Anda di halaman 1dari 8

BAB VIII

TEMBANG MACAPAT (Pengertian,


Sejarah, Makna, dan Contohnya)
1. Pengertian Tembang Macapat
Tembang Macapat merupakan salah satu karya sastra yang sampai
saat ini masih dilestarikan oleh orang Jawa. Tak sedikit orang Jawa
menggunakan tembang macapat pada setiap acara penting dan dalam
pertunjukkan-pertunjukkan tertentu. Sejarah dari tembang macapat ini masih
dalam perdebatan. Urutan dan makna dari 11 tembang macapat merupakan
gambaran proses hidup manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh
hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya. Pada jaman Walisanga,
tembang macapat sering digunakan sebagai media dakwah dalam
menyebarkan agama Islam.
Tembang macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Selain
di kebudayaan Jawa, macapat juga bisa ditemukan dengan nama lain yang
ada dalam seni kebudayaan Bali, Sasak, Sunda dan Madura. Selain itu
tembang macapat juga pernah ditemukan dalam kebudayaan Palembang dan
Banjarmasin. Kemunculan tembang macapat diperkirakan pada akhir dari
masa kepemimpinan majapahit dan dimulainya pengaruh walisanga. Karya-
karya kasusastraan Jawa kuno pada masa Mataram Baru, biasanya ditulis
dengan menggunakan metrum macapat.

2.Penggunaan Tembang Macapat


Seni karawitan disajikan berupa gending atau lagu, yaitu susunan nada
dalam karawitan Jawa yang berupa instrument dengan menggunakan laras
slendro dan pelog. Gending dapat dipertunjukkan dengan bentuk
instrumentalia (gending yang ditampilkan hanya menggunakan alat musik
gamelan) dan ditampilkan dalam bentuk vokal (ditampilkan hanya dengan
tembang). Dan pada vokal di dalam seni karawitan bisa berupa solo vokal
ataupun dalam bentuk gerongan atau koor, sedangkan untuk syairnya bisa
berupa wangsalan purwa kanthi ataupun sekar tengahan dan sekar macapat.
Pada mulanya jenis tembang-tembang tersebut memiliki fungsi
masing-masing. Tembang Gedhe (Sekar Ageng), dan Tembang Tengahan
(Sekar Tengahan) berfungsi sebagai bawa swara (solo vokal sebagai
pembuka gending). Sedangkan untuk tembang macapat (Sekar Macapat)
ditembangkan dengan cara lepas (tanpa ada iringan gamelan), pada
umumnya digunakan untuk acara ritual seperti kidung rahayu yang
ditembangkan untuk meminta keselamatan dan dijauhkan dari bencana.
Selain itu, tembang macapat juga sering dilantunkan pada acara-acara
seperti wungon tirakatan oleh orang-orang Jawa, pada waktu kelahiran bayi
(bayenan) atau juga upacara jagong bayi di rumah orang yang baru saja
melahirkan. Tujuannya dilantunkannya tembang macapat ini agar si bayi yang
baru saja lahir diberi keselamatan dan kesehatan. Seiring dengan berjalannya
waktu, tembang macapat yang biasanya digunakan sebagai sarana ritual
akhirnya muncul kesenian yang disebut dengan Langen Mandrawanara di
keratin Kesultanan Yogyakarta dan Langendriyan di Surakarta. Dengan
menggunakan tembang macapat sebagai pengganti dialog tokoh wayang
yang keluar di setiap adegan.
3.Struktur dan Aturan Tembang Macapat
Pupuh merupakan bentuk puisi tradisional Jawa dengan jumlah suku
kata dan rima tertentu di setiap barisnya. Setiap pupuh menggunakan
metrum yang sama, metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks
yang diceritakan. Struktur setiap bait pada tembang macapat memiliki Guru
Gatra, dan setiap guru gatra memiliki sejumlah Guru Wilangan, serta diakhiri
dengan Guru Lagu. Berikut penjelasannya :
a. Guru Gatra
Banyaknya jumlah baris kalimat (larik) dalam satu bait.
b. Guru Wilangan
Banyaknya jumlah suku kata yang terdapat pada setiap baris kalimat
(larik).
c. Guru Lagu
Bunyi vokal pada sajak akhir yang terdapat pada setiap baris kalimat
(larik).

4.Jenis – Jenis Tembang Macapat


Tembang macapat memiliki beberapa jenis, yang mana masing-masing
jenis tersebut dibedakan dengan aturan-aturan yang membentuknya yakni
Guru Lagu, Guru Wilangan dan Guru Gatra. Terdapat 11 jenis tembang
macapat yang dikenal luas masyarakat kita. Setiap jenis tembang ini memiliki
makna,  berdasarkan dari orang tua terdahulu menjelaskan bahwa, kesebelas
tembang macapat tersebut sebenarnya menggambarkan tahap-tahap
kehidupan manusia manusia dari mulai alam Rahim sampai dengan
meninggalnya.
Berikut penjelasan 11 tembang macapat :

a. Maskumambang ( Janin)

Tembang maskumambang mengisahkan sebuah awal mula perjalanan


hidup seorang manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan sang
ibu. Masih belum jelas diketahui jati dirinya atau apakah ia berjenis kelamin
laki-laki atau perempuan.Maskumambang berasal dari mas dan kumambang.
Kata mas atau emas berarti sesuatu yang sangat berharga, yang dapat
diartikan  bahwa anak meskipun masih dalam kandungan merupakan sebuah
anugerah yang besar tak ternilai harganya.
Mambang atau kemambang berarti mengambang. Maskumamang ini
mengambarkan bayi yang hidup mengambang di dalam Rahim ibunya. Hidup
dan tumbuh selama 9 bulan di dalam dunianya yaitu Rahim ibunda. Tembang
maskumambang memiliki watak dan sifat rasa atau karakter yang
menggambarkan kesedihan, belas kasihan (welas asih), dan kesusahan.
Tembang ini biasanya digunakan  untuk lagu-lagu yang isinya tentang
suasana duka. Aturan tembang maskumambang (12i – 6a – 8i – 8o).

Contoh :
Gereng-gereng Gathotkaca sru anangis
Sambaté mlas arsa
Luhnya marawayan mili
Gung tinamêng astanira

b. Mijil (Terlahir)
Mijil mempunyai arti keluar.  Tembang ini melambangkan bentuk
sebuah biji atau benih yang baru lahir. Mijil menggambarkan awal hadirnya
anak manusia di dunia ini, dia begitu suci dan lemah sehingga masih sangat
membutuhkan perlindungan. Tembang mijil memiliki watak yaitu sebuah
pengharapan, welas asih, perhatian dan tentang cinta. Tembang ini biasanya
digunakan sebagai media dalam memberikan nasehat, cerita cinta,
pengharapan dan ajaran ketabahan dalam menjalani setiap laku kehidupan.
Aturan tembang mijil (10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o).
Contoh :
Jalak uren mawurahan sami
Samadya andon woh
Amuwuhi malad wiyadine
Ana manuk mamatuk sasari
Angsoka sulastri
Ruru karya gandrung

c. Kinanthi (Dituntun)
Kata kinanthi berasal dari kata “kanthi” yang berarti menggandeng
atau menuntun. Tembang ini menggambarkan kehidupan anak muda yang
masih membutuhkan tuntunan agar bisa menjadi orang yang baik di dunia ini.
Di usianya ini, biasanya ia sedang dalam masa pencarian jati diri, masih
banyak pertanyaan pada dirinya tentang “siapa aku”, sehingga ia mencari
sosok yang bisa menjadi panutan atau teladan.
Tembang kinanthi memiliki watak yang cenderung untuk
mengungkapkan nuansa yang menyenangkan, kasih sayang dan kecintaan
serta tauladan hidup. Aturan pada tembang ini yaitu (8u – 8i – 8a – 8i – 8a –
8i ).
Contoh :
Anoman malumpat sampun,
Praptêng witing nagasari,
Mulat mangandhap katingal,
Wanodyâyu kuru aking,
Gelung rusak awor kisma,
Ingkang iga-iga kêksi.

d. Sinom (Muda)
Sinom memiliki arti sebuah pucuk yang baru tumbuh dan
bersemi. Tembang sinom menggambarkan seorang manusia yang mulai
beranjak dewasa dan telah menjadi pemuda atau remaja yang mulai tumbuh.
Ada juga yang menafsirkan bahwa tembang sinom berkaitan dengan upacara
bagi anak-anak muda zaman dahulu. Tembang sinom memiliki watak
bersemangat, bijaksana dan sering digunakan untuk piwulang (mangajari)
dan wewarah (membimbing). Aturan tembang sinom yaitu (8a – 8i – 8a – 8i
– 7i – 8u – 7a – 8i – 12a).
Contoh :
Dasar karoban pawarta
Bebaratan udan lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yen pamikir sayekti
Mundhak napa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Sasiraman banyu lali
Lamun tuwuh dados makembanging beka.

e. Asmaradhana ( Api Asmara )


Tembang asmaradhana berasal dari kata “asmara” yang berarti cinta
kasih. Tembang ini merupakan tembang yang banyak mengisahkan gejolak
asmara yang dialami manusia. Masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta
dan ditenggelamkan dalam lautan kasih. Tidak hanya cinta kepada sesama
manusia, namun juga cinta terhadap Sang Pencipta, cinta terhadap Rasulullah
SAW dan cinta alam semesta.
Watak pada tembang asmaradhana yaitu menggambarkan cinta kasih,
asmara dan juga rasa pilu atau rasa sedih. Macapat ini sering digunakan
untuk mengungkapkan perasaan cinta, baik untuk kesedihan karena patah
hati maupun kebahagiaan sebuah pengharapan. Tembang ini memiliki aturan
yaitu (8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a).
Contoh :
Aja turu soré kaki
Ana Déwa nganglang jagad
Nyangking bokor kencanané
Isine donga tetulak
Sandhang kelawan pangan
Yaiku bagéyanipun
Wong melek sabar narima

f. Gambuh ( Sepaham/Cocok)
Gambuh berasal dari kata “Jumbuh” yang dapat diartikan sebagai
sebuah kecocokan antara pria dan wanita yang didasari dengan cinta.
Tembang gambuh menggambarkan tentang sebuah perjalanan hidup
seseorang yang telah bertemu dengan pasangannya yang cocok dan
keduanya akan membina rumah tangga.
Watak yang terdapat pada tembang ini ialah tentang keramahan dan
persahabatan. Gambuh juga sering digunakan untuk menyampaikan kisah
kisah kehidupan. Aturan pada tembang gambuh yaitu (7u – 10u – 12i – 8u –
8o).
Contoh :
Sekar gambuh ping catur,
Kang cinatur polah kang kalantur,
Tanpa tutur katula tula katali,
Kadaluwarsa katutuh,
Kapatuh pan dadi awon.

g. Dhandang Gula ( Manisnya Kehidupan)


Tembang dhandang gulaKata dhandang gula berasal dari kata
gegadhangan yang bermakna cita-cita, harapan atau angan-angan.
Sedangkan pada kata gula berarti manis, indah dan menyenangkan.
Dhandang gula menggambarkan sepasang kekasih yang memperoleh
kebahagiaan setelah melewati suka duka dalam berumah tangga dan meraih
cita-citanya.
Tembang ini memiliki watak gembira, indah dan luwes sehingga sangat
cocok digunakan sebagai pembuka untuk mengajak kebaikan, ungkapan rasa
cinta dan kebahagiaan. Aturan pada tembang dhandanggula yaitu (10i – 10a
– 8e – 7u – 9i – 7a- 6u – 8a – 12i- 7a).

