DI SIDOARJO
Oleh Adiyanto, S.Sn, MM
VOKAL MACAPAT
A. Pengertian Macapat
Berdasarkan keterangan dari serat Mardawalagu (R. Ng. Ranggawarsita)
macapat berasal dari kata maca dan pat, yang berarti buku bacaan (serat waosan)
yang ke empat. Disebutkan juga sebagai frasa maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan
maca-tri-lagu. Dikatakan bahwa Maca-sa-lagu menjadi yang tertua yang konon
diciptakan oleh para dewa yang diturunkan kepada pandita Walmiki dan
diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri. Kategori ini yang
sekarang disebutkan sebagai Tembang Gedhe. Maca-ro juga termasuk tipe tembang
gedhé yang mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah
sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara.
Sementara itu, Maca-tri menjadi kategori yang ketiga dan termasuk dalam tembang
tengahan. Konon jenis ini diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala
dan disempurnakan lagi oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya. Terakhir
adalah Maca-pat-lagu yang mewakili Macapat atau disebut juga tembang cilik.
Tembang ini diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.
Menurut Padmopuspito dan Suwardi Endraswara mengartikan macapat
adalah membaca empat-empat (macane papat-papat).
R.M.S Gitosaprodjo menyebutkan bahwa sekar macapat berasal dari kata
macapat yang berarti dari desa ke desa. Jadi sekar macapat mempunyai arti
tembangnya rakyat pedesaan.
Mula-mula macapat itu tidak untuk dilagukan, tetapi untuk membaca suatu
cerita. Biasanya macapat itu berisi suatu cerita, pendidikan (tuladha), kisah
(lelakon). Bahasa yang digunakan dalam macapat itu merupakan bahasa yang
populer. Bentuk lagunya pun sederhana sehingga macapat ini seperti sudah
memasyarakat dalam kehidupan orang Jawa. Walaupun kelihatannya sederhana,
B. Sejarah Macapat
Tembang Macapat memiliki sejarah yang cukup rumit untuk diketahui. Secara
umum sejarah macapat ketika merujuk pada pendapat Pegeaud diketahui tercipta
pada akhir masa Majapahit atau sejak hadirnya pengaruh Walisongo. Hanya saja,
pendapat Pegeud bisa dikatakan kalau hanya berlaku untuk tembang macapat di
Jawa Tengah, sebab di Jawa Timur dan Bali, sejarah Macapat telah dimulai sejak
sebelum datangnya Agama Islam.
Di sisi lain, Purbatjaraka mengatakan bahwa macapat lahir bersamaan Syair
Jawa Tengahan. Pendapat itu juga diperkuat oleh Karseno Saputra. Ia mengatakan
“Apabila pola metrum yang digunakan pada tembang macapat sama dengan pola
metrum tembang tengahan. Jika tembang macapat tumbuh berkembang sejalan
dengan tembang tengahan, maka diperkirakan Macapat telah hadir dikalangan
masyarakat peminat setidak-tidaknya pada tahun 1541 Masehi”.
Perkiraan diatas adalah berdasar angka tahun yang terdapat pada kidung
Subrata, Juga Rasa Dadi Jalma = 1643 J atau 1541 Masehi. (Saputra, 1992 : 14 ).
Pada kisaran tahun tersebut hidup berkembang puisi berbahasa jawa kuno, jawa
tengahan dan jawa baru yaitu kekawin, kidung dan macapat.
Tahun perkiraan diatas sesuai pula dengan pendapat Zoetmulder lebih kurang
pada abad XVI di jawa hidup bersama tiga bahasa, yaitu jawa kuno, jawa tengahan
dan jawa baru.
Melihat dalam Mbombong manah (Tedjohadi Sumarto 1958 : 5), disana telah
disebutkan bahwa Macapat, dalam hal ini mencakup 11 Metrum adalah diciptakan
oleh Prabu Dewawasesa (Prabu Banjaransari) di Segaluh di tahun Jawa 1191
(Masehi 1279). Meskipun begitu, selalu aja terdapat sumber lain yang
memperkirakan bahwa Tembang Macapat diperkirakan telah dibuat tidak hanya
oleh satu orang saja, tetapi oleh beberapa orang wali dan bangsawan. ( Laginem,
1996 : 27 ). Sebut saja Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang,
1. Durma
2. Gambuh
3. Dangdanggula
4. Asmarandana
5. Pangkur
6. Mijil
7. Sinom
1. Mijil
2. Maskumambang
3. Selangit (kinanti)
4. Pocung
5. Durma
6. Kasmaran (Asmarandana)
7. Pangkor
8. Artate (Dandanggula)
9. Sinom
1. Pocung
2. Maskumambang
3. Kinanti
4. Mijil
5. Pangkur
6. Durma
7. Asmarandana
8. Sinom
9. Dandanggula
10. Balabak
Tembang Macapat disajikan dalam beberapa jenis yang mana masing-masing
tembang tersebut dibedakan dengan aturan-aturan yang membentuknya. Adapun
aturan-aturan dalam sekar macapat adalah :
1. Terikat Guru Wilangan, yaitu banyaknya suku kata pada tiap-tiap baris.
2. Terikat Guru Lagu, yaitu dong-dingnya suara ( suara akhir pada tiap baris :
a,i,u,e,o).
3. Terikat Guru Gatra, yaitu baris pada tiap pupuh tembang.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini :
Perhatikan contoh tembang macapat Sinom gaya malangan ini untuk aturan
guru gatra, guru lagu dan guru wilangan, Macapat Sinom 1 (8a-8i-8a-8i-8i-8u-8a-
8i-12a) dan Macapat Sinom gresik (8a-8i-8a-8i-8i-8a-7a-8i-13a). Cari contoh kedua
tembang Sinom tersebut, tidak sama dengan aturan pada umunya yaitu, (8a-8i-8a-
8i-7i-8u-7a-8i-12a). Dan hal itu terjadi untuk tembang macapat yang lain pada gaya
Secara umum ada beberapa jenis tembang macapat yang berkembang sampai
saat ini ada sebelas (11). Tembang macapat tersebut, adalah: Maskumambang,
Mijil, Kinanti, Sinom, Asmarandana, Gambuh, Dandanggula, Durma, Pangkur,
Megatruh dan Pucung. Jenis-jenis tembang macapat menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Macapat Dandanggula, Istilah Dangdanggula diambil dari nama Raja Kediri
yang terkenal setelah Prabu Jayabaya yakni Prabu Dhangdhanggendhis.
Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng kasaean, bermakna menanti-nanti
kebaikan (Serat Purwaukara).
2. Macapat Sinom, Sinom bisa dikaitkan dengan istilah Sinoman yang memiliki
arti perkumpulan pemuda untuk membantu orang punya hajat. Pendapat lain
menyatakan bahwa Sinom ada kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-
anak muda zaman dahulu. Dalam Serat Purwaukara, Sinom diberi arti sekaring
rambut yang berarti anak rambut. Selain itu, Sinom juga diartikan daun muda
sehingga kadang-kadang diberi isyarat dengan lukisan daun muda.
3. Macapat Asmarandana, Asmaradana merupakan dua gabungan kata yakni
Asmara dan Dhana. Asmara sendiri bisa diartikan sebagai dewa percintaan,
sedangkan Dhana mewakili api. Penamaan tembang Asmaradana sering
dikaitkan dengan peristiwa hangusnya Dewa Asmara oleh sorot mata ketiga
Dewa Siwa seperti disebutkan dalam kakawin Smaradhana karya Mpu
Darmaja. Dalam Serat Purwaukara, Smarandana diberi arti remen ing
paweweh, berarti suka memberi.
4. Macapat Pangkur, Dikatakan bahwa istilah Pangkur berasal dari nama
punggawa dalam kependetaan yang biasa tercantum pada piagam – piagam
bahasa jawa kuno. Pangkur diartikan sebagai Buntut atau Ekor (Serat
Ada pula yang memasukkan tembang gede dan tembang tengahan ke dalam
macapat. Tembang-tembang tersebut antara lain :
1. Macapat Maskumambang
Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas atau emas
berarti sesuatu yg sangat berharga, yang bermakna bahwa Anak meskipun
masih dalam kandungan merupakan harta yang tak ternilai harganya.
Mambang atau kemambang artinya mengambang. Maskumambang
menggambarkan Bayi yang hidup mengambang dalam rahim ibunya. Selama
9 bulan tumbuh dan hidup dalam dunianya yaitu rahim ibunda
2. Macapat Mijil
Mijil bisa dikatakan sebagai sebuah ilustrasi proses kelahiran manusia,
dimana telah jelas jenis kelaminnya, Mijil bisa diartikan sudah lahir atau keluar.
3. Macapat Kinanti
Berasal dari istilah “Kanthi” yang berarti dituntun supaya bisa berjalan.
Menjadi lambang hidupnya anak kecil atau bayi yang perlu tuntunan lahir dan
batin supaya bisa berjalan di dalam samudra alam dunia. Gambaran sebuah
proses pembentukan jati diri dan meniti jalan menuju cita-cita.
……………………., 1951. Surat Tuntunan Aku Bisa Nembang 1. Jakarta: Kementerian Pendidikan
Pengajaran, dan Kebudayaan.
Martopagrawit, RL, 1988. Dibuang Sayang, Lagu dan Cakepan Gerongan Gending-Gending Gaya
Surakarta. Surakarta: Setiaji bekerjasama dengan Akademi Seni Karawitan
Indonesia.
Nartasabda, Ki, 1994. Kumpulan Gendhing-Gendhing lan Lagon Dolanan Jilid 1 (pangimpun Sri
Widodo Bima Putro). Sukaharja: Cenrawasih
Sulistiani, Sri dkk, 2017. Mata Pelajaran/ Paket Keahlian Bahasa Jawa: Tembang Dolanan lan
Tembang Dolanan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan.
pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada
tahun 2006. Tahun 2011-2013 Sambil bekerja kuliah lagi jenjang Magister di
Malang. Dan kemudian tahun 2020 ini masih menempuh pendidikan program
Doktor di Fisip Unair Surabaya dengan konsentrasi Ilmu Sosial Budaya sampai
sekarang.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman.
Kemudian pada tahun 2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur
sampai sekarang.
sebagai Dosen mata kuliah bahasa Jawa, Tembang Macapat dan Mata kuliah
Seni sakral dan eni Profan di STAH Santika Dharma Malang pokja Sidoarjo.
dan pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronik, media massa
Aktif menjadi Juri dan Narasumber di berbagai kegiatan seni, seperti Macapat,
Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan dll.
PENGALAMAN BERKESENIAN
1. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang dalam
rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya.
2. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang
dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya.
3. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “
Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili provinsi Jawa Timur.
4. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian
Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di Surabaya.
5. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada
tahun 2005.
6. Komposer dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di
Jogjakarta.
7. Komposer Iringan Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral
tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta.
8. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival
tari Sakral tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo.
9. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi
Jawa Timur di Surabaya.
10. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba
Tingkat Nasional pada tahun 2016 di Surabaya.
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya, Balungan Gending Jawa Timuran,
Karawitan Jawatimuran, Pengetahuan Vokal Jawatimuran, Campursari Sekar
Melati, Profil Sekar Melati, Tinjauan Seni Karawitan, Inspirasine urip