Anda di halaman 1dari 35

RAGAM

11 Tembang Macapat (Pengertian, Sejarah, Makna,


dan Contohnya)

Written by Dawan SetiawanApr 11 · 9 min read 

Tembang Macapat merupakan salah satu karya sastra yang sampai saat ini masih
dilestarikan oleh orang Jawa. Tak sedikit orang Jawa menggunakan tembang
macapat  pada setiap acara penting dan dalam pertunjukkan-pertunjukkan tertentu.
Sejarah dari tembang macapat ini masih dalam perdebatan. Urutan dan makna dari
11 tembang macapat merupakan gambaran proses hidup manusia, proses dimana
Tuhan memberikan ruh hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya.

Pada jaman Walisanga, tembang macapat sering digunakan sebagai media dakwah dalam
menyebarkan agama Islam.

Pada artikel ini kita akan mengetahui bersama secara lengkap mengenai pengertian
tembang macapat, apa saja urutan dan sejarah, serta jenis dan makna tembang
macapat. Karena sebagai penerus bangsa, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu
melestarikan kebudayaan bangsa.

Daftar Isi
Pengertian Tembang Macapat

Tembang macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Selain di kebudayaan
Jawa, macapat juga bisa ditemukan dengan nama lain yang ada dalam seni
kebudayaan Bali, Sasak, Sunda dan Madura. Selain itu tembang macapat juga pernah
ditemukan dalam kebudayaan Palembang dan Banjarmasin.

Kemunculan tembang macapat diperkirakan pada akhir dari masa kepemimpinan


majapahit dan dimulainya pengaruh walisanga. Karya-karya kasusastraan Jawa kuno
pada masa Mataram Baru, biasanya ditulis dengan menggunakan metrum macapat.

Yaitu sebuah tulisan berbentuk prosa atau gancaran yang pada umumnya tidak
diakui sebagai karya sastra, namun hanya sebagai daftar isi saja.

Beberapa contoh karya sastra berbahasa Jawa, yaitu :

1. Serat Wulangreh
2. Serat Kalatidha
3. Serat Wedhatama
4. Dan lain sebagainya.

Puisi tradisional bahasa Jawa atau tembang dibagi menjadi tiga macam, yaitu
tembang cilik, tembang tengahan, dan tembang gedhe. Tembang macapat
digolongkan dalam kategori tembang cilik dan tengahan, sedangkan untuk tembang
gedhe berdasarkan kepada kakawin atau puisi tradisional Jawa kuno.

Jika dibangdingkan dengan kakawin, tembang macapat memiliki peraturan yang jauh
berbeda dan dalam penerapannya juga lebih mudah menggunakan bahasa Jawa.
Karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada bahasa sansekerta, pada
tembang macapat tidak perlu memperhatikan suku kata panjang dan pendek.

Macapat Secara Bahasa

Sumber : dictio.co.id

Secara etimologi, macapat dapat diartikan dengan Maca Papat Papat (Jawa) atau
dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan membaca empat-empat. Dalam hal
ini maksudnya ialah cara membacanya setiap empat suku kata.

Namun ada juga yang menafsirkan (pat) merujuk jumlah dari sandhangan (diakritis)
dalam Aksara Jawa yang sesuai dalam penambangan macapat.

Di dalam Serat Mardawalangu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, Macapat


merupakan singkatan dari frasa Maca–Pat-Lagu, yang memiliki arti “melagukan nada
keempat”. Selain maca-pat-lagu, disebutkan juga sebagai maca-sa-lagu, maca-tri-lagu
dan maca-ro-lagu.

Menurut sejarah, maca-sa termasuk kategori tertua yang diciptakan oleh para dewa
yang diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga
Istana Yogiswara dari Kediri.
Sekarang, katergori ini disebut sebagai Tembang Gedhe.

Maca ro, salah satu tipe tembang gedhe yang mana jumlah bait per pupuh bisa
kurang dari empat, namun untuk jumlah suku kata dalam setiap bait tidak selalu
sama dan diciptakan oleh Yogiswara.

Pada Maca-tri atau biasa disebut dengan tembang ketiga termasuk dalam tembang
tengahan yang menurut sejarah diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita Istana
Janggala dan diseleseikan oleh pangeran Panji Inokartapati bersama saudaranya.

Dan akhirnya adalah maca-pat lagu yang mewakili macapat atau biasa disebut
dengan tembang cilik. Tembang ini diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan
kepada para wali yang lain.

Sejarah Tembang Macapat

Sumber : detakKaltim.com
Sebenarnya kapan munculnya pertama kali tembang macapat ? sampai saat ini
belum ada penemuan yang meyakinkan. Tembang Macapat memiliki sejarah yang
cukup rumit untuk dipelajari.

Pendapat Pegeud
Sejarah Macapat ada yang merujuk pada pendapat Pegeud bahwa Macapat
diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan sejak hadirnya pengaruh
Walisanga.Namun, pendapat ini  hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah,
karena di Jawa Timur dan Bali sejarah macapat telah dimulai sejak sebelum
datangnya Islam.

Sebagai contohnya ialah sebuah teks dari Bali dan Jawa Timur yang dikenal dengan
judul Kidung Ranggalawe disebutkan telah selesei ditulis pada tahun 1334 Masehi.
Namun, dalam hal lain tarikh ini disangsikan karena karya tersebut hanya dikenal
versinya yang lebih mutakhir dan dari semua naskahnya yang memuat teks ini
berasal dari Bali.

Pendapat Purbatjaraka dan Karseno Saputra


Di sisi lain, Purbatjaraka menyebutkan bahwa macapat lahir bersamaan dengan Syair
Jawa Tengahan. Pendapat ini juga diperkuat oleh Karseno Saputra.

Karseno Saputra mengatakan :

“Apabila pola metrum yang digunakan pada tembang macapat sama dengan pola
metrum tembang tengahan. Jika tembang macapat tumbuh berkembang sejalan
dengan tembang tengahan, maka diperkirakan Macapat telah hadir dikalangan
Masyarakat peminat setidak-tidaknya pada tahun 1541 masehi”

Perkiraan di atas berdasarkan angka tahun yang terdapat pada kidung Subrata, juga
Rasa Dadi Jalma = 1643 J atau 1541 Masehi. (Saputra, 1992 : 14).

Pada kisaran tahun tersebut telah hidup berkembang puisi berbahasa jawa kuno,
jawa tengahan dan jawa baru yaitu kekawin, kidung, dan macapat.

Pendapat Zoetmulder
Pendapat  Zoelmulder sesuai dengan tahun perkiraan yang terdapat pada kidung
Subrata di atas, yang kurang lebih pada abad XVI di Jawa hidup bersama tiga bahasa,
yaitu jawa kuno, jawa tengahan dan jawa baru.
Tedjohadi Sumarto
Di dalam Mbombong manah (Tedjohadi Sumarto 1958 : 5), di sini disebutkan bahwa
macapat telah mencakup 11 metrum dan diciptakan oleh Prabu Dewawasesa (Prabu
Banjaransari) di Segaluh di tahun Jawa 1191 (Masehi 1279).

Laginem
Namun demikian masih selalu aja terdapat  sumber lain yang mengatakan bahwa
Tembang Macapat diperkirakan telah dibuat tidak hanya oleh satu orang saja, tapi
oleh beberapa orang wali dan bangsawan. (Laginem, 1996 : 27).

Para wali tersebut yaitu :

1. Sunan Giri Kedaton


2. Sunan Giri Prapen
3. Sunan Bonang
4. Sunan Gunung Jati
5. Sunan Muryapada
6. Sunan Kali Jaga
7. Sunan Drajat
8. Sunan Kudus
9. Sunan Geseng
10. Sunan Majagung
11. Sultan Pajang
12. Sultan Adi Eru Cakra
13. Adipati Nata Praja
Kajian Ilmiah

Sumber : medium.com

Kajian Ilmiah telah menyebutkan bahwasanya terdapat dua pendapat yang berbeda
mengenai keberadaan macapat.

1. Bahwa macapat lebih tua ketimbang Tembang Gedhe


2. Bahwa macapat lebih muda ketimbang Tembang Gedhe

Kecuali ada pendapat lain lagi mengenai timbulnya macapat berdasarkan


perkembangan bahasa.

Macapat lebih tua dari tembang gedhe


Pendapat ini memperkirakan bahwa macapat timbul pada masa majapahit akhir
ketika pengaruh kebudayaan Islam mulai berkembang ( Danusuprapta, 1981 : 153 –
154).
Dikemukakan juga oleh Purbatjaraka bahwa timbulnya macapat bersamaan dengan
kidung, dengan anggapan bahwa tembang tengahan tidak ada. ( Poerbatjaraka, 1952
: 72).

Macapat lebih muda dari tembang gedhe


Pendapat ini menyebutkan bahwa tembang macapat timbul pada waktu pengaruh
kebudayaan Hindu semakin menipis dan rasa kebangsaan mulai tumbuh, yaitu pada
zaman majapahit akhir.

Lahirnya macapat berurutan dengan kidung, lalu munculah tembang gedhe


berbahasa jawa pertengahan. Kemudian muncul macapat berbahasa Jawa Baru dan
pada zaman Surakarta awal, timbul tembang gedhe kawi miring. Bentuk gubahan
berbahasa jawa barulah yang paling banyak digemari seperti kidung dan macapat.

Proses kemunculan ini  berawal  dari lahirnya karya-karya berbahasa jawa


pertengahan yang biasa disebut dengan kitab-kitab kidung. Lantas hadir pula karya-
karya berbahasa jawa baru berupa kitab-kitab suluk dan kitab-kitab niti. Kitab suluk
dan kitab niti itulah yang memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan
macapat.

Hipotesis Zoetmulder (1983 : 35) menyebutkan bahwa secara linguistik bahasa Jawa
pertengahan bukan merupakan pangkal Bahasa Jawa Baru. Namun, dua cabang yang
terpisah dan divergen pada bahasa jawa kuno. Bahasa Jawa kuno merupakan bahasa
umum selama periode Hindu – Jawa sampai runtuhnya zaman Majapahit.

Sejak hadirnya pengaruh Islam, bahasa Jawa kuno berkembang menjadi dua arah
yang berlainan yaitu Bahasa Jawa Pertengahan dan Bahasa Jawa Baru.

Bahasa Jawa Pertengahan dengan kidungnya, berkembang di daerah Bali dan Bahasa
Jawa Baru dengan macapatnya berkembang di Pulau Jawa.
Penggunaan Tembang Macapat

Sumber : jogjaready.com

Seni karawitan disajikan berupa gending atau lagu, yaitu susunan nada dalam
karawitan Jawa yang berupa instrument dengan menggunakan laras slendro dan
pelog.

Gending dapat dipertunjukkan dengan bentuk instrumentalia (gending yang


ditampilkan hanya menggunakan alat musik gamelan) dan ditampilkan dalam bentuk
vokal (ditampilkan hanya dengan tembang)

Dan pada vokal di dalam seni karawitan bisa berupa solo vokal ataupun dalam
bentuk gerongan atau koor, sedangkan untuk syairnya bisa berupa wangsalan purwa
kanthi ataupun sekar tengahan dan sekar macapat.
Pada mulanya jenis tembang-tembang tersebut memiliki fungsi masing-masing.
Tembang Gedhe (Sekar Ageng), dan Tembang Tengahan (Sekar Tengahan) berfungsi
sebagai bawa swara (solo vokal sebagai pembuka gending).

Sedangkan untuk tembang macapat (Sekar Macapat) ditembangkan dengan cara


lepas (tanpa ada iringan gamelan), pada umumnya digunakan untuk acara ritual
seperti kidung rahayu yang ditembangkan untuk meminta keselamatan dan
dijauhkan dari bencana.

Selain itu, tembang macapat juga sering dilantunkan pada acara-acara seperti
wungon tirakatan oleh orang-orang Jawa, pada waktu kelahiran bayi (bayenan) atau
juga upacara jagong bayi di rumah orang yang baru saja melahirkan.

Tujuannya dilantunkannya tembang macapat ini agar si bayi yang baru saja lahir
diberi keselamatan dan kesehatan.

Seiring dengan berjalannya waktu, tembang macapat yang biasanya digunakan


sebagai sarana ritual akhirnya muncul kesenian yang disebut dengan Langen
Mandrawanara di keratin Kesultanan Yogyakarta dan Langendriyan di Surakarta.

Dengan menggunakan tembang macapat sebagai pengganti dialog tokoh wayang


yang keluar di setiap adegan.
Struktur dan Aturan Tembang Macapat

Sumber : alam-maya.com

Di dalam Wikipedia, sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi


beberapa Pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada(bait).

Pupuh juga merupakan bentuk puisi tradisional Jawa dengan jumlah suku kata dan
rima tertentu di setiap barisnya. Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama,
metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.

Struktur setiap bait pada tembang macapat memiliki Guru Gatra, dan setiap guru
gatra memiliki sejumlah Guru Wilangan, serta diakhiri dengan Guru Lagu. Berikut
penjelasannya :

 Guru Gatra

Banyaknya jumlah baris kalimat (larik) dalam satu bait.


 Guru Wilangan

Banyaknya jumlah suku kata yang terdapat pada setiap baris kalimat (larik).

