Macapat diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh dari Walisanga. Bisa
dikatakan ini untuk situasi di Jawa tengah, sebab di Jawa timur dan Bali macapat sudah dikenal
sebelumnya, bahkan sebelum datangnya islam.
Sebagai contohnya yaitu sebuah teks dari Bali atau Jawa timur yang dikenal dengan judul Kidung
Ranggalawe disebutkan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Di sisi lain tarikh ini disangsikan
karena karya tersebut hanya dikenal versinya yang lebih mutakhir dan sari semua naskahnya yang
memuat teks yang berasal dari Bali.
Mengenai usia macapat, terdapat dua pendapat yang berbeda terutama yang ada hubungannya dengan
Kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, mana yang lebih tua. Prijohoetomo berpendapat bahwa
macapat adalah turunan Kakawin dengan tembang Gedhe (besar) sebagai perantara.
Pendapat tersebut disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut keduanya macapat ini
sebagai metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya daripada Kakawin. Karena itu macapat baru
muncul setelah pengaruh India semakin memudar.
• Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait.
• Guru Lagu merupakan persamaan bunyi sajak di akhir kata dalam setiap larik (baris).
• Guru Wilangan merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap larik (baris).
Untuk mempermudah membedakan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan dari tembang-tembang
atau lagu macapat tadi, maka bisa dibuat tabel seperti berikut :
mataharisun.wordpress.com
Kata pocung (pucung) berasal dari kata ‘pocong’ yang menggambarkan ketika seseorang sudah
meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan. Filosofi dari tembang pocung menunjukkan
tentang sebuah ritual saat melepaskan kepergian seseorang.
Dari segi pandang lain ada yang menafsirkan pucung merupakan biji kepayang (pengium edule). Di
dalam Serat Purwaukara, pucung memiliki arti kudhuping gegodhongan (kuncup dedaunan) yang
biasanya tampak segar.
Ucapan cung dalam kata pucung cenderung mengarah pada hal-hal yang lucu sifatnya, yang dapat
menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung. Biasanya tembang pucung digunakan untuk
menceritakan lelucon dan berbagai nasehat. Pucung menceritakan tentang kebebasan dan tindakan
sesuka hati, sehingga pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang pucung.
1. Guru gatra = 4
Maksudnya setiap kalimat harus mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama berjumlah 12
suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat
berjumlah 12 suku kata.
3. Guru lagu = u, a, i, a
Maksudnya adalah akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.
2. Tembang Maskumambang
jogjanews.com
Tembang Maskumambang menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari mulainya manusia
diciptakan. Sosok manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan, yang masih belum diketahui
jati dirinya, serta belum diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan.
Dari segi pandangan lain Maskumambang berasal dari kata ‘mas’ dan ‘kumambang’. Asal kata ‘mas’
berasal dari kata Premas yang berarti Punggawa dalam upacara Shaministis.
Kata ‘kumambang’ berasal dari kata kambang dengan sisipan -um. Kambang sendiri asalnya dari kata
ambang yang berarti terapung. Kambang juga berarti Kamwang yang berarti kembang.
Ambang berkaitannya dengan Ambangse yang berarti menembang. Dengan demikian Maskumambang
dapat diartikan punggawa yang melakukan upacara Shamanistis, mengucap mantra atau lafal dengan
menembang disertai sajian bunga.
Di dalam Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya yang berati ikan air tawar, sehingga
terkadang diisyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.
Watak Maskumambang yaitu meiliki gambaran perasaan sedih atau kedukaan, dan juga suasana hati
yang sedang dalam keadaan nelangsa.
Ha nemu duraka
Tembang Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup seseorang yang tidak mematuhi nasehat
orang tua, maka dia akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
maskumambang.
1. Guru gatra = 4
Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga
berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.
3. Guru lagu = i, a, i, o
3. Tembang Megatruh
warungkopi.okezone.com
Kata Megatruh berasal dari kata ‘megat’ dan ‘roh’, artinya putusnya roh atau telah terlepasnya roh dari
tubuh. Filosofi yang terkandung di Megatruh adalah tentang perjalanan kehidupan manusia yang telah
selesai di dunia.
Dari segi pandang lain Megatruh berasal dari awalan -am, pegat dan ruh. Dalam serat Purwaukara,
Megatruh memiliki arti mbucal kan sarwa ala (membuang apa-apa yang sifatnya jelek).
Kata pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau pemegat
berarti jabatan. Samgat atau samget berarti jabatan ahli atau guru agama. Dapat disimpulkan Megatruh
mempunyai arti petugas yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.
Watak tembang Megatruh yaitu tentang kesedihan dan kedukaan. Biasanya menceritakan mengenai
kehilangan harapan dan rasa putus asa.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Megatruh .
1. Guru gatra = 5
3. Guru lagu = u, i, u, i, o
4. Tembang Gambuh
izent.ru
Kata Gambuh memiliki arti menyambungkan. Filosofi tembang Gambuh ini menceritakan mengenai
perjalanan hidup dari seseorang yang telah bertemu dengan pasangan hidupnya yang cocok. Keduanya
dipertemukan untuk menjalin ikatan yang lebih sakral yaitu dengan pernikahan. Sehingga keduanya
akan memiliki kehidupan yang langgeng.
Dari segi pandang lain Gambuh berarti roggeng tahu, terbiasa, dan nama tumbuhan. Berkaitan dengan
hal ini, tembang Gambuh memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana yang sudah pasti atau
tidak ragu-ragu, maknanya kesiapan pergerakan maju menuju medan yang sebenarnya.
Watak Gambuh juga menggambarkan tentang keramahtamahan dan tentang persahabatan. Tembang
Gambuh biasanya juga digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Gambuh .
1. Guru gatra = 5
Kalimat pertama berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga
berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.
3. Guru lagu = u, u, i, u, o
5. Tembang Mijil
kebudayaan.kemdikbud.go.id
Tembang Mijil memiliki filosofi yang melambangkan bentuk sebuah biji atau benih yang lahir di dunia.
Mijil menjadi lambang dari awal mula dari perjalanan seorang anak manusia di dunia fana ini, dia begitu
suci dan lemah sehingga masih membutuhkan perlindungan.
Dari segi pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu berhubungan juga dengan wijil yang mempunyai arti
sama dengan lawang atau pintu. Lawang juga berarti nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang wangi
bunganya.
Watak tembang Mijil yaitu menggambarkan keterbukaan yang pas untuk mengeluarkan nasehat, cerita-
cerita dan juga asmara.
Samubarangipun
Tembang Mijil di atas menceritakan mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang baik, rendah hati,
dan juga ramah.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Mijil .
1. Guru gatra = 6
Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke tiga
berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 6 suku
kata. Kalimat ke enam 6 suku kata.
3. Guru lagu = i, o, e, i, i, o
6. Tembang Kinanthi
bartonprimaryschool.co.uk
Kinanthi berasal dari kata ‘kanthi’ yang berarti menggandeng atau menuntun. Tembang Kinanthi
memiliki filosofi hidup yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang masih membutuhkan tuntunan
agar bisa berjalan dengan baik di dunia ini.
Seorang anak tidak hanya membutuhkan tuntutan untuk belajar berjalan, tetapi tuntunan secara penuh.
Tuntunan itu meliputi tuntunan dalam berbagai norma dan adat yang berlaku agar dapat dipatuhi dan
dijalankan pada kehidupan dengan baik.
Watak tembang Kinathi yaitu menggambarkan perasaan senang, teladan yang baik, nasehat serta kasih
sayang. Tembang Kinanthi digunakan untuk menyampaikan suatu cerita atau kisah yang berisi nasehat
yang baik serta tentang kasih sayang.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Kinanthi .
1. Guru gatra = 6
2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8,
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke
enam 8 suku kata.
3. Guru lagu = u, i, a, i, a, i
7. Tembang Asmarandana
Tembang macapat tembang asmarandana
baralekdi.blogspot.com
Tembang Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang berarti cinta kasih. Filosofi tembang
Asmarandana adalah mengenai perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya untuk memadu cinta
kasih dengan pasangan hidup.
Dari segi pandang lain Asmaradana berasal dari kata asmara dan dhana. Asmara merupakan nama dewa
percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang berarti api.
Asmaradana berkaitan dengan kajidian hangusnya dewa Asmara yang disebabkan oleh sorot mata ketiga
dewa Siwa seperti yang dituliskan dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja. Dalam Serat
Purwaukara Smaradhana diberi arti remen ing paweweh, berarti suka memberi.
Watak Asmarandana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara dan juga rasa pilu atau rasa sedih.
1. Guru gatra = 7
2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke
enam berjumlah 8 suku kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8 suku kata.
3. Guru lagu = i, a, e, a, a, u, a
8. Tembang Durma
andikaawan.blogspot.com.jpg
Durma memiliki arti pemberian. Tembang Durma mengandung filosofi tentang kehidupan yang suatu
saat dapat mengalami duka, selisih dan juga kekurangan akan sesuatu.
Tembang Durma mengajarkan agar dalam hidup ini manusia dapat saling memberi dan melengkapi satu
sama lain sehingga kehidupan bisa seimbang. Saling tolong menolong kepada siapa saja dengan hati
yang ikhlas adalah nilai kehidupan yang harus selalu dijaga.
Dari segi lain Durma berasal dari kata Jawa klasik yang memiliki arti harimau. Dengan begitu Durma
memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Dapat dikatakan tembang Durma seperti
lagu yang digunakan di saat akan maju perang.
Dapat disimpulkan tembang Durma juga memilki watak yang tegas, keras dan penuh dengan amarah
yang bergejolak.
Amrih kasembadan
Tujuan pembangunan
Latar gumelar
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Durma .
1. Guru gatra = 7
3. Guru lagu = a, i, a, a, i, a, i
9. Tembang Pangkur
blog-urangsunda.blogspot.com
Pangkur berasal dari kata ‘mungkur’ yang memiliki arti pergi atau meninggalkan. Tembang Pangkur
memiliki filosofi yang menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat menjauhi berbagai hawa nafsu
dan angkara murka.
Di saat mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi menjauhi dan meninggalkan yang buruk
tersebut. Tembang Pangkur menceritakan tentang seseorang yang sudah siap untuk meninggalkan
segala sesuatu yang bersifat keduniawian dan mencoba mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari segi pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan kependetaan seperti
tercantum di dalam piagam-piagam bahasa Jawa kuno.
Dalam Serat Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor. Karena itu Pangkur terkadang diberi
sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti mengekor, tut wuri dan tut wuntat yang berarti mengikuti.
Watak tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang besar.
Tembang Pangkur cocok digunakan untuk mengisahkan kisah kepahlawanan, perjuangan serta
peperangan.
Contoh Tembang Pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)
Kanggo sadina-dina
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Pangkur .
1. Guru gatra = 7
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata. Kalimat ke tiga
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.
Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
3. Guru lagu = a, i, u, a, i, a, i
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.
oldlook.indonesia.travel
Kata Sinom memiliki arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Filosofi tembang Sinom
menggambarkan seorang manusia yang mulai beranjak dewasa dan telah menjadi pemuda atau remaja
yang mulai tumbuh.
Di saat menjadi remaja, tugas mereka adalah menuntut ilmu sebaik mungkin dan setinggi-tingginya agar
bisa menjadi bekal kehidupan yang lebih baik kelak.
Dari segi pandang lain Sinom ada hubungannya dengan kata sinoman, yang memiliki arti perkumpulan
para pemuda untuk membantu orang yang sedang punya hajat.
Ada juga yang berpendapat lain yang menyatakan bahwa sinom berkaitan dengan upacara bagi anak-
anak muda zaman dulu. Bahkan sinom juga dapat merujuk pada daun pepohonan yang masih muda
(kuncup), sehingga terkadang diberi isyarat dengan menggunakan lukisan daun muda. Di dalam Serat
Purwaukara, Sinom berarti seskaring rambut yang memiliki arti anak rambut.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Sinom .
1. Guru gatra = 9
2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah
8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 7 suku kata. Kalimat ke
enam berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8
suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.
3. Guru lagu = a, i, a, i, i, u, a, i, a
Kata Dhandhanggula berasal dari kata ‘dandang’ dan ‘gula’ yang berarti sesuatu yang manis. Filosofi
tembang Dhandhanggula menggambarkan tentang kehidupan pasangan baru yang sedang berbahagia
karena telah berhasil mendapatkan apa yang dicita-citakan.
Kehidupan manis merupakan suatu yang dirasakan bersama keluraga yang terasa begitu
membahagiakan.
Dari segi pandang lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu Dhandhanggendis yang
terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng
kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.
Watak tembang Dhandhanggula yaitu menggambarkan sifat yang lebih universal atau luwes dan
merasuk ke dalam hati. Tembang Dhandhanggula dapat digunakan untuk menuturkan kisah dalam
berbagai hal dan kondisi apa pun.
Iku ta warnanira
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang
Dhandhanggula .
1. Guru gatra = 10
Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 9 suku kata.
Kalimat ke enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke delapan
berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke sepuluh berjumlah 7
suku kata.
3. Guru lagu = i, a, e, u, i, a, u, a, i, a
Tembang Sinom
Tembang Sinom tembang yang menggambarkan keadaan manusia dari masa kanak-kanak hingga
remaja yang penuh dengan harapan dan angan-angan.
Aturan persajakan:
Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait 9 kalimat;
Gura wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12 kalimat;
Serat Wedhatama (bahasa Indonesia: tulisan mengenai ajaran utama) adalah sebuah karya sastra Jawa
Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit dipengaruhi Islam. Karya ini
secara formal dinyatakan ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun demikian didapat indikasi
bahwa penulisnya bukanlah satu orang.[1]
Serat ini dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter
mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi dalam lima lagu, yaitu
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut
agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria.
Terdapat beberapa bagian yang dapat dianggap sebagai kritik terhadap konsep pengajaran Islam yang
ortodoks, yang mencerminkan pergulatan budaya Jawa dengan gerakan pemurnian Islam (gerakan
Wahabi) yang marak pada masa itu.
c. Guru Lagu : a, i, u, a, u, a, i
unsur-unsur cerkak
- alur, yaiku pola pangembangan crita kang kabentuk saka hubungan sebab akibat
- latar, yaiku papan panggonan, hubungan wektu lan lingkungan sosiale saka kedadeyan kang dicritakake
ana ing crita
- penokohan, yaiku carane pengarang nggambarake lan njlentrehake karakter tokoh ana ing crita
- amanat, yaiku ajaran moral utawa pesen didaktis kang bakal dibabar utawa dijlentrehake pengarang
marang wong kang maca
Unsur unsur intrinsik cerkak
*tema = ide pokok utawa masslah sing utama kang ndhasari lakuning cerito
*setting = latar belakang sing mbantu cethaning laku cerita setting ngemot wektu,papan,sosial budaya
. Tema
Unsur intrinsik cerpen yang pertama adalah tema. Dalam sebuah cerpen tema merupakan ruh atau
nyawa dari setiap karya cerpen. Dengan kata lain tema merupakan ide atau gagasan dasar yang
melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen.
Tema memiliki sifat umum dan general yang dapat diambil dari lingkungan sekitar, permasalahan yang
ada di masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri, pendidikan, sejarah, perjuangan romansa,
persahabatan dan lain-lain.
pixabay.com
Unsur intrinsik cerpen yang kedua adalah tokoh. Tokoh atau penokohan adalah salah satu bagian yang
wajib ada dalam sebuah cerpen.
Namun, yang perlu diketahui adalah tokoh dan penokohan merupakan dua hal yang berbeda dalam
sebuah penulisan cerpen.
Tokoh merupakan pelaku atau orang yang terlibat di dalam cerita tersebut. Sedangkan penokohan
adalah penentuan watak atau sifat tokoh yang ada di dalam cerita. Watak yang diberikan dapat
digambarkan dalam sebuah ucapan, pemikiran dan pandangan dalam melihat suatu masalah.
Protagonis: Tokoh yang yang menjadi aktor atau pemeran utama dan mempunyai sifat yang baik.
Antagonis: Tokoh ini juga menjadi pemeran utama yang menjadi lawan daripada tokoh
protagonis. Tokoh antagonis memiliki watak yang negatif seperti: iri, dengki, sombong, angkuh, congkak
dan lain-lain.
Tritagonis: Tokoh ini adalah tokoh penengah dari protagonis dan antara antagonis. Tokoh ini biasanya
memiliki sifat yang arif dan bijaksana.
Figuran: Tokoh ini merupakan tokoh pendukung yang memberikan tambahan warna dalam cerita.
Penokohan watak dari 4 tokoh diatas akan disampaikan dengan 2 metode, diantaranya:
Analitik, yaitu sebuah metode penyampaian oleh penulis mengenai sifat atau watak tokoh dengan cara
memaparkan secara langsung. Seperti : keras kepala, penakut, pemberani, pemalu dan lain sebagainya.
Dramatik, yaitu sebuah metode penyampaian sifat tokoh secara tersirat. Biasanya disampaikan melalui
tingkah laku si tokoh dalam cerita.
3. Alur (Plot)
Unsur intrinsik yang ketiga adalah alur. Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan
oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang
penulis. Diantaranya:
Tahap perkenalan
Tahap penanjakan
Tahap klimaks
Anti klimaks
Tahap penyelesaian
Tahap-tahap alur tersebut harus ada di dalam sebuah cerita. Hal ini bertujuan agar cerita tidak
membingungkan orang yang membacanya. Ada 2 macam alur yang kerapkali digunakan oleh para
penulis, yakni:
Alur maju. Alur ini menggambarkan jalan cerita yang urut dari awal perkenalan tokoh, situasi lalu
menimbulkan konflik hingga puncak konflik dan terakhir penyelesaian konflik. Intinya adalah, pada alur
maju ditemukan jalan cerita yang runtut sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Alur mundur. Di alur ini, penulis menggambarkan jalan cerita secara tidak urut. Bisa saja penulis
menceritakan konflik terlebih dahulu, setelah itu menengok kembali peristiwa yang menjadi sebab
konflik itu terjadi.[/su_note]
4. Setting (Latar)
Setting atau latar mengacu pada waktu, suasana, dan tempat terjadinya cerita tersebut. Latar akan
memberikan persepsi konkret pada sebuah cerita pendek. Ada 3 jenis latar dalam sebuah cerpen yakni
latar tempat, waktu dan suasana.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk menyampaikan
ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis menggunakan
sudut pandang orang yang berada di luar cerita.
6. Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan ciri khas sang penulis dalam menyampaikan tulisannya kepada publik. Baik itu
penggunaan majasnya, diksi dan pemilihan kalimat yang tepat di dalam cerpennya.
7. Amanat
Amanat (Moral value) adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek
tersebut. Di dalam suatu cerpen, moral biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan
akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut.
pexels.com
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur cerpen yang berada diluar karya sastra. Akan tetapi, secara tidak
langsung unsur ini mempengaruhi proses pembuatan suatu cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen antara lain:
Latar belakang masyarakat merupakan faktor lingkungan masyarakat sekitar yang mempengaruhi
penulis dalam membuat cerpen tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penulis,
diantaranya sebagai berikut:
Ideologi Negara
Kondisi Politik
Kondisi Sosial
Kondisi Ekonomi
Latar belakang penulis adalah sebuah faktor dari dalam diri penulis yang mendorong penulis dalam
membuat cerpen. Latar belakang penulis terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah:
Kondisi Psikologis
Aliran Sastra Penulis
Ada beberapa nilai yang menjadi unsur ekstrinsik dalam sebuah cerpen. Dan nilai-nilai tersebut
diantaranya adalah:
Nilai Agama
Nilai Sosial
Nilai Moral
Nilai Budaya
Bima Bungkus
Prabu Kresna Dwipayana, atau disebut juga Prabu Abiyasa, mempunyai 3 orang putera :
2. Pandu;
3. Arya Yamawidura'
Mengingat Prabu Abiyasa, berniat lengser keprabon, dan ingin kembali ke Ukirahtawu.. Sang Prabu
Kresna Dwipayana sebelum kembali ke pertapaan Ukirahtawu, harus berpikir dua tiga kali, untuk
menentukan penggantinya, yang sebenarnya putera sulungnya Drestarastra, yang menjadi raja,tetapi
karena ia menderita kebutaan sejak lahir, maka ia kehilangan kesempatan untuk menjadi raja. Karena
undang undang Astina mengatur bahwa raja tidak boleh buta. Mengingat hal itu, Prabu Abiyasa dengan
berat hati menunjuk Pandu untuk mengganti kedudukannya sebagai raja Astina, menggantikan dirinya.
Pandu menjadi raja. negeri Astina, yang didampingi Arya Gandamana , sebagai patih Astina.pura.
Sebetulnya yang lebih berhak menjadi raja, adalah kakak dari Prabu Pandu Dewanata, yaitu
Drestarastra.
Namun karena Drestarastra buta, maka berdasarkan Undang Undang Negara Astinapura,maka haknya
sebagai raja dihapuskan. Disinilah awal Perang Baratayudha sudah di mulai.Sementara pemerintahan
berjalan
terus. Prabu Pandu mahir dalam menjalankan pemerintahan, sampai akhirnya Prabu Pandu mengikuti
Prabu Pandu berhasil memenangkan sayembara Kunti di Kerajaan Mandura. Prabu Pandu pulang ke
Astina
membawa Dewi Kunti. Perjalanan pulang Pandu, juga disertai pula Dewi Madrim adik Narasoma dan
Dewi
Gandari kakak Pangeran Sri Gantalpati dari Negeri Gandara., yang diserahkan kepada Pandu, dengan
Kepulangan Pandu tersebut juga disertai adik Dewi Gendari, Pangeran Sri Gantalpati.
Sesampai di Istana Astinapura, Prabu Pandu Dewanata tidak tega dengan kakaknya,
Drestarastra.Disuruhnya memilih salah satu diantara tiga Puteri yang dibawanya. Adik Dewi Gendari,
Pangeran Sri
Gantalpati, terkejut, ketika Pandu menyerahkan puteri puteri itu termasuk kakaknya, Dewi Gendari
kepada
Drestarastra, untuk dipilih menjadi istrinya. Baik Gendari maupun Sri Gantalpati berharap semoga
Drestarastra tidak memilihnya. Tetapi ternyata Drestarastra memilih Gendari menjadi istrinya, Menurut
rabaannya Gendari akan mempunyai 100 anak, sedangkan Dewi Kunti 3 orang anak, sedangkan Madrim
membuat Pandu dan keturunannya menjadi menderita selama hidupnya. Perkawinan mereka telah
berlangsung, Kini Dewi Gendari telah berbadan dua. Dewi Gendari terkejut ketika pada saat melhirkan,
ternyata ia tidak melahirkan anak, tetapi berupa segumpal daging. Oleh Begawan Abiyasa, gumpalan
aging
itu diruwat menjadi 100 anak.Dari gumpalan daging itu lahirlah Duryudana, Dursasana adalah anak anak
yag
bertubuh besar, baru adik adiknya, Citraksa, Citraksi, Durmagati, Citrasena, Citrayuda dan masih banya
lagi, sedangkan satu satunya anak perempuannya adalah Dewi Dursilawati. Sesudah remaja, Dewi
Dursilwati
ini sebenarrnya mencintai Arjuna. Namun akhirnya, Dursilawati mendapatkan suami pilihan Duryudana
seorang raja Banakeling bernama, Jayadrata. Untuk mengurangi kekecewaan Dewi Dursilawati meminta
Arjuna yang merias dirinya
Setelah acara perkawinan Prabu Pandu dengan Dewi Kunti dan Madrim, Dewi Madrim ingin sekali
memasak
daging kijang, yang sudah lama sekali tidak dijumpainya. Dewi Madrim minta di carikan daging kijang.
Dew
Madrim ingin memasak daging kijang, untuk makan malam pertamanya nanti
Karena Pandu sangat mencintai istrinya, Pandu pun berangkat ke hutan laragan. Di hutan larangan
Pandu
melihat sepasang Kijang yang sedang bercumbu kasih. Kijangpun dipanah, keduanya mati. Namun kijan
itu
Pandu merasa terkejut ketika kiang itu berubah menjadi Resi Kimindana beserta istrinya, yang sedang
sekarat karena panahnya yang menancap di dadanyaPrabu Pandu mendapatkan supata dari Resi, yang
mengatakan bahwa Pandu juga akan mengalami nasib
yang sama seperti yang baru ia lakukan pada resi, Andaikata Pandu belum mempunyai anak, Pandu tidak
akan bisa mempunyai anak seorangpun, karena apabila Prabu Pandu memadu kasih dengan istrinya,
maka
akan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami resi Kimindana beserta istrinya, Pandu akan mati
kala
Pandu sangat menyesali dirinya, dan mohon ampun pada resi. Setelah supata diberikan kepada Pandu,
Resi
Sesampai di istana Astinapura Prabu Pandu menangisi nasibnya. Dewi Kunti dan Dewi Madrim menangisi
kejadian yang dialami suaminya. Dewi Kunti mencoba menghibur suaminya dan Madrim, bahwa
peristiwa itu
sudah menjadi ketentuan dewa. Dewi Kunti dan Madrim ingin sekali mempunyai anak juga, seperti
halnya
Prabu Pandu Dewanata pergi ke sanggar pamujan. Prabu Pandu meminta anugrah dan petunjuk dewata.
Sementara itu Dewi Kunti dan Dewi Madrim masing masing ditempat terpisah juga memohon dewa,
agar
dewa memberikan anak pada mereka.Dewi Kunti teringat pemberian mantera Aji Adityarhedaya dari
Resi
Druwasa. Dewi Kunti kemudian membaca Mantera Aji Adytahredaya Permohonan Dewi Kunti terdengar
Batara Darma. Batara Darma datang ketempat Dewi Kunti yang sedang bersemadi. Permintaan Dewi
Kunti
di kabulkan, Batara Darma menganugerahkan seorang anak,maka Dewi Kunti pun berbadan dua. Setelah
saatnya, bayipun lahir. Batara
Darma pun datang, Anak yang dilahirkan Dewi Kunti diberi nama Sang Darmaputera, atau
Setelah kelahiran anak yang pertama, Dewi Kunti bersemadi kembali, dan datanglah Batara Bayu. Batara
Bayu memenuhi permohonan Dewi Kunti, Batara Bayupun memberikan anugerah seorang anak, maka
Dewi
Kunti pun hamil. Pada saat melahirkan, Dewi Kunti terkejut karena ia melahirkan seorang bayi bungkus.
Prabu Pandu merasa cemas dengan keadaan puteranya yang kedua, yang tidak bisa keluar dari
bungkusnya.Prabu Pandu pun telah mencoba semua senjata yang dimilikinya, namun semua tidak ada
yang bisa menembus bungkus itu.Begawan Abiyasa, memerintahkan agar bayi bungkus di bawa ke
hutan Setra gandamayit, hutan yang angker penuh dengan binatang binatang buas, mungkin juga bisa
membantu kelahirannya. Pandu menyetujuinya. Arya Widura disuruh membawa bayi bungkus ke hutan
Setragandamayit. Arya Widura dikawal dengan beberapa perajurit dari Puri Pagombakan, berangkat ke
hutan Setragandamayit.
Beberapa hari beberapa malam mereka menunggu di hutan, namun belum ada tanda apa pun pada bayi
Sementara Pandu masih menghadapi masalah bayi bungkus. Dewi Kunti telah melahirkan seorang anak
lagi.
Anak Pandu ketiga ini, anugerah Batara Indra. Oleh Batara Indra anak tersebut diberi nama Sang
mendatangkan Dewa sudah empat kali, maka masih tinggal satu kali kesempatan lagi. Dewi Kunti untuk
pertama kalinya melakukannya, sewaktu masih gadis remaja.ia tanpa sengaja mematek mantra Resi
Druwasa, Secara kebetulan ia melakukan dibawah sinar matahari, ternyata Batara Surya datang
memenuhi
permohonan Dewi Kunti, Batara Surya menganugerahkan seorang anak. Dewi Kunti pun berbadan .
Setelah
saatnya Dewi Kunti melahirkan Suryaputera. Anak ini tergolong dirahasiakan, dan merupakan aib, maka
tidak ada orang lain yang tahu kecuali keluarga Mandura. Batara Surya mengetahui Dewi Kunti masih
gadis
dan belum menikah, maka dengan kesaktiannya, bayi itu di lahirkan lewat telinga Dewi Kunti. Makanya
bayi
itu diberi nama Karna.Kelahiran Karna tidak diinginkan oleh ayah Dewi Kunti, Prabu Kuntiboja dari
Mandura, Setelah kelahiran bayi Dewi Kunti, Prabu Kuntiboja melarung bayi itu dilarung ke sungai
Gangga.
Seorang emban kepercayaan menuruti perintah Raja junjungan gustinya. Emban terus mengawasi
perjalanan sang bayi.. Ternyata bayi itu berhenti di tepi sungai di belakang rumah oleh seorang
punggawa
kerajaan Astina, seorang kusir istana, bernama Adirata. Oleh Adirata, anak itu diamgkat sebagai anaknya
dan
diberi nama Radeya. Radeya berasal dari kata Radite, yang berati hari Minggu. Diberi nama demikian,
kar
bayi itu ditemukan pada hari Minggu. Sedangkan lahirnya hari Minggu. Emban pun pulang ke Istana
Mandura
Dewi Madrim ingin memiliki anak,apalagi ketika melihat Dewi Gandari telah berputera 100 orang anak,
dan
Dewi Kunti telah berputera tiga orang. Melihat keberhasilan Dewi Kunti telah mendapatkan anak, maka
Dewi
Madrim meminta Dewi Kunti agar mau untuk meminjamkan pusaka mantera Aji Adiytahredaya
pemberian
Resi Druwasa..
Dewi Kunti memberi tahu Dewi Madrim kalau pusaka ini hanya bisa dipakai sekali lagi. Dewi Madrim
diminta untuk menggunakan pusaka ini dengan sebaik baiknya, jangan sampai gagal.Karena Dewi
Madrim menginginkan anaknya lebih dari satu.orang anak, Maka Dewi Madrim mendatangkan Batara
Aswin. Batara Aswin adalah Dewa Kembar dengan Batara Aswan, Maka Batara kembar ini me mberikan
anak kembar pula.
Lahirlah kemudian Pinten dan Tangsen. Akhirnya sudah terbabar kisah kelahiran Pandawa dan Kurawa,
sesuai dengan janji dewa.
Sri Gantalpati telah diangkat menjadi Patih Kerajaan Astina. Sri Gantalpati, paman dari para Kurawa yang
Kini para Kurawa bersama pamannya, patih Sengkuni pergi ke hutan Setragandamayit, yang sebenarnya
mau
Pangeran Sri Gantalpadi sebagai paman dari para Kurawa, mempunyai niat untuk mmembunuh bayi
bungkus.
Ia sebelumnya telah mohon ijin Prabu Pandu untuk pergi ke hutan Setraa
bungkus yang sudah bertahun tahun tidak bisa keluar dari bungkusnya.
Pandu mengijinkan. Para Kurawapun berangkat. Bayangan kita Kurawa itu sudah gemrudug sebagai
orang
dewasa. Namun andaikata melihat usia, sejak kelahiran Kurawa dengan anak ke dua Pandu, maka
Kurawa
bersusia tiga tahunan. Kalau bayi bungkus sudah tujuh tahunan, maka mereka berusia 10 tahunan.
Dalam
cerita wayang di Jawa, biasanya setiap bayi lahir, dimandikan dengan banyu gege. Bayi akan segera
menjadi
dewasa, sudah bisa berbicara bahkan sudah bisa berkelahi. Menurut kami istilah “ dimandikan banyu
gege”
itu sebagai pengganti ungkapan kata “ limabelas tahun kemudian, dst” Jadi menghilangkan masa kecil
sang
anak.
Sementara itu Dewi Sumi istri Batara Bayu menganugerahkan pakaian lengkap kepada sang Bayi yang
masih
dalam bungkus.
Kelahiran Bungkus, mendapat bantuan seekor gajah putih dari Kahyangan yang bernama Gajahsena,
yaitu
dengan menginjak injak bayi bungkus sampai bungkus itu pecah. Bayi Bungkus pun lahirlah. Bayi
Bungkus
terkejut, ketika melihat ada seekor gajah besar yang sedang menginjak injak tubuhnya. maka walaupun
ia
masih bayi berumur tujuh tahunan, ia sudah bisa menempeleng kepala gajah sebesar itu. Sehingga
Gajahsena
pecah kepalanya. Batara Narada melihat kejadian itu, segera turun ke marcapada. Narada mendatangi
bayi
bungkus. Batara Narada memberi tahu, bahwa bayi bungkus adalah putera Prabu Pandu, raja
Astinapura.
Sedangkan Gajah putih ini, bernama Gajahsena. Sebenarnya Gajahsena ini yang memecahkan bungkus
bayi
itu. Karena Gajahsena telah tewas dan sukmanya telah menyatu dengan bayi bungkus, maka oleh
Narada
bayi itu diberi nama Sena atau Bratasena. Sementara itu Puntadewa dan Arya Widura yang bersemadi
di
sekitar kejadian itu, baru terbangun setelah peristiwa terjadi setelah Bungkus membangunkan dari
semadinya.
Sementara itu para Kurawa dengan bersenjata pedang dan gada datang pula di tempat ini. Mereka
mencari
bayi bungkus. Bayi Bungkus merasa terganggu dengan kedatangan mereka. Bayi bungkus yang bernama
Bratasena, mengamuk. Para Kurawa terkejut, karena walaupun bayi itu baru keluar dari bungkusnya,
ternyata
sudah besar dan sangat gagah dan sakti. Patih Sengkuni memerintahkan agar mereka mengeroyok
Bratasena,
kalau perlu di bunuhnya. Para Kurawa kewalahan, mereka melarikan diri dan pulang ke Astinapura.
Tidak lama kemudian Arjuna datang pula ke tempat ini, memberitahu, bahwa negeri Astina sedang di
kepung oleh Raja Raksasa dari Kerajaan Paranggubarja, yang meminta Dewi Kunti untuk menjadi
istrinya. Mendengar itu, Bima marah, ia bersedia membela kerajaan Astina.untuk menyelamatkan Ibu
Kunti. Bratasena pulang bersama paman Arya Widura dan Arjuna.
Bayi bungkus telah keluar dari bungkusnya. Bagaimana nasib bungkus bayi itu. Prabu Sempani atau
bernama
Prabu Sapwani, ingin sekali mempunyai anak. Ia sudah lama mengharapkan seorang anak. Prabu
Sempani
bertapa di Setragandamayit., tempat bayi Bima bungkus dibuang.Sedangkan bungkus bayi itu tertinggal
di
hutan. Bungkus itulah yang kemudian diletakkan diatas batu besar, oleh Batara Narada di dekat Prabu
Sapwani bertapa.Prabu Sapwani mengakhiri tapanya, dan di tengah perjalanan mau pulang ke Istana
Bana
Keling, ia melihat bungkus bayi, oleh Begawan Sapwani, di ciptakannya menjadi seorang anak laki laki.
Oleh Begawan Sapwani bayi itu diberi nama Jayadrata atau Tirtanata. Bentuk wayang Jayadrata mirip
bentuk
wayang Gatutkaca. Sehingga orang hampir tidak mengenalnya. Banyak yang mengatakan wayang
Jajadrata
adalah wayang Gatutkaca, karena sangat mirip. Sayang bungkus Bima ini ternyata menjadi pembunuh
Abimanyu dan para putera Pandawa lainnya. Jayadrata setelah dewasa diangkat menjadi Raja Bana
Keling,
menggantikan ayahnya, Prabu Sapwani, yang lengser keprabon dan menjadi seorang Begawan.
Sesampai sdi Astinapura, Bima, atau Bratasena mengamuk melawan para raksasa dari Kerajaan
masih hidup. akhirnya mengundurkan diri pulang ke negerinya.Sedangkan rajanya tewas. Bratasena
kemudian berkumpul dengan para saudaranya yang lain, bersanding dengan ayahnya, Prabu Pandu,
Dewi
1. prabu pandu
2. dewi kunti
3. kurawa
4. ksatria utama
5. dewata
6. begawan abiyasa
7. raden permadi
8. punakawan
9. batara guru
10. gajah sena putra( ank batara guru yng brwujud gajah)
12.batara narada
16. kala dahana, patih kala, kala maruta, kala ranu(raja raksasa).
2. Alinea Pambuka
4. Panutup Pawarta
- ringkasan pawarta
4.4
contoh-contohnya.
1. Apsara-apsari.
2. Bathara-Bathari.
3. Dewa-Dewi.
4. Gedhana-gedhini.
5. Gandarwa-gandarwi.
6. Mahasiswa-mahasiswi.
7. Pemudha-pemudhi.
8. Putra-putri.
9. Raseksa-raseksi.
10. Siswa-siswi.
11. Widara-widari.
12. Yaksa-yaksi.
Tembung Yogyaswara yaiku Tembung loro kang meh padha pakecapane Utawa panulise, sing digandeng
dadi siji, mengko tegese lanang wadon.
contoh : 1. Prameswara-Prameswari
2. Gandarwa-Gandarwi
3. Hapsara-Hapsari
4. Widadara-Widadari
JOGLO
Pendapa
Merupakan bagian paling depan Joglo yang mempunyai ruangan luas tanpa sekat. Ruang ini sering
digunakan sebagai tempat pertemuan untuk acara besar bagi penghuninya. Pendopo biasanya terdapat
soko guru, soko pengerek dan tumpang sari.
Pringgitan
Bagian ini merupakan penghubung antara Pendopo dan rumah Dalem. Fungsi Pringgitan biasanya
dijadikan sebagai ruang tamu. Bagian ini dengan Pendopo biasanya dibatasi Sekat dan dengan Dalem
dibatasi gebyok.
Dalem
Tempat ini sering digunakan sebagai ruang santai keluarga. Karena fungsinya bagi keluarga, maka Dalem
bersifat privasi serta tak setiap tamu diperbolehkan memasukinya.
Sentong
Merupakan tempat istirahan alias kamar bagi pemilik rumah dan keluarga. Besar dan jumlah Sentong
tergantung banyaknya anggota keluarga penghuni Joglo tersebut.
Gandok
Gandok memiliki dua bagian, yakni Gandok Kiwo (kiri) dan Gandong Tengen (kanan). Terletak di samping
kanan dan kiri atau terletak dibagian belakang rumah. Tempat ini dalam bahasa modern bisa disebut
sebagai gudang dimana dijadikan tempat menyimpan barang-barang pemilik rumah maupun dijadikan
sebagai lumbung tempat menyimpan bahan makanan
Sandangan wyanjana iku ana 3 yaiku pengkal, cakra, lan keret. Ing ngisor iki bakal tak jlentrehake apa iku
sandangan, lan ingkang kalebu sandangan swara, sandangan panyigeg, lan sandangan wyanjana.
Pembahasan
Sandhangan iku tegese aksara ingkang dipasangake kangge ngewenehi munine vokal ingkang
saged diwenehake ing tengah utawa mburine. Sandhangan iku wonten 3, antarane Sandhangan Swara,
Sandhangan Panyigeg, lan Sandhangan Wyanjana.
Sandhangan Swara, ingkang kalebu sandhangan swara antarane kaya wulu, suku, taling, pepet, lan taling
tarung.
Sandhangan Panyigeg, ingkang kalebu sandhangan panyigeg antarane kaya wignyan, layar, cecak, lan
pangkon.
Sandhangan Wyanjana, ingkang kalebu sandhangan wyanjana antarane kaya pengkal, cakra, lan keret.