Anda di halaman 1dari 5

Perjalanan Keramat Manusia dalam 11

Tembang Macapat

Oscar Ferri
08 Mar 2017, 07:00 WIB

 0

12

Ilustrasi hgamelan pengiring macapat

Liputan6.com, Jakarta Apa itu macapat? Pegiat sastra Jawa pasti sudah akrab dengan
istilah ini. Namun bagi orang awam, terlebih generasi muda yang hidup di era kecanggihan
teknologi sekarang ini, istilah macapat mungkin terdengar asing.

Macapat adalah puisi Jawa bertembang. Dilihat dari periodisasinya, macapat masuk ke
dalam puisi Jawa baru.
Dosen Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI),
Karsono H. Saputra menjelaskan, macapat disebut sebagai puisi bertembang karena
pembacaannya dengan ditembangkan. Pembacaan itu berdasarkan susunan titilaras atau
notasi yang sesuai pola metrum atau pakemnya.

"Karena pembacaan harus dengan cara ditembangkan inilah, macapat disebut tembang
macapat atau dalam raga krama menjadi sekar macapat," ujar Karsono dalam bukunya,
'Puisi Jawa Struktur dan Estetika' (Jakarta, 2001).

Sebagai sebuah puisi bertembang, macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau
pakem. Karsono menyebut, secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat. Namun,
secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum.

Sesuai pakem itu, dikenallah 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom,
kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung.
Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.

2 dari 2 halaman

Makna 11 Tembang Macapat


Ilustrasi hgamelan pengiring macapat
Masing-masing tembang macapat sesuai pola metrum punya makna falsafah tersendiri.
Mulai dari makna tentang alam ruh manusia sebelum dilahirkan, fase manusia lahir,
manusia tumbuh, sampai pada manusia meninggal dunia dan kembali ke alam ruh.

Berikut 11 tembang macapat yang menggambarkan atau menceritakan perjalanan


kehidupan manusia.

1. Maskumambang

Maskumambang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang
kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.

2. Mijil

Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan
keluarlah jabang bayi bernama manusia.

3. Sinom

Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan
dan angan-angan.
4. Kinanthi

Pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan
menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita
membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.

5. Asmaradana

Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-
masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.

6. Gambuh

Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal
komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.

7. Dhandhanggula

Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial
serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.

8. Durma

Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang
sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.

9. Pangkur

Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti
menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.

10. Megatruh

Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau
nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.
11. Pucung

Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini
menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan
(mori) saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi.

Anda mungkin juga menyukai