwa bayi kemungkinan tidak

mendapat cukup oksigen.

h. Tali pusat turun melalui leher rahim sebelum si bayi (prolapsed cord).

Ketika tali pusat turun lebih dulu, kontraksi persalinan akan menekan

bayi ke tali pusat. Akibatnya bayi kekurangan oksigen selama kontraksi.

Hal ini jarang terjadi ketika kepala bayi berada dibawah, menekan leher

rahim.

xxviii
i. Ibu pernah operasi sectio caesaria sebelumnya.

Kadang – kadang seorang dokter menyarankan persalinan caesar

berulang. Namun banyak ibu – ibu yang tidak ingin dibedah caesar lagi

bila tidak diperlukan. Merawat bayi dan anak yang lebih besar akan lebih

sulit dilakukan setelah pembedahan. Kelahiran yang aman lewat vagina

dapat dicapai setelah sang ibu menjalani bedah caesar pada persalinan

sebelumnya. Hal ini disebut persalinan normal setelah bedah caesar

(vaginal birth after cesarean / VBAC)

5. Risiko Yang Mungkin Muncul dari Sectio Caesaria

Walaupun saat ini sectio caesaria sudah jauh lebih aman dari pada

dahulu, namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa risiko

komplikasi sectio caesaria yang dapat terjadi pada ibu dan janin. Faktor-

faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan antara

lain kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan

pembedahan, dan lamanya persalinan berlangsung. Beberapa komplikasi

yang dapat timbul antara lain sebagai berikut :

a. Infeksi puerperal

Infeksi puerperal yang terjadi bisa bersifat ringan, seperti kenaikan

suhu selama beberapa hari dalam masa nifas. Komplikasi yang terjadi

juga bisa bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya.

Infeksi pasca operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah

terdapat gejala–gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor–faktor yang

merupakan predisposisi terhadap kelainan tersebut. Bahaya infeksi

xxix
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, namun tidak dapat

dihilangkan sama sekali.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabangcabang ateria uterina ikut terbuka, atau karena terjadinya

atonia uteri.

c. Komplikasi–komplikasi lain

Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain adalah luka kandung

kencing dan terjadinya embolisme paru.

d. Suatu komplikasi yang baru tampak pada kemudian hari

Komplikasi jenis ini yaitu kemungkinan terjadinya ruputur uteri pada

masa kehamilan yang selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh kurang

kuatnya parut pada dinding uterus. Komplikasi ini lebih sering

ditemukan setelah dilakukan metode sectio caesaria klasik.

e. Komplikasi pada anak

Nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung

dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.

Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan

intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar

antara 4% dan 7%.

B. Nyeri Post Bedah

1. Pengertian

Menurut Melzak dan Wall (1965) yang dikutip dari Brunnert dan

Suddart (2002), nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang

xxx
tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial. Sedangkan menurut ISPA (International Association of the

Study of Pain), nyeri adalah rasa indrawi dan pengalaman emosional

yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata

atau berpotensi rusak atau tergambarkan seperti itu. Nyeri adalah suatu

mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang di

rusak dan ia menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsangan nyeri tersebut (Guyton, 2004).

Nyeri post bedah adalah nyeri akut yang berhubungan dengan

kerusakan jaringan (Nuraini, 2005). Pengertian yang lain menyebutkan

bahwa nyeri post bedah merupakan nyeri akut yang berlangsung kurang

dari 6 bulan dengan serangan yang muncul mendadak dengan sebab dan

daerah nyerinya yang dapat diketahui ( Brunner & Suddart, 2002 ). Nyeri

post bedah merupakan nyeri menetap selagi luka dalam masa

penyembuhan yang ditandai dengan nyeri yang berlebihan bila daerah

luka tersebut terkena rangsangan yang biasanya hanya sebabkan nyeri

ringan (Ganong, 2003).

2. Bentuk Nyeri Post Bedah

Bentuk nyeri pada post bedah merupakan nyeri akut yang

disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat

pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri sebagai berikut:

a. Awitannya mendadak

b. Intensitas ringan sampai berat

c. Durasinya singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan)

d. Meningkatkan respon otonum seperti: konsisten dengan stress

xxxi
simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat,

tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot

meningkat, motilitas gastrointestinal dan prodoksi saliva menurun.

e. Komponen psikologis yang berperan adalah ansietas.

f. Berhubungan dengan kerusakan jaringan.

( Brunner & Suddart, 2002, Kozier, Glenora, Berman, Snyder, 2004)

3. Mekanisme Nyeri Post Bedah

Menurut Melzak dan Wall (1965), mekanisme nyeri berawal dari

reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

dalam kulit yang hanya berespon pada stimulus yang kuat yang secara

potensial merusak jaringan (Brunner & Suddart, 2002). Antara kerusakan

jaringan (sumber rangsang nyeri) sampai dirasakan sebagai persepsi

terdapat suatu proses elektrofisiologis yang disebut nociceptive. Terdapat

4 proses yang terjadi pada nociceptive:

a. Proses Transduksi, merupakan proses pengubahan rangsangan

nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima di ujung

syaraf. Rangsang ini dapat berupa rangsang fisik, tekanan, suhu dan

kimia.

b. Proses Transmisi, merupakan penyaluran hasil isyarat listrik yang

terjadi pada proses transduksi melalui syaraf A delta bermielin dari

perifer ke medula spinalis, kemudian isyarat nyeri tersebut melalui

medulasi sebelum diteruskan ke thalamus melalui traktus

spinotalamikus yang selanjutnya disalurkan ke daerah

somatosensorik di kortek serebri dimana isyarat tersebut

diterjemahkan.

xxxii
c. Proses Modulasi, adalah proses interaksi antara sistem analgetik

endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan isyarat nyeri yang

masuk di medulla spinalis. Proses modulasi inilah yang

menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif bagi setiap

individu dan sangat ditentukan oleh makna atau arti dari asupan

nyeri.

d. Proses Persepsi, merupakan hasil akhir proses interaksi yang

kompleks dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang

diterjemahkan oleh daerah somatosensorik kortek serebri yang

menghasilkan suatu perasaan subyektif sebagai persepsi nyeri

(Sylvia & Lorraine, 2006).

Pada nyeri post bedah rangsangan nyeri disebabkan oleh

rangsangan mekanik yaitu luka (insisi) dimana insisi ini akan merangsang

mediator- mediator kimia dari nyeri seperti histamin, bradikinin, asetilkolin

dan merupakan proses pengubahan rangsangan nyeri seperti histamin,

bradikinin, asetilkolin dan subtansi prostaglandin dimana zat-zat ini

diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu merangsang

kepekaan nyeri, tubuh juga memiliki zat yang mampu menghambat

(inhibitor) nyeri yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan

nyeri (Brunner & Suddart, 2002)

4. Teori Nyeri

Telah diajukan sejumlah teori untuk menjelaskan mekanisme

neurologik yang mendasari sensasi nyeri termasuk dua teori yang terbaru

yaitu:

xxxiii
a. Theory Kontrol Gerbang

Melzack dan Wall (1965) menciptakan teori pengendalian

gerbang. Teori ini berusaha menjelaskan variasi persepsi nyeri

terhadap stimulus yang identik dengam menggunakan suatu model

skematik untuk menggambarkan gagasan mereka. Teori pengendalian

gerbang menjelaskan mengapa aktivitas penggosokan, pemijatan,

TENS, dan teknik relaksasi napas dalam dapat menghilangkan nyeri

karena aktivitas-aktivitas di serat besar dirangsang oleh tindakan ini,

sehingga gebang untuk aktifitas serat berdiameter kecil (nyeri) tertutup.

