Anda di halaman 1dari 30

Kumpulan Contoh Tembang

Macapat Lengkap dengan


Penjelasannya
Tembang Macapat – Macapat merupakan tembang atau puisi tradisional Jawa.
Setiap bait tembang macapat memiliki baris kalimat yang disebut gatra, dan
setiap gatra memiliki sejumlah guru wilangan (suku kata) tertentu, dan diakhiri dengan
bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.
Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat),
yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan
satu-satunya arti, karena pada prakteknya tidak semua tembang macapat bisa
dinyanyikan empat-empat suku kata.

Kapan munculnya pertama kali macapat, sampai saat ini belum ada penemuan yang
meyakinkan. Ada yang menyampaikan bahwa Macapat diperkirakan muncul pada
akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa
dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat
telah dikenal sebelum datangnya Islam.

 Sejarah Tembang Macapat


 Struktur Aturan Tembang Macapat
o 1. Tembang Maskumambang
o 2. Tembang Mijil
o 3. Tembang Kinanthi
o 4. Tembang Sinom
o 5. Tembang Asmaradana
o 6. Tembang Gambuh
o 7. Tembang Dhandhanggula
o 8. Tembang Durma
o 9. Tembang Pangkur
o 10. Tembang Megatruh
o 11. Tembang Pocung

SEJARAH TEMBANG MACAPAT


Secara umum diperkirakan bahwa macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan
dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di
Jawa Tengah.

Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam.
Sebagai contoh ada sebuah teks dari Bali atau Jawa Timur yang dikenal dengan
judul Kidung Ranggalawé dikatakan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi.

Namun di sisi lain, tarikh ini disangsikan karena karya ini hanya dikenal versinya
yang lebih mutakhir dan semua naskah yang memuat teks ini berasal dari Bali.
Sementara itu mengenai usia macapat, terutama hubungannya dengan kakawin,
mana yang lebih tua, terdapat dua pendapat yang berbeda.
Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat merupakan turunan kakawin dengan
tembang gedhé sebagai perantara. Pendapat ini disangkal oleh Poerbatjaraka dan
Zoetmulder. Menurut kedua pakar ini macapat sebagai metrum puisi asli Jawa lebih
tua usianya daripada kakawin. Maka macapat baru muncul setelah pengaruh India
semakin pudar.

STRUKTUR ATURAN TEMBANG MACAPAT


Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara
setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada. Setiap pupuh menggunakan metrum
yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.

Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang
digunakan. Sementara setiap pada dibagi lagi menjadi larik atau gatra. Sementara
setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda. Setiap gatra jadi
memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama
pula.

Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan.
Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larik atau gatra diberi nama guru
lagu. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini adalah tabel tembang macapat berdasarkan
metrumnya.

tembang macapat berdasarkan metrum

Jadi, ringkasnya:
• Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait.
• Guru Lagu merupakan persamaan bunyi sajak di akhir kata dalam setiap larik
(baris).
• Guru Wilangan merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap larik
(baris).
Terdapat 11 macam tembang macapat. Beberapa “tutur” dari orang tua menjelaskan
bahwa, kesebelas tembang macapat tersebut sebenarnya menggambarkan tahap-
tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya. Ad
apun penjelasan makna kesebelas tembang macapat tersebut adalah:

1. TEMBANG MASKUMAMBANG

tembang maskumambang panduanibu.com


Arti Tembang Maskumambang
Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas atau emas berarti
sesuatu yg sangat berharga, yang bermakna bahwa Anak meskipun masih dalam
kandungan merupakan harta yang tak ternilai harganya.
Mambang atau kemambang artinya mengambang. Maskumambang
menggambarkan Bayi yang hidup mengambang dalam rahim ibunya. Selama 9
bulan tumbuh dan hidup dalam dunianya yaitu rahim ibunda.

Kata ‘mas’ artinya masih belum diketahui laki-laki atau perempuannya, dan kata
‘kumambang’ artinya hidup yang masih mengambang atau bergantung di alam
kandungan sang ibu.

Watak Tembang Maskumambang


Tembang macapat maskumambang juga memiliki watak atau sifat rasa atau
karakter yang menggambarkan kesedihan, belas kasihan (welas asih), kesusahan.
Tembang maskumambang biasanya digunakan untuk lagu-lagu yang isinya tentang
suatu kedukaan yang kasih.
Aturan Tembang Maskumambang
 Memiliki Guru Gatra: 4 baris setiap bait (Artinya tembang Maskumambang ini
memiliki 4 larik atau baris kalimat).
 Memiliki Guru Wilangan: 12, 6, 8, 8 (Artinya kalimat pertama berjumlah 12 suku kata.
Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat
keempat berjumlah 8 suku kata).
 Memiliki Guru Lagu: i, a, i, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris
kedua berakhir vokal a, dan seterusnya).
Contoh Tembang Maskumambang
Tembang Maskumambang memiliki kaidah/ Wewaton: 12i – 6a – 8i – 8o
Seperti contoh berikut ini :
Kelek-kelek biyung sira aneng ngendi (12i)
Enggal tulungana (6a)
Awakku kecemplung warih (8i)
Gulagepan wus meh pejah (8o)
Pengertian isi tembang maskumambang dari lirik di atas adalah tentang seorang
yang benar-benar sedang membutuhkan pertolongan karena terhanyut di sungai
dan sudah hampir mati tenggelam.

Dhuh anak mas sira wajib angurmati


Marang yayah rena
Aja pisan kumawani
Anyenyamah gawe susah
Pengertian isi tembang maskumambang dari lirik di atas adalah pesan kepada anak-
anak yang seharusnya dapat menghormati orang tua. Jangan sampai seorang anak
berani menentang atau membantah orang tua karena bisa berakibat buruk pada
dirinya sendiri.

Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi


Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang
Pengertian isi tembang maskumambang dari lirik di atas adalah menggambarkan
tentang akibat dari seseorang yang tidak patuh terhadap orang tua. Seorang anak
yang durhaka tentu akan mendapatkan kesengsaraan, baik di dunia hingga akhir
nanti.

Maskumambang
(Laras Pelog Pathet Nem)

Nadyan silih bapa biyung kaki nini


Sadulur myang sana
Kalamun muruk tan becik
Nora pantes yen dennuta
(Wulangreh : V, 1 - Pakubuwana IV)

Apan kaya mangkono watekan iki,


Sanadyan wong tuwa,
Yen duwe watak tan becik,
Nora pantes yen dennuta
(Wulangreh : V, 1 - Pakubuwana IV)

Untuk lagunya mp3 Tembang Macapat Maskumambang,


download Tembang Macapat Maskumambang mp3 klik di sini

Catatan :
Setiap tembang macapat terikat oleh beberapa "aturan" yang membuat berbeda
masing-masing yaitu :
1. Guru gatra : Jumlah larik / baris (gatra) setiap satu bait (padha)
2. Guru lagu : Jumlah suku kata (cacahing wanda ) dalam setiap baris (gatra)
3. Guru wilangan : Huruf vokal terakhir "a, i, u, e, atau o" setiap akhir baris (gatra)
serta yang agak mengikat yaitu :
Watak : Sifat "lirik" yang menyertai setiap tembang bisa sedih, gembira,
senang dsb.

Untuk Tembang Macapat Maskumambang guru gatra, guru lagu, guru wilangan,dan
wataknya adalah
sebagai berikut :

 Tembang Macapat Maskumambang 4 gatra : 12i, 6a, 8i, 8a


 Watak Tembang Macapat Maskumambang : Nelongsa, ngeres-eresi,
cocok untuk cerita keharuan rasa, sedih.

Adapun Tembang Macapat Maskumambang juga mengandung filosofi kehidupan


tersendiri bagi masyarakat Jawa khususnya .

Video Tembang Maskumambang


2. TEMBANG MIJIL

Arti Tembang Mijil


Awal hadirnya manusia di dunia ini digambarkan dalam tembang Mijil yang berarti
seorang anak terlahir dari gua garba Ibu. Kata lain dari mijil dalam bahasa jawa
adalah wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang berarti keluar.
Macapat Mijil menjadi tembang kedua setelah Maskumambang, tembang macapat
maskumambang memiliki makna janin atau jabang bayi yang masih dalam
kandungan ibunya.

Kelahiran merupakan proses dimana seorang ibu memperjuangkan dua nyawa


sekaligus, dirinya sendiri dan anaknya. Seberat apapun proses itu, didalamnya
terdapat cinta dan harapan dari seluruh anggota keluarga, harap-harap cemas
namun bahagia dalam menanti kelahiran buah hati.

Jabang bayi yang mijil dari rahim ibunya adalah suci, dia tidak bisa memilih terlahir
dari siapa, misalpun terlahir dari hubungan “tidak sah”, bayi tetaplah suci, ibarat
kertas ia masih bersih putih tanpa coretan. Ketika bayi lahir saat itulah ia mengenal
dunia pertama kalinya, ia diberi wewenang untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Ia dihadirkan untuk bisa menjadi “manusia” hingga suatu saat bisa kembali kepada-
Nya dengan damai.

Watak Tembang Mijil


Sifat tembang macapat mijil adalah welas asih, pengharapan, laku perihatin dan
tentang cinta. Tembang macapat Mijil banyak digunakan sebagai media untuk
memberi nasihat, cerita cinta, dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat dan
tabah dalam menjalani kehidupan. Gambaran tentang perasaan kesedihan maupun
kebahagiaan tercermin dari tembang-tembang macapat Mijil.

Aturan Tembang Mijil


 Memiliki Guru Gatra: 6 baris setiap bait (Artinya tembang Mijil ini memiliki 6 larik atau
baris kalimat)
 Memiliki Guru Wilangan: 10, 6, 10, 10, 6, 6 (Artinya baris pertama terdiri dari 10 suku
kata, baris kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: i, o, e, i, i,u (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal i, baris
kedua berakhir vokal o, dan seterusnya)
Contoh Tembang Mijil
Tembang Mijil memiliki kaidah/ Wewaton: 10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o
Seperti contoh berikut ini :
Poma kaki dipun eling (10i)
Ing pitutur ingong (6o)
Sira uga satriya arane (10e)
Kudu anteng jatmika ing budi (10i)
Ruruh sarta wasis (6i)
Samubarangipun (6o)
Tembang Mijil ini memang dalam beberapa referensi digunakan sebagai metode
dakwah Islam, beberapa referensi menyebutkan Mijil adalah karya dari Ja’far Shodiq
atau sunan kudus, sedangkan referensi lainnya mengatakan Mijil digunakan oleh
Sunan Gunung Jati untuk berdakwah.

Sedikit memberikan gambaran, bahwa menurut para ahli tafsir sastra Jawa,
tembang Macapat itu merupakan urutan sebuah perjalanan seseorang dari lahir
sampai mati. “Mijil” adalah yang pertama. Secara harfiah berarti muncul atau tampil,
ditafsirkan sebagai sebuah kelahiran.

Ada yang menjelaskan bahwa itu merupakan kelahiran fisik bayi lahir dari
kandungan ibunya, ada juga yang menafsirkan sebuah kelahiran ketika orang mulai
muncul keinginan untuk menjadi baik, dikatakan sebagai kelahiran kembali.

Menurut narasumber yang sama, bapak Susianto, Tembang Mijil ini memiliki
seperangkat tata nilai dan etika yang digunakan dalam konteks masyarakat Jawa.
Dan salah satu syair Mijil yang terkenal adalah sebagai berikut,

Dedalane guno lawan sekti


kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi
ono catur mungkur
Makna moral yang disampaikan dalam bait lagu tersebut, menurut narasumber
adalah sebagai berikut, sebagai studi karakteristik Jawa, adalah sebagai berikut,

1. Dedalane guno lawan sekti. Dibuka dengan sebuah kalimat yang mengabarkan
tentang jalan agar seseorang bisa menjadi bermanfaat dan sakti. Pemaknaan
tersebut adalah sebuah pengingat kita sebagai manusia, bahwa tujuan hidup bisa
dilihat dari dua perspektif yaitu mempersiapkan bekal setelah mati (karena manusia
pasti mati), dan melakukan sesuatu agar kesempatan kita hidup di dunia ini, menjadi
sebuah kehidupan yang bermakna dan memberi manfaat bagi kehidupan.
Sakti bisa ditafsirkan tentang gambaran sebuah pengetahuan dan ketrampilan
seseorang. Bait ini bisa diterjemahkan secara jalan agar kita bermanfaat di dunia ini
dengan memiliki kapasitas yang kita miliki. Seorang islam harus memiliki ilmu
sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Karena kalau iman saja, kemudian
tanpa ilmu, maka itu tidak berguna. Maka harus berilmu dulu, beriman, lalu yang
selanjutnya adalah aplikasi dalam bentuk amal.

2. Kudu andhap asor. Yang berarti harus bisa menempatkan diri sehingga kita bisa
selalu menghargai orang lain. Andhap asor artinya ‘dibawah’. Bukan dilihat sebagai
kita berada dibawah, tapi dilihat sebagai kita menempatkan orang lain selalu lebih
tinggi dari kita, selalu kita hargai, selalu kita hormati, tidak peduli apakah dia pejabat
atau bukan pejabat, orang pandai atau tidak, kita tetap harus menghargainya
sebagai sesama manusia.
Dan menariknya, kalimat ini menjadi bait kedua setelah kalimat pembuka. Seolah
memberi penekanan mengenai awal pertama kali seseorang harus mampu untuk
‘tahu diri’, sehingga bisa ‘menempatkan diri’. Untuk kemudian mampu ‘membawa
diri’ kita pada tujuan kita sebagai manusia. Ini adalah tata nilai dalam islam, memiliki
akhlak yang baik, atau disebut dengan akhlaqul karimah.

3. Wani ngalah dhuwur wekasane. Adalah bait ketiga, mmeiliki makna ketika kita
diminta untuk mengalah justru membutuhkan keberanian. Biasanya orang berbicara
agar seseorang harus berani agar menang. Tapi ini tidak, justru kita harus berani
mengalah.
Dalam islam sendiri kita sangat paham bahwa musuh paling besar seorang manusia
adalah dirinya sendiri, egonya sendiri. ‘Mengalah’ bukan berarti kita kalah terhadap
orang lain, ‘mengalah’ adalah ketika kita bisa menang atas diri kita sendiri. Sehingga
benar juga kata orang-orang itu, bahwa untuk menang harus berani.

Tapi yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah menang terhadap diri kita
sendiri, kita memiliki kendali terhadap diri kita sendiri. Kita mampu memimpin diri kita
sendiri. Itulah arti ‘mengalah’, dan hal tersebut memang butuh keberanian. Meiliki
sikap mengalah akan meningkatkan derajat kita sebagai seorang muslim dimata
Allah Ta’ala.

4. Tumungkula yen dipun dukani. Secara harfiah bait ini berarti ‘jangan membantah bila
kita dimarahi’. Kita melihat ‘dimarahi’ bisa berarti oleh orang lain, tapi juga bisa oleh
‘kehidupan’, oleh ‘alam’, dan diujung perenungan itu bisa ‘oleh’ Sang Pencipta.
Sebuah bencana, kecil atau besar, menimpa diri pribadi atau suatu umat, adalah
juga saat kita ‘dimarahi’.
Kita menemui kegagalan. Dan ‘tumungkul’ berarti ‘jangan membantah’. Yang bisa
diartikan bahwa saat ‘dimarahi’ sebaiknya ‘tidak membantah’, tidak melawan, tidak
putus asa, pantang menyerah, dan juga tidak saling menyalahkan. ‘Tidak
membantah’ juga diartikan sebagai diam, mau untuk merenung, mau untuk belajar.
Sebagai seorang muslim, menjadi generasi pembelajar sejati ini menjadi satu hal
yang wajib dilakukan. Bahasa kerennya adalah ‘Tarbiyah madal hayah’.

5. Bapang den simpangi. Bapang adalah nama sebuah gubahan tarian yang bisa
dikonotasikan sebagai bentuk ‘hura-hura’. Bait ini bisa diartikan agar orang
sebaiknya menghindari hal-hal yang berifat ‘hura-hura’. Lebih jauh lagi dimaknai
sebagai hal-hal yang hanya ada dipermukaan.
Karena konotasi ‘bapang’ bisa diperluas kepada hal-hal yang hanya tampak indah
dipermukaan tapi dalamnya rapuh. Mungkin ini bisa dijabarkan kepada sikap-sikap
pargmatis, yang menuhankan eksistensi dan pencitraan diri semata, sifat suka dipuji,
senang kalau orang lain mengagung-agungkan kita. Hal itulah yang sebaiknya
dihindari. Nah, inilah yang dalam Islam disebutkan dengan memiliki sikap qonaah,
sederhana, dan tidak berlebih – lebihan.

6. Ono catur mungkur. Bait terakhir ini memiliki makna hafiah untuk mengindari
pergunjingan. Pergunjingan biasanya selalu berawal dari prasangka buruk. Kalimat
ini adalah sebuah inspirasi, alih-alih kita terlalu menanggapi prasangka buruk
terhadap kita, sebaiknya justru kita lebih fokus pada apa yang baik kita kerjaan,
dalam rangka memberi manfaat tadi.
Terus berkarya dengan apa yang kita miliki, dengan apa yang kita punya. Mungkin
ini adalah seri otokritik untuk Indonesia saat ini. Pertengkaran yang memang
sebaiknya dihindari. Dalam islam, bahkan hukumnya bergunjing, ghibah, itu
diharamkan.

***

Ada beberapa hal yang bisa diambil dari filosofi tembang mijil dalam masyarakat
Jawa, yaitu tentang etika, jelas tercermin dalam semua baitnya, baik bait pertama
sampai terakhir. Kemudian yang kedua adalah nilai dakwah islam yang ada di setiap
baitnya.

Selain tentunya karya ini dibuat oleh orang islam, nilai – nilai yang terkandung
sangat Islami, yang menjelaskan didalamnya tentang makna persaudaraan, makna
kesederhanaan hidup, makna kesantunan sikap, makna anti perpecahan, simbol
tentang kekuatan yang harus dimiliki agar menebar manfaat dalam kehidupan, dan
masih banyak lagi nilai dakwah di tembang Macapat Mijil ini.

Mijil berarti lahir,

Berikut contoh lirik beserta notasi Tembang Macapat Mijil :

MIJIL
(Laras Pelog Pathet Barang)

2 3 5 6 6 6 6 6 5 67
Cep me - ne - nga a - nak - ku cah ma - nis
5 3 5 5 56 6
A - ja ga - we ka - gol
5 6 7 56 3 2 2 2 2 327
Ka - e ka - ton rem - bu - la – ne ge - dhe
6 7 2 3 2 7 7 7 7 7
gi - lar gi - lar cah - ya - ne ne - la - hi
2 3 3 3 3 3
A - yo Sun do - la - ni
6 7 2 2 32 76
sa - bi - sa bi - sa - mu

Untuk lagunya mp3, download Tembang Macapat Mijil mp3 klik di sini

lirik yang lain:


Dedalane gunalawan sekti
Kudhu andhap ashor
Wani ngalah, dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipun dukani
Bapak den simpangi
Ana catur mungkur

Catatan :

Setiap tembang macapat terikat oleh beberapa "aturan" yang membuat berbeda
masing-masing yaitu :

 Guru Gatra : Jumlah larik / baris (gatra) setiap satu bait (padha)
Maka guru gatra tembang macapat Mijil adalah 6 gatra

 Guru Wilangan : Jumlah suku kata (wanda ) dalam setiap baris (gatra)
Maka guru wilangan tembang macapat Mijil adalah 10, 6, 10, 10, 6, 6.

 Guru Lagu : Huruf vokal terakhir (a, i, u, e, o) setiap akhir baris (gatra)
Maka guru lagu tembang macapat Mijil adalah i, o, e, i, i, u.
 Watak (Tidak terlalu terikat) : "Sifat" setiap tembang, bisa sedih,
gembira, senang dsb
Watak Tembang Macapat Mijil adalah : Sereng, marah, cocok untuk
menyampaikan petuah, agak marah, permulaan
perang.

Bila guru wilangan dan guru lagu tersebut digabung setiap baris (gatra),
maka guru wilangan dan guru lagu tembang macapat Mijil tersebut adalah

10 i, 6 o, 10 e, 10 i, 6 i, 6 u.

Adapun Tembang Macapat Mijil juga mengandung filosofi kehidupan tersendiri bagi
masyarakat Jawa khususnya

3. TEMBANG KINANTHI

Arti Tembang Kinanthi


Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun. Seorang anak yang tumbuh dan
berkembang membutuhkan tuntunan dari orang dewasa. Mereka tidak bisa dibiarkan
begitu saja. Ketidakmampuannya dalam segala hal perlu bantuan orang tua.
Pendapat John Locke tentang teori Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong)
berpandangan bahwa seorang manusia lahir seperti kertas “putih” kosong tanpa isi
mental bawaan. Pembentuk kepribadian, perilaku sosial dan emosional, serta
kecerdasan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat
inderanya terhadap dunia di luar dirinya.
Merujuk dari teori tersebut (meskipun tidak semuanya benar), maka seorang anak
yang sedang tumbuh membutuhkan bimbingan agar kelak menjadi manusia dewasa
yang bisa dibanggakan. Anak-anak harus mendapatkan pendidikan agar memiliki
kecerdasan dan pengetahuan.

Anak-anak harus diberi latihan agar kelak memiliki ketrampilan sehingga menjadi
kreatif dan mandiri. Dan sangat penting, anak-anak harus diajarkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua itu harus melalui bimbingan dari
(kinanthi) orang dewasa.

Watak Tembang Kinanthi


Kinanthi juga memiliki makna yang sama dengan kata kanthi, gandheng, dan kanthil
dalam bahasa Jawa. Dimana dalam segi karakter atau sifat atau wataknya, Kinanthi
ini cenderung untuk mengungkapkan sebuah nuansa yang membahagiakan,
kecintaan dan kasih sayanng, juga keteladanan hidup.

Jadi, tembang Kinanthi ini pun pas dan bisa digunakan untuk lirik-lirik tembang yang
bertujuan untuk menyampaikan suatu nasehat hidup dan juga kisah tentang kasih
sayang.

Aturan Tembang Kinanthi


 Memiliki Guru Gatra: 6 baris setiap bait (Artinya tembang Kinanthi ini memiliki 6 larik
atau baris kalimat).
 Memiliki Guru Wilangan: 8, 8, 8, 8, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku kata,
baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya).
 Memiliki Guru Lagu: u, i, a, i, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u,
baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Kinanthi
Tembang Kinanthi memiliki kaidah/ Wewaton: 8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i
Seperti contoh berikut ini:
Anoman malumpat sampun (8u)
Prapteng witing nagasari (8i)
Mulat mangandhap katingal (8a)
Wanodya yu kuru aking (8i)
Gelung rusak wor lan kisma (8a)
Kang iga-iga kaeksi (8i)
***

Kagyat risang kapirangu


Rinangkul kinempi-kempit
Duh sang retnaning bawana
Ya ki tukang walang ati
Ya ki tukang ngenes ing tyas
Ya ki tukang kudu gering

4. TEMBANG SINOM
tembang sinom http://rejekinomplok.net/
Arti Tembang Sinom
Kata Sinom berarti pucuk yang baru tumbuh atau bersemi. Tembang Sinom ini
secara filosofi menggambarkan seorang manusia yang tengah beranjak dewasa,
dan telah menjadi seorang pemuda/ remaja yang sedang bersemi.
Ketika menjadi seorang remaja, maka tugas mereka adalah untuk menuntut ilmu
sebaik dan setinggi mungkin agar bisa menjadi bekal kehidupannya kelak.

Sinom mengisahkan tahapan manusia pada masa pubertas. Masa ini adalah masa
ketika seorang anak akan mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan dari
fungsi-fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat
berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga
16 tahun.

Itulah yang dimaksud dengan pengertian puber atau pun pengertian pubertas. Dari
segi perubahan psikologis anak pada masa puber berusaha mencari identitas diri
dan rasa ingin tahu yang sangat besar. Dalam usaha mencari identitas diri, remaja
sering menentang kemapanan karena dirasa membelenggu kebebasannya. Mereka
tidak mau dikatakan sebagai anak-anak lagi.

Hal lainnya yang umum ditemui tatkala memasuki masa pubertas adalah
ketertarikan terhadap lawan jenis. Hubungan dengan lawan jenis pada masa ini
biasa disebut dengan “cinta monyet”, yaitu hubungan asmara yang tidak bisa
bertahan lama, bersifat sementara dan akan cepat hilang.

Watak Tembang Sinom


Watak atau karakter yang dimiliki tembang Sinom adalah tentang kesabaran dan
juga keramahtamahan. Tembang ini juga bisa digunakan untuk menceritakan
nasehat yang baik yang mengandung rasa persahabatan.

Aturan Tembang Sinom


 Memiliki Guru gatra: 9 baris setiap bait (Artinya tembang Sinom ini memiliki 9 larik
atau baris kalimat).
 Memiliki Guru Wilangan: 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12 (Artinya baris pertama terdiri dari 8
suku kata, baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya).
 Memiliki Guru Lagu: a, i, a, i, i, u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal
a, baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Sinom
Tembang Sinom memiliki kaidah/ Wewaton: 8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a
Seperti contoh berikut ini:
Sinom Gadhung Melati (karya KGPAA Mangkunegoro ke IV)

Nulada laku utama


(Mencontohlah perilaku yang utama)
Tumrape wong tanah Jawi
(Bagi orang di tanah Jawa)
Wong agung ing Ngeksiganda
(Orang besar dari Ngeksiganda/Mataram)
Panembahan Senopati
(Panembahan Senopati)
Kepati amarsudi
(Sangat tekun berusaha)
Sudane hawa lan nepsu
(Mengurangi hawa nafsu)
Pinepsu tapa brata
(Dengan cara laku prihatin/bertapa)
Tanapi ing siyang ratri
(yang dilakukan siang dan malam)
Amamangun karyenak tyasing sesami
(Berkarya membangun ketenteraman hati sesama)

5. TEMBANG ASMARADANA

tembang asmaradana
Arti Tembang Asmaradana
Asmaradana memiliki makna asmara dan dahana yang berarti api asmara. Tembang
ini menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan
dalam lautan kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati,
meminjam istilahnya kang Ebiet G.Ade dalam lagunya: “Cinta yang kuberi setulus
hatiku entah apa yang kuterima aku tak peduli”.
Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda ke
Agungan-Nya. “…Waja’alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika
La’aayatil Liqoumi Yatafakkaruun”. Artinya “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan
Kasih Sayang, sesungguhnya didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi
kaum yang berfikir”.
Watak Tembang Asmaradana
Tembang asmaradana memiliki watak atau karakter yang menggambarkan cinta
kasih, asmara dan juga rasa pilu atau sedih.
Aturan Tembang Asmaradana
 Memiliki Guru Gatra: 7 baris setiap bait (Artinya tembang Asmaradana ini memiliki 9
larik atau baris kalimat).
 Memiliki Guru Wilangan: 8, 8, 8, 8, 7, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku
kata, baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: a, i, e , a, a, u, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a,
baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya).
Contoh Tembang Asmaradana
Tembang Asmaradana memiliki kaidah/ Wewaton: 8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a
Seperti contoh berikut ini:
Gegaraning wong akrami
(penguat dalam pernikahan)
Dudu bandha dudu rupa
(bukan harta atau fisik)
Amung ati pawitané
(tetapi hatilah modal utamanya)
Luput pisan kena pisan
(sekali jadi, jadi selamanya)
Lamun gampang luwih gampang
(jika mudah, semakin gampang)
Lamun angèl, angèl kalangkung
(jika sulit, sulitnya bukan main)
Tan kena tinumbas arta
(tak bisa ditebus dengan harta)
***

Aja turu soré kaki


(jangan tidur terlalu awal)
Ana Déwa nganglang jagad
(ada dewa yang mengelilingi alam raya)
Nyangking bokor kencanané
(menenteng bokor emasnya)
Isine donga tetulak
(yang berisi doa penolak bala)
Sandhang kelawan pangan
(sandang dan pangan)
Yaiku bagéyanipun
(yaitu bagian untuk)
wong melek sabar narima
(orang yang suka tirakat malam, sabar dan menerima)
Video Tembang Asmaradana

6. TEMBANG GAMBUH
tembang gambuh pixabay.com
Arti Tembang Gambuh
Awal kata gambuh adalah jumbuh/ bersatu yang artinya komitmen untuk
menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah
tangga itu yaitu: “Hunna Li Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun”, artinya “Istri-
istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan kamu adalah merupakan pakaian baginya”.
Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat, untuk melindungi dari
panas dan dingin. Dalam berumah tangga seharusnya saling menjaga, melindungi
dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis dan
sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.

Tembang macapat Gambuh merupakan salah satu tembang yang berisi tentang
berbagai ajaran kepada generasi muda, khususnya mengenai bagaimana menjalin
hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Watak Tembang Gambuh


Watak atau karakter tembang gambuh adalah tentang keramahtamahan dan
persahabatan. Tembang gambuh juga biasa digunakan untuk menyampaikan cerita-
cerita kehidupan.

Beberapa kalangan ada yang memaknai kata Gambuh sebagai sebuah kecocokan,
sepaham dan sikap bijaksana. Sikap bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu
pada tempatnya, sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil.

Nasihat-nasihat mengenai pentingnya membangun rasa persaudaraan, toleransi dan


kebersamaan sebagai makhluk sosial banyak tergambar dari tembang-tembang
macapat Gambuh. Salah satunya terdapat dalam Serat Wulangreh pupuh III karya
Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta.

Aturan Tembang Gambuh


 Memiliki Guru Gatra: 5 baris setiap bait (Artinya tembang Gambuh ini memiliki 5 larik
atau baris kalimat).
 Memiliki Guru wilangan: 7, 10, 12, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 7 suku kata,
baris kedua berisi 10 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru lagu: u, u, i, u, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris
kedua berakhir vokal u, dan seterusnya).
Contoh Tembang Gambuh
Tembang Gambuh memiliki kaidah/ Wewaton: 7u – 10u – 12i – 8u – 8o
Seperti contoh berikut ini:
Sekar gambuh ping catur,
(Tembang gambuh keempat)
Kang cinatur polah kang kalantur,
(Yang dibicarakan tentang perilaku yang kebablasan)
Tanpa tutur katula-tula katali,
(Tanpa nasihat terjerat penderitaan)
Kadaluwarsa kapatuh,
(Terlanjur menjadi kebiasaan)
Kapatuh pan dadi awon.
(Kebiasaan bisa berakibat buruk)
***

Aja nganti kabanjur,


(Jangan sampai terlanjur)
Barang polah ingkang nora jujur,
(Bertingkah polah yang tidak jujur)
Yen kebanjur sayekti kojur tan becik,
(Jika telanjur tentu akan celaka dan tidak baik)
Becik ngupayaa iku,
(Lebih baik berusahalah)
Pitutur ingkang sayektos.
([menngikuti] ajaran yang sejati)
***

Tutur bener puniku,


(Ucapan yang benar itu)
Sayektine apantes tiniru,
(Sejatnya pantas untuk diikuti)
Nadyan metu saking wong sudra papeki,
(Meskipun keluar dari orang yang rendah derajatnya)
Lamun becik nggone muruk,
(Jika baik dalam mengajarkan)
Iku pantes sira anggo.
(Itu pantas kau pakai)
***

Ana pocapanipun,
(Ada sebuah ungkapan)
Adiguna adigang adigung,
(Adiguna, adigang, adigung)
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
(Seperti Adigang-nya kijang, adigung-nya gajah)
Adiguna ula iku,
(Adiguna-nya ular)
Telu pisan mati sampyoh.
(Ketiganya mati bersama dengan sia-sia)
***
Si kidang ambegipun,
(Si kijang memiliki watak)
Angandelaken kebat lumpatipun,
(Menyombongkan kecepatannya melompat/berlari)
Pan si gajah angandelken gung ainggil
(Si gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar)
Ula ngandelaken iku,
(Ular menyombongkan)
Mandine kalamun nyakot.
(Keampuhannya dengan menggigit)
***

Iku upamanipun,
(Itu sebuah perumpamaan)
Aja ngandelaken sira iku,
(Jangan menyombongkan diri)
Suteng nata iya sapa kumawani,
(Seorang raja siapa yang berani)
Iku ambeke wong digang,
(Itu perilaku yang adigang)
Ing wasana dadi asor.
(Yang akhirnya bisa merendahkan)
***

Adiguna puniku,
(Watak adiguna adalah)
Ngandelaken kapinteranipun,
(Menyombongakan kepandaiannya)
Samubarang kabisan dipundheweki,
(Seolah semua bisa dilakukan sendiri)
Sapa bisa kaya ingsun,
(Siapa yang bisa seperti aku)
Togging prana nora enjoh.
(ujung-ujungnya tak bisa apa-apa)
***

Ambek adigung iku,


(Watak orang adigung adalah)
Angungasaken ing kasuranipun,
(Menyombongkan keperkasaannya)
Para tantang candhala anyenyampahi,
(Semua ditantang berkelahi dan disepelekan)
Tinemenan nora pecus,
(Jika benar dihadapi, ia tak berdaya)
Satemah dadi geguyon.
(Akhirnya hanya jadi bahan tertawaan)
***
Ing wong urip puniku
(Dalam kehidupan manusia)
Aja nganggo ambek kang tetelu,
(Jangan sampai memiliki watak ketiga tadi)
Anganggowa rereh ririh ngati-ati,
(Milikilah sifat sabar, cermat, dan berhati-hati)
Den kawangwang barang laku,
(Selalu introspeksi pada tingkah laku)
Kang waskitha solahing wong.
(Pandailah membaca perilaku orang lain)

7. TEMBANG DHANDHANGGULA

tembang dhandhanggula ladova.net


Arti Tembang Dhandhanggula
Tembang macapat Dandanggula memiliki makna harapan yang indah, kata
dandanggula sendiri dipercaya berasal dari kata gegadhangan yang berarti cita-cita,
angan-angan atau harapan, dan dari kata gula yang berarti manis, indah ataupun
bahagia.

Selain mempunyai arti harapan yang indah, beberapa kalangan juga ada yang
menafsirkan Dandanggula berasal dari kata dhandang yang berarti burung gagak
yang melambangkan duka, dan dari kata gula yang terasa manis sebagai lambang
suka.

Kebahagiaan dapat dicapai setelah sebuah pasangan dapat melampaui proses


suka-duka dalam berumah tangga sehingga akan tercapai cita-citanya, cukup
sandang, papan dan pangan. Seseorang yang sedang menemukan kebahagiaan
dapat diibaratkan lagunya dandanggula.

Watak Tembang Dhandhanggula


Watak atau karakter dari tembang dhandanggula ini bersifat lebih universal atau
luwes dan merasuk hati. Jadi, tembang dhandanggula ini bisa digunakan untuk
menuturkan kisah dalam berbagai hal dan dalam kondisi apa pun.

Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial,


kesejahteraan telah tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya
terbebas dari hutang piutang). Kurangi keinginan agar terjauh dari hutang, sebab
kata Iwan Fals: “Keinginan adalah sumber penderitaan”. Hidup bahagia itu kuncinya
adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki yang di anugerahkan Allah
SWT kepada kita.

Aturan Tembang Dhandhanggula


 Memiliki Guru Gatra: 10 baris setiap bait (Artinya tembang Dhandhanggula ini
memiliki 10 larik atau baris kalimat).
 Memiliki Guru Wilangan: 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7 (Artinya baris pertama terdiri
dari 10 suku kata, baris kedua berisi 10 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: i, a, e, u, i, a , u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan
vokal i, baris kedua berakhir vokal a, dan seterusnya).
Contoh Tembang Dhandhanggula
Tembang Dhandhanggula memiliki kaidah/ Wewaton: 10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a –
6u – 8a – 12i – 7a
Seperti contoh berikut ini:
Lamun sira ameguru kaki
(Jika engkau meminta nasehat dariku)
Amiliha manungsa sanyata
(Pilihlah manusia sejati)
Ingkang becik martabate
(Yang baik martabatnya)
Sarta weruh ing ukum
(Serta mengenal hukum)
Kang ibadah lan kang wirangi
(Yang taat beribadah dan menjalankan ajaran agama)
Sukur oleh wong tapa ingkang wus amungkul
(Apalagi mendapat orang suka perihatin yang sudah mumpuni)
Tan gumantung liyan
(Yang tak tergantung orang lain)
Iku wajib guronana kaki
(Kepadanyalah engkau wajib berguru)
Sartane kawruhanana
(Serta belajar padanya)
Video Tembang Dhandhanggula

8. TEMBANG DURMA

tembang durma pondokecil.com


Arti Tembang Durma
Sifat-sifat buruk digambarkan tembang macapat Durma. Durma bagi beberapa
kalangan diartikan sebagai munduring tata krama (mundurnya etika), namun ada
juga yang berpendapat berasal dari kata Derma yang berarti suka berbagi rejeki
pada orang lain.
Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma,
durma berasal dari kata darma (sedekah) berbagi kepada sesama. Dengan
berderma kita tingkatkan empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang
kekurangan, mengulurkan tangan berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan
kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi masyarakat disekitar
kita.

“Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka


Allah akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak”.
Watak Tembang Durma
Tembang macapat Durma biasanya digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat
amarah, berontak, dan juga semangat perang. Ia menggambarkan keadaan
manusia yang cenderung berbuat buruk, egois dan ingin menang sendiri.

Aturan Tembang Durma


 Memiliki Guru Gatra: 7 baris setiap bait (Artinya tembang Durma ini memiliki 7 larik
atau baris kalimat)
 Memiliki Guru Wilangan: 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku
kata, baris kedua berisi 7 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: a, i, a, a, i, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a,
baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya)
Contoh Tembang Durma
Tembang Durma memiliki kaidah/ Wewaton: 12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i
Seperti contoh berikut ini:
Lamon dika epasrae panggabayan
Ampon mare apeker
Terang ka’eko’na
Ad janji maranta’a
Pon pon brinto tarongguwi
Anggap tanggungan
Ma’ ta’ malo da’ oreng
(Asmoro, 1950 ; 19)
Artinya:
(Jika kamu mendapat beban pekerjaan, sudah selesai dipikir, tentang seluk-
beluknya kerja, usaha untuk menyelesaikan, jika demikian haruslah serius, bekerja
dengan penuh tanggung jawab, agar tidak mengecewakan orang).

***

Mundur kang dadi tata krama


(Mundur (menjauhi) dari etika)
Dur iku duratmoko duroko dursila
(Dur, itu pencuri, penjahat tak beretika)
Dur iku durmogati dursosono duryudono
(Dur, seperti Durmogati, Dursasana, Duryudana)
Dur udur tan mampu nimbang rasa
(Dur, mau menang sendiri, tak menimbang rasa)
Dur udur paribasan pari kena
(Dur, perumpamaan sekenanya)
Maknane nglaras rasa jroning durma
(Itu perumpamaan Durma)
Sinom dhandanggula kang sinedya
(Remaja dalam mimpi-mimpi indah)
Lali purwaduksina kelon asmaradana
(Lupa segalanya berpeluk asmara)
Lali wangsiting ibu lan rama
(Lupa pesan Ibu Bapaknya)
Mangkono werdine gambuh durma
(Seperti perumpamaan Gambuh dan Durma)
Amelet wong enom ing ngarcapada
(Yang selalu memikat semua kaum remaja dalam kehidupan di muka bumi)
Pan mangkono
(Seperti itu)
Jarwane paribasan parikena
(Maksud pengertian sekenanya)
Video Tembang Durma

9. TEMBANG PANGKUR

tembang pangkur egyptianstreets.com


Arti Tembang Pangkur
Pangkur yang juga berarti mungkur (mundur/ mengundurkan diri), memberi
gambaran bahwa manusia mempunyai fase dimana ia akan mulai mundur dari
kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya. Pangkur atau
mungkur dapat diartikan juga menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu
negatif yang menggerogoti jiwa kita.

Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah/ upaya yang


sungguh-sungguh, dan khususnya pada bulan Ramadhan, saat itulah kita gembleng
hati kita agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah
mengotori dinding-dinding kalbu kita.
Watak Tembang Pangkur
Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang
bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak,
pendamping hidup, Tuhan dan alam semesta.
Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang
yang berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang
tersebut mulai mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh
karena itu sangat banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-
nasihat pada generasi muda.

Aturan Tembang Pangkur


 Memiliki Guru Gatra: 8 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 8 larik
atau baris kalimat)
 Memiliki Guru Wilangan: 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 8 suku
kata, baris kedua berisi 11 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: a, i, u, a, u, a, i (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal a,
baris kedua berakhir vokal i, dan seterusnya)
Contoh Tembang Pangkur
Tembang Pangkur memiliki kaidah/ Wewaton: 8a – 11i – 8u – 7a – 12u – 8a – 8i
Seperti contoh berikut ini:
Salah satu contoh tembang macapat pangkur yang populer di masyarakat adalah
karya KGPAA Mangkunegoro IV yang tertuang dalam Serat Wedatama, pupuh I,
yakni :

Mingkar-mingkuring ukara
(Membolak-balikkan kata)
Akarana karenan mardi siwi
(Karena hendak mendidik anak)
Sinawung resmining kidung
(Tersirat dalam indahnya tembang)
Sinuba sinukarta
(Dihias penuh warna )
Mrih kretarta pakartining ilmu luhung
(Agar menjiwai hakekat ilmu luhur)
Kang tumrap ing tanah Jawa
(Yang ada di tanah Jawa/nusantara)
Agama ageming aji.
(Agama “pakaian” diri)
Dari tembang macapat pangkur diatas dapat ditafsirkan bahwa, perlu memilih dan
menggunakan kata-kata yang bijak dalam mendidik anak. Dari cara bertutur orang
tua harus bisa menjadi contoh yang baik, karena dengan kata-kata yang baik tentu
akan lebih nyaman untuk didengarkan.

Mendidik bisa melalui tembang yang dirangkai indah agar menarik, sehingga semua
nasihat-nasihat tentang ilmu luhur yang ada di tanah jawa dapat dihayati, dan
agama bisa menjadi salah satu ajaran dalam kehidupan diri.

Dalam serat Wedhatama pupuh I ini, KGPAA Mangkunegoro IV memberi sebuah


gambaran akan pentingnya manusia untuk selalu belajar agar dapat menguasai ilmu
luhur. Yang dimaksut dengan ilmu luhur dalam konteks kekinian tentu cerdas secara
intelektual (IQ), cerdas secara emosi dan spiritual (ESQ).

Cerdas secara intelektual berarti dia pandai dalam menggunakan logika-logika,


sedangkan cerdas secara emosi dan spiritual berarti ia mampu mengelola emosi,
sikap, mampu membawa diri, dan memiliki kesadaran tinggi atas dirinya dengan
lingkungan dan Tuhannya.

Tembang macapat pangkur di atas hanya merupakan tembang pembuka dalam


serat Wedhatama Pupuh I Pangkur. Dalam bait-bait tembang berikutnya KGPAA
Mangkunegoro IV dengan jelas juga memberi gambaran tentang perbedaan orang-
orang yang berilmu luhur dengan orang yang kurang ilmu.

Jinejer ing Wedhatama


(Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
(Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun
(Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa
(bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun
(Tentu sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan
(Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi.
(Terlihat bodoh memalukan)
***

Nggugu karsane priyangga,


(Menuruti kemauan sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling,
(Tanpa tujuan jika berbicara)
Lumuh ingaran balilu
(Tak mau dikatakan bodoh)
Uger guru aleman,
(Seolah pandai agar dipuji)
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu,
(Namun manusia yang telah mengetahui akan gelagatnya)
Sinamun samudana,
(Malah merendahkan diri)
Sesadoning adu manis.
(Menanggapi semuanya dengan baik)
***

Si pengung nora nglegewa,


(Si bodoh tak menyadari)
Sangsayarda denira cacariwis,
(Semakin menjadi dalam membual)
Ngandhar-andhar angendukur,
(bicaranya ngelantur kesana-kemari)
Kandhane nora kaprah,
(Ucapannya salah kaprah)
Saya elok alangka longkangipun,
(Semakin sombong bicara tanpa jeda)
Si wasis waskitha ngalah,
(Si bijak mengalah)
Ngalingi marang sipingging.
(Menutupi ulah si bodoh)
***

Mangkono ilmu kang nyata,


(Begitulah ilmu yang benar)
Sanyatane mung we reseping ati,
(Sejatinya hanya untuk menentramkan hati)
Bungah ingaran cubluk,
(Senang jika dianggap bodoh)
Sukeng tyas yen den ina,
(Bahagia dihati bila dihina)
Nora kaya si punggung anggung gumunggung,
(Tak seperti Si bodoh yang haus pujian)
Ugungan sadina dina,
(Ingin dipuji tiap hari)
Aja mangkono wong urip.
(Jangan seperti itu manusia hidup)
***

Uripe sapisan rusak,


(Hidup sekali rusak)
Nora mulur nalare ting saluwir,
(Tidak berkembang akalnya berantakan)
Kadi ta guwa kang sirung,
(Seperti gua gelap yang angker)
Sinerang ing maruta,
(Diterjang angin)
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
(Bergemuruh bergema tanpa makna)
Pindha padhane si mudha,
(Seperti itulah anak muda kurang ilmu)
Prandene paksa kumaki.
(Namun sangat angkuh)

10. TEMBANG MEGATRUH


ilustrasi roh keluar dari jasad
Arti Tembang Megatruh
Megatruh atau megat/ pegat (berpisah) dan ruh berarti terpisahnya nyawa dari jasad
kita, terlepasnya Ruh/ Nyawa menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di
Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di Neraka).

“Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut”, artinya “Setiap Jiwa Pasti Akan Mati”.
“Kullu Man Alaiha Faan”, artinya “Setiap Manusia Pasti Binasa”.
Akankah kita akan menjumpai kematian yang indah (Husnul Khotimah) ataukah
sebaliknya?
Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya
(bulan Purnama) ditengah malam bulan Sya’ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau
tanggal 15 Sya’ban (Nisfu Sya’ban).

Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:

“Aku ingin kembali pada jalan alam”


“Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah”
“Tuhan aku cinta pada-Mu”
Watak Tembang Megatruh
Watak atau karakter tembang megatruh adalah tentang kesedihan dan kedukaan.
Dimana biasa untuk menggambarkan rasa putus asa dan kehilangan harapan.

Aturan Tembang Megatruh


 Memiliki Guru Gatra: 5 baris setiap bait (Artinya tembang Pangkur ini memiliki 5 larik
atau baris kalimat)
 Memiliki Guru Wilangan: 12, 8, 8, 8, 8 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku kata,
baris kedua berisi 8 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: u, i, u, i, o (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris
kedua berakhir vokal i, dan seterusnya)
Contoh Tembang Megatruh
Tembang Megatruh memiliki kaidah/ Wewaton: 12u – 8i – 8u – 8i – 8o
Seperti contoh berikut ini:
Kabeh iku mung manungsa kang pinujul
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong
***

Sigra milir kang gèthèk sinangga bajul


Kawan dasa kang njagèni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kéring
Kang gèthèk lampahnya alon
(Babad Tanah Jawi, Yasadipura)

11. TEMBANG PUCUNG


tembang pocung id.islamkingdom.com
Arti Tembang Pocung
Kata Pocung atau Pucung berasal dari kata ‘pocong’ yang menunjukkan kondisi
ketika seseorang sudah meninggal maka ia akan dibungkus dengan kain putih atau
dipocong sebelum dikebumikan. Filosofi dari tembang pocong ini menunjukkan
adanya sebuah ritual untuk melepaskan kepergian seseorang.
Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain
kafan/ mori putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan
jasad kita menuju liang lahat, rumah terakhir kita didunia.

“Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna”, artinya “Sesungguhnya kamu itu akan mati
dan mereka juga akan mati”.
Watak Tembang Pocung
Watak atau karakter tembang pocung ini bisa dikatakan tentang kebebasan, dan
juga tindakan sesuka hati. Dimana tembang pocung ini sering digunakan untuk
menceritakan lelucon dan berbagai nasehat.

Aturan Tembang Pocung


 Memiliki Guru Gatra: 4 (Artinya tembang Pocung ini memiliki 5 larik atau baris
kalimat)
 Memiliki Guru Wilangan: 12, 6, 8, 12 (Artinya baris pertama terdiri dari 12 suku kata,
baris kedua berisi 6 suku kata, dan seterusnya)
 Memiliki Guru Lagu: u, a, i, a (Artinya baris pertama berakhir dengan vokal u, baris
kedua berakhir vokal a, dan seterusnya)
Contoh Tembang Pocung
Tembang Pocung memiliki kaidah/ Wewaton: 12u – 6a – 8i – 12a
Seperti contoh berikut ini:
Ngelmu iku kalakone kanthi laku
(Ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara dilakukan dalam perbuatan)
Lekase lawan kas
(Dimulai dengan kemauan)
Tegese kas nyantosani
(Artinya kemauan yang menguatkan)
Setya budaya pangekese dur angkara
(Ketulusan budi dan usaha adalah penakluk kejahatan)
***

Angkara gung neng angga anggung gumulung


(Kejahatan besar di dalam tubuh kuat menggelora)
Gegolonganira
(Menyatu dengan diri sendiri)
Triloka lekeri kongsi
(Menjangkau hingga tiga dunia)
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
(Jika dibiarkan akan berkembang menjadi bencana)
***

Beda lamun kang wus sengsem reh ngasamun


(Tetapi berbeda dengan yang sudah suka menyepi)
Semune ngaksama
(Tampak sifat pemaaf)
Sasamane bangsa sisip
(Antar manusia yang penuh salah)
Sarwa sareh saking mardi martatama
(Selalu sabar dengan jalan mengutamakan sikap rendah hati)
***

Taman limut durgameng tyas kang weh limput


(Dalam kabut kegelapan, angkara dihati yang selalu menghalangi)
Karem ing karamat
(Larut dalam kesakralan hidup)
Karana karoban ing sih
(Karena temggelam dalam kasih sayang)
Sihing sukma ngrebda saardi pengira
(Kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung)
***

Yeku patut tinulat tulat tinurut


(Sebenarnya itulah yang pantas dilihat, dicontoh dan patut diikuti)
Sapituduhira
(Sebagai nasehatku)
Aja kaya jaman mangkin
(Jangan seperti zaman nanti)
Keh pra mudha mundhi diri Rapal makna
(Banyak anak muda menyombongkan diri dengan hafalan arti)
***

Durung becus kesusu selak besus


(Belum mumpuni tergesa-gesa untuk berceramah)
Amaknani rapal
(Mengartikan hafalan)
Kaya sayid weton mesir
(Seperti sayid dari Mesir)
Pendhak pendhak angendhak Gunaning jalma
(Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain)
Thanks to:

Anda mungkin juga menyukai