 Guru Lagu

Bunyi vokal pada sajak akhir yang terdapat pada setiap baris kalimat (larik).

Sumber : picswe.com

Jenis – Jenis Tembang Macapat


Tembang macapat memiliki beberapa jenis, yang mana masing-masing jenis tersebut
dibedakan dengan aturan-aturan yang membentuknya yakni Guru Lagu, Guru
Wilangan dan Guru Gatra.

Terdapat 11 jenis tembang macapat yang dikenal luas masyarakat kita. Setiap jenis
tembang ini memiliki makna,  berdasarkan dari orang tua terdahulu menjelaskan
bahwa, kesebelas tembang macapat tersebut sebenarnya menggambarkan tahap-
tahap kehidupan manusia manusia dari mulai alam Rahim sampai dengan
meninggalnya.

Berikut penjelasan 11 tembang macapat :


1. Maskumambang ( Janin),

Sumber : mommiesdaily.com

Tembang maskumambang mengisahkan sebuah awal mula perjalanan hidup seorang


manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan sang ibu. Masih belum jelas
diketahui jati dirinya atau apakah ia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Maskumambang berasal dari mas dan kumambang. Kata mas atau emas berarti


sesuatu yang sangat berharga, yang dapat diartikan  bahwa anak meskipun masih
dalam kandungan merupakan sebuah anugerah yang besar tak ternilai harganya.

Mambang atau kemambang berarti mengambang. Maskumamang ini


mengambarkan bayi yang hidup mengambang di dalam Rahim ibunya. Hidup dan
tumbuh selama 9 bulan di dalam dunianya yaitu Rahim ibunda.

Tembang maskumambang memiliki watak dan sifat rasa atau karakter yang
menggambarkan kesedihan, belas kasihan (welas asih), dan kesusahan. Tembang ini
biasanya digunakan  untuk lagu-lagu yang isinya tentang suasana duka.
Aturan tembang maskumambang (12i – 6a – 8i – 8o)

2. Mijil (Terlahir)

Sumber : pexels.com

Mijil mempunyai arti keluar.  Tembang ini melambangkan bentuk sebuah biji atau
benih yang baru lahir. Mijil menggambarkan awal hadirnya anak manusia di dunia ini,
dia begitu suci dan lemah sehingga masih sangat membutuhkan perlindungan.

Tembang mijil memiliki watak yaitu sebuah pengharapan, welas asih, perhatian dan
tentang cinta. Tembang ini biasanya digunakan sebagai media dalam memberikan
nasehat, cerita cinta, pengharapan dan ajaran ketabahan dalam menjalani setiap laku
kehidupan.

Aturan tembang mijil (10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o)


3. Sinom (Muda)

soraya intercine films

Sinom memiliki arti sebuah pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Tembang
sinom menggambarkan seorang manusia yang mulai beranjak dewasa dan telah
menjadi pemuda atau remaja yang mulai tumbuh.

Ada juga yang menafsirkan bahwa tembang sinom berkaitan dengan upacara bagi
anak-anak muda zaman dahulu. Tembang sinom memiliki watak bersemangat,
bijaksana dan sering digunakan untuk piwulang (mangajari) dan wewarah
(membimbing).

Aturan tembang sinom yaitu (8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a).


4. Kinanthi (Dituntun)

Sumber : dream.co.id

Kata kinanthi berasal dari kata “kanthi” yang berarti menggandeng atau menuntun.
Tembang ini menggambarkan kehidupan anak muda yang masih membutuhkan
tuntunan agar bisa menjadi orang yang baik di dunia ini.

Di usianya ini, biasanya ia sedang dalam masa pencarian jati diri, masih banyak
pertanyaan pada dirinya tentang “siapa aku”, sehingga ia mencari sosok yang bisa
menjadi panutan atau teladan.

Tembang kinanthi memiliki watak yang cenderung untuk mengungkapkan nuansa


yang menyenangkan, kasih sayang dan kecintaan serta tauladan hidup.

Aturan pada tembang ini yaitu (8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i ).


5. Asmaradhana ( Api Asmara )

Sumber : pexels.com

Tembang asmaradhana  berasal dari kata “asmara” yang berarti cinta kasih. Tembang
ini merupakan tembang yang banyak mengisahkan gejolak asmara yang dialami
manusia.

Masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta dan ditenggelamkan dalam lautan


kasih.

Tidak hanya cinta kepada sesama manusia, namun juga cinta terhadap Sang
Pencipta, cinta terhadap Rasulullah SAW dan cinta alam semesta.

Watak pada tembang asmaradhana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara dan
juga rasa pilu atau rasa sedih. Macapat ini sering digunakan untuk  mengungkapkan
perasaan cinta, baik untuk kesedihan karena patah hati maupun kebahagiaan sebuah
pengharapan.
Tembang ini memiliki aturan yaitu (8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a)

6. Gambuh ( Sepaham/Cocok)

Sumber : idntimes.com

Gambuh berasal dari kata “Jumbuh” yang dapat diartikan sebagai sebuah kecocokan
antara pria dan wanita yang didasari dengan cinta. Tembang
gambuh menggambarkan tentang sebuah perjalanan hidup seseorang yang telah
bertemu dengan pasangannya yang cocok dan keduanya akan membina rumah
tangga.

Watak yang terdapat pada tembang ini ialah tentang keramahan dan persahabatan.
Gambuh juga sering digunakan untuk  menyampaikan kisah kisah kehidupan.

Aturan pada tembang gambuh yaitu (7u – 10u – 12i – 8u – 8o).


7. Dhandang Gula ( Manisnya Kehidupan)

Kata dhandang gula berasal dari kata gegadhangan yang bermakna cita-cita,
harapan atau angan-angan. Sedangkan pada kata gula berarti manis, indah dan
menyenangkan.

Dhandang gula menggambarkan sepasang kekasih yang memperoleh kebahagiaan


setelah melewati suka duka dalam berumah tangga dan meraih cita-citanya.

Tembang ini memiliki watak gembira, indah dan luwes sehingga sangat cocok
digunakan sebagai pembuka untuk mengajak kebaikan, ungkapan rasa cinta dan
kebahagiaan.

Aturan pada tembang dhandanggula yaitu (10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a- 6u – 8a –


12i- 7a)
8. Durma (Memberi )

sumber : zakat.or.id

Tembang Durma berasal dari kata “Derma” dalam bahasa Jawa yang memiliki arti
suka memberi dan berbagi rezeki kepada orang lain. Namun ada juga yang
menafsirkan bahwa durma sebagai mundurnya  tata krama atau etika.

Durma menggambarkan tentang kisah manusia yang telah mendapatkan segala


kenikmatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika manusia dalam kondisi yang serba
kecukupan ia seharusnya akan bersyukur dan selalu melihat serta memberi
pertolongan  saudara dan tetangganya yang masih dalam kekurangan .

Durma memiliki watak yang tegas, keras, dan penuh dengan amarah yang
bergejolak. Selain itu tembang ini juga menggambarkan semangat perang dan
berontak.

Untuk aturan tembang durma yaitu : (12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i)


9. Pangkur ( Menarik Diri)

Sumber : ump.ac.id

Tembang pangkur berasal dari kata “mungkur” yang berarti pergi dan meninggalkan.
Tembang ini bagi orang jawa sering dimaknai sebagai proses mengurangi hawa
nafsu dan mundur dari urusan keduniawian.

Pangkur juga mengisahkan manusia yang sudah memasuki usia senja dimana
seseorang tersebut akan lebih intropeksi tentang dirinya, tentang masa lalunya,
tentang pribadinya dan Tuhannya.

Watak pada tembang pangkur berbicara tentang karakter yang gagah, kuat, perkasa
dan hati yang besar. Sedangkan aturan tembang ini yaitu : (8a – 11i – 8u – 7a – 8i –
5a – 7i).
10. Megatruh ( Sakaratul Maut)

Sumber : islamidia.com

Kata megatruh berasal dari kata “megat” dan “roh”, yang memiliki arti putusnya roh
atau terlepasnya roh dari tubuh manusia. Megatruh juga memiliki arti tentang
perjalanan seorang manusia yang telah selesai di dunia.

Secara umum tembang ini menggambarkan bagaimana manusia ketika dalam


kondisi sakaratul maut.

Watak pada tembang megatruh ialah kesedihan , kedukaan, dan penyesalan. Untuk
aturan pada tembang ini yaitu : (12u – 8i – 8u – 8i – 8o)
11. Pucung (Kematian/Dipocong)

Sumber : Islami.com

Kata pucung atau pocung berasal dari kata pocong , yang mana berarti ketika
seseorang sudah meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan sesuai
dengan syariat Islam.

Tembang pocung menggambarkan bahwasanya semua makhluk yang bernyawa


akan menemui ajalnya atau akan datangnya kematian.

Pocung memiliki watak yang lucu dan jenaka, juga berisi tentang tebakan dan hal
lucu lainnya. Tembang ini juga digunakan untuk menceritakan lelucon dan berbagai
nasehat.

Aturan pocung yaitu : (12u – 6a – 8i – 12a).

 
Demikian pemaparan kami mengenai apa itu pengertian tembang macapat, urutan,
sejarah, makna dan berbagai contoh tembang macapat. Semoga artikel ini dapat
menjadi referensi kalian, dan menambah wawasan serta dapat bermanfaat.

tembang jawa

Written by Dawan Setiawan


Belajar dan belajarProfile

Share




Related Posts

Contoh Contoh Cerkak Bahasa Jawa Lengkap


9 Contoh Tembang Dhandanggula beserta Penjelasannya (LENGKAP)

23+ Contoh Tembang Kinanthi beserta Penjelasannya(LENGKAP)

23+ Contoh Tembang Pangkur dengan Penjelasannya

Penjelasan Tembang Sinom dengan Berbagai Contoh

Tembang Gambuh: Penjelasan Lengkap dengan Berbagai Contoh


Tembang Pocung : Penjelasan Lengkap dengan Berbagai Contoh

Contoh Purwakanthi : Guru Swara, Sastra dan Basa/Lumaksita


Dawan Setiawan in Ragam

Nov 11, 2020   ·   11 min

Pengertian dan Contoh Basa Rinengga


Dawan Setiawan in Ragam

Oct 21, 2020   ·   11 min


Pengertian dan Contoh Contoh Tembung Garba
Dawan Setiawan in Ragam

Oct 13, 2020   ·   11 min

Leave a Reply

 Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

 Notify me of follow-up comments by email.

 Notify me of new posts by email.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

© Copyright ngertiaja.com

Lompat ke kontenLompat ke sidebarLompat ke footer

SENI BUDAYAKU
×
Beranda / Jawa Tengah / Lagu Daerah / Seni Musik

Tembang Macapat: Sejarah, Struktur dan Contohnya


1 komentar

Sejarah Tembang Macapat


Tembang Macapat diperkirakan muncul pada masa akhir kekuasaan Majapahit dan
dimulainya pengaruh Walisanga di daerah Jawa Tengah. Berbeda dengan di Jawa Tengah,
daerah Jawa Timur dan Bali lebih dulu mengenal karya sastra ini sebelum datangnya Islam.
Sebagai contoh terdapat sebuah teks dari Jawa Timur atau Bali yang dikenal dengan judul
Kidung Ranggalawe yang disebutkan telah selesai ditulis pada tahun 1334 M.
Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai usia tembang Macapat, terutama
hubungannya dengan serat Kekawin. Menurut Prijohoetomo macapat merupakan turunan
kekawin dengan tembang gedhe sebagai perantara. Namun, pendapat tersebut disangkal
oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Kedua pakar tersebut berpendapat bahwa macapat
sebagai metrum puisi asli Jawa memiliki usia yang lebih tua dari kekawin. Macapat baru
muncul setelah memudarnya pengaruh India.

Struktur Aturan Tembang Macapat


Syair Tembang Macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, yang setiap pupuhnya
dibagi lagi menjadi beberapa pada. Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama yang
biasanya tergantung pada watak atau isi teks yang diceritakan.

Jumlah pada setiap pupuhnya berbeda-beda tergantung jumlah kalimat yang digunakan.
Setiap pada dibagi ke dalam beberapa larik atau gatra. Dan setiap larik atau gatranya dibagi
ke dalam beberapa suku kata atau wanda. Jadi, setiap gatra memiliki jumlah suku kata tetap
dan berakhir pada vokal yang sama.

Aturan perihal penggunaan jumlah suku kata dalam setiap gatra atau larik ini disebut dengan
istilah guru wilangan. Sementara itu aturan perihal penggunaan vokal akhiran pada setiap
gatra atau larik disebut dengan istilah guru lagu. Jadi secara rinci dapat di simpulkan
sebagai berikut ini.

1. Guru Gatra yaitu banyaknya jumlah baris (larik) dalam setiap baitnya.
2. Guru Lagu yaitu bunyi vokal akhiran kata dalam setiap baris (larik).
3. Guru Wilangan yaitu banyaknya jumlah suku kata (wanda) pada tiap baris (larik).

Jumlah guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan tembang macapat berdasarkan metrumnya
secara rinci pada tabel berikut ini.
Terdapat 11 macam tembang macapat yang dikenal masyarakat Jawa. Setiap jenis
tembang memiliki makna dan menggambarkan kehidupan manusia mulai dari alam ruh
sampai meninggalnya manusia. Penjelasan makna tembang dan watak tembang macapat
tersebut adalah sebagai berikut ini.

11 Macam Tembang Macapat dan Contohnya

1. Tembang Maskumambang

Penjelasan mengenai makna Tembang Maskumambang, watak Tembang Maskumambang,


dan contoh tembang Tembang Maskumambang dan artinya silahkan klik 5 Contoh
Tembang Macapat Maskumambang dan Artinya Secara Lengkap

2. Tembang Mijil

Tembang Mijil berasal dari kata "Wijil, Wiyos, Raras" (dalam bahasa Jawa) yang artinya
keluar. Tembang Mijil ini menggambarkan awal lahirnya manusia ke alam dunia. Tembang
Mijil ini menjadi tembang ke dua setelah Maskumambang yang bermakna janin atau jabang
bayi dalam kandungan ibunya.
Kelahiran merupakan sebuah perjuangan seorang ibu dimana ia memperjuangkan dua
nyawa sekaligus, dirinya dan nyawa anaknya. Seberat apapun perjuangan tersebut
didalamnya terdapat cinta dan harapan dari seluruh keluarga. Cemas dan bahagia selalu
meliputi dalam penantian kelahiran buah hati.

Watak Tembang Mijil yaitu pengharapan, welas asih, perhatian dan tentang cinta. Tembang
Mijil digunakan sebagai media dalam memberikan nasihat, cerita cinta, pengharapan, dan
ajaran tentang ketabahan dalam menjalani laku kehidupan. Tembang-tembang Mijil
mencerminkan tentang perasaan kesedihan maupun kebahagiaan.

Tembang Mijil memiliki Guru Gatra: 6 baris setiap bait (Artinya tembang Mijil ini memiliki 6
larik atau baris kalimat).

Guru Wilangan Tembang Mijil yaitu: 10, 6, 10, 10, 6, 6 (Artinya baris pertama terdiri dari 10
suku kata, baris kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya). Dan Guru Lagu Tembang Mijil
yaitu: i, o, e, i, i,u (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris kedua berakhir vokal o,
dan seterusnya).

Contoh Tembang Mijil

1) Wulang estri kang wus palakrami


Lamun pinitados
Amengkoni mring balewismane
Among putra marusentanabdi
Den angati-ati
Ing sadurungipun

Artinya:
Nasihat untuk wanita yang sudah berumah tangga
Hendaknya dapat dipercaya
Melindungi rumah tangganya
Mengasuh anak, maru keluarga dan abdi Selalu berhati-hati
Sebelum melakukan sesuatu.

2) Madya ratri kentarnya mangikis,


Sira Sang lir sinom,
Saking taman miyos butulane,
Datan wonten cethine udani,
Lampahe lestari,
Wus ngambah marga Gung.

Artinya:
Tengah malam suasana mencekam,
Dia Sang pemuda,
Dari taman keluar pintu belakang,
Tidak ada yang menanyai,
Perjalanannya selamat,
Sudah sampai jalan besar.

Contoh Video Penyajian Tembang Mijil

3. Tembang Kinanthi

Penjelasan mengenai makna Tembang Kinanthi, watak Tembang Kinanthi, dan contoh
tembang Tembang Kinanthi dan artinya silahkan klik Contoh Tembang Macapat Kinanthi
dan Artinya Secara Lengkap

4. Tembang Sinom

Penjelasan mengenai makna Tembang Sinom, watak Tembang Sinom, dan contoh tembang
Tembang Sinom dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang Macapat Sinom dan Artinya
Secara Lengkap

5. Tembang Asmaradana

Penjelasan mengenai makna Tembang Asmaradana, watak Tembang Asmaradana, dan


contoh tembang Tembang Asmaradana dan artinya silahkan klik 8 Contoh Tembang
Macapat Asmarandana dan Artinya Secara Lengkap

6. Tembang Gambuh

Penjelasan mengenai makna Tembang Gambuh, watak Tembang Gambuh, dan contoh
tembang Tembang Gambuh dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang Gambuh dan
Artinya Secara Lengkap

7. Tembang Dhandhanggula

Penjelasan mengenai makna Tembang Dhandhanggula, watak Tembang Dhandhanggula,


dan contoh tembang Tembang Dhandhanggula dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang
Dhandhanggula dan Artinya Secara Lengkap
8. Tembang Durma

Tembang Durma berasal dari kata "Derma" (dalam bahasa Jawa) yang artinya suka memberi
dan berbagi rejeki kepada orang lain. Bagi beberapa kalangan mengartikan Durma sebagai
"munduring tata krama" (mundurnya etika). Sifat-sifat buruk banyak digambarkan pada
tembang macapat Durma.

Watak Tembang Durma yaitu menggambarkan sifat amarah, berontak, dan semangat
perang. Tembang Durma menggambarkan sifat manusia manusia yang cenderung egois,
berbuat keburukan, dan ingin menang sendiri.

Tembang Durma memiliki Guru Gatra: 7 baris setiap bait (Artinya tembang Durma ini
memiliki 7 larik atau baris kalimat).

Guru Wilangan Tembang Durma yaitu: 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7 (Artinya baris pertama terdiri dari 12
suku kata, baris kedua berisi 7 suku kata, dan seterusnya). Dan Guru Lagu Tembang Durma
yaitu: a, i, a, a, i, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a, baris kedua berakhir
vokal i, dan seterusnya).

Contoh Tembang Durma

Damarwulan tuhu prajurit utama,

Tan apasah dening geni,

Lah ta Damarwulan,

Mara sira malesa,

Tadhahana keris mami,

Iya tibakna,

Sayekti sun tadhahi.

(Langendriyan: IV. 38)

Artinya:

Damarwulan memang prajurit utama,

Tidak mempan oleh api,

Adalah Damarwulan,

Datang segera balaslah,

Terimalah keris saya,

Iya jatuhkan,
Sungguh saya terima.

Contoh Video Penyajian Tembang Durma

9. Tembang Pangkur

Penjelasan mengenai makna Tembang Pangkur, watak Tembang Pangkur, dan contoh
tembang Tembang Pangkur dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang Macapat Pangkur
Lengkap Artinya

10. Tembang Megatruh

Penjelasan mengenai makna Tembang Megatruh, watak Tembang Megatruh, dan contoh
tembang Tembang Megatruh dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang Megatruh dan
Artinya Secara Lengkap

11. Tembang Pocung

Penjelasan mengenai makna Tembang Pocung, watak Tembang Pocung, dan contoh
tembang Tembang Pocung dan artinya silahkan klik 6 Contoh Tembang Macapat Pocung
dan Artinya Secara Lengkap

Baca juga:
Macam-Macam Tembang Tengahan dan Contohnya
Gamelan Jawa, Nama-Nama Instrumen Gamelan dan Fungsinya

Demikian ulasan tentang "Tembang Macapat: Sejarah, Struktur dan Contohnya" yang dapat
kami sampaikan. Baca juga artikel tembang macapat menarik lainnya di
situs SeniBudayaku.com.

Berbagi :
Anda mungkin menyukai postingan ini :

Musik Cina: Sejarah, Tokoh Musik, dan Alat Musik Cina


Musik Jepang: Sistem Tangga Nada dan Alat Musik Jepang

Kumpulan Tembang Macapat Sesuai Urutan Lengkap Makna dan Contohnya


Bentuk dan Susunan Tangga nada Gamelan Jawa

1 komentar untuk "Tembang Macapat: Sejarah, Struktur dan Contohnya"

1.
sunshine11 Februari 2021 06.30
kepriye struktur tembang macapat yen mung sapada?

Balas
Silahkan berkomentar yang baik dan sopan, komentar dengan link aktif akan kami
hapus.

Postingan Lebih BaruPostingan Lama

ARSIP BLOG

Kumpulan Tembang Macapat Sesuai Urutan Lengkap Makna dan Contohnya

Dalam musik vokal Jawa, ada tiga bentuk komposisi, yaitu …

Tembung Panyandra Bahasa Jawa dan Artinya

Panyandra yaitu kalimat yang menggambarkan keadaan atau p…

Pepatah Jawa Paribasan, Bebasan, dan Saloka beserta Pengertian, Contoh, dan Artinya

Masyarakat Jawa mengenal beberapa bentuk gaya bahasa yang …

6 Contoh Tembang Macapat Pocung dan Artinya Secara Lengkap

Tembang-tembang klasik juga mempunyai sasmitaning tembang…

6 Contoh Tembang Macapat Sinom dan Artinya Secara Lengkap

Tembang Sinom berasal dari sebuah kata "sinom"…

 Home 
 

 Privacy 
 
 About 
 

 Disclaimer 
 

 Kontak

Anda mungkin juga menyukai