Prinsip dasar pada teori kontrol gerbang adalah sbb: (Price & Wilson,

2006)

1) Baik serat sensorik bermielin besar (L) yang membawa informasi

mengenai rasa raba dan propriosepsi dari perifer (A-a dan A-

b) maupun serat kecil (S) yang membawa informasi mengenai

nyeri (serat A-a dan C) menyatu di korno dorsalis medulla spinalis.

2) Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi

(T) medula spinalis di korno dorsalis dimodifikasi oleh suatu

mekanisme gerbang di sel-sel subtansi gelatinosa. Apabila

gerbang tertutup, impuls nyeri tidak dapat dirasakan. Apabila

gerbang terbuka atau sedikit terbuka, impuls nyeri akan

merangsang sel T di kornu dorsalis dan kemudian naik melalui

medula spinalis ke otak, tempat impuls tersebut dirasakan sebagai

nyeri.

3) Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relatif aktifitas

di serat aferen primer berdiameter besar (L) dan berdiameter kecil

xxxiv
(S). Aktivitas di serat besar cenderung menghambat transmisi

nyeri (menutup gerbang), sedangkan aktivitas di serat kecil

cenderung mempermudah transmisi nyeri (membuka gerbang).

Serat berdiameter besar merangsang neuron-neuron substansi

gelatinosa inhibitorik sehingga input ke sel T berkurang sehingga

nyeri dihambat. Sebaliknya, serat berdiameter kecil menghambat

substansi gelatinosa inhibitorik sehingga terjadi peningkatan

transmisi nyeri dari aferen primer ke sel T dan karenanya

meningkatkan intensitas nyeri. Inhibisi dan fasilitasi diperkirakan

dilakukan oleh mekanisme prasinaps dan pascasinaps.

4) Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh impuls saraf yang

turun dari otak. Aspek mekanisme ini didasarkan oleh banyaknya

faktor psikologis yang diketahui mempengaruhi nyeri dan pada

fakta bahwa kornu dorsalis medula spinalis dipengaruhi oleh

beberapa jalur yang turun dari otak. Berbagai sistem modulasi-

nyeri desendens yang melibatkan nukleus-nukleus batang otak

dan neuron serotonergik dan noradrenalin yang berproyeksi ke

substansi gelatinosa di kornudorsalis.

5) Apabila keluaran dari sel T medula spinalis melebihi suatu ambang

kritis, terjadi pengaktivan “sistem aksi” untuk perasaan dan respon

nyeri. Apabila pengaktivan ini terjadi, input sensorik akan disaring

dan aktivitas sensorik dan afektif yang berkelanjutan terjadi

ditingkat SSP; sebagai contoh, terjadi interaksi antara sistem

pengendalian gerbang dan sistem aksi atau otak menganalisi dan

bekerja berdasarkan input sensorik yang diterimanya.

xxxv
b. Theory Endorfin-Enkefalin

Pada tahun 1975, Hughes dan rekan-rekannya menemukan

enkefalin yang merupakan zat opioid endogen yang bersifat mirip

morfin dan berkaitan dengan reseptor opioid. Sampai saat ini terdapat

3 golongan utama peptida opioid endogen yaitu: golongan enkifalin,

beta- endorfin, dan dimorfin. Enkifalin ditemukan di

hipotalamus, sistem limbik, PAG, RVM (yang banyak mengandung

neuron serotonergik), dan korno dorsalis medula spinalis. Diluar SSP

enkefalin juga ditemukan di saluran gastro intestinal dan kelenjar

adrenal. Dipercaya bahwa enkifalin mungkin menghambat pelepasan

zat p di kornu dorsalis medula spinalis.

Beta-endorfin adalah suatu pragmen peptida yang berasal dari

proopiomelanokortin (POMC) di kelenjar hipofisis yang memiliki efek

analgetik. Beta-endorfin terdapat dalam jumlah signifikan di

hipotalamus dan PAG serta sedikit di medula spinalis. Dimorfin

merupakan endorfin yang paling akhir ditemukan yang memiliki efek

analgetik yang paling kuat. Dimorfin berasal dari pro-dimorfin yang

dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Semua opioid endogen ini

bekerja dengan mengikat reseptor opioid, dengan efek analgetik

serupa dengan yang ditemukan oleh opioid eksogen. Dengan demikian

reseptor opioid dan opioid endogen membentuk suatu “sistem penekan

nyeri” intrinsik. Bukti eksperimental mengisyaratkan bahwa tindakan-

tindakan untuk mengurangi nyeri seperti plasebo, akupungtur, TENS

dan teknik relaksasi napas dalam mungkin bekerja karena tindakan-

tindakan tersebut merangsang pelepasan opioid endogen (Price &

xxxvi
Wilson, 2005).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri adalah sebagai

berikut:

a. Ambang nyeri

Intensitas rangsangan terkecil yang akan menimbulkan

sensasi nyeri bila rangsangan tersebut digunakan untuk waktu yang

lama disebut dengan ambang nyeri (Guyton, 2004), karena hal inilah

maka tidak semua orang yang terpajang terhadap stimulus yang

sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Bisa saja suatu sensasi

yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi

orang lain, hal ini disebabkan karena masing-masing orang memiliki

ambang nyeri yang berbeda ( Brunner & Suddart, 2005 ).

b. Toleransi nyeri

Toleransi nyeri mengacu pada lama atau intensitas nyeri yang

masih dapat ditahan oleh pasien sampai secara ekplisit pasien

tersebut mengaku dan mencari pengobatan. Berbeda dengan

ambang nyeri, toleransi nyeri lebih besar kemungkinannya bervariasi

antar individu. Faktor-faktor yang menurunkan toleransi nyeri adalah

pajanan nyeri yang berulang, kelelahan, kurang tidur, rasa cemas

dan ketakutan. Sedangkan yang meningkatkan toleransi nyeri adalah

keadaan hangat atau dingin, adanya pengalihan, konsentrasi alkohol,

hypnosis dan keberagamaan (Price &Wilson, 2005).

xxxvii
c. Arti nyeri

Nyeri mempunyai arti yang berbeda bagi orang, berbeda

untuk orang yang sama pada waktu yang berbeda. Pada umumnya

orang memandang nyeri sebagai pengalaman negatif.

d. Persepsi terhadap nyeri

Sistem yang terlibat dalam persepsi nyeri disebut system

nosiseptif yang terletak pada kortek cerebri. Sensitifitas dari sistem

nosiseptor di pengaruhi oleh berbagai faktor dan berbeda diantara

individu oleh karena itulah tidak semua orang yang terpajan terhadap

stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.

e. Pengalaman masa lalu

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari

banyak kejadian nyeri selama rentang hidupnya. Orang yang

mempunyai pengalaman yang multipel dan berkepanjangan dengan

nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri

dibandingkan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri, namun bagi

sebagian orang hal ini tidak selalu benar.

f. Sosial budaya

Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana

seseorang berespon terhadap nyeri, namun budaya dan etnik tidak

mempengaruhi persepsi nyeri.

Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar

mereka tentang respon nyeri yang bagaimana yang dapat diterima

atau tidak diterima, misalnya budaya pasien mungkin saja menerima

orang untuk menangis ketika merasa nyeri dan menggunakan kata-

xxxviii
kata sifat seperti “ tidak tertahankan” dalam menggambarkan istilah

nyeri. Namun pada budaya lain bisa bertingkah secara berbeda

seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri

dengan suara keras.

g. Usia

Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat

dari perubahan patologis yang berkaitan dengan beberapa penyakit,

tetapi pada lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah.

Lansia juga cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri

yang berat dalam waktu yang lama.

h. Efek plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa

pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan

karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-banar bekerja. Efek

flasebo ditimbulkan oleh endorfin yang mampu menurunkan

intensitas nyeri.

6. Tingkat Nyeri

Rentang intensitas nyeri dapat di tentukan dengan 4 cara yaitu

dengan menggunakan skala intensitas nyeri baik yang berupa skala

intensitas nyeri diskriptif sederhana, skala intensitas nyeri numerik 0

sampai dengan 10, dengan skala analog visual dan dengan

menggunakan kuesioner McGill. Penggunaan skala intensitas nyeri ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa individu merupakan penilai terbaik

xxxix
dari nyeri yang dialaminya dan karenanya individu diminta untuk

memverbalkan atau menunjukkan tingkat nyerinya. Berdasarkan

kuesioner McGill nyeri dibagi menjadi lima (5) tingkatan, yaitu:

a. Nilai 0 : Tidak nyeri

b. Nilai 1 : Nyeri ringan

c. Nilai 2 : Tidak nyaman

d. Nilai 3 : Menderita

e. Nilai 4 : Sangat menderita

f. Nilai 5 : Menyiksa

(Kozier, Glenora, Berman, Snyder, 2004)

7. Strategi Penatalaksanaan Nyeri

Menghilangkan nyeri merupakan tujuan dari penatalaksanaan

nyeri yang dapat dicapai dengan dua (2) pendekatan yaitu: pendekatan

farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan

pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu.

a. Pendekatan farmakologis

Pendekatan farmakologi merupakan suatu pendekatan yang

digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-

obatan. Obat merupakan bentuk pengendalian nyeri yang paling

sering diberikan yang diberikan oleh perawat dengan berkolaborasi

dengan dokter. Terdapat 4 kelompok obat nyeri yaitu:

1) Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAISN)

Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan

sedang terutama asetaminofen (Tylenol) dan OAISN dengan

xl
efek anti peritik, analgetik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat

(Aspirin) dan ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OIANS yang

sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan.

OAINS menghasilkan analgetik dengan bekerja ditempat cedera

melalui inhibis sintesis prostaglandin dari prekorsor

asamarakidonat. Prostaglandin mensintesis nosiseptor dan

bekerja secara sinergis dengan prodok inflamatorik lain ditempat

cedera, misalnya bradikinibin dan histamin untuk menimbulkan

hiperanalgetik. Dengan demikian OAINS mengganggu

mekanisme transduksi di nosiseptor aferen primer dengan

menghambat sintisis prostaglandin.

2) Analgetik Opioid

Merupakan analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan

dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai

dengan berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam

pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin

merupakan salah satu jenis obat ini yang digunakan untuk

mengobati nyeri berat.

Berbeda dengan OAINS yang bekerja di perifer, morfin

menimbulkan efek analgetiknya di sentral. Morfin menimbulkan

efek dengan mengikat reseptor opioid di nukleus modulasi nyeri

di batang otak yang menghambat nyeri pada sistem assenden.

3) Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid

Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat

pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat

xli
jenis ini yang efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil

kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak

diinginkan dibandingkan dengan opioid murni

4) Adjuvan atau Koanalgetik

Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek

komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula

dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah

Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin)(Price & Wilson,

2006).

b. Penatalaksanaan non farmakologis

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk

memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk

menghilangkan nyeri. Namun begitu banyak aktifitas keperawatan

non farmakologi yang dapat membantu dalam menghilangkan

nyeri. Bentuk-bentuk penatalaksanaan non farmakologi menurut

brunnert dan suddart (2002) meliputi:

1) Stimulasi dan Massage Kutaneus

Massage adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada pinggang dan bahu. Massage menstimulasi

reseptor tidak nyeri. Massage juga membuat pasien lebih

nyaman karena membuat pasien lebih nyaman karena membuat

relaksasi otot.

2) Terapi Es dan Panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat

sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di

xlii
area sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat

meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat

penyembuhan dan penurunan nyeri.

3) Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS)

TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan

elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi

kesemutan atau menggetar pada area nyeri. Mekanisme ini

sesuai dengan teori gate kontrol dimana mekanisme ini akan

menutup transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden

sistem syaraf pusat untuk menurunkan intensitas nyeri.

4) Distraksi

Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain pada nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi

nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang

mengakibatkan lebih sedikit stimulus nyeri yang di transmisikan

ke otak. Keefektifan transmisi tergantung pada kemampuan

pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain

nyeri.

5) Teknik Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan dan stress yang mampu memberikan individu

kontrol ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri/stress fisik

dan emosi pada nyeri.

6) Imajinasi Terbimbing

Dilakukan dengan menggunakan imajinasi seseorang dalam

xliii
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek

positif tertentu. Individu di instruksikan untuk membayangkan

bahwa dengan setiap napas yang dihembuskan secara lambat

akan menurunkan ketegangan otot dan ketidak nyamanan

dikeluarkan.

7) Hipnosis

Efektif untuk menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini

mungkin membantu pereda nyeri terutama dalam periode sulit.

8. Efek Nyeri Post Bedah

Menurut Yeagar (1987) dan Benedetti (1984) yang dikutip dari

Brunnert dan Suddart (2002) selain ketidaknyamanan nyeri yang tidak

dikelola dengan baik akan menimbulkan efek yang membahayakan

yaitu mempengaruhi sistem pulmonal, kardiovaskuler, gastrointestinal,

endogrin dan imonologik, efek tersebut dapat berupa peningkatan laju

metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan

prodiksi kortisol, dan retensi cairan.

C. Teknik Relaksasi Napas Dalam

1. Pengertian

Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan pra bedah, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada

pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik

xliv
relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah (Brunner dan Suddart, 2002).

2. Indikasi

Teknik relaksasi napas dalam di indikasikan pada pasien yang

akan menjalani pembedahan, pasien yang mengalami gangguan ventilasi

paru seperti pada penderita PPOM dan pasien yang mengalami

kecemasan.

3. Tujuan

Menurut Alimul (2006), Burnner dan Suddart (2002). Tujuan teknik

relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,

memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan

efisiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional

yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan tingkat kecemasan.

4. Prosedur Teknik Relaksasi Napas Dalam

Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah

pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma

selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas

sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-

langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut:

a) Atur posisi: Lakukan dalam posisi yang sama seperti posisi anda

ditempat tidur nanti setelah pembedahan yaitu posisi semi fowler

(posisi setengah duduk dengan sudut antara 15 derajat sampai 30

derajat) atau berbaring ditempat tidur dengan punggung dan bahu

tersangga baik dengan bantal.

xlv
b) Dengan tangan dalam posisi ganggam kendur, biarkan tangan

berada di atas iga paling bawah. Jari-jari tangan menghadap dada

bagian bawah untuk merasakan gerakan.

c) Keluarkan napas dengan perlahan dan penuh bersamaan dengan

gerakan iga menurun dan kedalam mengarah pada garis tengah.

d) Kemudian ambil napas dalam melalui hidung dan mulut anda, biarkan

abdomen mengembang bersamaan dengan paru-paru terisi udara.

e) Tahan napas dalam hitungan ketiga.

f) Hembuskan dan keluarkan semua udara melalui hidung dan mulut

anda

g) Ulangi 15 kali dengan istirahat singkat setelah setiap lima kali

h) Lakukan hal ini 2 kali pra operasi

(Potter & Perry, 2006)

5. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri

Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui tiga (3) mekanisme yaitu:

a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme

yang disebabakan oleh insisi (trauma) jaringan pada saat

pembedahan.

b. Relaksasi otot-otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke daerah

yang mengalami trauma sehingga mempercepat penyembuhan dan

menurunkan (menghilangkan) sensasi nyeri karena nyeri post bedah

merupakan nyeri yang disebabkan oleh trauma jaringan oleh karena

xlvi
itu jika trauma (insisi) sembuh maka nyeri juga akan berkurang

(hilang).

c. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorfin dan enkefalin.

