Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Setelah dilakukan penelitian menggunakan kuesioner melalui wawancara dan
melihat rekam medik peserta Prolanis DM di Puskesmas 7 Ulu Palembang sesuai
kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh 47 responden penelitian. Karakteristik dari
47 responden yang telah didata adalah sebagai berikut :
4.1.1. Analisis Univariat
Tabel 4.1. Karakteristik responden

Karakteristik Kategori Jumlah Frekuensi (%)


Jenis kelamin Laki-laki 10 21,3%
Perempuan 37 78,7%
Umur (tahun) <45 5 10,6%
45-54 16 34,0%
55-64 22 46,8%
>65 4 8,5%
Pendidikan SD 11 23,4%
SMP 6 12,8%
SMA 15 31,9%
Perguruan Tinggi 10 21,3%
Tidak Sekolah 5 10,6%
Lama DM <1 tahun 4 8,5%
1-10 tahun 40 85,1%
>10 tahun 3 6,4%
Pengetahuan Baik 27 57,4%
Kurang 20 42,6%
Kepatuhan Prolanis Patuh 22 46,8%
Tidak Patuh 25 53,2%
Kadar BSN Terkontrol 26 55,3%
Tidak Terkontrol 21 44,7%

35
Universitas Muhammadiyah Palembang
36

Berdasarkan tabel 4.1 berdasarkan karakteristik jenis kelamin diperoleh


jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu responden
perempuan sebanyak 37 responden (78,7%) dan laki-laki sebanyak 10 responden
(21,3%).
Berdasarkan karakteristik umur, diperoleh responden terbanyak rentang usia
55-64 tahun yaitu sebanyak 22 responden (46,8%) diikuti responden pada usia 45-
54 tahun yang berjumlah 16 responden (34,0%) dan responden pada usia <45
tahun berjumlah 5 orang (10,6%). Responden pada usia >65 tahun memiliki
jumlah responden paling sedikit yaitu 4 responden (8,5%).
Berdasarkan karakteristik jenjang pendidikan yang paling banyak yaitu SMA
15 responden (31,9%). Responden dengan jenjang pendidikan SD sebanyak 11
responden (23,4%), PT sebanyak 10 responden (21,3%), SMP sebanyak 6
responden (12,8%), dan tidak sekolah sebanyak 5 responden (10,6%).
Berdasarkan karakteristik lamanya menderita DM, diperoleh responden
terbanyak dengan rentang waktu menderita DM 1-10 tahun yaitu 40 responden
(85,1%). Sementara responden yang menderita DM <1 tahun sebanyak 4
responden (8,5%) dan >10 tahun sebanyak 3 responden (6,4%).
Berdasarkan karakteristik pengetahuan, responden yang termasuk kriteria
pengetahuan baik sebanyak 27 responden (57,4%) dan responden yang termasuk
kriteria pengetahuan kurang sebanyak 20 responden (42,6%).
Berdasarkan kepatuhan Prolanis, responden yang termasuk dalam kriteria
patuh dengan jumlah kedatangan 5-6 kali kedatangan dalam rentang waktu 6
bulan terakhir sebanyak 22 responden (46,8%) sementara responden yang
termasuk dalam kriteria tidak patuh dengan jumlah kedatangan <4 kali
kedatangan dalam rentang waktu 6 bulan terakhir sebanyak 25 responden
(53,2%).
Berdasarkan kadar BSN, jumlah responden yang termasukk kriteria kadar
gula darah terkontrol berjumlah 26 responden (55,3%) sedangkan jumlah
responden yang termasuk kriteria kadar gula darah tidak terkontrol berjumlah 21
responden (44,7%).

35
Universitas Muhammadiyah Palembang
37

4.1.2. Analisis Bivariat


Hal yang pertama dilakukan dalam menganalisis data adalah mencari
hubungan variabel bebas dan terikat, maka digunakan analisis bivariat.
1. Pengetahuan dengan Kadar BSN Peserta Prolanis DM
Tabel 4.2. Hasil Analisis Antara Pengetahuan dan Kadar BSN Peserta
Prolanis DM

............................................Kadar BSN

Terkontrol Tidak Total p OR


Terkontrol (Ci 95%)
Pengetahuan n % n % N %

Baik 20 74,1 7 25,9 27 100 0,007 6,667


Kurang 6 30,0 14 70,0 20 100 (1,9-24,1)
Total 26 55,3 21 44,7 47 100

Tabel 4.2 menunjukkan responden dengan pengetahuan baik dan memiliki


kadar BSN terkontrol lebih besar (74,1%) dibanding responden dengan
tingkat pengetahuan kurang (30%). Hasil analisis hubungan antara
pengetahuan dan kadar BSN peserta Prolanis DM dengan menggunakan uji
Chi-Square didapatkan p value ≤ 0,05 yaitu 0,007, berarti terdapat hubungan
bermakna antara pengetahuan DM dengan kadar BSN. Odss Ratio 6,667
artinya responden dengan pengetahuan baik kemungkinan untuk memiliki
kadar BSN terkontrol 6,667 kali lebih besar dibandingkan responden dengan
pengetahuan kurang.

Universitas Muhammadiyah Palembang


38

2. Kepatuhan dengan Kadar BSN Peserta Prolanis DM


Tabel 4.3. Hasil Analisis Antara Kepatuhan dan Kadar BSN Peserta
Prolanis DM

............................................Kadar BSN

Terkontrol Tidak Total p OR


Terkontrol (Ci 95%)
Kepatuhan n % n % N %

Patuh 18 81,8 4 18,2 22 100 0,002 9,562


Tidak Patuh 8 32,0 17 68,0 25 100 (2,4-37,7)
Total 26 55,3 21 44,7 47 100

Tabel 4.3 menunjukkan respoden yang patuh dalam kegiatan Prolanis dan
memiliki kadar BSN terkontrol lebih besar (81,8%) dibanding responden
yang tidak patuh (32%). Hasil analisis hubungan kepatuhan dan kadar BSN
peserta Prolanis DM dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan p value
≤ 0,05 yaitu 0,002, berarti terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan
peserta Prolanis DM dengan kadar BSN. Odss Ratio 9,562 artinya responden
yang patuh kemungkinan untuk memiliki kadar BSN terkontrol 9,562 kali
lebih besar dibandingkan responden yang tidak patuh.

4.2. Pembahasan
4.2.1.Hubungan Antara Pengetahuan DM dan Kadar BSN Peserta
Prolanis DM
Hasil analisis bivariat didapatkan responden dengan pengetahuan baik
yang memiliki kadar BSN terkontrol lebih besar (74,1%) dibanding
responden dengan pengetahuan kurang (30%). Berdasarkan uji Chi-Square
didapatkan p value yaitu 0,007, berarti terdapat hubungan bermakna antara
pengetahuan dan kadar BSN peserta Prolanis DM. Didapatkannya juga Odss
Ratio 6,667 yang artinya responden dengan pengetahuan baik kemungkinan
untuk memiliki kadar BSN terkontrol 6,667 kali lebih besar dibandingkan
responden dengan tingkat pengetahuan kurang.

