Anda di halaman 1dari 2

BUDAYA SUAP, KEKUASAAN DALAM JABATAN

Budaya suap dan kekuasaan adalah penyakit di institusi yang sampai saat ini
masih marak dilakukan. Kenapa bisa begitu? Suap seakan sudah mendarah daging
dan jadi budaya terutama bagi orang-orang yang mempunyai uang. Sedangkan
kekuasaan adalah hal terpenting yang dicari oleh sebagian orang untuk menjadi
pejabat atau penguasa, karena menganggap bahwa kekuasaan diperlukan untuk
membenarkan semua tindakannya, bisa berbuat apa saja yang diinginkan serta
menganggap bahwa keadilan hanya diperoleh oleh penguasa saja.
Manusia bisa saja silau dengan kekuasaan dan juga jabatan. Demi
mendapatkan hal itu orang-orang rela melakuan apa saja bahkan menempuh jalan
menyuap pejabat yang berkuasa, dengan memberikan sejumlah uang untuk
memperoleh jabatan di bawahnya. Sehingga jabatan yang diperoleh dengan cara
seperti itu dapat dipastikan pejabat tersebut akan minta pengembalian dengan cara
meminta komisi kepada rekanan dan proyek – proyek untuk instansi. Yang akhirnya
budaya menyuap sudah menjadi tradisi dikalangan instansi, para pejabat tinggi
negara yang tersistem dan menjadi jaringan yang terorganisir.
Terbukti sudah banyak para pejabat di Jawa Timur, seperti Kepala Dinas,
DPRD Propinsi dan Kepala Daerah Kabupaten/ Kota se Jawa Timur yang terjerat
OTT oleh KPK. Ini membuktikan bahwa banyak para penguasa yang mendapatkan
jabatannya dengan cara menyuap. sehingga dengan adanya budaya seperti ini
memungkinkan kalau pejabat untuk saat ini adalah pejabat yang mempunyai mental
serta karakter sewenang-wenang dengan menghalalkan segala cara demi
kekuasaan dan harta.
Dengan adanya peraturan tentang pemberantasan korupsi yang di keluarkan
oleh Presiden yang ditujukan oleh lembaga pemerintahan adalah usaha untuk
memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dari tingkah laku seorang pejabat
publik yang menyimpang dari tugasnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
penyuapan dilungkunagn pemerintahan serta tindakan korupsi. Akan tetapi
persoalannya adalah sederhana bahwa penyimpangan dikalangan pejabat,
penyuapan serta korupsi sudah ada sejak pemerintahan ini berdiri. Perilaku seperti
ini sulit untuk dilenyapkan karena telah mendarah daging berpuluh tahun. Mereka
memiliki beribu modus operandi untuk menggangsir uang negara. Inilah yang kerap
menjebak seseorang masuk ke pemerintahan. Dalam pemilihan jabatan, misalnya,
banyak kepala dinas mengeluarkan biaya tak sedikit untuk "membeli" jabatannya.
Pertanyaannya, dari mana seorang kepala dinas bisa mengembalikan investasi yang
sudah dibayarkan saat ingin mendapatkan jabatan. Setelah menjabat, mau tidak
mau, ia harus kreatif mengatur proyek-proyek demi keuntungan pribadinya.
Memang, ada beberapa pejabat yang relatif bersih dan enggan menggerogoti
keuangan negara, tetapi jumlahnya tidak banyak.
Banyak hal yang membuat pemerintah ini terjadi penyelewengan-
penyelewengan yang dilakukan, kendati ada lembaga penegak hukum, yakni KPK,
Polri, dan kejaksaan, yang memiliki kewenangan dalam hal itu. Meski demikian, efek
jera yang ditimbulkan lembaga tersebut hingga kini belum begitu terasa. Bahkan,
sebagai tindak pidana yang luar biasa, para pejabat yang sudah tertangkap masih
mendapat perlakuan khusus. Mulai dari tingkat penyidikan, vonis pengadilan, hingga
saat menyandang status sebagai narapidana, mereka tetap memperoleh perlakuan
yang lebih baik dibandingkan dengan pelaku tindak pidana khusus lainnya. Jadi,
sangat sulit untuk membasmi tidakan menyelewenagn yang telanjur menggerogoti
sel, darah, dan daging. Hal ini membutuhkan kesanggupan berbagai pihak untuk
membentuk sistem, budaya, dan watak generasi yang benar-benar bersih agar
penyelewengan di pemerintahan semakin berkurang.

Penulis
Adiyanto, S.Sn, MM
Jabatan Fungsional Pamong Budaya Ahli Muda
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim

Anda mungkin juga menyukai