Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH


DEDEN DERMAWAN S.KEP.,NS M.KEP

A. Pengertian
1. Perubahan
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan
dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis artinya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup
keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan
atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai
tujuan tertentu (Hidayat, 2007).

2. Citra Tubuh
Merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang membentuk persepsi
seseorang tentang tubuhnya baik secara internal maupus eksternal. Persepsi ini
mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi
oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi
dari pandangan orang lain (Potter & Perry, 2005). Citra tubuh adalah sikap individu
terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi performance,
potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan
bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).

3. Gangguan Citra Tubuh


Gangguan citra tubuh adalah perubahan presepsi tentang tubuh yang diakibatkan
oleh perubahan ukuran, bentuk struktur, fungsi keterbatasan, makna dan obyek yang
sering kontak dengan tubuh.
Gangguan citra tubuh adalah kekacauan pada cara seseorang merasakan citra
tubuhnya. Evaluasi diri dan perasaan tentang kemampuan diri negatif, yang dapat
diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan
mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam
citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan
penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota
keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya
(Kozier, 2004).

B. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Citra Tubuh


Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image) adalah:
1. Jenis kelamin.
Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting
dalam perkembangan citra tubuh (body image) seseorang. Deacey & Kenny (2001)
juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh. Beberapa penelitian
yang sudah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra tubuh
(body image) dibandingkan pria.
Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri di depan
teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan wanita
ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian
pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk membuat tubuh lebih berotot
dipengaruhi oleh gambar dimedia massa yang memperlihatkan model pria yang kekar
dan berotot. Sedangkan wanita cenderung untuk menurunkan berat badan disebabkan
oleh artikel dalam majalah wanita yang sering memuat artikel promosi tentang
penurunan berat badan (Anderson & Didomenico, 1992).
2. Usia.
Pada tahan perkembangan remaja, citra tubuh (body image) menjadi penting
(Papalia & Olds, 2003). Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk
mengontrol berat badan. umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri dari pada
remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan pada masa pubertas dan
menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan hal ini dapat menyebabkan remaja putri
mengalami gangguan makan (eating disorder). Ketidakpuasan remaja putri pada
tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada
remaja putra yang semakin berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papalia
& Olds, 2003).
3. Media Massa .
Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang
muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan
laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Tiggemann (dalam
Cash &purzinsky, 2002) juga menyatakan bahwa media massa menjadi pengaruh yang
paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan remaja lebih bahyak menghabiskan
waktunya dengan menonton televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat
mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan bahwa standart
kecantikan perempuan adalah Tubuh yang kurus dalam hal ini berarti dengan level
kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah
orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki
adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.
4. Keluarga.
Menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling penting
dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak anaknya
melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Strack (dalam Cash &
Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua
menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah
bayinya kelak. Ketika bayi lahir, orangtua menyambut bayi tersebut dengan
pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi
sebenarnya. Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat
mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua sama seperti
harapan oanggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda and Narworski (dalam
Cash dan Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orang tua dan
anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak- anak.
Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari
sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa menghawatirkan berat badan
adalah sesuatu yang normal.
5. Hubungan interpersonal.
Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri
dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk
mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering
membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dangugup ketika orang lain
melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Purzinsky,
2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya
dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana
pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash
Purzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang
mengembangkan persepsi tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Keadaan
tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah
satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik. Pikiran dan
perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam konteks
perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan interpersoanal. Perkembangan
emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat
diriya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat
mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (chase, 2001).

C. Stressor yang dapat Menyebabkan Gangguan Citra Tubuh


1. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit
2. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah
pemasangan infuse.
3. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan pemasanagn
alat di dalam tubuh.
4. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
5. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah, pemasangan
alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan tanda vital, dll).

D. Penyebab
Kondisi Patofisiologi dan Psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat
menimbulkan gangguan citra tubuh :
1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
a. Enterostomi
b. Mastaktomi
c. Histerektomi
d. Pembedahan kardiovaskuler
e. Pembedahan leher radikal
f. Laringektomi
2. Amputasi pembedahan atau traumatik
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal : artritis
8. Gangguan integumen
a. Psoriasis
b. Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
9. Lesi otak
a. Cerebrovaskular accident
b. Demensia
c. Penyakit parkinson
10. Gangguan afektif
a. Depresi
b. Skizofrenia
11. Gangguan endokrin
a. Akromegali
b. Sindroma chusing
12. Penyalahgunaan bahan kimia
13. Prosedur diagnostik
14. Kehilangan atau pengurangan fungsi
a. Impotensi
b. Pergerakan/kendali
c. Sensori/persepsi
d. Memori
15. Nyeri
16. Perubahan psikososial atau kehilangan
a. Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
b. Dukungan orang terdekat
c. Perceraian
d. Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
e. Translokasi/relokasi
17. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
a. Umpan balik interpersonal negatif
b. Penekanan pada produktivitas

E. Respon Klien terhadap Ganggua Citra Tubuh


Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
1. Respon penyesuaian : menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian,
pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)
2. Respon mal – adaptip : lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan
kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat
merusak, berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:


1. Respon penyesuaian : merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian
(membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap
diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung
dengan keluarga.
2. Respon mal – adaptif : menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya
terhadap yang lain yang terus – menerus bergantung atau dengan keras menolak
bantuan.

Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:


1. Respon penyesuaian : memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan
menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
2. Respon mal – adaptip : mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat
kedangkalan kepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri,
dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

F. Citra Tubuh Positif dan Negatif


Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk
individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu
menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik
seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari
seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan
tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.
Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk
individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu
merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh
individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious,
dan khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap
badannya (Dewi, 2009).
G. Manifestasi Klinis Citra Tubuh
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh, (Harnawatiaj, 2008) yaitu:
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan

H. Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh


1. Pengkajian
Berikut ini adalah observasi pada saat pengkajian yang harus dilakukan:
a. Subjektif :
1) Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil
operasi.
2) Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
3) Menolak berinteraksi dengan orang lain.
4) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang
terganggu.
5) Sering mengulang – ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
6) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
b. Objektif:
Hilangnya bagian tubuh.
1) Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
2) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
3) Menolak melihat bagian tubuh.
4) Menolak menyentuh bagian tubuh.
5) Aktifitas sosial menurun.
c. Konsep diri : Ideal diri ; tidak realistis, ambisius
d. Sosial budaya :
1) Nilai budaya yang ada di masyarakat.
2) Nilai budaya yang dianut individu
2. Diagnosa Keperawatan
Gambar dibawah ini merupakan contoh pohon masalah pada gangguan citra tubuh.
Pohon Masalah

Harga Diri Rendah Akibat

Gangguan Citra Tubuh Masalah utama

Kehilangan anggota tubuh Penyebab

Gambar 4.1. Pohon masalah gangguan citra tubuh


Sumber: Nurhalimah (2016)

Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:


a. Gangguan konsep diri: gangguan citra tubuh
b. Isolasi social: menarik diri
c. Deficit perawatan diri

3. Intervensi
Langkah selanjutnya setelah membuat pohon masalah dan menetapkan masalah
utama pada kasus gangguan citra tubuh dengan melaksanakan tindakan keperawatan
yang bertujuan agar pasien mampu:
a. Mengidentifikasi citra tubuhnya
b. Meningkatkan penerimaan terhadap citra tubuhnya
c. Mengidentifikasi aspek positif diri
d. Mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
e. Melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
f. Berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu

Diagnose I: gangguan citra tubuh


Strategi Pembelajaran: tindakan kepada pasien
Tujuan Umum: kepercayaan diri klain kembali normal
Tujuan khusus :
a. Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
b. Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
c. Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
d. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Intervensi
a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan
dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
b. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
c. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
d. Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
e. Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan
pakaian yang baru.
f. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
g. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
h. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada pembentukan
tubuh yang ideal.
i. Lakukan interaksi secara bertahap
j. Susun jadual kegiatan sehari-hari.
k. Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan sosial.keluarga
dan sosial.
l. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran
penting baginya.
m. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.

Strategi Pembelajaran (SP) : tindakan kepada keluarga


Tujuan umum :
Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
Tujuan khusus :
a. Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
b. Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.
c. Keluarga mengetahui cara mengatasi.
d. Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah
gangguan citra tubu.
e. Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.
f. Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanKeluarga mampu mengevaluasi
kemampuanpasien dan memberikan pujian ataspasien dan memberikan pujian
ataskeberhasilannya.keberhasilannya.
Intervensi
a. Jelaskan dengan keluarga ttg ggn citra tubuh yang tjd pada pasien.
b. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.
c. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.
d. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
e. Menfasilitasi interaksi dirumah.
f. Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.
g. Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

4. Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan tindakan keperawatan, langkah selanjutnya adalah melakukan
evaluasi keperawatan. Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan citra tubuh tampak dari kemampuan pasien untuk:
a. Mengungkapkan persepsi tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini.
b. Mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra
tubuhnya saat ini
c. Meminta bantuan keluarga dan perawat untuk melihat dan menyentuh bagian
tubuh secara bertahap
d. Mendiskusikan aspek positif diri
e. Pasien meminta untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu

5. Pendokumentasian
Langkah terakhir dari asuhan keperawatan adalah melakukan dokumentasi asuhan
keperawatan. Dokumentasi dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang
meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi
tindakan keperawatan, dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai