Anda di halaman 1dari 5

KAMPUS STKW PERLU KETEGASAN

Tahukah anda bahwa Kampus STKW (Sekolah Tinggi kesenian Wilwatikta


Surabaya) untuk menjadi kampus yang maju secara kwalitas serta dapat bersaing
dengan kampus seni yang lain, maka perlu ketegasan pemangku kepentingan yaitu
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal ini Upt. Pemberdayaan Lembaga Seni dan
Ekonomi Kreatif Wilwatikta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Jatim, sebagai
Instansi yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga seni
yaitu STKW Surabaya.

Ketegasan disini bukan berarti sewenang-wenang, bersikap semaunya.


Ketegasan yang penulis maksudkan adalah lebih kearah transparansi, membuat
kebijakan yang benar, mentaati aturan, selalu membuat keputusan untuk kesejahteraan
orang banyak. Apabila ketegasan tersebut sudah dilakukan maka tidak menutup
kemungkinan STKW akan lebih maju dan dapat bersaing dengan kampus seni yang
lain.

Dinamika persoalan yang ada di STKW saat ini ditandai oleh beberapa hal
diantaranya: dengan adanya kebijakan pemangku kepentingan masalah kesejahteraan
para dosen yang tidak seimbang dan tebang pilih antara dosen DPK, Dosen Yayasan
dan Dosen Luar Biasa. Sehingga yang terjadi antara dosen yang satu dengan yang lain
saling iren, sikut-sikutan dan tidak akur, ada istilah “pinter ora manut disisihke, bodho
ning manut tetep dienggo” (pandai didak sejalan dengan pimpinan di buang, bodoh tapi
sejalan dengan pimpinan tetap di gunakan).

Ketika penulis berbicara dengan salah satu dosen luar biasa, Beliau mengatakan
kalau gajinya tidak seimbang dengan biaya transportasi, waktu dan tenaga. Akan tetapi
Beliau tetap mengajar karena ada panggilan batin yang mana STKW sudah menjadi
satu dengan jiwanya. Dengan adanya hal ini masih banyak pejuang STKW yang tulus
untuk kemajuan STKW. Akan tetapi dengan adanya persoalan itu, artinya kebijakan
pimpinan belum ada perhatian tentang kesejahteraan kepada dosen luar biasa. Selain
itu banyak para dosen yang diberikan tuntutan serta target untuk mengikuti seminar
nasional, sosialisasi publikasi kampus, penelitian internal kampus, menjalin kerjasama
dengan pihak lain dan membuka jaringan seluar-luasnya. Sayangnya hal tersebut tidak
disertai dengan dukungan dana dari pihak administrasi, kalaupun ada jumlahnya hanya
secukup cukupnya dan ada kemungkinan dosen yang tombok. Dengan demikian perlu
adanya ketegasan dari pemangku kepentingan untuk merombak tatanan yang ada baik
secara tata kelola, tata pamong dan secara administrasi.

Struktural STKW yang asal asalan

Ditahun 2019 terjadi perombakan struktural STKW yang penulis rasakan masih
asal-asalan dan tidak mengutamakan profesionalisme dalam proses pembentukannya.
Pertama yaitu jabatan Ketua STKW di jabat lebih dari dua periode. yaitu Dr. H. Jarianto,
M.Si yang menjabat Ketua STKW selama empat periode: pertama tahun 2006-2010,
kedua tahun 2010-1014, ketiga tahun 2014-2018, keempat tahun 2018-2022.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 67 tahun 2008 pada Pasal 12
dijelaskan, bahwa masa jabatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas
adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebih dari 2 kali
masa jabatan berturut-turut. Itu artinya untuk jabatan ketua STKW saat ini sudah
menyalahi regulasi yang ada.

Kedua, Jabatan Pembantu Ketua II (bagian keuangan, SDM dan Kerjasama) di


jabat oleh Kepala UPT Pemberdayaan Lembaga Seni dan Ekonomi Kreatif Wiwatikta
(PLSW), serta Kepala Unit Informasi dan Teknologi (IT) yang di jabat oleh Kasubag TU
UPT PLSW. Menurut penulis hal tersebut adalah suatu hal yang kurang benar secara
administrasi. Seharusnya Kepala UPT PLSW tidak merangkap sebagai Pembantu
Ketua II bagian Keuangann, SDM dan Kerjasama, karena tugas Kepala UPT adalah
melakukan monitoring, evaluasi anggaran yang dikelola oleh STKW. Sehingga ketika
jabatan tersebut dirangkap, maka yang terjadi pelaporan anggaran STKW di monitoring
sendiri oleh Kepala UPT karena orangnya adalah sama. Dengan demikan secara
administrasi di STKW menjadi kurang sehat, salah satunya adalah gampang terjadi
penyalahgunaan anggaran.
Dengan adanya kasus tersebut, menurut penulis sebaiknya dengan alasan
apapun jabatan pembantu ketua II (bidang keuangan, SDM dan kerjasama) serta
Kepala Unit Informasi dan Teknologi (IT) harus di jabat oleh orang lain di luar pegawai
UPT PLSW, sehingga yang terjadi untuk pengelolaan dan pelaporan anggaran di
STKW bisa di monitoring serta evaluasi oleh Kepala UPT PLSW sesuai dengan
prosedur. Sehingga secara administrasi bisa dilakukan dengan benar dan tentunya
tidak ada rekayasa dalam pelaporan anggaran.

Ketiga, kinerja pegawai UPT PLSW dan STKW saat ini carut marut, artinya untuk
pekerjaan atas nama STKW seperti Akademik, kemahasiswaan, program kegiatan
kampus dan yang lainnya, UPT PLSW selalu ikut intervensi sehingga STKW sendiri
tidak bisa mandiri dalam pengelolaan kampus.

Dengan adanya permasalahan tersebut, menurut penulis struktural STKW harus


di benahi. Pertama, dalam perekrutan jabatan struktural di STKW harus aja lelang
jabatan, dengan cara kompetisi secara terbuka, tentunya dengan syarat administrasi
yang benar, sehingga akan menjaring para pejabat struktural yang berkwalitas yang
berkomitmen untuk memajukan STKW secara tulus tidak hanya sekedar omong
kosong. Kedua, dosen pengajar harus di berikan kesejahteraan yang cukup serta
tunjangan yang lebih agar seimbang dengan kinerja serta jerih payahnya. Ketiga,
antara STKW dan UPT PLSW harus pisah, karena STKW dan UPT PLSW adalah dua
instansi yang berbeda yang mana mempunyai tupoksi masing-masing.

STKW Menjadi Kampus Negeri

Ditahun 2012 kita melihat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengintruksikan agar Sekolah Tinggi Seni menjadi ISBI (Institut Seni Budaya
Indonesia) diantaranya STSI Bandung, ISI Jogjakarta, ISI Surakarta, ISI Padang
Panjang, ISI Denpasar, ditambah dengan Papua, ditambah dengan STKW, ditambah
dengan Makasar dan Kalimantan, juga Aceh. Dari semua perguruan tinggi itu hanya
STKW yang tidak mau menjadi ISBI, sedangkan perguruan tinggi yang lain sudah
berjalan sampai sekarang.
Penulis pernah berbicara dengan kepala UPT PLSW soal penegerian STKW,
Beliau mengatakan bahwa STKW masih dalam proses menuju penegerian tersebut,
sedangkan prosesnya sampai mana, masih perlu dipertanyakan. Dengan melihat
permasalahan diatas menurut pengamatan penulis selama ini, kelihatannya para
pemangku kepentingan di STKW masih setengah hati untuk memajukan STKW.
Mengapa demikian?. Mencermati STKW saat ini, secara umum para pemangku
kepentingan masih keberatan untuk membuat perubahan yang akan membawa STKW
lebih maju dan punya daya saing. Padahal banyak para pejuang untuk STKW yang rela
mengabdikan diri puluhan tahun hanya untuk STKW, akan tetapi para pemangku
kepentingan hanya ingin meraup keuntungan, bisa menikmati kekuasaan dengan
merasa paling benar sendiri (kemingsun) tanpa tahu batin para pengabdi di STKW.
Maka dari itu untuk kemajuan STKW diperlukan ketulusan hati baik dari para pemangku
kebijakan maupun semua orang di STKW. Dengan kebersamaan perjuangan untuk
STKW akan lebih mudah, karena perjuangan ini belum selesai.

Menurut penulis, dengan banyaknya gambaran persoalan di STKW yang ada,


maka untuk kemajuan STKW harus tetap mengarah ke penegerian. Dr Ir Patdono
Suwignjo,M.Eng.Sc, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti mengatakan bahwa saat ini
pemerintah masih melaksanakan moratorium penegerian. Akan tetapi sambil
menunggu moratorium, perguruan tinggi swasta bisa menjadi perguruan tinggi negeri
lewat Program Studi Diluar Kampus Utama (PSDKU). Seperti contohnya untuk saat ini
politeknik kediri yang sudah menjadi negeri lewat jalur PSDKU. Sehingga STKW juga
bisa untuk menjadi kampus negeri lewat jalur PSDKU supaya pengelolaan
kelembagaan, anggaran bisa mengikuti ketentuan di kemenristekdikti yang nantinya
STKW bisa lebih kredibel, sejahtera, maju dan masih banyak keuntungan yang lain.
Apabila STKW masih berada dibawah UPT PLSW Disbudpar Prov. Jatim, atau mungkin
masih dibawah yayasan Wilwatikta, maka penulis yakin dalam beberapa tahun kedepan
STKW hanya akan menjadi kampus pengemis, miskin dan tanpa kehormatan.

Sebagai pegawai Negeri Sipil dan alumni STKW, penulis tetap konsisten untuk
bersikap selalu ngelingke terhadap pemerintah, bukan berarti bersikap kritis. Hal ini
diharapkan supaya STKW bisa mengalami perubahan untuk lebih maji, dan selain itu
bisa memperbaiki mekanisme kinerja dipemerintahan supaya sesuai dengan prosedur
yang ada dan bersih dari tindak yang kurang benar.

Penulis :

Adiyanto, S.Sn, MM
Pamong Budaya Ahli Muda
Disbudpar Prov. Jatim

Anda mungkin juga menyukai