Anda di halaman 1dari 32

A.

Pengertian

Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi


adalah penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah
sistolik maupun diastolik yang naik diatas tekana darah normal.
Tekanan darah sistolik adalah tekanan puncak yang tercapai ketika
jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri.
Tekanan darah diastolik diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat
jantung rileks dan mengisi darah kembali.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan


abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang
mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan
dan organ–organ tubuh secara terus– menerus lebih dari suatu
periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi bila arteriol– arteriol
konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi
menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,
2010). Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2009).
Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi
empat kalasifikasi (Smeltzer, 2012), yaitu :

Tabel 2.1 Kalsifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik


Dan Diastolik

Kategori TD Sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prahipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg

Stadium I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg


≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Stadium II
Sumber : Smeltzer, et al, 2012
Hipertensi juga dapat diklasifikasi berdasarkan tekanan darah
orang dewasa menurut Triyanto (2014), adapun klasikasi tersebut
sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasfikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Pada


Orang Dewasa.

Kategori TD Sistolik TD diastolik (mmHg)

( mmHg )
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg

Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg

Stadium 1 (ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Stadium 2 (sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg

Stadium 3 (berat) 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg


≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg
Stadium 4 (maligna)
Sumber : Triyanto, 2014

B. Etiologi

a. Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahuin


penyebabnya.

Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil


(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan 50-an dan secara
bertahap “ menetap “ pada suatu saat dapat juga terjadi
mendadak dan berat, perjalanannya dipercepat atau “maligna“
yang menyebabkan kondisi pasien memburuk dengan cepat.
Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah gangguan
emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, kopi, obat –
obatan, faktor keturunan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan
menurut Robbins (2007), beberapa faktor yang berperan dalam
hipertensi primer atau esensial mencakup pengaruh genetik dan
pengaruh lingkungan seperti: stress, kegemukan, merokok,
aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah
besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan


penyebab tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit
parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan
kehamilan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan menurut
Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi sekunder
diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan endokrin lainnya
seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan
pemakaian obat-obatan seperti kontasepsi oral dan
kartikosteroid.

C. Patofisiologi
Menurut Yusuf (2008), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah
jantung dan tahanan perifer. Tubuh mempunyai sistem yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut. Sistem
tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi perubahan tekanan
darah dan ada juga yang bereaksi ketika terjadi perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi
ketika terjadi perubahan tekanan darah dan ada yang bereaksi
lebih lama. Sistem yang cepat tersebut antara lain reflek
kardiovaskular melalui baroreseptor, reflek kemorereptor, respon
iskemia susunan saraf pusat, dan reflek yang berasal dari atrium,
arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat
merespon perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal
dengan perngaturan hormon angiotensin dan vasopresor.
Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang
merupakan bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri).
Antherosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang progresif
pada dinding arteri sehingga mengurangi volume aliran darah ke
jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak kemudian
membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan
penurunan elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur
tekanan darah kemudian mengakibatkan hipertensi. Kekakuan
arteri dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung
bertambah berat yang dimanisfestasikan dalam bentuk hipertrofo
ventrikel kiri (HVK) dan gangguan fungsi diastolik karena
gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi. (Hull, 1996;
dalam Bustan 2007).
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat
disimpulkan bahwa hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri.
Penimbunan lemak terdapat pada dinding arteri yang
mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah ke jantung.

Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi


penyempitan dan penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan
darah tidak dapat diatur yang artinya beban jantung bertambah
berat dan terjadi gangguan diastolik yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.

D. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan


apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula
ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat edema pupil (edema pada diskus optikus ) (Brunner
& Suddart, 2015).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak


menampakkan gejala sampai bertahun – tahun.Gejala, bila ada,
biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah bersangkutan.Penyakit arteri koroner
dengan angina adalah gejala yang paling menyertai
hipertensi.Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons
peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi
melawan tekana sistemik yang menigkat.Apabila jantung tidak
mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat
terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).

Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan


bahwa sebagian besar gejala klinis timbul :

a.Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan


muntah akibat peningkatan tekana intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat
hipertensi.
c.Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat,
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerolus.
e.Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
E. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin / hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel


terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.

b. BUN / kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi


ginjal.

c. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus


hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya


aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.

f. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat


mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiofaskuler )

g. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat mengakibatkan


vasikonstriksi dan hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme


primer (penyebab).

i. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi


ginjal dan atau adanya diabetes.

j. VMA urin (metabolit katekolamin): kenaikan dapat


mengindikasikan adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin
24 jam dapat digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila
hipertensi hilang timbul.

k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor


resiko terjadinya hipertensi.

l. Steroid urin: kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,


feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s;
kadar renin dapat juga meningkat.

m. IVP: dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti


penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada: dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area
katub; deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran
jantung.

o. CT scan: mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau


feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan: Luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

( Anonim, 2013)

F. Komplikasi

Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang


akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ
yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya &
Putri (2013), sebagai berikut:

a. Jantung

Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan


penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja
jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan
berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya,
jantung tidak lagi mampu memompa sehingga banyaknya
cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut
gagal jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,


apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat


menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal
akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang
tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan
terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata

Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan


dapat menimbulkan kebutaan.
G. Penatalaksanaan

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah


mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan
mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat
hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup
sehubungan dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).

a. Terapi nonfamakologis

Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan


non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi
gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi.
Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darah yaitu:

1) Mempertahankan berat badan ideal

Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),


mengatasi obesitas juga dapat dilakukan dengan melakukan
diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein,
dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.

2) Kurangi asupan natrium

Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),


penguramgan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari
dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan
tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg.

3) Batasi konsumsi alkohol


Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi
alkohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan
dapat meningkatkan tekanan darah.Para peminum berat
mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak meminum berakohol.

4) Diet yang mengandung kalium dan kalsium

Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan


asupan diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan
cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur seperti : pisang,
alpukat, papaya, jeruk, apel kacang-kangan, kentang dan diet
rendah lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh
dan lemat total. Sedangkan menurut Radmarsarry (2007)
dalam Wijaya & Putri (2013), kalium dapat menurunkan
tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang
terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-buahan
sebanyak 35 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai
asupan potassium yamg cukup.

5) Menghindari merokok

Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok


memang tidak berhubungan secara langsung dengan
timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat menimbulkan
resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit
jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat
memperberat hipertensi.

6) Penurunan Stress

Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang


tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan
sementara yang sangat
tinggi.

7) Terapi pijat

Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada


prinsipnya pijat yang dikukan pada penderita hipertensi
adalah untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh
sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat
diminalisir, ketika semua jalur energi tidak terhalang oleh
ketegangan otot dan hambatan lain maka risiko hipertensi
dapat ditekan.

b. Terapi farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013)


merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam


tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)

Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan


daya pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita
yang mengalami gangguan pernafasan seperti asma
bronkhial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)

Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah


dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril )


Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat
angiotensin II dengan efek samping penderita hipertensi akan
mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6) Penghambat angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat


penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada resptor.

7) Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Kontraksi jantung ( kontraktilitas) akan terhambat.

H. Fokus Pengkajian

Format pengkajian keluarga model Friedman (2010) yang


diaplikasikan ke kasus dengan masalah utama hipertensi meliputi :

a. Data umum

Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah :

1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis


kelamin,umur, pekerjaan dan pendidikan.
2) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala


atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga

3) Status sosial ekonomi Keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan


baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain
itu sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang
yang dimiliki oleh keluarga.

b. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini


Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini.

2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi

Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum


terpenuhi, menjelaskan mengenai tugas perkembangan
keluaruarga yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala-
kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi


riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing
anggota keluarga, perhatian keluarga terhadap pencegaha penyakit
termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga dan pengalaman terhadapa pelayanan
kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak


suami dan istri.

c. Pengkajian lingkungan

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe


rumah,jumlah ruangan, jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic
tankdengan sumber air, sumber air minum yang digunakan, tanda
catyang sudah mengelupas, serta dilengkapi dengan denah rumah
(Friedman, 2010).

I. Fungsi keluarga

a. Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan
saling mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan
rasa empati, perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010).
b. Fungsi sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga,


sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan,
hukuman, serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010).

c. Fungsi keperawatan

1) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan : menjelaskan nilai


yang dianut keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang
dilakukan dan tujuan kesehatan keluarga (Friedman, 2010).

2) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit


yangdirasa : keluarga mengkaji status kesehatan, masalah
kesehatan yang membuat kelurga rentan terkena sakit dan
jumlah kontrol kesehatan (Friedman, 2010).

3) Praktik diet keluarga : keluarga mengetahui sumber makanan


yang dikonsumsi, cara menyiapkan makanan, banyak makanan
yang dikonsumsi perhari dan kebiasaan mengkonsumsi
makanan kudapan (Friedman, 2010).

4) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri : tindakan yang


dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan, pencegahan
penyakit, perawatan keluarga dirumah dan keyakinan keluarga
dalam perawatan dirumah (Friedman, 2010).

5) Tindakan pencegahan secara medis : status imunisasi anak,


kebersihan gigi setelah makan, dan pola keluarga dalam
mengkonsumsi makanan (Friedman, 2010).

d. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga


adalah : berapa jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan
jumlah anggota keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam
upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga (Padila, 2012).
e. Fungsi ekonomi

Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga dalam


memenuhi sandang, pangan, papan, menabung, kemampuan
peningkatan status kesehatan.

J. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga,


metode yang digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik head
to toe.

K. Fokus Diagnosa keperawatan Keluarga


a. Diagnosa keperawatan keluarga

Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan


diagnosis ke system keluarga dan subsitemnya serta merupakan hasil
pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk
masalah kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga
yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk
menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman (Friedman,
2010). Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:

1) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan


kesehatan).

2) Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila


sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
3) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan
suatu kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga
kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga


dengan masalah hipertensi adalah (NANDA NIC-NOC 2013) :

1) Penurunan curah
jantung
2) Intoleransi aktivitas

3) Nyeri (sakit kepala)

4) Kelebihan volume
cairan

5) Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

6) Ketidakefektifan
koping

7) Defisiensi
pengetahuan

8) Ansietas

9) Resiko cidera

b. Skala Prioritas Masalah

Table 2.3 Skala Prioritas Masalah Keluarga


Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah :
)
a) Aktual (tidak/kurang sehat) 3 1
b) Ancaman kesehatan 2
c) Keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
)
a) Mudah 2
b) Sebagian 1 2
c) Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah :
)
a) Tinggi 3 1
b) Cukup 2
c) Rendah 1
4 Menonjolnya masalah:
)
a. Masalah dirasakan dan perlu 1
2
segera ditangani
b. Masalah dirasakan tapi tidak
1
perlu segera ditangani
0
c. Masalah tidak dirasakan
Total Skore
Sumber: Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)
Keterangan:

Total Skor didapatkan dengan: Skor (total nilai kriteria) x Bobot = Nilai
Angka tertinggi dalam skor Cara melakukan Skoring adalah :

1) Tentukan skor untuk setiap criteria

2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

3) Jumlah skor untuk semua criteria

4) Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa


keperawatan keluarga.

L. Fokus Intervensi Keperawatan Keluarga

Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis


keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta
menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi
dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja
( Friedman, 2010).
Rencana asuhan keperawatan keluarga (NANDA NIC-NOC 2013) dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.4 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan NANDA NIC-NOC
2013
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
o Keperawatan Hasil
1 Penurunan curah NOC NIC
jantung  Cardiac Pump Cardiac Care
Definisi : effectiveness - Evaluasi adanya nyeri
ketidakadekuata  Circulation Status dada (intensitas, lokasi,
n darah yang Vital Sign durasi)
dipompa oleh Status Kriteria - Catat adanya disritmia
jantung untuk Hasil : jantung
memenuhi
 Tanda vital dalam - Catat adanya tanda dan
kebutuhan
rentang normal gejala penurunan cardiac
metabolik tubuh
(Tekanan darah, putput
Nadi, Respirasi). - Monitor status
 Dapat mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas, tidak ada - Monitor status
kelelahan pernafasan yang
 Tidak ada edema menandakan gagal
paru, perifer dan jantung
tidak ada asites - Monitor abdomen
 Tidak ada sebagai indicator
penurunan penurunan perfusi
kesadaran
- Monitor balance cairan
- Monitor adanya
perubahan tekanan darah
- Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
- Monitor toleransi
aktivitas pasien
- Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari
nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan
irama jantung
Monitor bunyi jantung
2 Intoleransi NOC
aktivitas  Energy NIC
Definisi : conservation Activity Therapy
Ketidakcukupa  Activity tolerance - Kolaborasikan dengan
n energi
 Self Care : ADLs tenaga rehabilitasi
psikologis atau
Kriteria Hasil : Medik dalam
fisiologis untuk
 Berpartisipasi merencanakan program
melanjutkan
dalam aktivitas terapi yang tepat
atau
fisik tanpa disertai - Bantu klien untuk
menyelesaikan
peningkatan mengidentifikasi
aktivitas
tekanan darah, aktivitas yang mampu
kehidupan
nadi, dan RR dilakukan
sehari-hari
 Mampu - Bantu untuk memilih
yang harus
melakukan aktivitas konsisten yang
atau yang ingin
aktivitas sehari- sesuai dengan
Dilakukan
hari (ADLs) kemampuan fisik,

secara mandiri psikologi dan social

 Tanda tanda vital - Bantu untuk


normal mengidentifikasi dan

 Energy mendapatkan sumber

psikomotor yang diperlukan untuk


aktivitas yang diinginkan
 Level kelemahan
- Bantu untuk
 Mampu berpindah
mendapatkan alat
: dengan atau
bantuan aktivitas seperti
tanpa bantuan alat
kursi roda,krek
 Status kardio
- Bantu untuk
pulmunari adekuat
mengidentifikasi
 Sirkulasi status
aktivitas yang disukai
baik
- Bantu klien untuk
 Status respirasi
membuat jadwal latihan
: pertukaran gas dan
ventilasi adekuat diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga
Nyeri Akut NOC untuk mengidentifikasi
Definisi:  Pain Level kekurangan dalam
Pengalaman  Pain Control beraktivitas
sensori dan  Comfort level - Sediakan penguatan
emosional yang Kriteria Hasil : positif bagi yang aktif
tidak beraktivitas
 Mampu
3 menyenangkan mengontrol nyeri - Bantu pasien untuk
yang muncul mengembangkan
(tahu penyebab
akibat kerusakan motivasi diri dan
nyeri, mampu
jaringan yang penguatan
menggunakan
aktual atau tehnik - Monitor respon fisik,
potensial atau nonfarmakologi emosi, social dan
digambarka untuk mengurangi spiritual.
dalam hal nyeri, mnecari NIC
kerusakan bantuan) Pain Management
sedemikian rupa
 Melaporkan - Lakukan pengkajian
(internatioal
bahwa nyeri nyeri secara
association for
berkurang dengan komprehensif termasuk
the study of
menggunakan lokasi, karakteristik,
pain): awitan
manajemen nyeri durasi, frekuensi,
yang tiba-tiba
 Mampu mengenali kualitas dan faktor
atau lambat dari
nyeri (skala presipitasi
intensitas ringan
intensitas, - Observasi reaksi
hingga berat
frekuensi dan nonverbal dari
dengan akhir
tanda nyeri) ketidaknyamanan
yang dapat
 Menyatakan rasa - Gunakan tehnik
diantisipasi atau
nyaman setelah komunikasi terapeutik
diprediksi dan
nyeri berkurang untuk mengetahui
berlangsung <6
pengalaman nyeri pasien
bulan.
- Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
- Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
- Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
- Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
- Kurangi faktor
presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
- Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri

4 Kelebihan NOC NIC


volume cairan  Electrolit and acid Fluid management
Definisi : base balance - Timbang
Peningkatan  Fluid balance popok/pembalut jika
retensi cairan Hydration diperlukan
isotonic
Kriteria Hasil : - Pertahankan catatan
 Terbebas dari intake dan output yang
edema, efusi, akurat
anaskara - Pasang urin kateter
 Bunyi nafas bersih, jika diperlukan
tidak ada - Monitor hasil Hb
dyspneu/ortopneu yang sesuai dengan
 Terbebas dari retensi cairan ( BUN,
distensi vena Hmt, osmolalitas urin )
jugularis, reflek - Monitor status
hepatojugular hemodinamik termasuk
(+) CVP,MAP,PAP, dan

 Memelihara PCWP
tekanan vena - Monitor vital sign
sentral, tekanan - Monitor indikasi
kapiler paru, retensi/kelebihan cairan
output jantung dan (cracles, CVP, edema,
vital sign dalam distensi vena leher,
batas normal asites)
 Terbebas dari - Kaji lokasi dan luas
kelelahan, edema
kecemasan atau - Monitor masukan
kebingungan makanan / cairan dan
 Menjelaskan hitung intake kalori
indikator kelebihan - Monitor status
cairan nutrisi
- Kolaborasi
pemberian diuretik
sesuai interuksi
- Batasi masukan
cairan pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na<130
mEq/l
- Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
5 Resiko NOC NIC
ketidakefektifan  Circulation status Peripheral Sensation
perfusi jaringan  Tissue Prefusion : Management (Manajemen
otak celebral Kriteria sensasi perifer)
Definisi : Hasil : - Monitor adanya daerah
Berisiko  Mendemonstrasika tertentu yang hanya peka
mengalami
penurunan n status sirkulasi terhadap
sirkulasi yang ditandai panas/dingin/tajam/tump
jaringan otak dengan : ul
yang dapat  Tekanan systole - Monitor adanya paretese
mengganggu dandiastole dalam - Instruksikan keluarga
kesehatan rentang yang untuk mengobservasi
diharapkan kulit jika ada isi atau
 Tidak ada laserasi
ortostatikkhiperten - Gunakan sarung tangan
si untuk proteksi
 Tidak ada tanda- - Batasi gerakan pada
tanda peningkatan kepala, leher dan
tekanan punggung
intrakranial - Monitor kemampuan
(tidak lebih dari 15 BAB
mmHg) - Kolaborasi pemberian
Mendemonstrasikan analgetik
kemampuan kognitif - Monitor adanya trombo
yang ditandai dengan: plebitis
 Berkomunikasi Diskusikan mengenai
dengan jelas dan penyebab perubahan sensasi
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan dengan
benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
6 Ketidakefektifa NOC NIC
n koping  Decison making Decison making
Definisi :  Role inhasmet - Menginformasikan
Ketidak Sosial support pasien alternatif atau
mampuan Kriteria Hasil : solusi lain penanganan
untuk
 Mengidentifikasi - Memfasilitasi pasien
membentuk
pola koping yang untuk membuat
penilaian valid
efektif keputusan
tentang
 Mengungkapkan - Bantu pasien
stressor,
secara verbal mengidentifikasi
ketidak
tentang koping keuntungan, kerugian
adekuatan
yang efektif dari keadaan
pilihan respon
 Mengatakan Role inhancement
yang dilakukan
penurunan stres - Bantu pasien untuk
dan/atau
 Klien mengatakan identifikasi bermacam-
ketidak
telah menerima macam nilai kehidupan
mampuan
tentang keadaannya - Bantu pasien identifikasi
untuk
menggunakan Mampu strategi positif untuk

sumber daya mengidentifikasi mengatur pola nilai yang

yang tersedia strategi tentang dimiliki


koping Coping inhancement
- Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi
gambaran perubahan
peran yang realistis
- Gunakan pendekatan
tenang dan meyakinkan
- Hindari pengambilan
keputusan pada saat
pasien berada dalam
stress berat
- Berikan informasi
actual yang terkait
dengan diagnosis, terapi
dan prognosis

7 Defisiensi NOC NIC


pengetahuan  Knowledge : Teaching : disease Process
Definisi : disease process - Berikan penilaian
Ketiadaan atau Knowledge : tentang tingkat
defisiensi health behavior pengetahuan pasien
informasi Kriteria Hasil : tentang proses penyakit
kognitif yang yang spesifik
 Pasien dan
berkaitan
keluarga - Jelaskan patofisiologi
dengan topik
menyatakan dari penyakit dan
tertentu
pemahaman bagaimana hal ini
tentang penyakit, berhubungan dengan
kondisi, prognosis anatomi dan fisiologi,
dan program dengan cara yang tepat
pengobatan - Gambarkan tanda dan
 Pasien dan gejala yang biasa
keluarga mampu muncul pada penyakit,
melaksanakan dengan cara yang tepat
prosedur yang - Ganbarkan proses
dijelaskan secara penyakit dengan cara
benar yang tepat
Pasien dan keluarga - Identifikasi
mampu menjelaskan kemungkinan penyebab,
kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan - Sediakan informasi pada
perawat/tim pasien tentang kondisi,
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat
- Hindari jaminan yang
kosong
- Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi
tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperluhkan untuk
mencegah komplikasi
dimasa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit

8 Ansietas NOC NIC


Definisi :  Anxiety self- Anxiety Reduction
Perasaan tidak control (penurunan kecemasan)
nyaman atau  Anxiety level - Gunakan pendekatan
kekawatiran  Coping menenangkan
yang samar Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil :
disertai respon harapan terhadap pelaku
 Klien mampu
autonom pasien
mengidentifikasi
(sumber sering
dan - Jelaskan semua prosedur
kali tidak
mengungkapkan dan apa yang dirasakan
spesifik atau
tidak diketahui gejala cemas selama prosedur
oleh individu);  Mengidentifikasi, - Pahami prespektif
perasaan takut mengungkapkan pasien terhadap situasi
yang dan menunjukkan stres
disebabkan teknik untuk - Temani pasien untuk
oleh antisipasi mengontrol cemas memberikan keamanan
terhadap  Vital sign dalam dan mengurangi takut
bahaya. Hal ini batas normal - Dorong keluarga untuk
merupakan
Postur tubuh, ekspresi menemani anak
isyarat
wajah, bahasa tubuh - Lakukan back/neck rub
kewaspadaan
dan tingkat aktivitas - Dengarkan dengan
yang
menunjukkan penuh perhatian
memperingatka
berkurangnya
- Identifikasi tingkat
n individu akan
kecemasan
kecemasan
adanya bahaya
dan - Bantu pasien mengenal

kemampuan situasi yang

individu untuk menimbulkan

bertindak kecemasan

menghadapi - Dorong pasien untuk


ancaman mengungkapkan
perasaan, ketakutan,,
persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
9 Risiko cidera NOC NIC
Definisi :  Risk kontrol Environment Management
Beresiko Kriteria Hasil : ( Manajemen
mengalami Lingkungan )
 Klien terbebas dari
cedera sebagai cedera - Sediakan lingkungan
akibat kondisi  Klien mampu yang aman untuk pasien
lingkungan menjelaskan - Identifikasi kebutuhan
yang cara/metode untuk keamanan pasien, sesuai
berinteraksi mencegah dengan kondisi fisik dan
dengan sumber injury/cedera fungsi kognitif pasien
adaptif dan  Klien mampu dan riwayat penyakit
sumber menjelaskan factor terdahulu pasien
defensif resiko dari - Menghindarkan
individu lingkungan/perilak lingkungan yang
u personal berbahaya (misalnya
 Mampu memindahkan
memodifikasi gaya perabotan)
hidup untuk - Memasang side rall
mencegah injury tempat tidur
 Menggunakan - Menyediakan tempat
fasilitas kesehatan tidur yang nyaman dan
yang ada bersih
 Mampu mengenali - Menempatkan saklar
perubahan status lampu ditempat yang
kesehatan mudah dijangkau pasien
- Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
- Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
- Memberikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
Sumber : NANDA NIC-NOC, 2013
DAFTAR PUSTAKA

Koes Irianto. 2014. Epideminologi Penyakit Menular dan Tidak Menular


Panduan Klinis. Bandung: IKAPI

Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi


secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dion,Y & Betan,Y. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep Dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Medika

Nuraini, B. 2015. Risk Fators of Hypertension. Faculty of Medicine. University


of Lampung.

Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagaiFaktor Pencetus Terjadinya


Stroke. Majority

Mubarrak, dkk. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas 2; Konsep Dan Aplikasi.


Jakarta: Salemba Medika

Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transtruktual. Jakarta: EGC

Friedman, Marilyn M dkk. 2010. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga Riset,


Teori &Praktik. Jakarta: EGC

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: TIM

Udjiati, W. J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Muttaqin A. 2014. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif & Kusuma. 2013. Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Anonim. 2013. Penyakit Hipertensi Dan Cara Penanganannya. Diakses juli


2020 Dari
https://health.detik.com/berita-
detikhealth.ac/3503396/penanganahipertensi6789sebut-kasus-hipertensi-di-
indonesia-terus-089 /unfiles/sehat.html

Black & Hawk. 2014. Medikal Surgical Nursing Clinical Management for
Positive outcomes (Ed. 7). St. Louis: Missouri Elsevier Saunders.

Smeltzer, S. C. And Bare, B. G. 2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Sudart Edisi 8. Jakarta: EGC

Wijaya, Andra S &Putri, Yesi M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta: Nuha Medika

Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta:
ECG.

Anda mungkin juga menyukai