Contoh :
Prajêng Medhang Kamulan winarni
narèndrâdi Sri Jayalengkara
kang jumeneng nerpatiné
ambek santa budi alus
nata dibya putus ing niti
asih ing wadya tantra
paramartêng wadu
widagdêng mring kasudiran
sida sedya putus ing agal lan alit
tan kènger ing aksara

h. Durma (Memberi )
Tembang Durma berasal dari kata “Derma” dalam bahasa Jawa yang
memiliki arti suka memberi dan berbagi rezeki kepada orang lain. Namun ada
juga yang menafsirkan bahwa durma sebagai mundurnya tata krama atau
etika. Durma menggambarkan tentang kisah manusia yang telah
mendapatkan segala kenikmatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika
manusia dalam kondisi yang serba kecukupan ia seharusnya akan bersyukur
dan selalu melihat serta memberi pertolongan saudara dan tetangganya
yang masih dalam kekurangan .
Durma memiliki watak yang tegas, keras, dan penuh dengan amarah yang
bergejolak. Selain itu tembang ini juga menggambarkan semangat perang
dan berontak. Untuk aturan tembang durma yaitu : (12a – 7i – 6a – 7a – 8i –
5a – 7i).
Contoh :
Damarwulan aja ngucireng ngayuda
Baliya sun anteni
Mangsa sun mundura
Lah Bisma den prayitna
Katiban pusaka mami
Mara tibakna
Curiganira nuli

i. Pangkur ( Menarik Diri)


Tembang pangkur berasal dari kata “mungkur” yang berarti pergi dan
meninggalkan. Tembang ini bagi orang jawa sering dimaknai sebagai proses
mengurangi hawa nafsu dan mundur dari urusan keduniawian. Pangkur juga
mengisahkan manusia yang sudah memasuki usia senja dimana seseorang
tersebut akan lebih intropeksi tentang dirinya, tentang masa lalunya, tentang
pribadinya dan Tuhannya. Watak pada tembang pangkur berbicara tentang
karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang besar. Sedangkan aturan
tembang ini yaitu : (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i).
Contoh :
Lumuh tukua pawarta,
Tan saranta nuruti hardengati,
Satata tansah tinemu,
Kataman martotama,
Kadarmaning narendra sudibya sadu,
Wus mangkana kalih samya,
Sareng manguswa pada ji.

j. Megatruh ( Sakaratul Maut)


Kata megatruh berasal dari kata “megat” dan “roh”, yang memiliki arti
putusnya roh atau terlepasnya roh dari tubuh manusia. Megatruh juga
memiliki arti tentang perjalanan seorang manusia yang telah selesai di dunia.
Secara umum tembang ini menggambarkan bagaimana manusia ketika dalam
kondisi sakaratul maut. Watak pada tembang megatruh ialah kesedihan ,
kedukaan, dan penyesalan. Untuk aturan pada tembang ini yaitu : (12u – 8i –
8u – 8i – 8o).
Contoh :
Sigra milir kang gèthèk sinangga bajul
Kawan dasa kang njagèni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kéring
Kang gèthèk lampahnya alon

k. Pucung (Kematian/Dipocong)
Kata pucung atau pocung berasal dari kata pocong , yang mana berarti
ketika seseorang sudah meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum
dikuburkan sesuai dengan syariat Islam. Tembang pocung menggambarkan
bahwasanya semua makhluk yang bernyawa akan menemui ajalnya atau
akan datangnya kematian. Pocung memiliki watak yang lucu dan jenaka, juga
berisi tentang tebakan dan hal lucu lainnya. Tembang ini juga digunakan
untuk menceritakan lelucon dan berbagai nasehat. Aturan pocung yaitu : (12u
– 6a – 8i – 12a).
Contoh :
Ngelmu iku kelakone kanthi laku --> u
Lekase lawan kas --> a
Tegese kas nyantosani --> i
Setya budya pengekesing d ur angkara --> a

Anda mungkin juga menyukai