(Brunner & Suddart, 2002, Price & Wilson, 2006)

D. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian beberapa teori ditasa maka kerangka teori dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Penatalaksanaan Non
Farmakologis :
a. Stimulasi dan Massage
Kutaneus
b. Terapi Es dan Panas
c. Stimulasi Syaraf Elektris
Transkutan
d. Distraksi
e. Imajinasi Terbimbing
Nyeri Pada f. Hipnosis
Pasien Pasca g. Relaksasi Nafas Dalam
Pembedahan
Sectio caesaria Penatalaksanaan Farmakologis :
a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti
Inflamasi Non Steroid/ OAISN)
b. Analgetik Opioid
c. Antagonis dan Agonis-Antagonis
Opioid
d. Adjuvan atau Koanalgetik

xlvii
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Sectio caesaria merupakan tindakan pembedahan sehinga

beresiko tinggi dengan adanya kemungkinan terjadinya komplikasi,

kehilangan darah jumlah yang banyak, syok, infeksi, akan tetapi yang

paling nyata dirasakan oleh pasien sectio caesaria adalah nyeri pada

daerah insisi, nyeri bisa terjadi 12-36 jam setelah Tindakan

pembedahan dan akan menurun setelah 2 hari pasca operasi (Kozier,

2004).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun

potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan

dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner dan

Suddart, 2004).

Perawat dapat mengetahui adanya nyeri dari keluhan pasien,

tanda umum atau respon fisiologi tubuh terhadap nyeri. Perawat harus

dapat menyiapkan semua pengalaman pasien tentang nyeri, disamping

juga melakukan pengkajian dengan melihat respon fisiologis, lokasi,

intensitas dan kualitas nyerinya, sehingga mempunyai gambaran yang

akurat tentang nyeri yang terjadi saat itu.

Manajemen nyeri mempunyai berbagai bentuk tindakan

diantaranya dengan tindakan non farmakologi dan farmakologi. Tindakan

xlviii
non farmakologi, yaitu dengan metode distraksi, relaksasi, imajinasi

terbimbing, stimulasi dan massage kutaneus. Sedangkan dengan

tindakan famakologi dengan pemberian analgetik.

Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui tiga mekanisme yaitu: 1) Dengan merelaksasikan

otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabakan oleh insisi

(trauma) jaringan pada saat pembedahan, 2) Relaksasi otot-otot skelet

akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami trauma

sehingga mempercepat penyembuhan dan menurunkan (menghilangkan)

sensasi nyeri karena nyeri post bedah merupakan nyeri yang disebabkan

oleh trauma jaringan oleh karena itu jika trauma (insisi) sembuh maka

nyeri juga akan berkurang (hilang) dan 3) Teknik relaksasi napas dalam

dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen

yaitu endorfin dan enkefalin (Brunner & Suddart, 2002, Price & Wilson,

2006).

xlix
Bagan 3.1 Kerangaka Pemikiran

Variebel Independent Variabel Dependent

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Penatalaksanaan Non
Farmakologis :
a. Stimulasi dan Massage
Kutaneus Tidak Nyeri
b. Terapi Es dan Panas
c. Stimulasi Syaraf Elektris Nyeri Ringan
Transkutan
d. Distraksi Tidak Nyaman
e. Imajinasi Terbimbing
Nyeri Pada f. Hipnosis Menderita
Pasien Pasca g. Relaksasi Nafas Dalam
Pembedahan Sangat Menderita
Sectio caesaria
Penatalaksanaan Menyiksa
Farmakologis :
a. Analgetik Nonopioid (Obat
Anti Inflamasi Non Steroid/
OAISN)
b. Analgetik Opioid
c. Antagonis dan Agonis-
Antagonis Opioid
d. Adjuvan atau koanalgetik

Sumber : Brunner dan Suddart, 2002


Keterangan : : Diteliti

: Tidak Diteliti

2. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen

semu dengan bentuk rancangan one group pre test–post test. Penelitian

ini mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan intervensi. Sebelum

l
dilakukan diberikan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengetahui

hubungan sebab akibat dilakukan pengukuran tingkat nyeri dan setelah

diberikan intervensi kelompok tersebut diberikan dilakukan pengukuran

tingkat nyeri (Notoatmodjo, 2005). Bentuk rancangan penelitian tersebut

adalah sebagai berikut:

Populasi Informed Pengukuran Diberikan Teknik Pengukuran


terpilih Consent Tingkat Nyeri Relaksasi Nafas Tingkat Nyeri
Dalam

3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empiris (Notoatmodjo, 2002 : 72).

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

H01 : Tidak ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah

sectio caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum

Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012.

Ha1 :  Ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah

sectio caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum

Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012.

4. Variabel Penelitian

a. Variabel Independent

li
Variabel Independent adalah variabel yang bila ia berubah

akan mengakibatkan perubahan variabel lain (Arikunto, 2002). Variabel

bebas (X) dalam pemberian teknik relaksasi nafas dalam.

b. Variabel Dependent

Variabel dependent adalah variabel yang dapat berubah akibat

perubahan variabel bebas (Arikunto, 2002). Variabel tergantung (Y)

dalam penelitian ini adalah penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca

bedah sectio caesaria.

5. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Skala Hasil ukur


1 Pelaksanaan Serangakaian - - Nominal a. Dilakukan
Teknik tindakan perawat
b. Tidak
relaksasi untuk memberikan
nafas dalam bantuan bimbingan dilakukan.
aktif pada pasien
pasca bedah untuk
melakukan teknik
relaksasi nafas
dalam untuk
mengurangi
tingakat nyeri pada
pasien
2 Tingkat nyeri Suatu pengalaman Observasi Kuesioner Ordinal a. Nilai 0 :
pada pasien sensori dan McGill Tidak nyeri
pasca bedah emosional yang b. Nilai 1 :
tidak Nyeri
menyenangkan ringan
akibat dari c. Nilai 2 :
kerusakan jaringan Tidak
akibat proses nyaman
pembedahan d. Nilai 3 :
Menderita
e. Nilai 4 :
Sangat
menderita
f. Nilai 5 :
Menyiksa
(Kozier,
Glenora,
Berman,
Snyder, 2004)

lii
B. Populasi dan Sample

1. Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat

perhatian/penelitian, yang daripadanya terkandung informasi yang ingin

diketahui (Gulo, 2002). Populasi pada penelitian ini seluruh pasien sectio

caesaria di Ruang Flamboyan RSUD Kelas B Kabupaten Subang.

Sebagai patokan estimasi jumlah populasi adalah seluruh pasien post

operasi sectio caesaria di ruang flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah

Kelas B Kabupaten Subang Periode September-November 2011

sebanyak 214 orang, dengan rata-rata perbulan adalah 71 orang.

2. Sample

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 2002 : 109). Dalam pengambilan sampel peneliti

menggunakan rumus Soekidjo dengan derajat kepercayaan 90 % dan

derajat kesalahan 10 %. Besaran sampel tersebut adalah sebagai

berikut :

N
n=
1+ N ( d 2 )

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Besar sampel

liii
d : Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,1)2

Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

71
n=
1+71(0,12 )

1+0,71¿
n=71¿ ¿
¿
71
n=
1,71
n=41 ,5

Berdasarkan perhitungan jumlah sampel dalam penelitian diatas maka

jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling,

yaitu pengambilan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti

semata yang menganggap bahwa unsur-unsur yg dikehendaki telah ada

dalam anggota sampel yang akan diambil.

a. Kriteria inklusi sampel:

1) Pasien secktio caesarea elektif

2) Pasien dengan 24 jam post secktio caesarea elektif

3) Pasien secktio caesarea dengan anestesi spinal

4) Pasien secktio caesarea tanpa komplikasi

5) Umur 20 – 35 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien secktio caesarea cito

liv
2) Pasien secktio caesarea dengan anestesi umum

3) Pasien secktio caesarea dengan komplikasi

4) Umur kurang 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada variabel pelaksanaan teknik relaksasi

dalam penanganan nyeri pada pasien pasca bedah menggunakan

pengumpulan data primer yang diperoleh langsung melakukan obsevasi

dengan menggunakan pedoman observasi.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara sistematis

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a) Menentukan responden yang akan dijadikan sampel penelitian

b) Sampel terpilih diberikan informed consent

c) Diukur tingkat nyeri pasien dengan menggunakan kuesioner Mc Gill

d) Membimbing responden untuk melakukan teknik relaksasi nafas

e) Diukur kembali tingkat nyeri pasien dengan menggunakan kuesioner

Mc Gill

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan

digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data (Arikunto,

2005). Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data pelaksanaan

teknik relaksasi dalam penanganan nyeri pada pasien pasca bedah

menggunakan pedoman observasi.

lv
D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau langkah-langkah penelitian berguna untuk

mempermudah peneliti menyelesaikan penelitian. Adapun prosedur atau

langkah-langkah ini adalah :

1. Tahap persiapan

a. Menentukan ruang lingkup masalah penelitian

b. Melakukan studi kepustakaan

c. Melakukan studi pendahuluan

d. Menyusun proposal penelitian

e. Seminar proposal penelitian

2. Tahap pelaksanaan

a. Mendapatkan izin penelitian

b. Mendapatkan informed concent (persetujuan daeri responden)

c. Melakukan pengumpulan data

d. Melakukan pengecekan kelengkapan substansi data

e. Melakukan pengolahan data dan analisa data

3. Tahap akhir

a. Penyusunan laporan penelitian

b. Penyajian hasil penelitian

E. Pengolahan Dan Analisis Data Hasil Penelitian

1. Pengolahan Data

a. Editing

lvi
Proses editing pada penelitian ini adalah memeriksa data

yang telah dikumpulkan yang meliputi penjumlahan, yaitu menghitung

banyaknya lembar daftar pertanyaan (questionere) yang telah diisi

untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang telah

ditentukan dan koreksi,  yaitu: proses membenarkan atau

menyelasaikan hal-hal yang salah atau kurang jelas.

b. Coding

Untuk mempermudah pengolahan semua variabel diberi kode.

Pemberian kode dilakukan sesudah  pengumpulan data

dilaksanakan. Dalam pengolahan data selanjutnya kode-kode

tersebut dikembalikan lagi pada variabel aslinya.

c. Tabulating

Tabulasi merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa

agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis.

2. Analisis Hasil Data Penelitian

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk melihat distribusI frekuensi

dan proporsi dari variabel-variabel penelitian guna mendapatkan

gambaran data variabel bebas (independen) dan variabel terikat

(dependen).

Untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dalam

penelitian ini digunakan analisis proporsi/prosentasi, dengan rumus

sebagai berikut :

lvii
n
P= x 100 %
N
Keterangan :

P = Presentase jumlah responden

n = Jumlah responden dengan katagori tertentu

N = Jumlah total Responden (Arikunto, 2002)

Setelah dipresentasikan kemudian data diinterpretasikan

kedalam kata-kata dengan menggunakan kategori dari Arikunto

(2002):

0% : Tidak ada seorang pun dari responden

1% - 25% : Sebagian kecil responden

26% - 49% : Hampir sebagian responden

50% : Setengah dari responden

51% - 75% : Sebagian besar responden

76% - 99% : Hampir seluruh responden

100% : Seluruh responden

b. Analisa Bivariat

Pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah di Ruang

Perawatan Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten

Subang Tahun 2011, diuji dengan menggunakan uji t dengan rumus

sebagai berikut: 

( X 1⋅X 2 )
1 1
t=
S⋅
√ +
n1 n2

lviii
Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh gunakan cara

probabilistic, yakni dengan menggunakan nilai p (p value), dengan

taraf kesalahan 5% (α = 0.05). Jika p value < dari 0,05, maka dapat

dinyatakan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara

variabel dependen dan variabel independent.

F. Etika Penelitian

Sebelum responden di jadikan sampel penelitian, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan serta membuat surat persetujuan menjadi

responden yang ditandatangani responden. Peneliti juga menjamin

kerahasiaan responden dan memberikan hak kepada responden untuk

menolak dijadikan responden penelitian.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Flamboyan RSUD Kelas B

Kabupaten Subang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai dengan

bulan Pebruari 2012.

lix
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil panelitian dengan pembahasan.

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

sedangkan pembahasan disajikan dalam bentuk narasi dari masing-masing

variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah teknik relaksasi

nafas dan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria. Penelitian

ini dilakukan pada pasien pasca bedah sectio caesaria di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012

sebanyak 41 orang.

1. Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria Sebelum

Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun

2012

Sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada pasien pasca

bedah sectio caesaria tingkat nyeri pasien dikaji atau diukur terlebih

dahulu dengan menggunakan skala analog visual menggunakan

kuesioner McGill. Hasil pengukuran tersebut tersebut dapat dilihat pada

tabel 4.1 dibawah ini:

lx
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca
Bedah Sectio Caesaria Sebelum Dilakukan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun
2012

No Nilai Yang Diukur Hasil


1 Nilai Maksimum 5
2 Nilai Minimum 3
3 Mean 3,76
4 Standar Deviasi 0,582

Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa nilai rata-rata hasil

pengukuran tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam Di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012

adalah 3,76, standar deviasi 0,582, nilai minimum 3 dan nilai maksimum

5. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata

tingkat nyeri pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dilakukan

teknik relaksasi nafas berdasarkan Mc. Gill dalam kategori sangat

menderita, sedangkan tingkatan nyeri paling rendah dalam kategori

menderita dan tingkatan nyeri paling tinggi dalam kategori menyiksa.

2. Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria Sesudah

Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun

2012

Sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada pasien pasca

bedah sectio caesaria tingkat nyeri pasien dikaji atau diukur dengan

menggunakan skala analog visual menggunakan kuesioner McGill. Hasil

pengukuran tersebut tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

lxi
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca
Bedah Sectio Caesaria Setelah Dilakukan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun
2012

No Nilai Yang Diukur Hasil


1 Nilai Maksimum 3
2 Nilai Minimum 1
3 Mean 2,22
4 Standar Deviasi 0,65

Pada tabel 4.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata hasil

pengukuran tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam Di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012

adalah 2,22, standar deviasi 0,65, nilai minimum 1 dan nilai maksimum

3. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata

tingkat nyeri pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dilakukan

teknik relaksasi nafas berdasarkan Mc. Gill dalam kategori tidak

nyaman, sedangkan tingkatan nyeri paling rendah dalam kategori nyeri

ringan dan tingkatan nyeri paling tinggi adalah menderita.

3. Pengaruh Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria

Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di

lxii
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten

Subang Tahun 2012

Setelah dilakukan pengukuran tingkat nyeri pasien pada pasien

pasca bedah sectio caesaria dengan menggunakan skala analog visual

menggunakan kuesioner McGill dapat dilihat perbandingan rata-rata nilai

dari kedua variabel seperti dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3 Pengaruh Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah


Sectio Caesaria Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang
Tahun 2012

Variabel Relaksasi Nafas Dalam


Sebelum Sesudah Penurunan
Tingkat Nyeri Pasian 3,75 2,21 1,54
Pasca Bedah Sectio
Caesaria

Pada tabel 4.3 dapat dilihat rata-rata tingkat nyeri pasien pada

pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dan sesudah dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam dengan nilai penurunan tingkat nyerinya

sebesar 1,54 atau dari tingkat nyeri sangat menderita ke tingkat nyeri

tidak nyaman.

Hasil uji analisis statistik pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi

nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca

bedah sectio caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum

Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 dengan

menggunakan uji wilcoxon signed rank test dapat dilihat pada tabel

4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4 Uji Beda Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio
Caesaria Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik

lxiii
Relaksasi Nafas Dalam Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun
2012

Variabel N Mean Sum p-


Rank Rank value
Tingkat Nyeri Negative Ranks 34 17,50 22 0,00
Sebelum Positive Ranks 0 0,00 1689
Dilakukan Ties 7
Relaksasi Nafas Total 41
Dalam - Tingkat
Nyeri Sesudah
Dilakukan
Relaksasi Nafas
Dalam

Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji wilcoxon signed rank

test, didapatkan nilai P-value (0.00) < (α = 0,05), maka Ho ditolak dan

Ha diterima, yang berarti ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi

nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca

bedah sectio caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum

Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012.

B. Pembahasan

1. Tingkat Nyeri Pasien Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria

Sebelum Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin

melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus

(histerektomi) (William, 2001). Teknik yang saat ini lebih sering

digunakan adalah teknik sectio caesaria transperitoneal profunda dengan

insisi di segmen bawah uterus.

Salah satu dampak dari proses persalinan sectio caesaria adalah

gangguan rasa nyaman nyeri terutama pada daerah bekas operasi. Hal

lxiv
ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai rata-

rata hasil pengukuran tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio

caesaria sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam Di Ruang

Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang

Tahun 2012 adalah 3,76, standar deviasi 0,582, nilai minimum 3 dan nilai

maksimum 5. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui

bahwa rata-rata tingkat nyeri pasien pasca bedah sectio caesaria

sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas berdasarkan Mc. Gill dalam

kategori sangat menderita, sedangkan tingkatan nyeri paling rendah

dalam kategori menderita dan tingkatan nyeri paling tinggi dalam kategori

menyiksa.

Menurut Melzak dan Wall (1965) yang dikutip dari Brunnert dan

Suddart (2002), nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial. Sedangkan menurut ISPA (International Association of the

Study of Pain), nyeri adalah rasa indrawi dan pengalaman emosional

yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata

atau berpotensi rusak atau tergambarkan seperti itu. Nyeri adalah suatu

mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang di

rusak dan ia menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsangan nyeri tersebut (Guyton, 2004).

Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa semua pasien pasca bedah sectio caesaria mengalami gangguan

rasa nyaman nyeri. Gangguan rasa nyaman nyeri yang tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan efek yang membahayakan yaitu

lxv
mempengaruhi sistem pulmonal, kardiovaskuler, gastrointestinal,

endogrin dan imonologik, efek tersebut dapat berupa peningkatan laju

metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan

prodiksi kortisol, dan retensi cairan.

2. Tingkat Nyeri Pasien Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria

Sesudah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria merupakan

nyeri yang fisiologis akibat kerusakan jaringan yang dibuat untuk

mengeluarkan janin dengan bentuk nyerinya adalah nyeri akut yang

disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat

pembedahan.

Menurut Melzak dan Wall (1965), mekanisme nyeri berawal dari

reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

dalam kulit yang hanya berespon pada stimulus yang kuat yang secara

potensial merusak jaringan (Brunner & Suddart, 2002). Antara kerusakan

jaringan (sumber rangsang nyeri) sampai dirasakan sebagai persepsi

terdapat suatu proses elektrofisiologis yang disebut nociceptive.

Menghilangkan nyeri merupakan tujuan dari penatalaksanaan

nyeri yang dapat dicapai dengan dua (2) pendekatan yaitu: pendekatan

farmakologi dan non farmakologi. Penangananan nyeri dengan

pendekatan non farmakologis meliputi : Stimulasi dan Massage

Kutaneus, Terapi Es dan Panas, Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan

(TENS), Distraksi, relaksasi nafas dalam, imajinasi terbimbing dan

lxvi
hopnosis. Salah satu teknik penangananan nyeri dengan pendekatan

non farmakologis yang sering dilakukan adalah relaksasi nafas dalam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil

pengukuran tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam Di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012

adalah 2,22, standar deviasi 0,65, nilai minimum 1 dan nilai maksimum 3.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata

tingkat nyeri pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam berdasarkan Mc. Gill dalam kategori tidak

nyaman, sedangkan tingkatan nyeri paling rendah dalam kategori nyeri

ringan dan tingkatan nyeri paling tinggi adalah menderita.

3. Pengaruh Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Sectio Caesaria

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk

memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan

nyeri. Namun begitu banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang

dapat membantu dalam menghilangkan nyeri salah satunya adalah nafas

dalam.

Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan pra bedah, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada

pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik

lxvii
relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat nyeri pasien pada

pasien pasca bedah sectio caesaria sebelum dan sesudah dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam dengan nilai penurunan tingkat nyerinya

sebesar 1,54 atau dari tingkat nyeri sangat menderita ke tingkat nyeri

tidak nyaman. Dan hasil uji statistik dengan uji wilcoxon signed rank test,

didapatkan nilai P-value (0.00) < (α = 0,05), maka Ho ditolak dan Ha

diterima, yang berarti ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio

caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B

Kabupaten Subang Tahun 2012.

Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan

ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,

meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun

emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan tingkat

kecemasan.

Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui tiga (3) mekanisme yaitu: 1) Dengan

merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang

disebabakan oleh insisi (trauma) jaringan pada saat pembedahan, 2)

Relaksasi otot-otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami trauma sehingga mempercepat penyembuhan dan

menurunkan (menghilangkan) sensasi nyeri karena nyeri post bedah

merupakan nyeri yang disebabkan oleh trauma jaringan oleh karena itu

lxviii
jika trauma (insisi) sembuh maka nyeri juga akan berkurang (hilang). Dan

3) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorfin dan enkefalin (Brunner

& Suddart, 2002, Price & Wilson, 2006).

BAB V

lxix
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

4. Rata-rata tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria

sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012

adalah sangat menderita.

5. Rata-rata tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria setelah

dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Ruang Flamboyan Rumah

Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012 adalah

tidak nyaman.

6. Ada pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah sectio caesaria di

Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten

Subang Tahun 2012.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh

pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri

pada pasien pasca bedah sectio caesaria di Ruang Flamboyan Rumah Sakit

Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang Tahun 2012, penulis

menyarankan sebagai berikut:

1. Pengembangan Keilmuan

lxx
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan atau

referensi untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan teknik relaksasi

dalam menurunkan tingkat nyeri pada pasien pasca bedah.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang

Kualitas asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

rasa nyaman nyeri tergantung dengan kemampuan perawat, maka

disarankan pihak rumah sakit untuk melakukan sosilalisasi dan

pelatihan kepada perawat tentang manajemen nyeri dengan

pendekatan non farmakologis sehingga dapat meningkatkan

kemampuannya secara komprehensif.

3. Bagi Perawat

Bagi perawat khususnya perawat yang bertugas di Ruang

Flamboyan dianjurkan untuk memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif salah satunya adalah dengan melakukan asuhan

keperawatan sesuai dengan standard Operational Procedure (SOP)

yang telah ditetapkan sehingga klien dengen gangguan rasa nyaman

nyeri mendapatkan asuhan keperawatan secara optimal.

4. Bagi STIKes Budi Luhur

Disarankan bagi pihak institusi pendidikan untuk melengkapi

kepustakaan khususnya tentang manajemen nyeri agar mahasiswa

dapat memperoleh pengatahuan yang memadai sehingga perawat

dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik tentang

penatalaksanaan nyeri pada pasien pasca bedah.

lxxi
5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Karena penelitian hanya meneliti pengaruh pelaksanaan teknik

relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien

pasca bedah sectio caesaria saja, maka peneliti selanjutnya disarankan

untuk meneliti faktor lain yang belum tergali dalam penelitian ini, seperti

pengaruh Stimulasi dan Massage Kutaneus, Terapi Es dan Panas,

Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS) terhadap penurunan nyeri

pada pasien pasca bedah.

lxxii
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :


Salemba Medika

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rineka Cipta

Benson, Ralph, C.MD., 2005 : Curnet Obstetry and Gynecologic Diagnosis and
Treatment 15th Edition, Language Medical Publications, California.

Bobak, Irene. 2004 : Maternity and Gynecologic, 5th Edition, St. Louis Mosby
Year.

Cuningham, Mc Donal, Gran. 1995 : Obstetri William. Edisi 18 Jakarta. Buku


Kedokteran, EGC

Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2010 Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2010

Guyton, 2004. Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC

Liewllyn, Derek-Jones. 2002. Dasar-Dasar Obsetri dan Ginekologi Edisi.6. EGC.


Jakarta.

Long, 2002. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Bandung : YIAPK Padjajaran.

Mansjoer Arif, 2002 : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Asulapius, Jakarta.

Muhtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obsetri Jilid II. EGC. Jakarta.

Prasetiao,B dan Janah, 2005. Metodologi Kualitatif. Bandung : ITB.

Price, Sylvia, 2002. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Priharjo, R. 2003. Perawatan nyeri. Jakarta. EGC.

Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kelas B Kabupaten Subang

Saepudin, Abdul Bari. 2002 : Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Seller, Pauline Mc.Call, 1993, Midwifery.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC

lxxiii
Sugiono, 2005. Metedologi Penelitian Bisnis, CV Alfa Beta. Jakarta

Sulaiman Sastra, 1983 : Obstetri Fisiologi, Jilid I , Jakarta.

Varney, H. 1997. Varney Midwifery Third Edition, London Jones and Barlet
Puorisher.

lxxiv
PROSEDUR PELAKSANAAN RELAKSASI NAFAS DALAM PADA
PASIEN PASCA PEMBEDAHAN SECTIO CAESARIA DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG

A. DATA UMUM PASIEN

1. Nama :………………………………………..

2. Umur :……………………………………….

3. Pendidikan : …………………………………….

4. Paritas : …………………………………….

5. Indikasi SC : …………………………………….

B. Prosedur Pelaksanaan Relaksasi Nafas Dalam

Ketarangan
N Tindakan Yang Harus Dilakukan
O Ya Tidak
(Dilakukan (Tidak
) Dilakukan)
1 Menjelasakan tentang teknik nafas dalam
tentang manfaat, tujuan dan cara melakukan
2 Mengatur posisi tidur
(Lakukan dalam posisi yang sama seperti
posisi anda ditempat tidur nanti setelah
pembedahan yaitu posisi semi fowler)
3 Membimbing pasien untuk mengatur posisi
tangan.
(Dengan tangan dalam posisi ganggam
kendur, biarkan tangan berada di atas iga
paling bawah. Jari-jari tangan menghadap
dada bagian bawah untuk merasakan
gerakan)
4 Membimbing pasien untuk mengeluarkan
nafas
(Keluarkan napas dengan perlahan dan

lxxv
penuh bersamaan dengan gerakan iga
menurun dan kedalam mengarah pada garis
tengah)

5 Membimbing pasien untuk mengambil nafas


(Kemudian ambil napas dalam melalui hidung
dan mulut anda, biarkan abdomen
mengembang bersamaan dengan paru-paru
terisi udara)
6 Membimbing pasien untuk tahan nafas
(Tahan napas dalam hitungan ketiga)
7 Membimbing pasien untuk menghembuskan
dan keluarkan semua udara melalui hidung
dan mulut anda
8 Membimbing psien untuk mengulangi 15 kali
dengan istirahat singkat setelah setiap lima
kali

C. Tingkat Nyeri Pasien


1. Apakah sekarang saudara merasakan nyeri setelah
operasi ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika “Ya” Bagaimana nyeri tersebut dirasakan ?
a. Hilang timbul
b. Terus menerus
3. Nyeri yang saudara rasakan hanya seperti gatal, tersetrum
atau nyut-nyutan ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
gangguan tidur?
a. Ya
b. Tidak

lxxvi
5. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
anda tidak bisa bergerak bebas ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
banyak keluar keringat dingin ?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
nafas saudara terasa sesak ?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
jantung anda berdebar-debar ?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
aktivitas saudara harus dibantu baik oleh perawat atau keluarga ?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah dampak dari rasa nyeri tersebut mengakibatkan
pola makan saudara tergangu ?
a. Ya
b. Tidak

Sebelum Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam


11. Apabila direntangkan dengan angka maka nyeri yang
saudara rasa berada pada nomor berapa ?
Nilai 0 : Tidak nyeri

Nilai 1 : Nyeri ringan

Nilai 2 : Tidak nyaman

lxxvii
Nilai 3 : Menderita

Nilai 4 : Sangat menderita

Nilai 5 : Menyiksa

PROSEDUR PELAKSANAAN RELAKSASI NAFAS DALAM PADA


PASIEN PASCA PEMBEDAHAN SECTIO CAESARIA DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG

A. DATA UMUM PASIEN

1. Nama :………………………………………..

2. Umur :……………………………………….

3. Pendidikan : …………………………………….

4. Paritas : …………………………………….

5. Indikasi SC : …………………………………….

D. Prosedur Pelaksanaan Relaksasi Nafas Dalam

Ketarangan
N Tindakan Yang Harus Dilakukan
O Ya Tidak
(Dilakukan (Tidak
) Dilakukan)
1 Menjelasakan tentang teknik nafas dalam

lxxviii
tentang manfaat, tujuan dan cara melakukan
2 Mengatur posisi tidur
(Lakukan dalam posisi yang sama seperti
posisi anda ditempat tidur nanti setelah
pembedahan yaitu posisi semi fowler)
3 Membimbing pasien untuk mengatur posisi
tangan.
(Dengan tangan dalam posisi ganggam
kendur, biarkan tangan berada di atas iga
paling bawah. Jari-jari tangan menghadap
dada bagian bawah untuk merasakan
gerakan)
4 Membimbing pasien untuk mengeluarkan
nafas
(Keluarkan napas dengan perlahan dan
penuh bersamaan dengan gerakan iga
menurun dan kedalam mengarah pada garis
tengah)

5 Membimbing pasien untuk mengambil nafas


(Kemudian ambil napas dalam melalui hidung
dan mulut anda, biarkan abdomen
mengembang bersamaan dengan paru-paru
terisi udara)
6 Membimbing pasien untuk tahan nafas
(Tahan napas dalam hitungan ketiga)
7 Membimbing pasien untuk menghembuskan
dan keluarkan semua udara melalui hidung
dan mulut anda
8 Membimbing psien untuk mengulangi 15 kali
dengan istirahat singkat setelah setiap lima
kali

E. Tingkat Nyeri Pasien


1. Apakah sekarang saudara merasakan nyeri setelah
operasi ?
a. Ya

lxxix
b. Tidak
2. Jika “Ya” Nyeri yang saudara rasakan sepertia apa ?
a. Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

b. Nyeri seperti meliiti atau terpukul

c. Nyeri seperti perih atau mules

d. Nyeri seperti kram atau kaku

e. Nyeri seperti tertekan atau bergerak

f. Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

g. Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien

dengan aktifitas yang bisa dilakukan

h. Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien

Apabila direntangkan dengan angka 1-10 maka nyeri yang saudara


rasa berada pada nomor berapa ?
Nilai 0 : Tidak nyeri

Nilai 1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

Nilai 2 : Nyeri seperti meliiti atau terpukul

Nilai 3 : Nyeri seperti perih atau mules

Nilai 4 : Nyeri seperti kram atau kaku

Nilai 5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak

Nilai 6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

lxxx
Nilai 7,8,9 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh

klien dengan aktifitas yang bisa dilakukan

Nilai 10 : Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien

PROSEDUR PELAKSANAAN RELAKSASI NAFAS DALAM PADA


PASIEN PASCA PEMBEDAHAN SECTIO CAESARIA DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG

A. DATA UMUM PASIEN

1. Nama :………………………………………..

2. Umur :……………………………………….

3. Pendidikan : …………………………………….

lxxxi
4. Paritas : …………………………………….

5. Indikasi SC : …………………………………….

B. Prosedur Pelaksanaan Relaksasi Nafas Dalam

Ketarangan
N Tindakan Yang Harus Dilakukan
O Ya Tidak
(Dilakukan (Tidak
) Dilakukan)
1 Menjelasakan tentang teknik nafas dalam
tentang manfaat, tujuan dan cara melakukan
2 Mengatur posisi tidur
(Lakukan dalam posisi yang sama seperti
posisi anda ditempat tidur nanti setelah
pembedahan yaitu posisi semi fowler)
3 Membimbing pasien untuk mengatur posisi
tangan.
(Dengan tangan dalam posisi ganggam
kendur, biarkan tangan berada di atas iga
paling bawah. Jari-jari tangan menghadap
dada bagian bawah untuk merasakan
gerakan)
4 Membimbing pasien untuk mengeluarkan
nafas
(Keluarkan napas dengan perlahan dan
penuh bersamaan dengan gerakan iga
menurun dan kedalam mengarah pada garis
tengah)

5 Membimbing pasien untuk mengambil nafas


(Kemudian ambil napas dalam melalui hidung
dan mulut anda, biarkan abdomen
mengembang bersamaan dengan paru-paru
terisi udara)
6 Membimbing pasien untuk tahan nafas
(Tahan napas dalam hitungan ketiga)
7 Membimbing pasien untuk menghembuskan
dan keluarkan semua udara melalui hidung

lxxxii
dan mulut anda
8 Membimbing pasien untuk mengulangi 15 kali
dengan istirahat singkat setelah setiap lima
kali

C. Tingkat Nyeri Pasien Sebelum dan Sesudah Dilakukan Relaksasi


Nafas Dalam
1. Apakah sekarang saudara merasakan nyeri setelah operasi ?
a. Ya
b. Tidak
Jika “Ya” jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan yang
saudara rasakan !!!
2. Apakah rasa nyeri yang saudara rasakan seperti dipukul-pukul
secara teratur ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah rasa nyeri yang saudara rasakan seperti ditembus dan
hilang atau ditusuk-tusuk ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah rasa nyeri yang saudara rasakan seperti dipotong-potong,
ditekan, dijepit, tegang dan seperti ditarik-tarik ?
a. Ya
b. Tidak

5. Apakah rasa nyeri yang saudara rasakan seperti terasa terbakar


dan panas, kesemutan dan menyengat, dan sangat nyeri serta
bengkak sehingga sulit untuk digerakan?
a. Ya
b. Tidak

lxxxiii
6. Apakah rasa nyeri yang saudara rasakan seperti akan pecah dan
tidak dapat dikontrol ?
a. Ya
b. Tidak

lxxxiv
HASIL UJI NORMALITAS DATA HASIL PENELITIAN TINGKAT
NYERI PADA PASIEN PASCA BEDAH SECTIO CAESARIA SEBELUM
DAN SESUDAH RECLAKSASI NAFAS DALAM DI RUANG FLAMBOYAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG TAHUN
2012

Explore
[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi 41 100,0% 0 ,0% 41 100,0%
Nafas Dalam
TIngkat Nyeri Setelah
Dilakukan Relaksasi 41 100,0% 0 ,0% 41 100,0%
Nafas Dalam

lxxxv
Descriptives

Statistic Std. Error


Tingkat Nyeri Sebelum Mean 3,7561 ,09093
Dilakukan Relaksasi 95% Confidence Lower Bound 3,5723
Nafas Dalam Interval for Mean Upper Bound
3,9399

5% Trimmed Mean 3,7290


Median 4,0000
Variance ,339
Std. Deviation ,58226
Minimum 3,00
Maximum 5,00
Range 2,00
Interquartile Range 1,00
Skewness ,069 ,369
Kurtosis -,327 ,724
TIngkat Nyeri Setelah Mean 2,2195 ,10189
Dilakukan Relaksasi 95% Confidence Lower Bound 2,0136
Nafas Dalam Interval for Mean Upper Bound
2,4254

5% Trimmed Mean 2,2439


Median 2,0000
Variance ,426
Std. Deviation ,65239
Minimum 1,00
Maximum 3,00
Range 2,00
Interquartile Range 1,00
Skewness -,250 ,369
Kurtosis -,624 ,724

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi ,345 41 ,000 ,744 41 ,000
Nafas Dalam
TIngkat Nyeri Setelah
Dilakukan Relaksasi ,290 41 ,000 ,783 41 ,000
Nafas Dalam
a. Lilliefors Significance Correction

lxxxvi
Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Histogram

25

20

15
cy
Fr

q
u

n
e

10

Mean =3.76
Std. Dev. =0.582
N =41
0
2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50
Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Relaksasi Nafas
Dalam

Normal Q-Q Plot of Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

2.0

1.5

1.0
ec

or
te

m
al
N
E

d
x

0.5

0.0

-0.5

-1.0

3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

Observed Value

lxxxvii
Detrended Normal Q-Q Plot of Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Relaksasi
Nafas Dalam

0.6

0.4
ev

or
m

m
al
D

N
fr
o

0.2

0.0

-0.2

-0.4

3.0 3.5 4.0 4.5 5.0


Observed Value

5.0

4.5

4.0

3.5

3.0

Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

lxxxviii
TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Histogram

25

20

15
cy
Fr

q
u

n
e

10

Mean =2.22
Std. Dev. =0.652
N =41
0
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Normal Q-Q Plot of TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

1.0

0.5
ec

or
te

m
al
N
E

d
x

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0


Observed Value

lxxxix
Detrended Normal Q-Q Plot of TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi
Nafas Dalam

0.2
ev

or
m

m
al
D

N
fr
o

0.0

-0.2

-0.4

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0


Observed Value

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas


Dalam

xc
HASIL ANALISA PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA PASIEN PASCA
BEDAH SECTIO CAESARIA DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KELAS B KABUPATEN SUBANG TAHUN 2012

DESCRIPTIVES
VARIABLES=Nyeripre
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX .

Descriptives
[DataSet0]

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi 41 3,00 5,00 3,7561 ,58226
Nafas Dalam
Valid N (listwise) 41

DESCRIPTIVES
VARIABLES=Nyeripost
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX .

Descriptives
[DataSet0]

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


TIngkat Nyeri Setelah
Dilakukan Relaksasi 41 1,00 3,00 2,2195 ,65239
Nafas Dalam
Valid N (listwise) 41

xci
NPAR TEST
/WILCOXON=Nyeripre WITH Nyeripost (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
[DataSet0]

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks


TIngkat Nyeri Setelah Negative Ranks 34a 17,50 595,00
Dilakukan Relaksasi Positive Ranks 0b ,00 ,00
Nafas Dalam - Tingkat c
Nyeri Sebelum Dilakukan Ties 7
Relaksasi Nafas Dalam Total 41
a. TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam < Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
b. TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam > Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
c. TIngkat Nyeri Setelah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam = Tingkat Nyeri Sebelum
Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam

Test Statisticsb

TIngkat Nyeri
Setelah
Dilakukan
Relaksasi
Nafas Dalam
- Tingkat Nyeri
Sebelum
Dilakukan
Relaksasi
Nafas Dalam
Z -5,514a
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

xcii
xciii

Anda mungkin juga menyukai