Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

OLEH

FARA DIVA BILQIS LUBIS

NAMA DOSEN : HJ. EMRINAWATI HSB, MPD

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BARUMUN RAYA

PADANG LAWAS

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita selalu panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat yang telah
diberikan kepada kita semua sehingga penyusunan makalah dengan judul “Motivasi belajar
anak usia dini” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu kita
kirimkan kepada panutan dan taulan dan hidup kita, yakni nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa hidup kita ini dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang.

Dalam penyusunan makalah ini. Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima
kasih kepada Dosen mata kuliah Belajar dan Pembelajaran dan teman-teman yang telah
mendukung pembuatan makalah ini.

Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah ini dapat terpakai
sesuai fungsinya, dan pembacanya dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas didalamnya.
Tidak lupa juga penulis menerima kritikan dan saran yang membangun, yang sangat diharapkan
demi memperbaiki pembuatan makalah di kemudian hari.

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar…………………………………………….......………………..….…2

Daftar Isi  ……………………………………………………..........……………...…3

Bab I   Pendahuluan

1.1 Latar belakang………………………………....………….……………..……….4


1.2 Rumusan Masalah ……………………………….……..………………….……..5
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………….5
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………. 5
Bab II  Pembahasan

2.1 Pengertian PAUD ………………………………………………………..….…6


2.2 Pentingnya PAUD ……………………………………………………….….….7
2.3 Konsep PAUD…………………………………………………………………..8

Bab III Penutup 

3.1 Kesimpulan………………………………………………………........…………16
3.2 Saran………………………………………………..........………………….......16
Daftar Pustaka……………………………………….......…………………………..17

BAB I

3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang sebuah proses
penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang ingin di  berikan kepada anak usia dini. Sebuah
proses pendidikan membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah cara yakni berfilsafat dalam hal
memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi kemajuan pendidikan bangsa dan demi
tercapainya tujuan pendidikan bagsa yang jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.

Dalam filsafat pendidikan anak usia dini ada hal sangat perlu di oerhatikan dan dipikirkan
secara matang sebelum menghadapi anak dalam proses pembelajaran yakni bagaimana peran
seorang guru dalam memberikan pelajaran dan bagaimana seorang guru mampu untuk
memancing kekreatifitasan anak demi pembentukan karakter anak yang baik.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pondasi bagi perkembangan kualitas
sumber daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD sangat
memgang peranan yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa mendatang. Arti penting
mendidik anak sejak usia dini dilandasi dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa
keemasan (the golden age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan
fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan pesat. Selain itu
anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang bermain. Konsep bermain sambil
belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang mengarahkan anak
pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam, sehingga dikemudian hari anak bisa
berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.

Melalui makalah ini kami mencoba menjelaskan untuk bisa mempelajari dan memahami
tentang konsep pendidikan AUD yang merupakan sebuah hal yang penting untuk masa depan
anak mendatang.

4
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian PAUD?

1.2.2 Apa pentingnya PAUD?

1.2.3 Bagaimana konsep pendidikan AUD?

 1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian PAUD

1.3.2 Untuk mengetahui pentingnya PAUD

1.3.3 Untuk mengetahui konsep pendidikan AUD

1.4 Metode Penulisan

Penulisan dalam makalah ini adalah penulisan yang bersifat studi perpustakaan yang
bercorak deskriptif, dimana penulis berusaha memahami dan menafsirkan dengan data-data yang
ada di beberapa referensi buku-buku maupun sumber media, baik cetak maupun elektronik untuk
mendapatkan data yang relevan.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian PAUD

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya ialah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara
menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Secara
institusional, Pendidikan Anak Usia Dini juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pada peletakkan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan, baik kordinasi motorik, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak,
maupun kecerdasan spiritual.

Sementara itu, secara yuridis istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enak tahun. Lebih lanjut pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.

Menurut dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004, dikutip dalam Suryadi &
Ulfah, 2015: 18) yang menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pemberian upaya
untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan
menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Sejalan dengan itu, menurut Arif Sulityo
dalam bolgnya (https://arifsulistyo.wordpress.com/jurusan-pls/pengertian-paud/, diakses 6
September 2017) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang
pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

6
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu
jenjang pendidikan yang berupaya memberikan pembinaan kepada anak usia dini dengan
menggunakan cara bermain sambil belajar dengan tujuan dapat merangsang perkembangan anak
sehingga anak usia dini siap untuk malnjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

2.2    Pentingnya PAUD

PAUD memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah
perkembangan anak selanjutnya karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak
yang mendapatkan pembinaan yang tepat dan efektif sejak usia dini akan dapat meningkatkan
kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental, yang berdampak pada peningkatan prestasi
belajar anak, etos kerja anak, dan produktivitas sehingga mampu mandiri dan mengoptmalkan
potensi dirinya.

PAUD sangat menentukan kesuksesan seseorang di masa depan; bagaimana seseorang


merespons berbagai permasalahan yang dihadapi dalam setiap langkah kehidupan sangat
ditentukan oleh pengalaman dan pendidikan yang diperoleh pada saat usia dini. PAUD yang
positif akan mendorong seseorang untuk merespons berbagai permasalahan kehidupan secara
positif, sebaiknya pengalaman negatif dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan norma-norma kehidupan yang seharusnya.

Menurut El-Khuluqo (2015: 42) Hasil kajian menunjukkan, bahwa daya imajinasi,
kreativitas, inovatif, dan proaktivitas lulusan PAUD, berbeda dengan yang tidak melaluinya.
Oleh sebab itu, PAUD terus ditumbuhkembangkan pemerintah ke depan sudah bisa sudah bisa
ditawar-tawar lagi lembaga ini harus dikembangkan sampai ke pelosok pedesaan sebab dalam
era globalisasi sekarang kita membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki
daya saing tinggi. Oleh sebab itu, perlu disiapkan SDM handal, melalui pendidikan yang
berkualitas sejak dini dengan menumbuhkembangkan lembaga PAUD.

Sementara itu, menurut Mulyasa (2014: 49) pentingnya PAUD juga dapat ditinjau dari
perkembangan otak manusia bahwa tahap perkembangan otak anak usia dini menempati posisi

7
yang paling vital, karena sebagian besar perkembangan otak dicapai pada masa usia dini. Lebih
jelasnya bayi lahir telah mencapai perkembangan otak 25% orang dewasa. Untuk menuju
kesempurnaan perkembangan otak manusia 50% dicapai hingga usia 4 tahun, 80% hingga usia 8
tahun dan selebihnya diproses hingga anak usia 18 tahun.

Dengan demikian, usia dini memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan otak
mengalami lompatan dan berjalan sedemikian pesat. Pendidikan anak usia dini dapat dijadikan
sebagai cermin untuk melihat keberhasilan anak di masa mendatang. Anak yang mendapatkan
layanan yang baik semenjak usia dini memiliki harapan lebih besar dalam meraih sukses di masa
mendatang.

2.3    Konsep Pendidikan AUD

1. Anak Sebagai Amanah Allah

Di antara kewajiban yang dibebankan oleh Allah di atas pundak seorang insan adalah
kewajiban dalam mendidik anak atau keturunan, juga berusaha untuk menyelamatkan diri
sendiri, istri, dan anak-anak semuanya dari siksa api neraka jahanam. Allah berfirman: dalam Qs
at-Tahrim ayat 6 yang artinya “Wahai orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dank eras, yang tidak durhaka pada Allah terhadap apa yang dia
perintahkan,”

Secara terang dan tegas dalam ayat tersebt Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk
menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Tidak mungkin selamat dari api neraka jika tidak
taat kepada Allah, sedangkan ketaatan kepada Allah tidak mungkin tercapai tanpa pendidikan.
“pendidikan itu sendiri adalah proses transformasi sesuatu pada batas kesempurnaan
(kedewasaan), dan dilakukan secara bertahap.

2. Anak Bagaikan Mutiara yang Indah

8
Al-Ghazali mengumpamakan keadaan jiwa anak usia dini dengan mutiara yang indah bening
dan bersih sedikit pun tidak ada noda. Perumpamaan itu bukan sesuatu yang berlebihan karena
Nabi sendiri menyebutkan dengan istilah Fitrah daam hadisnya. Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah kemudian kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah). Rajukan tersebut memberikan pengertian,
bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal, ikut memengatuhi dinamika dan arah pertumbuhan
fitrah seoarng anak. Semakin baik penempaan fitrah ynag dimiliki manusi, maka akan semakin
baiklah kepribadiannya.

Kata fitrah diartikan sebagai potensi yang diberikan Allah kepada manusia mampu
melaksanakan “amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya. Potensi meliputi potensi
seluruh dimensi manusia. Dalam konteks ini sebagai contoh dari sekian banyak potensi yang
dimiliki manusia di antara potensi tersebut adalah: pertama, potensi berjalan tegak dengan
menggunakan kedua kaki, merupakan bentuk potensi jasadiah. Kedua, kemampuan manusia
untuk menarik suatu kesimpulan dan sejumlah premis merupakan bentuk potensi akhlaknya.
Ketiga,kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tenteram,
dan sebaginya, merupakan bentuk potensi rihaniahnya.

3. Anak Usia Dini Cenderung Meniru

Faktor lingkungan sangat berpengaruh  dalam perkembangan dan perubahan perilaku anak,
maka dalam pendidikan anak termasuk hal yang prinsip, menjauhkan anak dari berbagai jenis
lingkungan yang tidak baik terutama sekali lingkungan dalam rumah tangga. Di samping itu
orangtuanya menjadi contoh utama juga harus menciptakan lingkungan yang baik dan tidak
mencemari perilaku anak. Sehubungan dengan ini Ahmad Susanto (dikutip dalam El-Khuluqo,
2015: 46) menyebutkan:

“Apa yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik tentu akan ditiru oleh anak didik. Karena itu
sebagai orangtua atau pendidik harus memberikan contoh nyata atau keteladanan yang baik pada
anak-anak. Memang anak-anak adalah cerminan orangtuanya. Tetapi bukan hanya dari orangtua

9
saja, anak-anak akan meniru dari lingkungan sekitar atau media lain seperti televise, playstation,
juga teman sebaya, dan saudara-saudaranya yang lebih dewasa.”

Dengan demikian, menjadi karakter dasar anak sangat mudah dan cepat untuk menirukan apa
yang dilihatnya dari luar berupa gerakan atau pembuatan orang lain, terutama sekali yang
menjadi orangtua dan pendidiknya sebagai pihak yang dianggapnya sebagai panutan. Kenyataan
ini harus menjadi perhatian, jika menginginkan anak tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan yang
baik dan akhlak yang terpuji sehingga secara bertahap ia memiliki kepribadian yang luhur.
Karena itu terutama bagi orangtua dan pendidiknya, baik disadari atau tidak, jangan seklai-kali
menunjukkan apalagi mengajarkan suatu pola perbuatan yang tidak baik.

4. Kecenderungan Pendidikan Berbasis Karakter

Menurut Doni Koesoemah (dikutip dalam El-Khuluqo, 2015: 48) istilah karakter dianggap
sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau
sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan bawaan seseorang sejak lahir.

Karakter dalam pendidikan mempertanyakan secara kritis gambaran manusia macam apa
dalam kepala kita. Data-data indrawi manusia secara spontan mampu membedakan antara orang
yang baik dan orang yang jahat. Antara orang yang memiliki keutamaan dan mereka yang tidak
memiliki keutamaan. Bisa dikatakan bahwa dari sananya ada orang yang memiliki bakat untuk
enjadi orang baik, dan sebagian lain berbakat menjadi orang jahat. Jika pandangan ini benar,
maka tidak ada gunanya bagi manusia sebab karakter baik atau buruk itu sudah ada dari sananya,
usaha apa pun akan tetap mengondisikan seseorang sesuai dengan karakternya. Akan tetapi,
pandangan ini tetap saja tidak memuaskan, sebab bahwaa dalam kenyataannya ada orang yang
dulunya jahat sekarang menjadi baik. dan sebaliknya, ada orang yang dulunya baik dan sekarang
menjadi jahat.

Perubahan dari baik menjadi jahat atau sebaliknya dari jahat menjadi baik, mengindikasikan
bahwa manusia mempunyai daya-daya yang dinamis yang bisa berubah. Jadi, pendidikan
karakter merupakan sebah kesempatan, bukan asset yang telah dimiliki. Pendiidkan karakter
adalah sebuah peluang bagi penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa dipahami

10
pendidikan karakter sebagai sebuah usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia
yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil dari usaha manusia dalam
mengembangkan dirinya sendiri.

Pendidikan karakter yang mengembangkan keutamaan hidup tidak ada bedanya dengan
sesorang yang belajar mengemudikan mobil. Mulanya tidak pandai mengemudikan mobil,
dengan berlatih terus menerus ia sampai pada kemampuan dan keterampilan menyetir mobil.
Artinya, ia menambahkan suatu kualitas dalam kepribadiannya, yaitu kemampuan menyetir
mobil.

Selain itu pula, pendidikan karakter dianggap sebagai pengembangan satu kemampuan teknis
di antara keterampilan lain yang mungkin dimiliki manusia, seperti main music teater, olahraga,
dan lain-lain. Manusia yang tadinya tidak memiliki karakter, melalui pelatihan lantas memiliki
kualitas tambahan yang disebut kemampuan untuk berbuat baik, bertanggung jawab, dan lain-
lain. 

5. Pendidikan karakter

Menurut Ki Hadjar Dewantara dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 51), pendidikan karakter
adalah watak atau karakter merupakan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga
menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Ki Hadjar
Dewantara menyebut karakter itu denga nama budi pekerti atau watak, pikiran dan tubuh anak.
Orang yang telah mempunyai kecerdasan budi pekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan
merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap.
Itulah sebabnya, tiap-tiap orang itu dapat kita kenal wataknya dengan pasti, yaitu karena watak
atau budi pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-satunya manusia sehingga dapat
dibedakan orang yang satu daripada yang lain.

Konsep pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara dipandang sangat perlu bahkan
wajib diberikan kepada anak agar mereka kelak menjadi manusia yang berpribadi dan bersusila.
Oleh karena itu ia menjabarkan pendidikan berkarakter ini dengan empat tahap langkah-langkah
yang perlu diperhatikan yang diambil dari ajaran Islam, yaitu Syari’at, Hakikat, Tarikat dan
Ma’rifat.

11
Tingkat syari’at, cocok diberikan kepada anak-anak yang masih kecil (tingkat TK).
Mertodenya ialah membiasakan berperilaku atau berbuat baikk menurut peraturan atau norma
umum di masyarakat. Anak-anak tak perlu diberikan teori budi pekerti tetap langsung dibiasakan
berkarakter yang baik misalnya mengucapkan salam ketika bertemu teman, menyatakan hormat
ketika bertemu orangtua dan sebagainya.

Tingkat Hakikat, diberikan pada anak SD, periode ini dibiasakan untuk berbuat dan berprilaku
baik menurut ketentuan atau ukuran umum. Akan tetapi dalam waktu bersamaan mulai perlu
diberi pula pengertian-pengertian sederhana mengenai mengapa ia harus berbuat yang demikian.
Contohnya, di samping mereka dibiasakan mengucap salam sewaktu bertemu teman, maka
mereka juga diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu, misalnya saja ucapan
salam itu dapat menimbulkan ikatan dan keakraban antara teman.

Tingkat Tarikat, diberikan kepada anak tingkat SLTP, pada periode ini anak-anak tetap saja
dibiasakan berprilaku dan berbuat baik menurut ketentuan umum, juga diberikan pengertian
mengenai pentingnya hal itu dilakukan. Tetapi bersamaan waktunya juga disertai dengan
aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya saja bagaimana anak-anak itu berkesenian, berolah
puisi, berolahraga, dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak SLTP dilatih
menari “halus” sambil menjelaskan makna-makna gerakan yang ada di dalamnya untuk
menanamkan konsep berkarakter.

Tingkat yang terakhir adalah tingkat ma’rifat, cocok diberikan pada anak-anak SMA/SMK.
Dalam periode ini anak-anak disentuh pemahaman dan kesadarannya sehingga kalau ia berlaku
dan berbuat baik itu bukan semata-mata kebiasaan dan pengertiannya, akan tetapi memang telah
memiliki kesadaran di dalam lubuk hatinya untuk melakukan hal yang demikian itu.

Dengan adanya budi pekerti atau karakter itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia
merdeka berpribadi, dapat memerintah atau meguasai diri sendiri mandiri, inilah manusia yang
beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan karakter dalam garis besarnya.

Menurut Winie dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56) memahami bahwa istilah karakter
memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia mneunjukkan bagaimana seseorang
bertingkah laku. Apabila seseorang berprilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang

12
tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berprilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. kedua, istilah karakter erat
kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut’ orang yang berkarakter’ (a person
of character)apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

Sedangkan Imam Ghazali dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56) menganggap bahwa karakter
lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan
yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan. Dari
pendapat diatas dapat dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral berkonotasi
‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas (tertentu)
positif. Dengan demikian, pendidikan membangun kaakter, secara implicit mengandung arti
membangun sifat atau pola perilaku yang didasari dengan dimensi moral yang positif atau baik,
bukan yang negative atau buruk.

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai kecendrungan fitrah untuk mencintai
kebaikan. Namun, fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum termanifestasi ketika anank
dilahirkan. David Brooks dan F. Goble dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 58) mengatakan bahwa
walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan pembentukan
karakter, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena
itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik di keluarga,
sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan karakter
seorang anak.

Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi. Muhammad Rasulullah
sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan unik, bahwa dirinya diutus untuk
menyempurnakan karakter (akhlaq). Muhammad Rasulullah mengindikasikan bahwa
pembentukan karakter merupakan kebutuhan utama bagi tumbuhnya cara beragama yang dapat
menciptakan peradaban. Pada sisi lain, bahwa masing-masing manusia telah memiliki karakter
tertentu, namun perlu disempurnakan.

Selanjutnya dalam upaya pembangunan  karakter bangsa yang sangat berperan penting adalah
generasi muda karena para generasi muda adalah penerus bangsa yang akan menentukan masa

13
depan dan integritas bangsa Indonesia. Tiga peran penting generasi muda dalam upaya
pembangunan karakter bangsa adalah: 1) sebagai pembanguun kembali karakter bangsa yang
positif. Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya
kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari; 2) sebagai
pemberdaya karakter. Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup jika
tidak dilakukan pemberdayaan terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk
mengambil peran sebagai pemberdaya karakter. Bentuk praktisnya adalah keemauan dan hasrat
yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pembangunan karakter bangsa yang
positif. Sebagai perekyasa karakter sejalan dengan perlunya aktivitas daya saing untuk
memperkuat ketahanan bangsa. Peran ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan
pembelajaran; dan 3) meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu teknologi.

Dengan demikian, pendidikan karakter harus dapat mengembangkan semua potensi anak
sehingga menjadi manusia seutuhnya. Dalam hal ini, perkembangan anak harus seimbang, baik
dari segi akademik maupun dari sosial dan emosinya. Pendidikan selama ini hanya memberikan
penekanan pada aspek akademik saja dan untuk mengembangkan aspek sosial, emosi, kreativitas
dan bahkan motorik anak hanya dipersiapkan untuk dapat nillai bagus, namun mereka tidak
dilatih untuk bisa hidup.

6. Peranan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Karakter

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang  khas-baik yang tercermin
dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,sarta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-
baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan
bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman
dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

14
7. Karakter Anak Usia Dini Tumbuh Dari Kebiasaan

Karakter memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan  individu dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan karakter (budi pekerti
luhur)  bagi anak usia dini memegang peranan yang sangat penting, dan akan mewarnai
perkembangan pribadi secara keseluruhan.

8. Hakikat Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini

Pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral
karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah, akan tetapi bagaimana menanamkan
kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang baik dalam kehidupan, sehingga anak memiliki
kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan
kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena karakter merupakan  sifat alami bagi anak usia
dini untuk merespon situasi secara bermoral, harus diwujudkan dalam tindakan nyata melalui
pembiasaan untuk berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab dan hormat terhadap orang lain.

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta
didik yang meliputi kompetisi kesadaran, pemahaman kepedulian, dan komitmen yang tinggi
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai
dengan kodratnya.

Sementara itu, untuk menyukseskan pendidikan karakter bagi pendidikan anak usia dini, perlu
dilakukan identifikasi karakter, sebab pendidikan karakter  hanya akan menjadi sebuah
perjalanan panjang tanpa ujung, seperti petualangan tanpa peta. Organisasi manapun di dunia ini
yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter selalu melakukan identifikasi
karakter yang akan menjadi pilar perilaku individu.

15
BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang berupaya memberikan
pembinaan kepada anak usia dini dengan menggunakan cara bermain sambil belajar dengan
tujuan dapat merangsang perkembangan anak sehingga anak usia dini siap untuk malnjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya. PAUD sangatlah berperan penting dalam kesuksesan anak di
masa mendatang karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Konsep Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dibagi menjadi 8 yaitu: 1) anak sebagai amanah Allah; 2) anak
bagaikan mutiara yang indah; 3) anak usia dini cenderung meniru; 4) kecenderungan pendidikan
berbasis karakter; 5) pendidikan karakter; 6) peranan sekolah dan keluarga dalam pendidikan
karakter; 7) karakter anak usia dini tumbuh dari kebiasaan; dan 8) hakikat pendidikan karakter
bagi anak usia dini.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang telah saya susun tentunya dalam hal ini masih banyak
kekurangan, saya harap makalah ini dapat menambah wawasan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah yang selanjutnya

16
 

DAFTAR PUSTAKA

El-Khuluqo, I. (2015). Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Mulyasa. (2014). Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Suryadi & Ulfah, M. (2015). Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

17

Anda mungkin juga menyukai