Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Oleh:
Belina Metri Lidiasari
(712018044)

Pembimbing:
dr. Meidian Sari, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Belina Metri Lidiasari
(712018044)

Pembimbing:
dr.Meidian Sari, Sp.KJ

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Mei 2019


Dosen Pembimbing

dr.Meidian Sari, Sp.KJ

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Skizofrenia Tak Terinci” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasullullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Meidian Sari, Sp. KJ, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................
Halaman Pengesahan .................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I. Laporan Kasus .................................................................................. 1
BAB II. Diskusi ............................................................................................. 12
Lembar Follow Up ........................................................................................ 22
Daftar Pustaka ............................................................................................... 23

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Tn. A
Usia : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Lakilaki
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku / Bangsa : Palembang / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Alamat : Komp Muara Kelingi B No 24 RT 14 RW 4, Musi Rawas.
Datang ke RS : Kamis, 26 Mei 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang.

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Riwayat psikiatri diperoleh dari:
1. Autoanamnesis dengan penderita pada Minggu, 26 Mei 2019 Pukul 04.45 WIB
2. Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita pada Minggu, 26 Mei 2019
Pukul 04.45 WIB

A. Sebab Utama
Pasien ngamuk, gelisah dan memukul kedua orang tuanya.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Ernaldi Bahar dibawa
oleh keluarganya karena pasien ngamuk, gelisah dan memukul kedua orang tuanya.
Menurut ibu pasien, kurang dari satu bulan ini terdapat perubahan perilaku. Pasien
terlihat termenung, bingung, berbicara sendiri, dan tidak nyambung saat di ajak
bicara.

1
Sejak kurang lebih 10 hari pasien sering gelisah, marah-marah tanpa sebab dan
sering melihat orang lain dengan pandangan curiga. Pasien sering mengganggu
orang sholat di musholla belakang rumahnya.
Kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tiba-tiba ngamuk.
Pasien sedang memijat ibunya lalu tiba-tiba menarik lengan ibunya dan pasien mau
memukul ibunya. Pasien sering berbicara sendiri, tidur malam kurang sejak 1
minggu terakhir. Pasien sering sholat tidak ingat waktu dan ngawur.
Pasien merupakan pasien lama yang berobat ke RS Ernaldi Bahar. Menurut
ibunya bahwa awalnya pasien mengalami perubahan perilaku sejak tahun 2010
dimana pada saat itu pasien sering merasa kesal sendiri dan sering berbicara sendiri.
Selain itu pasien menjadi sulit tidur, dan melihat sesuatu yang tidak dilihat orang
lain. Pasien juga sering marah-marah dan mengamuk dirumahnya.
Pada Juli 2018, pasien sempat di rawat di RS Ernaldi Bahar dengan keluhan
yang sama yaitu mengamuk dan gelisah dan putus obat sejak kurang lebih 8 tahun.
Menurut ibu pasien, pasien pernah berbicara kepada ibunya bahwa teman-
temannya tidak mau berteman dengan dia. Dan teman-teman nya sudah menikah
sedangkan dia belum.
Untuk anamnesis kepada pasien sulit dilakukan, karena pasien memiliki
gangguan pendengaran. Pasien sudah putus obat sejak 10 bulan yang lalu. Menurut
pasien, bahwa adik kandungnya sering mengejeknya dan memukulinya, pasien
mengatakan melihat ada benda asing jatuh disekitar rumah nya dan mengenai
kepalanya. Saat pasien ngamuk kemarin, menurut nya hal tersebut disebabkan
karena dia tiba-tiba emosi tanpa sebab sehinga ia merasa ingin memukuli orang-
orang disana.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


A. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien memiliki riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, sudah menderita
gangguan sejak tahun 2010. Pasien pernah di rawat 1 minggu pada bulan Juli
2018 dengan keluhan yang sama.

2
B. Riwayat Kondisi Medis Umum
1. Riwayat trauma kapitis (-)
2. Riwayat asma (-) saat kecil.
3. Riwayat alergi (-)
4. Riwayat DM (-)
5. Riwayat hipertensi (-)
6. Riwayat kejang (-)
7. Riwayat alkohol (-)
8. Riwayat NAPZA (-)
9. Riwayat merokok (-)
10. Riwayat Trauma Telinga (+)

C. Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien tidak merokok, tidak pernah memakai zat psikoaktif apapun, dan
tidak pernah mengonsumsi alkohol

D. Timeline Perjalanan Penyakit Pasien

Tahun 2010 Juli 2018 Minggu, 26 Mei


2019

- Bingung Pasien putus obat - gelisah


- berbicara sendiri sejak pertama kali - ngamuk
- mudah marah, berobat karena - bicara sendiri
- sering merasa sudah
- halusinasi visual
mengamuk sembuh namun
- mudah marah
- mulai sering timbul gejala
mendengar - Sering ngamuk
bisikan - Mudah marah
- Berbicara sendiri

3
IV. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
A. Riwayat Premorbid
1. Bayi :Menurut keluarga pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong
oleh dukun.
2. Anak :Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami demam
tinggi dan kejang (step), pasien pendiam dan mudah bergaul
3. Remaja :Menurut keluarga, pasien pendiam dan sering di jauhi temannya
4. Dewasa :Menurut keluarga, pasien pendiam dan sering di jauhi temannya.

B. Situasi Hidup Sekarang


Pasien saat ini tidak bekerja, pasien tinggal bersama kedua orang tuanya.

C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.

Keterangan:
: Pasien bernama Tn. A usia 36 Tahun

D. Riwayat Pendidikan
Pasien tamat sekolah hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)

E. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja

4
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.

G. Agama
Pasien beragama Islam

H. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama dengan orang tua.

I. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien belum pernah berurusan dengan pihak berwajib.

V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin laki-laki, berusia 36 tahun, pada saat
wawancara pasien menggunakan baju lengan pendek berwarna kuning dan
biru, serta celana training biru. Perawatan diri cukup , penampilan rapi dan
pasien berambut pendek.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Pasien tampak gelisah dan ngamuk serta memukul kedua orang tuanya
saat dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar.

3. Sikap terhadap pemeriksa


Kontak mata dengan pemeriksa inadekuat, pasien kurang kooperatif
terhadap pemeriksa.

B. Mood dan Afek


1. Mood : labil
2. Afek : sesuai

5
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : Baik
3. Kuantitas : Baik

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi :
- Halusinasi visual ada : pasien mengatakan melihat ada benda asing jatuh
disekitar rumah nya dan mengenai kepalanya.
2. Depersonalisasi dan derealisasi tidak ada.

E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : asosiasi longgar
a) Kontinuitas : kontinu
b) Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi Pikiran
Gangguan isi pikiran : Tidak ada waham

F. Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi :
a) Waktu : baik
b) Tempat : baik
c) Orang : baik
3. Daya Ingat : baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : terganggu
5. Kemampuan membaca dan menulis : Pasien dapat membaca
6. Kemampuan visuospasial : Pasien kurang dapat menjelaskan
perjalanan dari rumah ke RS.
Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien makan, minum dan
mandi bisa sendiri.

6
G. Pengendalian Impuls
Pasien tampak gelisah pada proses tanya jawab yang dilakukan namun
tidak terdapat gerakan involunter.

H. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu
2. Tilikan : Derajat 2, ambivalensi terhadap penyakitnya

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan dilakukan pada hari Minggu, 26 Mei 2019
A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda Vital : TD: 143/97 mmHg, N: 120 x/menit, RR: 20 x/menit,
T: 36,7oC
3. Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis (-),
Sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-).
4. Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
5. Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Pembesaran hepar dan lien (-).
6. Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.

B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
E : membuka mata spontan (4)
V : bicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik terganggu yaitu pasien memiliki gangguan pendengaran
3. Fungsi Motorik tidak terganggu

7
VII. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Berdasarkan wawancara psikiatri didapatkan informasi bahwa penderita
seorang laki-laki bernama Tn. A berusia 36 tahun, asal Musi Rawas, pendidikan
terakhir tamat SMA, saat ini penderita tidak bekerja. Penderita dibawake RS. dr.
Ernaldi Bahar Palembang pada Minggu, 26 Mei 2019 dengan keluhan pasien
gelisah dan ngamuk serta memukuli kedua orang tuanya.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan pasien perawatan diri cukup dan
berpenampilan rapi. Pasien tidak memiliki masalah pada kesadaran, daya ingat,
fungsi kognitif. Selama pemeriksaan penderita dalam keadaan gelisah dan kurang
kooperatif. Suasana mood penderita labil dan afek sesuai.
Selama anamnesis didapatkan proses pikir pasien adalah asosiasi longgar,
dimana aliran pikiran berupa perpindahan ide dari satu subjek ke subjek lain dalam
cara yang sama sekali tidak berhubungan namun masih dapat dipahami. Didapatkan
gangguan persepsi berupa halusinasi visual. Kemudian tidak terdapat gangguan isi
pikir dimana waham tidak ada. Pasien tidak pernah mengkonsumsi NAPZA, tidak
mengonsumsi alkohol dan tidak merokok.
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu kandungnya di rumah. Pasien sudah putus
obat sejak 10 bulan terakhir.

VIII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Aksis I:

 Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan,


pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan
yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan
(distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial.
Dengan demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien
ini mengalami suatu gangguan jiwa.

 Bedasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, tidak


terdapat penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai
dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, serta orientasi

8
yang masih baik, sehingga Gangguan Mental Organik (F00 – F09) tidak
bisa ditegakan pada pasien ini.

 Dari anamnesis diketahui bahwa pasien tidak mempunyai riwayat


penggunaan zat-zat terlarang atau NAPZA. Pasien tidak mengonsumsi
alkohol dan tidak merokok. Dengan demikian, kemungkinan adanya
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif dapat
disingkirkan (F10-F19).

 Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita berupa
adanya halusinasi, maka pasien ini menderita gangguan psikotik (F20-
F29). Gangguan persepsinya yaitu halusinasi visual. Gangguan psikotik
yang dialami pasien terjadi lebih dari 1 bulan, sehingga termasuk kedalam
skizofrenia (F.20) menurut kriteria PPDGJ III dan kriteria DSM-V

 Berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk aksis I adalah F20.3


Skizofrenia Tak Terinci dan memenuhi kriteria menurut DSM-V, yaitu
a) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia b) tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik c) tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau
depresi pasca skizofrenia.

Aksis II:

Pada pasien untuk diagnosis multiaksial aksis II tidak ada diagnosis.


Aksis III:

Pada diagnosis multiaksial aksis III ditemukan adanya gangguan kondisi medik
umum yang menyertai penderita yaitu gangguan pendengaran. Maka aksis III
adalah gangguan pendengaran.

Aksis IV:

Pada diagnosis multiaksial aksis IV tidak ditemukan adanya masalah dengan


lingkungan sosial.

9
Aksis V:

Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale saat


datang ke Rumah Sakit yaitu 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I : F20.3 Skizofrenia Tak Terinci

Aksis II : Tidak ada diagnosis

Aksis III : Gangguan Pendengaran

Aksis IV : Tidak ada diagnosis

Aksis V : GAF 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang

X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.

B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi visual.

C. Lingkungan dan Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya.

XI. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad malam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad malam

10
XII. RENCANA PENATALAKSANAAN
A. Psikofarmaka
- Risperidon 2 x 2 mg
- Merlopam 1 x 1 mg

B. Psikoterapi
1. Terhadap Penderita
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan
edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor
penyebab (stressor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan
agar pasien tetap taat minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala
serupa muncul dikemudian hari. Adanya efek samping obat dan
pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif, yaitu memberikan intervensi langsung
dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan
fungsi sosial.
c. Memotivasi penderita agar tidak merasa putus asa, senantiasa
memperbanyak ibadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan semangat
dalam menjalani hidup.

2. Terhadap Keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien, gejala,
kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu kekambuhan dan
prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan kepada pasien
b. Dapat membantu mengurangi dan menghadapi stres.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk kontol rutin
dan minum obat secara teratur.
d. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial pasien
ketika pasien sudah kembali ke rumah.

11
BAB II
DISKUSI

Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar


pada kepribadian, distorsi proses pikir, waham yang aneh, gangguan persepsi, afek
yang abnormal. Meskipun demikian, kesadaran pasien tetap jernih. Pasien
mengalami hendaya berat dalam menilai realitas.
Diagnosis gangguan skizofrenia dapat ditegakan berdasarkan PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang berpedoman pada
DSM-V. Pedoman diagnostik:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam / jelas):
A. “thought echo” : isi pikirannya sendiri yang berulang / bergema dalam
kepalanya
“thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion), atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
(withdrawal).
“thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain /
umum mengetahuinya.
B. “delusion of control” : waham dirinya dikendalikan oleh kekuatan tertentu
“delusion of influence” : waham dirinya dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
“delusion of pasivity” : waham dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar.
“delusion of perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar yang bermakna,
sifat mistik dan mukjizat.
C. Halusinasi auditorik : suara berkomentar terus menerus/ mendiskusikan perihal
pasien sendiri.
D. Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar, misal: perihal keyakinan agama dan politik, mampu mengendalikan
cuaca, berkomunikasi dengan makhluk asing.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini harus ada secara jelas:

12
E. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa aja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-valued issue) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
F. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berkaibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
G. Perilaku katatonik, keadaan gaduh gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.
H. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; akan tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
I. Adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
J. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku probadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.1

Adapun kriteria skizofrenia menurut DSM-V adalah sebagai berikut :


A. Karakteristik Gejala
Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-masing terjadi dalam
kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan (atau kurang bila telah berhasil
diobati). Paling tidak salah satunya harus (1), (2), atau (3):
a) Delusi/Waham
b) Halusinasi
c) Bicara Kacau (contoh: sering melantur atau inkoherensi)
d) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik

13
e) Gejala negative (yaitu: ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan
minat)
catatan: hanya diperlukan 1 gejala di kriteria A bila terdapat waham bizar atau
halusinasi berupa suara-suara yang mengomentari perilaku atau pikiran pasien,
atau 2 atau lebih suara yang berbicara satu sama lain.
B. Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat satu atau
lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkat yang
dicapai sebelum awitan (atau jika awitan pada masa anak-anak atau remaja, ada
kegagalan untuk mencapai beberapa tingkat pencapaian hubungan
interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang bila telah
berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yi. gejala fase aktif) dan dapat
mencakup periode gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala
prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai
gejala negatif saja atau 2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam kriteria A yang
muncul dalam bentuk yang lebih lemah (cth., keyakinan aneh, pengalaan
perseptual yang tidak lazim).
D. Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif
Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan ciri psikotik
telah disingkirkan baik karena a) Tidak ada episode depresif manik, atau
campuran mayor yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif, maupun b)
Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Eksklusi kondisi medis umum/zat
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
obat yang disalahgunaan, obat medis) atau kondisi medis umum.

14
F. Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global
Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan perkembangan
global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau
halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan (atau
kurang bila telah berhasil diobati)1.
Berdasarkan hasil anamnesa (alloanamnesa) serta pemeriksaan status
mental, dan merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam
kasus ini dapat didiagnosa sebagai Skizofrenia Tak Terinci (F20.3). Pedoman
diagnostik secara umum skizofrenia telah terpenuhi dan secara spesifik
digolongkan ke dalam skizofrenia tak terinci.1
Untuk diagnosis skizofrenia tak terinci harus memenuhi seluruh
persyaratan berikut yaitu 1:
(a) memenuhi kriteri umum untuk diagnosis skizofrenia.
(b) tidak memenuhi diagnosis skizofrenia paranoid, herbefrenik, atau
katatonik.
(c) tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.
Pasien juga mempunyai emosi yang labil sehingga pasien sering
mengamuk meskipun tanpa alasan yang jelas. Hal ini juga menunjukkan
adanya gejala positif skizoprenia yang mencolok.
Pengobatan pada skizofrenia sebenarnya tidak ada pengobatan yang
spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya
dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pengobatan
skizofrenia diobati dengan antipsikotik. Obat antipsikotik dibagi dalam dua
kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor
antagonist atau antipsikotika generasi I (tipikal) dan serotonin-dopamine
antagonist atau antipsikotika generasi II (atipikal). Obat APG-I berguna
terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif. APG-II bermanfaat baik untuk
gejala positif maupun negatif.2.
Risperidone merupakan APG-II mempunyai mekanisme kerja melalui
interaksi antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak.
Risperidone merupakan antipsikotika pertama setelah clozapin yang mendapat

15
persetujuan FDA. Risperidone memiliki nama dagang Risperdal tersedia dalam
bentuk tablet 1 mg, 2 mg, dan 3 mg. Dosis Risperidone berkisar antara 4 - 16
mg, namun dosis yang biasa digunakan berkisar antara 4 - 8 mg. Selain dalam
bentuk tablet, risperidone juga tersedia dalam bentuk depo (long acting) yang
dapat digunakan setiap dua minggu. Walaupun dikatakan ia merupakan
antagonis D2 kuat, kekuatanya jauh lebih rendah dibandingkn APG II seperti
Haloperidol, sehingga efek samping ekstrapiramidalnya lebih rendah
dibandingkan dengan APG I.
Merlopam adalah lorazepam, merupakan golongan benzodiazepine.
Benzodiazepine mengaktifkan ketiga tapak pengikatan gama-aminobutiric
acid-benzodiazepin (GABA-BZ) spesifik, reseptor GABAA, yang kemudian
membuka saluran klorida dan mengurangi kecepatan letupan neuronal dan otot.
Karena distribusi jaringan reseptor GABA yang luas benzodiazepine memiliki
efek sedatif, relaksan otot, dan antikonvulsan. Dengan meningkatkan aktivitas
GABA maka kerja otak akan melambat dan menghasilkan efek menenagkan
atau sedatif.
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap penderita agar
memahami tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor
penyebab (stresor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan agar
pasien tetap taat minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala serupa
muncul dikemudian hari. Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama,
adanya efek samping obat dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh
dokter.3
Hal lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan
untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan
pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi penderita agar dapat
menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga penderita juga diberikan
terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi
kepada keluarga mengenai penyebab penyebab penyakit yang dialami
penderita serta pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami dan

16
menerima kondisi penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta
mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini.3.
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam pada quo ad vitam dan
dubia ad malam untuk quo ad fungsionam nya sedangkan untuk quo ad
sanationamnya adalah dubia ad malam.

17
TABEL FOLLOW UP

Senin, 27 Mei 2019 KU : compos mentis


Pukul 13.00 Wib
Bangsal Bangau S : Pasien masih tampak gelisah, berbicara sendiri,
berbicara tidak nyambung, susah tidur

O : kontak (+), adekuat, labil kurang kooperatif, halusinasi


visual (-), TD: 120/80 N: 84 x/menit RR: 20x/menit
T: 36.5 ˚C

A: F20.3 Skizofrenia tak terinci

P: Risperidone 2x2 mg,


Merlopam 1x1 mg

Selasa, 28 Mei 2019 KU: compos mentis


Pukul 15.00 Wib
Bangsal Bangau S : pasien masih tampak gelisah, berbicara sendiri, pasien
masih sulit di ajak berbicara, sulit tidur sedikit berkurang.

O : kontak (+) adekuat, labil, kurang kooperatif, halusinasi


(-), TD: 130/80 N: 92 x/menit RR: 18 x/menit T: 36.2 ˚C
A: F20.3 Skizofrenia tak terinci
P : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 1 x 1 mg

Rabu, 29 Mei 2019 KU : compos mentis


Pukul 07.30 WIB
Bangsal Bangau S : pasien sudah tampak tenang, berbicara sendiri (-),
pasien mengatakan mendengar suara-suara. \

O : kontak (+), adekuat, kooperatif, halusinasi audiotorik


(+), TD : 120/80, N: 87 x/menit, RR: 19x/menit T: 36.2
A: F20.3 Skizofrenia tak terinci
P: Resperidone 2 x 2 mg
Merlopam 1 x 1 mg

18
19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan B.J., SAdock. 2012. Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi ke 2. EGC.
2. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
3. Maslim, R. 2010. Panduan Praktis Penggunaan Klinik Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
4. Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. 2015. Psikologi Abnormal (Jilid I)
Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakrta: PT Gelora
Aksara Pratama.

20

Anda mungkin juga menyukai