Anda di halaman 1dari 3

Riview pertama_06 sep 2022

Nama : Silviyatul Karimah


Nim : 126309212066
Kelas : SA 3B
Mata kuliah : Macapat
Judul Buku : Macapat Seni Adiluhung Kebudayaan Jawi
Penyusun : Djati Prihantono
Penerbit : Javalitera, Jogjakarta
Cetakan : Kedua, 2017
Tebal : 92 halaman, 14,8 x 21 cm
ISBN :978-602-98187-5-8

Macapat dalam bahasa indonesia dikatakatakan seperti lagu atau kata-kata indah yang
biasanya disebut dengan puisi. Macapat dengan nama lain juga prnah ditemukan di Bali,
Sasak, Madura, Sunda. Dan dikatakan pernah juga ditemukan di Palembang dan
Banjarmasin. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat (gatra), dan setiap baris kalimat
mempunyai beberapa suku kata (guru wilangan), dan bunyi pada sajak akhir disebut guru
lagu. Macapat ada sejak akhir masa kepemimpinan Majapahit, dan dimulai dan disebarkan
oleh para wali atau walisanga untuk berdakwah agama Islam. Yang diperkirakan hanya pada
masyarakat Jawa Tengah, karena macapat pada masyarakat Jawa Timur dan Bali sudah
dikenal sebelum islam datang.
Tembang atau puisi dibagi menjadi tiga:
a. Tembang Gedhe, disebut sebagai tembang klasik. Tembang ini biasanya
digunakan sebagai pembuka gendhing. Ditampilkan dalam pertunjukan
wayang dan diiringi gamelan.
b. Tembang Tengahan,disebut tembang madya. Ditulis menggunakan aksara
Jawa dan bahasa Jawa baru.
c. Tembang Cilik, disebut tembang macapat. Memiliki intonasi lagu tetapi tidak
diiringi dengan gamelan.
Menurut ahli sastra dan sastra jawa, batas waktu digunakan untuk sastra jawa kuno
dimulai pada zaman purba hingga tahun 1400. Tahun 1400-1700 disebut dengan Sastra
Jawa, dan setelah tahun itu hingga saat ini disebut Sastra Jawa Baru. Sastra Jawa Baru
berupa Tantu Pagelaran dan Kidung Sundayana. Sejarah islam mengatakan ada tiga
peninggalan dengan masing-masing diberi judul kata Niliti yang berarti petunjuk. Yang
mana ketiganya memiliki ritme yang sama yaitu isi tuntunan. Ketiga sastra tersebut diantara
lain;
1. Nitisewaka, pada masa pemerintahan Sinuwun Mangkurat II di Kartasura.
2. Nitisutri, pada masa Pangeran Karang Gayam.
3. Nitipraja, pada masa pemerintahan Sultan Agung di Mataram.
Dalam sastra Jawa ada yang namanya puisi tradisional atau macapat. Dan puisi ini
memiliki aturan-aturan tertentu: Guru Gatra, jumlah baris atau larik kalimat dalam satu
tembang macapat. Guru Wilangan, banyaknya suku kata dalam satu baris. Guru Lagu, bunyi
vocal disetiap sajak akhir. Dalam beberapa teori sastra Jawa terdapat nama-nama jenis
tembang macapat yang terkadang muncul ketika jumlah meter tidak sama. Perbedaan angka
berhubungan dengan masuknya beberapa lagu tengah dan lagu besar dalam lagu macapat.
Secara umum macapat memiliki 11 pola metrum, 11 temang macapat yakni:
1. Maskumambang, berasal dari mas dan kumambang. Mas, berasal dari kata premas
yang artinya pelayan dalm upacara Syaminis. Ka – ambang, kambang berarti
kembang kamwang. Ambang, artinya bernyanyi atau bersandiwara. Yang initinya
maskumambanng menceritakan tentang perjalanan hidup manusia.
2. Dhandanggula, diambil dari nama raja kediri yaitu prabu Dhandannggendis. Maksud
dari Dhandanggula adalah berharap suatu kebaikan.
3. Asmaradana, berasal dari asmara, artintya asmara atau cinta, dan dhana artinya api.
Maka dari itu asmaradhana adalah api asmara atau cinta kasih. Hal ini
menggambarkan keadaan hati yang bahagia atau sedih karena cinta.
4. Pangkur, pangkur berasal dari nama seorang pejabat. Pangkur berartii ekor, maka dari
iu pangkur bernilai tut rungggang yang artinya ikut serta.
5. Sinom, dilambangkan dengan daun muda. Karena arti dari sinom menggambarkan
masa muda.
6. Mijil, bermakna keluar. Yang bermkana ketika seorang anak dilahirkan ibunya
kedunia. Serta nasihat untik manusia agar selalu kuat dan tabah ketika menjalani
ujian.
7. Durma, menngambrakan sifat buruk dari manusia, seperti sombong, serakah, angkuh,
suka marah, dan lain sebagainya. Tembang ini juga sebagai nasehat untuk berhati-hati
dalam berbuat atau peilaku. Karena makna dari tembang ini adalah hilangnya tata
krama atau kesopanan.
8. Kinanthi, berarti tuntunan atau bimbingan. Meneceritakan seorang anak kecil yang
membutuhkan tuntunan dan kasih sayang.
9. Gambuh, berarti jodoh. Yang menceritakan seseorang yang sudah bertemu.
10. Pucung, disamakan dengan pocong atau orang yang sudah meninggal. Yang berrati
akhir hidup manusia. Akan tetapi pucung lebih sering untuk menceritkan hal-hal yang
bersifat lucu dan menyisipkan nasehat yang bijak.
11. Megataruh, artinya membuang yang buruk atau jelek. Menceritakan orang-orang yang
pandai namun lalai dalam hidupnya.
Dalam macapat terdapat beberapa pesan yang sesuai tingkatan yang diinginkan:
1. Serat wulangreh, ditujukan kepada para pemuda. Mengandung pesan kejujuran,
kesabran, rasa hormat, dan sebagainya.
2. Serat Tripama, nasehat yang diletakkan pada cerita perwayangan. Isi pesannya
berupa contoh ksatria yang patut di contoh.
3. Wirawiyata, nasehat untuk para tentara tentang latihan kemiliteran. Yang isinya
tentang janji seorang prajurit, disiplin, ketaatan, dalam menjalanlankan tugas.
4. Serat Panitisastra, mengandung nilai pemberian dan sumbangan, adat istiadat,
toleransi, ilmu sosial, ilmu bertakwa kepada tuhan.
5. Wulang Estri, surat yang ditujukan kepada para wanita yang akan menjalani
kehidupan rumah tangga. Yang mengajarkan poin-poin dalam rumah tangga, cara
bersikap dan bertindak terhadap pasangan.
6. Candra Rini, pelajaran moral untuk perempuan dalam menjalankan rumah tangga.
Tentang sifat, watak, perilaku istri terhadap suami.
7. Serat Dumbasawala, pesan atau pelajaran untuk warga keraton. Yang berisi
tentang kepahlawanan, etika, sosial.

Anda mungkin juga menyukai