Universitas Muhammadiyah Palembang


39

Hal ini sesuai dengan teori menurut Perkeni (2011), yaitu pentingnya
pemantauan kadar gula darah karena kadar gula darah merupakan indikator
dalam diagnosa DM. Untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengontrol penyakitnya, perlu diberikan pengetahuan yang baik tentang DM.
Pengetahuan penderita tentang DM merupakan sarana yang dapat membantu
penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya sehingga
semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya
semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal
itu diperlukan. Tingkat pengetahuan DM memegang peranan penting dalam
kontrol glukosa darah sehingga dapat mengendalikan penyakit DM,
meningkatkan kualitas hidup dan menekan angka kejadian penyulit DM
(Fenwick et al., 2013). Rendahnya pengetahuan yang dimiliki responden
mengenai penyakit DM sehingga tidak mampunya responden mengontrol
kadar gula darah dan mengakibatkan kadar gula darah menjadi tinggi.
Menurut Notoadmojo (2005) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan adalah informasi. Informasi DM bisa didapatkan melalui edukasi
DM. Edukasi DM merupakan salah satu bentuk empat pilar penatalaksanaan
DM yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai DM agar dapat
meningkatkan kemampuan pasien dalam mengelola penyakitnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan panelitian dari Misdarina tahun
2012, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji
Spearman diperoleh nilai p=0,000 (p ≤0,05) dengan nilai r= -484. Ini
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan DM
dengan kadar gula darah pada pasien DM Tipe 2 di RSUP H.Adam Malik
Medan dengan arah korelasi negatif yang bearti semakin rendah pengetahuan
makan semakin tinggi kadar gula darah. Penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskritif korelasi dengan desain Cross Sectional. Pengampilan
sampel dilakukan dengan tehnik insidental sampling berjumlah 82 orang.
Berdasarkan hasil penelitian Perdana, Ichsan, dan Rosyidah tahun 2014,
dengan design penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional. Sampel adalah 33 pasien diabetes di RSU PKU Muhammadiyah
Surakarta dan yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan sebelumnya

Universitas Muhammadiyah Palembang


40

dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan


tingkat kuesioner pengetahuan DM dan catatan medis. Dari perhitungan
statistik, diperoleh nilai P = 0,042. Bisa disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan DM dengan jenis kontrol glukosa
darah 2 pasien diabetes. Pasien yang memiliki pengetahuan tingkat tinggi
akan memiliki kontrol glukosa darah yang baik.
Pengetahuan mengenai diabetes baik sehingga kadar BSN terkontrol
berdasarkan fakta dan teori yang diperoleh dari penelitian sebelumnya,
peneliti berpendapat bahwa pengetahuan baik diiringi dengan kadar BSN
yang terkontrol lebih banyak, namun untuk responden dengan pengetahuan
kurang sehingga kadar BSN tidak tekontrol diperlukan peningkatan
pengetahuan. Meningkatnya pengetahuan responden mengenai penyakitnya
adalah salah satu tercapainya tujuan edukasi yang juga sudah sejalan dengan
adanya Prolanis yang menjadi sarana memberikan informasi melalui
penyuluhan. Mengenai pentingnya isi edukasi agar kadar gula darah dapat
terkontrol khususnya untuk responden yang memiliki pengetahuan kurang,
yaitu dengan materi yang meliputi perjalanan penyakit diabetes, pengendalian
dan pemantauan, penyulit, terapi farmakologi dan nonfarmakologi, asupan
makanan, aktivitas fisik, cara pemantauan glukosa darah, cara mengatasi
hipoglikemia, serta pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis terdapat
hubungan bermakna antara pengetahuan dan kadar BSN peserta Prolanis DM
terbukti.

4.2.2.Hubungan Antara Kepatuhan dan Kadar BSN Peserta Prolanis


DM
Hasil analisis bivariat didapatkan responden yang patuh dan memiliki
kadar BSN terkontrol lebih besar (81,8%) dibanding responden yang tidak
patuh (32%). Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan p value yaitu 0,002,
berarti terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan peserta Prolanis DM
dengan kadar BSN. Didapatkan juga Odss Ratio 9,562 yang artinya

Universitas Muhammadiyah Palembang


41

responden yang patuh kemungkinan untuk memiliki kadar BSN terkontrol


9,562 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak patuh.
Hal ini sesuai dengan teori, bahwa tingkat kepatuhan merupakan
penilaian terhadap pasien yang digunakan untuk mengetahui apakah seorang
pasien telah mengikuti aturan. Salah satu faktor yang berperan dalam
kegagalan pengontrolan glukosa darah pasien diabetes melitus adalah
ketidakpatuhan pasien (Hafidzah, 2015). Kepatuhan peserta Prolanis
ditunjukkan dengan peserta Prolanis rutin mengikuti semua kegiatan Prolanis
yang dilakukan setiap bulan di FKTP tertentu. Kegiatan-kegiatan tersebut
antara lain adalah konsultasi medis, mengikuti edukasi, dan senam yang
dilakukan pagi hari. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keyakinan
pasien terhadap penyakitnya, modifikasi gaya hidup yang efektif, penurunan
berat badan, peningkatan aktivitas fisik yang bertujuan untuk mendorong
peserta Prolanis untuk mendapatkan hasil kadar gula darah yang terkontrol
(BPJS, 2014). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan
kepatuhan pengobatan adalah kontrol pasien secara pribadi, interaksi pasien
dengan petugas kesehatan, serta interaksi pasien dengan sistem pelayanan
kesehatan (Adisa R et al, 2014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Rahmi Syuadzah
tahun 2015, dengan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Besar responden sesuai dengan rule of thumb yaitu 31
responden. Responden Penelitian dipilih dengan probablity sampling yaitu
simpel random sampling. Responden adalah setiap pasien DM yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Penelitian
dilakukan melalui catatan rekam medis kehadiran peserta dalam kegiatan
Prolanis dan hasil pemeriksaan HbA1C dengan metode refraktometer warna.
Data hasil penelitian kemudian di uji dengan menggunakan uji T tidak
berpasangan dan didapatkan bahwa tingkat kepatuhan mengikuti kegiatan
Prolanis pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan kadar HbA1C memiliki
hubungan yang bermakna (p=0.013). Berdasarkan hasil penelitian Primahuda
dan Sujianto tahun 2016, dengan desain penelitian adalah korelasional
analitik dengan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif non-

Universitas Muhammadiyah Palembang


42

eksperimental. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling


dengan jumlah sampel 82 diabetisi peserta Prolanis di Puskesmas Babat
Kabupaten Lamongan. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner
kepatuhan diet, Baecke, MMAS-8 dan rekam medis pasien. Hasil uji statistik
menggunakan uji alternatif fisher exact menunjukkan p=0,000 < α (0,05)
yang berarti terdapat hubungan yang antara kepatuhan mengikuti Prolanis
dengan stabilitas gula darah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat kepatuhan maka semakin baik stabilitas gula darahnya.
Dari fakta dan teori dari penelitian sebelumnya, peneliti berpendapat
bahwa responden yang patuh mengikuti kegiatan Prolanis dan memiliki kadar
BSN terkontrol lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak
patuh. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah konsultasi medis,
mengikuti edukasi, obat-obatan, dan senam. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan keyakinan pasien terhadap penyakitnya, modifikasi gaya hidup
yang efektif, penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik yang
bertujuan untuk mendorong peserta Prolanis untuk mendapatkan hasil
pemerikasaan glukosa darah yang terkontrol. Untuk responden yang tidak
patuh diperlukan pengingat melalui jalur pesan singkat media elektronik dan
kunjungan rumah oleh petugas FKTP dan yang paling penting untuk
meningkatkan kepatuhan yaitu meningkatkan kesadaran pasien itu sendiri
mengenai penyakit yang diderita agar dapat terkontrol serta pentingnya juga
dukungan dari keluarga.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis terdapat
hubungan bermakna antara kepatuhan dan kadar BSN peserta Prolanis DM
terbukti.

4.3. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian ketika melakukan penelitian yaitu:
1. Penelitian yang menggunakan kuesioner dengan wawancara langsung
dapat menyebabkan responden kurang bebas dalam memberikan jawaban
karena mungkin diarahkan oleh peneliti atau responden menjadi kurang
leluasa untuk menjawab.

Universitas Muhammadiyah Palembang


43

2. Penelitian dengan melihat rekam medik memungkinkan kesalahan peneliti


dalam mencatat kadar gula darah responden.
3. Pengukuran kadar gula darah menggunakan glukometer memungkinkan
terjadinya kesalahan melalui baterai dan stripes yang mungkin sudah
kadaluwarsa serta kemungkinan pengunaan alat ukur yang tidak di
kalibrasi secara berkala.

Universitas Muhammadiyah Palembang


Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai