Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA PROFESI

STANDART PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi

Dosen Pembimbing :

Riska Maratus S., SST

Disusun Oleh:

Kelompok 4 :

1. Anggi Meidea M (2017.05.002)


2. Inggrid Ika O (2017.05.009)
3. Isna Hidayatul M (2017.05.011)
4. Rwiyanti Kumalasari (2017.05.024)
5. Shofa Salsabila (2017.05.026)
6. Triyas Yudhianti (2017.05.030)

AKADEMI GIZI KARYA HUSADA KEDIRI

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berisikan
tentang “Standart Pelayanan Gizi Rumah sakit” tepat pada waktunya..
Saya sampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen dan pihak-pihak
lain  yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya pada kami, sehingga
tugas penulisan makalah ini dapat kami selesaikan. Terimakasih juga saya
sampaikan kepada teman sekelompok atas kerja samanya, sehingga penyusunan
makalah ini dapat dilakukan dengan baik.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca, dan bagi kami sendiri.

Pare, 18 November 2018

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan
pada berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan
gizi merupakan factor penting karena secara langsung  berpengaruh terhadap
kualitas SDM di suatu negara. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan
gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu
hal mereka harus tinggal di suatu institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit
(Depkes RI, 2005).    
Gizi sebagai modal dasar dan investasi, berperan penting memutus
“lingkaran setan”kemiskinan dan kurang gizi, sebagai upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Beberapa dampak buruk kurang gizi
:Rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan sekolah, dan
kehilangan sumber daya karena biaya kesehatan yang tinggi. Upaya
peningkatan SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1), yang
menyatakan bahwa setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan
kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia (Bappenas, 2011).
Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran
penting dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya gunadan
berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan penyakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian
integral dari upaya penyembuhan penyakit pasien. Mutu pelayanan gizi yang
baik akan mempengaruhi indicator mutu pelayanan rumah sakit, yaitu
meningkatkan kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat inap, serta
menurunkan biaya (Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, 2007).
Kemudian bagaimana caranya supaya tugas antar profesi seperti
profesi ahli gizi dapat berjalan secara harmonis dan pelayanan kesehatan

1
menjadi maksimal? Kolaborasi pendidikan dan praktik antar profesi kesehatan
tentunya sangat dibutuhkan. Semua jenis profesi harus mempunyai keinginan
untuk berkolaborasi. Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi lain
merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku
pelajar. Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada asalakan dalam
batas-batas lingkup praktek yang sesuai dengan aturan yang ada.
Dalam kolaborasi ini tentunya komunikasi sangat diperlukan.
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antara manusia dan
meliputi pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang
atau lebih. Komunikasi mempunyai dua tujuan yaitu untuk pertukaran
informasi dan mempengaruhi orang lain, dan komunikasi ahli gizi ini penting
perannya dilakukan oleh seorang ahli gizi kepada pasien nya atau clientnya.
Pada makalah kali ini penulis akan membahas tentang saling percaya antara
ahli gizi dengan client selama berkomunikasi dan tanggap dalam diskusi,
melakukan argumentasi dengan etis selama pelayanan gizi.

1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana etika profesi ahli gizi
2. Bagaimana mekanisme pelayanan gizi RS ?
3. Bagaimana pelaksanaan standart pelayanan gizi rumah sakit?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan etika profesi ahli gizi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pelayanan gizi RS
3. Mahasiswa mampu menjelaskan bagimana pelaksanaan standart
pelayanan gizi rumah sakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etika Profesi Ahli Gizi


2.1.1 Pengertian Etika
Etika merupakan refleksi dari apa yang disebut dengan self
control. Dalam kehidupan sehari-hari masalah etika erat kaitannya
dengan aktivitas manusia baik sebagai individu maupun bermasyarakat.
Sebagian besar masyarakat mulai mengabaikan persoalan etikanya.
Terutama etika dalam pergaulan. Hal ini terjadi diakibatkan masuknya
ajaran-ajaran barat yang akhirnya mengikis budaya masyarakat
Indonesia secara perlahan-perlahan.
Etika diperlukan dalam berbicara, bekerja, berpakaian dan
bergaul. Sebagai suatu profesi ahli gizi selayaknya mempunyai etika,
baik tertulis maupun tidak tertulis. Seorang ahli gizi diharapkan
senantiasa bersikap santun, berbudi luhur berkata halus, dan senantiasa
lebih mendahulukan kepentingan orang banyak dalam melaksanakan
kegiatan profesi dibandingkan kepentingan pribadi. Pada bab ini kita
akan mempelajari bagaimana mahasiswa mampu menunjukkan sikap
religius, bertaqwa kepada Tuhan YME berperilaku sesuai dengan kode
etik profesi Gizi, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam
menjalankan tugas berdasarkan agama, moral dan etika. Menunjukkan
sikap bertanggung jawab atas pekerjaan dibidang keahliannya secara
mandiri.
2.1.2 Ahli Gizi Sebagai Tenaga Profesional
Profesi gizi dan profesi kesehatan lain, dalam sejarahnya
merupakan cabang dari profesi kedokteran. Profesi gizi dituntut untuk
mampu menunjukkan profesionalisme yang lebih tinggi bila ingin
ditempatkan sejajar dengan profesi lain. Sebagai tenaga profesi yang M
50 Etika Profesi melakukan kegiatan/praktik kegizian tentunya
mempunyai pedoman yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
tumpang tindih kewenangan antar profesi kesehatan.

3
Profesi gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang
dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan(body of knowledge),
memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, memiliki kode etik dan bersifat melayani masyarakat.
Sebagai profesi, ahli gizi dituntut memiliki pengetahuan sikap dan
ketrampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan: asuhan gizi klinik,
penyelenggaraan makanan institusi, pelayanan gizi masyarakat,
penyuluhan gizi serta menyediakan pelatih sebagai konsultan gizi.
2.1.3 Ciri-Ciri Ahli Gizi Profesional
Sebagai ahli gizi profesional, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepada masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program
pendidikan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai kode
etik yang berlaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam
menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan
yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh
anggotanya.
8. Pekerjaan/sumber utama seumur hidup.
9. Berorientasi pada pelayanan dan kebutuhan obyektif.
10. Otonomi dalam melakukan tindakan.
11. Melakukan ikatan profesi, lisensi jalur karier.
12. Mempunyai kekuatan dan status dalam pengetahuan spesifik.
13. Alturism (memiliki sifat kemanusiaan dan loyalitas yang tinggi).
2.1.4 Peran Ahli Gizi

4
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran,
yakni sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh
gizi.
1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi,
khususnya dietetik, yang bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip
gizi dalam pemberian makan kepada individu atau kelompok,
merencanakan menu, dan diet khusus, serta mengawasi
penyelenggaraan dan penyajian makanan.
2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang
lain (klien) mengenali, mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan
mendorong klien untuk mencari dan memilih cara pemecahan
masalah gizi secara mudah sehingga dapat dilaksanakan oleh klien
secara efektif dan efisien. Konseling biasanya dilakukan lebih
privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor dan klien yang
bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi
pasien dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap
makanan (Magdalena, 2010).
3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi
yang merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih,
dan mengolah bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat dalam
mengonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan
gizinya (Kamus Gizi, 2010). Penyuluhan gizi sebagian besarnya
dilakukan dengan metode ceramah (komunikasi satu arah),
walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode lainnya yang
dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang komunikasinya
dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih umum
dan biasanya dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.
2.1.5 Standar Kompetensi Ahli Gizi
Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenjang
kualifikasi dan jenisnya. Jenis ahli gizi yang ada saat ini yaitu ahli gizi
dan ahli madya gizi dimana wewenang dan tanggung jawabnya

5
berbeda. Mengingat bahwa untuk menanggulangi hal tersebut,
dibutuhkan tenaga dan ilmuwan yang dinamis, mandiri dan menjunjung
etik profesional yang tinggi sehingga dapat memberikan kontribusi
dalam upaya berbagai pengembangan ilmu dan pelayanan kesehatan di
berbagai bidang termasuk bidang gizi .
Keberadaan seorang ahli gizi sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan gizi berada
dimana-mana dan kapan saja selama masyarakat dan individu masih
mau untuk hidup sehat dalam siklus kehidupan manusia. Tenaga gizi
yang ada di Indonesia saat ini sebagian besar berlatar belakang
pendidikan Diploma III, sementara pendidikan sarjana dan sarjana
terapan sampai dengan program magister juga terus menelorkan
lulusannya. Adanya tenaga gizi dengan lulusan dari jenjang pendidikan
yang berbeda ini tentunya mempunyai wewenang dan kompetensi yang
berbeda pula.
Tenaga gizi dalam melaksanakan tugasnya bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain. Kondisi ini menuntut tenaga yang profesional,
dalam hal ini profesi gizi merupakan profesi kesehatan. Secara umum
tujuan disusunnya standar kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan
pengembangan profesi Ahli Gizi di Indonesia dengan tujuan agar dapat
mencegah tumpang tindih kewenangan berbagai profesi yang terkait
dengan gizi. Standar kompetensi yang tercantum di dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/Menkes/SK/111/2007 tentang Standar Profesi Gizi. disampaikan di
bawah ini adalah standar kompetensi bagi Ahli Madya Gizi sebagai
tenaga kesehatan.
No. Kode Judul Unit Kompetensi
1. Kes.AG.01.01.01 Berpenampilan (untuk kerja ) sesuai
dengan kode etik profesi gizi.
2. Kes.AG.01.02.01 Merujuk klienpasien kep\ada ahli lain saat
situasinya berada di luar kompetensinya.
3. Kes.AG.01.03.01 Ikut aktif dalam kegiatan profesi gizi.
4. Kes.AG.01.04.01 Melakukan pengkajian diri menyiap\kan

6
portofolio untuk pengembangan profesi
dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pendidikan berkelanjutan.
5. Kes.AG.01.05.01 Berpartisipasi dalam proses kebijakan
legislatif dan kebijakan publik yang
berdampak pada p\angan gizi dan
pelayanan kesehatan.
6. Kes.AG.01.06.01 Menggunakan teknologi terbaru dalam
kegiatan informasi dan komunikasi
7. Kes.AG.01.07.01 Mendokumentasikan kegiatan p\elayanan
gizi
8. Kes.AG.01.08.01 Melakukan pendidikan gizi dalam
kegiatan supervisi.
9. Kes.AG.01.09.01 Mendidik pasien/klien dalam rangka
promosi kesehatan, pencegahan penyakit
dan terapi gizi untuk kelompok sasaran.
10. Kes.AG.01.10.01 Melakukan pendidikan dan pelatihan gizi
untuk kelompok sasaran.
11. Kes.AG.01.11.01 Ikut serta dalam p\engkajian dan
p\engembangan bahan pendidikan untuk
kelomp\ok sasaran.
12. Kes.AG.01.12.01 Menerapkan pengetahuan dan
ketramp\ilan baru dalam kegiatan
p\elayanan gizi.
13. Kes.AG.01.13.01 Ikut serta dalam peningkatan kualitas
pelayanan atau praktik dietetik untuk
kep\uasan konsumen.
14. Kes.AG.01.14.01 Berp\artisipasi dalam p\engembangan dan
p\engukuran kinerja dalam pelayanan gizi

2.2 Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi
Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen
Kesehatan. Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi:

7
1. Asuhan Gizi Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian dan Pengembangan

2.2.1 Pelayanan Gizi Rawat Jalan


Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan
asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari asesmen/pengkajian,
pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada
klien/pasien di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan pada umumnya
disebut kegiatan konseling gizi dan dietetik atau edukasi/penyuluhan
gizi.
Mekanisme Kegiatan Pelayanan gizi rawat jalan meliputi
kegiatan konseling individual seperti; pelayanan konseling gizi dan
dietetik di unit rawat jalan terpadu, pelayanan terpadu geriatrik, unit
pelayanan terpadu HIV AIDS, unit rawat jalan terpadu utama/VIP dan
unit khusus anak konseling gizi individual dapat pula difokuskan pada
suatu tempat. Pelayanan Penyuluhan berkelompok seperti; pemberian

8
edukasi di kelompok pasien diabetes, pasien hemodialisis, ibu hamil
dan menyusui, pasien jantung koroner, pasien AIDS, kanker, dan lain-
lain. Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapatkan asuhan gizi di
rawat jalan berupa konseling gizi untuk pasien dan keluarga serta
penyuluhan gizi untuk kelompok adalah sebagai berikut:
1. Konseling Gizi
a. Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat
rujukan dokter dari poliklinik yang ada di rumah sakit atau dari
luar rumah sakit.
b. Dietisien melakukan pencatatan data pasien dalam buku
registrasi.
c. Dietisien melakukan asesmen gizi dimulai dengan pengukuran
antropometri pada pasien yang belum ada data TB, BB.
d. Dietisien melanjutkan asesmen/pengkajian gizi berupa anamnesa
riwayat makan, riwayat personal, membaca hasil pemeriksaan
lab dan fisik klinis (bila ada). Kemudian menganalisa semua data
asesmen gizi.
e. Dietisien menetapkan diagnosis gizi.
f. Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan
konseling dengan langkah menyiapkan dan mengisi leaflet
flyer/brosur diet sesuai penyakit dan kebutuhan gizi pasien. serta
menjelaskan tujuan diet, jadwal, jenis, jumlah bahan makanan
sehari menggunakan alat peraga food model, menjelaskan
tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, cara
pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan
dan keinginan serta kemampuan pasien.
g. Dietisien menganjurkan pasien melakukan kunjungan ulang,
untuk mengetahui keberhasilan intervensi (monev) dilakukan
monitoring dan evaluasi gizi. Dietisien melakukan pencatatan
pada Formulir Anamnesis Gizi Pasien Kunjungan Ulang
sebagaimana tercantum dalam Form II, sebagai dokumentasi
proses asuhan gizi terstandar.

9
h. Pencatatan hasil konseling gizi dengan format ADIME
(Asesmen, Diagnosis, Intervensi, Monitoring & Evaluasi)
dimasukkan ke dalam rekam medik pasien atau disampaikan ke
dokter melalui pasien untuk pasien di luar rumah sakit dan
diarsipkan di ruang konseling.

2.2.2 Pelayanan Gizi Rawat Inap


1. Pengertian
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang
dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
meliputi perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi,
dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.

Proses pelayanan gizi rawat inap

10
2. Tujuan
Pelayanan kepada klien/pasien rawat jalan atau kelompok
dengan membantu mencari solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi
mengenai jumlah asupan makanan yang sesuai, jenis diet, yang tepat,
jadwal makan dan cara makan, jenis diet dengan kondisi kesehatannya.
3. Sasaran
1. Pasien dan keluarga
2. Kelompok pasien dengan masalah gizi yang sama
3. Individu pasien yang datang atau dirujuk
4. Kelompok masyarakat rumah sakit yang dirancang secara periodik
oleh rumah sakit.
4. Mekanisme
1. Asesmen Gizi
a) Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, antara
lain riwayat gizi, riwayat personal, hasil laboratorium,
antropometri, hasil pemeriksaan fisik klinis, diet order dan
perkiraan kebutuhan zat gizi.
b) Yang dicatat hanya yang berhubungan dengan masalah gizi saja.
2. Diagnosis Gizi
a) Pernyataan diagnosis gizi dengan format PES

11
b) Pasien mungkin mempunyai banyak diagnosis gizi, lakukan kajian
yang mendalam sehingga diagnosis gizi benar benar berkaitan dan
dapat dilakukan intervensi gizi .
3. Intervensi Gizi
a) Rekomendasi diet atau rencana yang akan dilakukan sehubungan
dengan diagnosis gizi
b) Rekomendasi makanan/suplemen atau perubahan diet yang
diberikan
c) Edukasi gizi
d) Konseling gizi
e) Koordinasi asuhan gizi
4. Monitoring & Evaluasi Gizi
a) Indikator yang akan dimonitor untuk menentukan keberhasilan
intervensi
b) Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara
lain Berat badan, asupan ,hasil lab dan gejala klinis yang berkaitan.
2.2.3 Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi
dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Penyelenggaraan makanan
bertujuan untuk Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai
kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna
mencapai status gizi yang optimal.

12
2.2.3.1 Bentuk Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit Bentuk
penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi:
1. Sistem Swakelola Pada penyelenggaraan makanan rumah sakit
dengan sistem swakelola.
2. Sistem Diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourcing) Sistem
diborongkan yaitu penyelengaraan makanan dengan memanfaatkan
perusahaan jasa boga atau catering untuk penyediaan makanan RS.
3. Sistem Kombinasi Sistem kombinasi adalah bentuk sistem
penyelenggaraan makanan yang merupakan kombinasi dari sistem
swakelola dan sistem diborongkan sebagai upaya memaksimalkan
sumber daya yang ada.
2.2.3.2 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan
Kegiatan penyelenggaraan makanan untuk konsumen
Rumah Sakit, meliputi :
1. Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS)
adalah suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit
sebagai acuan dalam memberikan pelayanan makanan pada
pasien dan karyawan yang sekurang-kurangnya mencakup :
ketentuan macam konsumen yang dilayani, kandungan gizi,
pola menu dan frekuensi makan sehari,dan jenis menu.
2. Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit

13
Standar bahan makanan sehari adalah acuan/patokan
macam dan jumlah bahan makanan (berat kotor) seorang
sehari, disusun berdasarkan kecukupan gizi pasien yang
tercantum dalam Penuntun Diet dan disesuaikan dengan
kebijakan rumah sakit.

14
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Etika merupakan refleksi dari apa yang disebut dengan self
control. Dalam kehidupan sehari-hari masalah etika erat kaitannya
dengan aktivitas manusia baik sebagai individu maupun
bermasyarakat.
Mekanisme pelayanan gizi rumah sakit Pengorganisasian
Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit
dan Peraturan Menkes Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen
Kesehatan. Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi:
1. Asuhan Gizi Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian dan Pengembangan
1.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

15
Daftar Pustaka

Aritonang, Irianton. 2009. Manajemen Penyelenggaraan Makanan&Asuhan Gizi.


CEBios : Yogyakarta
Bakri, Bachyar dan Annasari M. 2010. Etika dan Profesi Gizi. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis : Jakarta
Depkes RI. 2008. Standar Profesi Gizi. Kepmenkes RI
No:374/MENKES/SKIII/2007 : Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Kementrian kesehatan RI, 2013. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit. Jakarta
Tjaronosari. 2018. Etika Profesi. Kementrian kesehatan RI Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai