Oleh :
DI WONOSOBO
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Solusi dalam hal ini adalah memberikan pengajaran kepada orang tua mengenai kesehatan
dan perawatan anak dan bayi di rumah. Namun dalam menjalankannya seseorang harus
mengetahui bayak hal seperti penyesuaian terhadap kehidupan, pengkajian klinis dan yang pasti
asuhan keperawatan pada bayi baru lahir (pengkajian, perencanaan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi) .Melalui makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang asuhan apa saja yang akan
diberikan kepada bayi dan anak yang menderita penyakit tersebut.
1.3 Tujuan
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan orga aksesori, secara otomatis saluran
pencernaan atas dua bagian yaitu saluran pencernaan atas yang mulai dari mulut sampai usus
halus bagian distal, dan organ aksesori yang terdiri atas hati, kandung empedu, dan pancreas
(Hidayat, 2006). Anatomi menurut Sodikin (2011) anatomi saluran pencernaan adalah sebagai
berikut :
a. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Mulut bi batasi oleh dua sisi pipi
yang dibentuk oleh muskulus businatorus, bagian atasnya terdapat palatum yang memisahkannya
dari hidung dan bagian atas faring.
b. Lidah
Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya dilapisi dengan membrane
mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan lebar. Lidah menempati kavum oris dan
melekat secara langsung pada epiglotis dalam
c. Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang berbeda-
beda. Selpertama adalah gigi primer ( gigi susu atau desidua), yang bersifat sementara dan
tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan; selanjutnya set kedua
atau set permanen , menggantikan gigi primer dan mulai tumbuh pada sekitar umur 6 tahun.
d. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago krikoid sampai bagian
kardia lambung. Panjangnya bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan
pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23-30 cm.
e. Lambung
Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir. Kapasitas dari lambung
antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sampai sekitar 75 ml pada kehidupan minggu ke-2,
sekitar 10 ml pada bulan pertama, dan rata-rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000 ml.
f. Usus Kecil
Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Usus kecil memiliki panjang 300-
350 cm saat lahir, mengalami peningkatan sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.
Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5-10 cm dengan diameter
1-1,5 cm.
g. Usus Besar
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon assenden, kolon transversum, kolon denden dan
kolon sigmoid. Panjang usus besar bervariasi, berkisar sekitar ±180cm.
Fisiologi
Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan (ingesti) dan sekresi getah
pencernaan ke sistem pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti
makanan, hasil pencernaan akan diserap ke dalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi,
disgesti,dan absorbsi terjadi secara berkesinambungan pada saluran pencernaan, mulai dari atas
yaitu mulut sampai ke rectum. Mastikasi merupakan proses pengunahan atau pemecahan partikel
makanan yang besar oleh gigi dan mencampur makanan, kemudian dilembapkan oleh glandula
salivary untuk membentuk bolus (massa berlapis saliva). Menelan (deglutisi) merupakan suatu
respon reflex yang disebabkan oleh impuls aferen di dalanm nervus trigeminus, glosofaringeus
dan vagus. Defekasi sebagian bersifat reflex dan sebagian lain merupakan aktivitas volunteer.
B. Definisi
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
C. Etiologi
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus
(enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan
infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,
isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik
akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-tandanya :
Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak berkurang, masih ada
keinginan untuk bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya : Berak
cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat, Haus, tidak
ada nafsu makan, Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: Berak cair terus-
menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering dan biru, Tangan dan kaki
dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada keinginan untuk bermain, Tidak BAK
selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, ubun – ubun dan mata
cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas
(elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik.
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.
3.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
5. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
H. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat
dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa
kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.
I. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis,
suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara
serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis.
BAB III
1. Pengkajian
a) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
b) Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
e) Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
f) Riwayat Kesehatan Keluarga
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
3. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
a. feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
b. Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
c. AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3
menurun )
d. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
e. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan
suhu tubuh
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.
Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal (normal 100-200 cc/jam tinja),
berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali.
Perlu penanganan yang tepat untuk mencegah diare. Pencegahan diare bisa dilakukan
dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :
Carpenitto.LJ. 2011. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 2013. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.