Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Ns.Ika Purnamasari, S.Kep., M.Kep

Oleh :

1. Ayu Suryaning Pratiwi 2018200080

2. Awal Agustiawan 2018200105

PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS AL’QURAN JAWA TENGAH

DI WONOSOBO

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar
didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali
dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan
sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di
Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar
pada balita.

Solusi dalam hal ini adalah memberikan pengajaran kepada orang tua mengenai kesehatan
dan perawatan anak dan  bayi di rumah. Namun dalam menjalankannya seseorang harus
mengetahui bayak hal seperti penyesuaian terhadap kehidupan, pengkajian klinis dan yang pasti
asuhan keperawatan pada bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi) .Melalui makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang asuhan apa saja yang akan
diberikan kepada bayi dan anak yang menderita penyakit tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi penyakit Diare?


2. Apa saja jenis-jenis penyakit Diare?
3. Bagaimana menjelaskan penyebab dan proses terjadinya Diare?
4. Bagaimana menjelaskan cara mengatasi Diare?
5. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada anak yang terkena penyakit Diare ?

1.3 Tujuan

1 Mengetahui tentang penyakit Diare.


2 Mengetahui tentang jenis-jenis penyakit Diare.
3 Menjelaskan penyebab dan proses terjadinya Diare.
4 Menjelaskan cara mengatasi Diare.
5 Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada anak yang terkena penyakit Diare .
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi dan Fisiologi

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan orga aksesori, secara otomatis saluran
pencernaan atas dua bagian yaitu saluran pencernaan atas yang mulai dari mulut sampai usus
halus bagian distal, dan organ aksesori yang terdiri atas hati, kandung empedu, dan pancreas
(Hidayat, 2006). Anatomi menurut Sodikin (2011) anatomi saluran pencernaan adalah sebagai
berikut :

a. Mulut

Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Mulut bi batasi oleh dua sisi pipi
yang dibentuk oleh muskulus businatorus, bagian atasnya terdapat palatum yang memisahkannya
dari hidung dan bagian atas faring.

b. Lidah

Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya dilapisi dengan membrane
mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan lebar. Lidah menempati kavum oris dan
melekat secara langsung pada epiglotis dalam

c. Gigi

Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang berbeda-
beda. Selpertama adalah gigi primer ( gigi susu atau desidua), yang bersifat sementara dan
tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan; selanjutnya set kedua
atau set permanen , menggantikan gigi primer dan mulai tumbuh pada sekitar umur 6 tahun.
d. Kerongkongan (Esofagus)

Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago krikoid sampai bagian
kardia lambung. Panjangnya bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan
pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23-30 cm.

e. Lambung

Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir. Kapasitas dari lambung
antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sampai sekitar 75 ml pada kehidupan minggu ke-2,
sekitar 10 ml pada bulan pertama, dan rata-rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000 ml.

f. Usus Kecil

Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Usus kecil memiliki panjang 300-
350 cm saat lahir, mengalami peningkatan sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.
Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5-10 cm dengan diameter
1-1,5 cm.

g. Usus Besar

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon assenden, kolon transversum, kolon denden dan
kolon sigmoid. Panjang usus besar bervariasi, berkisar sekitar ±180cm.

Fisiologi

Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan (ingesti) dan sekresi getah
pencernaan ke sistem pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti
makanan, hasil pencernaan akan diserap ke dalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi,
disgesti,dan absorbsi terjadi secara berkesinambungan pada saluran pencernaan, mulai dari atas
yaitu mulut sampai ke rectum. Mastikasi merupakan proses pengunahan atau pemecahan partikel
makanan yang besar oleh gigi dan mencampur makanan, kemudian dilembapkan oleh glandula
salivary untuk membentuk bolus (massa berlapis saliva). Menelan (deglutisi) merupakan suatu
respon reflex yang disebabkan oleh impuls aferen di dalanm nervus trigeminus, glosofaringeus
dan vagus. Defekasi sebagian bersifat reflex dan sebagian lain merupakan aktivitas volunteer.
B. Definisi

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi


(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah

Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda


adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari

Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.

Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

C. Etiologi

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :


a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a. malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus
(enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan
infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).

b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
D. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,
isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik
akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1. Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam
laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40
mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
E. Pathways
F. Manifestasi klinik

Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-tandanya :
Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak berkurang, masih ada
keinginan untuk bermain

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya : Berak
cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat, Haus, tidak
ada nafsu makan, Badan lesu lemas

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: Berak cair terus-
menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering dan biru, Tangan dan kaki
dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada keinginan untuk bermain, Tidak BAK
selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, ubun – ubun dan mata
cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas
(elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat


berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

G. Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :

1. Pemeriksaan tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis

b. PH dan kadar gula dalam tinja

c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.

3.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.

4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

5. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

H. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat
dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa
kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.

Jadwal pemberian cairan

a. Belum ada dehidrasi


- Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
- Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b. Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
- Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
c. Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
- Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
d. Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
2. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan asi.
- Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
- Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh.
3. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)

 Obat anti sekresi.


 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan
sehat yaitu :
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst
tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan
tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau bisa
membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih
dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara
jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar
air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk
keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

I. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis,
suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.

2. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam.

3. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

b) Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

c) Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka


panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.

e) Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
f) Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

g) Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan


tempat tinggal.

i) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


1. Pertumbuhan

o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2


kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.


Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian,
BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
3. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
a. feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
b. Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
c. AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3
menurun )
d. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
e. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap
diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan skunder terhadap diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit

2) Pantau intake dan output


R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

3) Timbang berat badan setiap hari


R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt

4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).

- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan


nutrisi terpenuhi

Kriteria : - Nafsu makan meningkat

- BB meningkat atau normal sesuai umur


Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :


a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare

Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan
suhu tubuh

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)

2) Berikan kompres hangat


R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik


R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan


frekwensi BAB (diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu

Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal


dengan baik dan benar
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan


R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS


R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.

5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak


BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan

Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal (normal 100-200 cc/jam tinja),
berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali.

Perlu penanganan yang tepat untuk mencegah diare. Pencegahan diare bisa dilakukan
dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :

1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.


2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan
tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak
berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau
bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air
bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara
jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar
air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk
keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 2018. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta

Carpenitto.LJ. 2011. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.

Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Lab/ UPF IKA, 2013. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Markum.AH. 2018. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 2017. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Soetjiningsih, 2000. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suryanah,2014. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai