Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Pasien dengan masalah Psikososial Gangguan Citra Tubuh

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa

Dosen Pengampu : Ns.Ari Setyowati, S.Kep

Oleh :

1. Ayu Suryaning Pratiwi 2018200080

PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS AL’QURAN JAWA TENGAH

DI WONOSOBO

TAHUN 2020
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya,
bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan
rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang
lain terhadap dirinya. (Melliana, 2013).
Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan secara mental dalam memandang fisik diri
sendiri (Nanda, 2015).

Gambaran  diri  atau  citra  tubuh  merupakan  komponen  konsep diri yang paling utama


dari komponen konsep diri lainnya, cita tubuh adalah persepsi individu terhadap dirinya seara
sadar ataupun tidak sadar terhadap penilaian dirinya meliputi: persepsi atau perasaan tentang
ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Gambaran diri atau citra tubuh bersifat dinamis
karena merupakan perubahan yang terjadi secara konstan sebagai persepsi baru dan pengalaman
dalam kehidupan (Stuart&Laraia,2005)
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun
eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh
dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi
dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Citra  tubuh  merupakan  sikap  individu  terhadap  tubuhnya  baik disadari maupun tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu dan sekarang megenai ukuran, bentuk, fungsi, penampilan
dan potensi tubuh (Sulisyiwati,2005).
Citra   tubuh   positif  apabila   seseorang   memandang   realistis, menerima dan
menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan
harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat merubah citra tubuh
secara dinamis. Persepsi orang lain di lingkungan seseorang terhadap dirinya turut
mempengaruhi penerimaan klien terhadap dirinya.
Perubahan citra tubuh adalah suatu keadaan distress personal, yang didefinisikan oleh
individu, yang mengindikasikan bahwa tubuh mereka tidak lagi mendukung harga diri dan yang
disfungsional, membatasi interaksi social mereka dengan orang lain (suliswati, 2005)
2.2 Etiologi

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan
perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan
yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu,
sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang
karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang
realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih
merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh
kembang fisik dan kognitif perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan
aspek lain dari konsep diri.
Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image) adalah:
(a)      Jenis kelamin.
Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam
perkembangan citra tubuh (body image) seseorang. Deacey & Kenny (2001) juga sependapat
bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan
menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra tubuh (body image) dibandingkan pria
(Cash & Brown, 1989: Davidson & McCabe, 2005: Demarest & Allen, 2000: Furnaham &
Greaves, 1994:, Jenelli, 1993: Rozin & Fallon, 1988 dalam Hubley & Quinlan, 2005). Pria ingin
bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri di depan teman-temannya dan
mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus
menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan
pria untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi oleh gambar dimedia massa yang
memperlihatkan model pria yang kekar dan berotot. Sedangkan wanita cenderung untuk
menurunkan berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah wanita yang sering memuat
artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson & Didomenico, 1992).

(b)     Usia.
Pada tahan perkembangan remaja, citra tubuh (body image) menjadi penting (Papalia &
Olds, 2003). Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat
badan. umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dari pada remaja putra. Remaja putri
mengalami kenaikan berat badan pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang
penampilan dan hal ini dapat menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating
disorder). Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan
usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot juga semakin tidak puas dengan
tubuhnya (Papalia & Olds, 2003).
(c)      Media Massa .
Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul
dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat
mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Tiggemann (dalam Cash &purzinsky, 2002) juga
menyatakan bahwa media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-
anak dan remaja lebih bahyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi. Konsumsi
media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan
bahwa standart kecantikan perempuan adalah Tubuh yang kurus dalam hal ini berarti dengan
level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-
orang yang sehat. Media juga menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan
memiliki tubuh yang berotot.
(d)     Keluarga.
Menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling penting dalam
proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak anaknya melalui modeling,
feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Strack (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan
bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik
terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayi lahir, orangtua
menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya
dengan penampilan bayi sebenarnya. Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan
yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua sama seperti
harapan oanggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda and Narworski (dalam Cash dan
Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orang tua dan anggota keluarga
mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak- anak. Orang tua yang secara
konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan
pesan kepada anak bahwa menghawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.
(e)      Hubungan interpersonal.
 Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan
orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi
bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa
cemas dengan penampilannya dangugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya.
Rosen dan koleganya (dalam Cash & Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap
penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat
mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menurut Dunn & Gokee
(dalam Cash Purzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang
mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Keadaan tersebut
dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses
pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik. Pikiran dan perasaan mengenai
tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam konteks perkembangan, gambaran tubuh
berasal dari hubungan interpersoanal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga
berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat diriya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan
merasa mengenai tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (chase,
2001).

3 Stressor yang dapat Menyebabkan Gangguan Citra Tubuh


·         Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit
·         Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah pemasangan
infuse.
·         Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan pemasanagn alat di
dalam tubuh.
·         Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
·         Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
·         Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah, pemasangan alat
pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan tanda vital, dll).
Etiologi lainnya
Kondisi Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat
menimbulkan gangguan citra tubuh :
1.    Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
a.     Enterostomi
b.    Mastaktomi
c.     Histerektomi
d.    Pembedahan kardiovaskuler
e.     Pembedahan leher radikal
f.     Laringektomi
2.    Amputasi pembedahan atau traumatik
3.    Luka bakar
4.    Trauma wajah
5.    Gangguan makan
6.    Obesitas
7.    Gangguan muskuluskeletal
a.     atritis
8.    Gangguan integumen
a.     Psoriasis
b.    Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
9.    Lesi otak
a.     Cerebrovaskular accident
b.    Demensia
c.     Penyakit parkinson
10.  Gangguan afektif
a.     Depresi
b.    Skizofrenia
11.  Gangguan endokrin
a.     Akromegali
b.    Sindroma chusing
12.  Penyalahgunaan bahan kimia
13.  Prosedur diagnostik
14. Kehilangan atau pengurangan fungsi
a.     Impotensi
b.    Pergerakan/kendali
c.     Sensori/persepsi
d.    Memori
15. Nyeri                       
16. Perubahan psikososial atau kehilangan
a.     Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
b.    Dukungan orang terdekat
c.     Perceraian
d.    Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
e.     Translokasi/relokasi
17. Respon masyarakat terhadap penuaan   (agetasim)
a.     Umpan balik interpersonal negatif
b.    Penekanan pada produktivitas

2.3 Klasifikasi
2.4 Rentang Respon

Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi perubahan dalam
kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi.
Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1.      Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian,
pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)

2.      Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan


bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara
tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.

Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:


1.      Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat
keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri,
menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.

2.      Respon mal-adaptip: menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannyaterhadap yang
lain yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.

Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:

1.      Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima
tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.

2. Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat


kedangkalankepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam,
malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

2.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

a)    Pengkajian
1.  Objektif  :
          Hilangnya bagian tubuh.
a.       Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
b.      Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
c.       Menolak melihat bagian tubuh.
d.      Menolak menyentuh bagian tubuh.
e.       Aktifitas sosial menurun.

2.  Subjektif  :
a.       Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
b.      Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
c.      Menolak berinteraksi dengan orang lain.
d.      Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.
e.       Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
f.       Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

3.   Konsep diri :
      Ideal diri ; tidak realistis, ambisius

            4.  Sosial budaya :
a.       Nilai budaya yang ada di masyarakat.
b.      Nilai budaya yang dianut individu

b)   Diagnosa Keperawatan
Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan
dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan perubahan
penampilan (Keliat, 1998).
Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:
1)      Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2)      Isolasi social : menarik diri
3)      Deficit perawatan diri
c) Intervensi
Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima perasaan dan pikirannya,
menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber
pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat,
1998).
Diagnose I : gangguan citra tubuh
SP Pasien
Tujuan Umum :
—  Kepercayaan diri klain kembali normal
Tujuan khusus :
—  Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
—  Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
—  Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
—  Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi
—  Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan dan harapan
yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
—  Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
—  Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
—  Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
—  Gunakan protese, wig,Gunakan protese, wig,kosmetik atau yg lainnya sesegera
mungkin,gunakan pakaian yang baru.
—  Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
—  Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
—  Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada pembentukan tubuh yang
ideal.
—  Lakukan interaksi secara bertahap
—  Susun jadual kegiatan sehari-hari.
—  Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan sosial.keluarga dan sosial.
—  Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran
pentingbaginya.
—  Beri pujian thd keberhasilan pasienmelakukan interaksi.
SP keluarga 
Tujuan umum :
•      Kluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
Tujuan khusus :
—  Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
—  Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.
—  Keluarga mengetahui cara mengatasi.
—  Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah gangguan citra tubu.
—  Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.
—  Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanKeluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien
dan memberikan pujian ataspasien dan memberikan pujian ataskeberhasilannya.keberhasilannya.
Intervensi  
—  Jelaskan dengan keluarga ttg ggn citra tubuh yang tjd pada pasien.
—  Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.
—  Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.
—  Menyediakan fasilitas untuk  memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
—  Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.
—  Memberikan pujian atas keberhasilan pasien
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pelaksanaan proses keperawatan secara umum bertujuan untuk menghasilkan
asuhan keperawatan yang berkualitas sehingga berbagai masalah kebutuhan klien dapat
teratasi. Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan
dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi
ketergantungan dan saling berhubungan.
Berdasarkan rangkaian analisis dasar atau pengkajian diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pasien atas nama Sdr. A masuk dari poli pada tanggal 22 Oktober
2019 dengan program perbaikan keadaan umum karena Hb rendah dan akan menjalanin
kemoterapi dengan obat untuk yang pertama kali. Diagnosa keperawatan psikososial
yang muncul adalah gangguan citra tubuh dan HDR situasional. Di dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan, didapatkan proses yag cukup baik antara mahasiswa dengan klien,
akan tetapi terdapat hasil yang belum teratasi.

4.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat tidak hanya mengkaji kondisi fisik pasien yang sedang
dalam perawatan, tetapi juga memperhatikan serta membantu mengatasi masalah
psikologis yang mungkin dialami oleh setiap klien.
2. Bagi Keluarga
Diharapkan keluarga senantiasa memberikan dukungan dan perhatian kepada klien
dalam meningkatkan derajat kesehatan, khususnya masalah gangguan citra tubuh dan
HDR situasional, serta keluarga dapat mengingatkan klien untuk mempraktekkan cara
mengatasi gangguan citra tubuh dan HDR situasional yang dialami klien.
DAFTAR PUSTAKA

H. Yusuf. 2015. Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Jagakarsa
Herdman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Iskandar, M. D. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Keliat, C. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC
Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika
Stuart, W. Gail. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
Yusuf A. H, Fitryasari, & Nihayati, H. E. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai