Dinamika persoalan yang ada di STKW saat ini ditandai oleh beberapa hal
diantaranya: dengan adanya kebijakan pemangku kepentingan masalah kesejahteraan
para dosen yang tidak seimbang dan tebang pilih antara dosen DPK, Dosen Yayasan
dan Dosen Luar Biasa. Sehingga yang terjadi antara dosen yang satu dengan yang lain
saling iren, sikut-sikutan dan tidak akur, ada istilah “pinter ora manut disisihke, bodho
ning manut tetep dienggo” (pandai didak sejalan dengan pimpinan di buang, bodoh tapi
sejalan dengan pimpinan tetap di gunakan).
Ketika penulis berbicara dengan salah satu dosen luar biasa, Beliau mengatakan
kalau gajinya tidak seimbang dengan biaya transportasi, waktu dan tenaga. Akan tetapi
Beliau tetap mengajar karena ada panggilan batin yang mana STKW sudah menjadi
satu dengan jiwanya. Dengan adanya hal ini masih banyak pejuang STKW yang tulus
untuk kemajuan STKW. Akan tetapi dengan adanya persoalan itu, artinya kebijakan
pimpinan belum ada perhatian tentang kesejahteraan kepada dosen luar biasa. Selain
itu banyak para dosen yang diberikan tuntutan serta target untuk mengikuti seminar
nasional, sosialisasi publikasi kampus, penelitian internal kampus, menjalin kerjasama
dengan pihak lain dan membuka jaringan seluar-luasnya. Sayangnya hal tersebut tidak
disertai dengan dukungan dana dari pihak administrasi, kalaupun ada jumlahnya hanya
secukup cukupnya dan ada kemungkinan dosen yang tombok. Dengan demikian perlu
adanya ketegasan dari pemangku kepentingan untuk merombak tatanan yang ada baik
secara tata kelola, tata pamong dan secara administrasi.
Ditahun 2019 terjadi perombakan struktural STKW yang penulis rasakan masih
asal-asalan dan tidak mengutamakan profesionalisme dalam proses pembentukannya.
Pertama yaitu jabatan Ketua STKW di jabat lebih dari dua periode. yaitu Dr. H. Jarianto,
M.Si yang menjabat Ketua STKW selama empat periode: pertama tahun 2006-2010,
kedua tahun 2010-1014, ketiga tahun 2014-2018, keempat tahun 2018-2022.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 67 tahun 2008 pada Pasal 12
dijelaskan, bahwa masa jabatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas
adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebih dari 2 kali
masa jabatan berturut-turut. Itu artinya untuk jabatan ketua STKW saat ini sudah
menyalahi regulasi yang ada.
Ketiga, kinerja pegawai UPT PLSW dan STKW saat ini carut marut, artinya untuk
pekerjaan atas nama STKW seperti Akademik, kemahasiswaan, program kegiatan
kampus dan yang lainnya, UPT PLSW selalu ikut intervensi sehingga STKW sendiri
tidak bisa mandiri dalam pengelolaan kampus.
Ditahun 2012 kita melihat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengintruksikan agar Sekolah Tinggi Seni menjadi ISBI (Institut Seni Budaya
Indonesia) diantaranya STSI Bandung, ISI Jogjakarta, ISI Surakarta, ISI Padang
Panjang, ISI Denpasar, ditambah dengan Papua, ditambah dengan STKW, ditambah
dengan Makasar dan Kalimantan, juga Aceh. Dari semua perguruan tinggi itu hanya
STKW yang tidak mau menjadi ISBI, sedangkan perguruan tinggi yang lain sudah
berjalan sampai sekarang.
Penulis pernah berbicara dengan kepala UPT PLSW soal penegerian STKW,
Beliau mengatakan bahwa STKW masih dalam proses menuju penegerian tersebut,
sedangkan prosesnya sampai mana, masih perlu dipertanyakan. Dengan melihat
permasalahan diatas menurut pengamatan penulis selama ini, kelihatannya para
pemangku kepentingan di STKW masih setengah hati untuk memajukan STKW.
Mengapa demikian?. Mencermati STKW saat ini, secara umum para pemangku
kepentingan masih keberatan untuk membuat perubahan yang akan membawa STKW
lebih maju dan punya daya saing. Padahal banyak para pejuang untuk STKW yang rela
mengabdikan diri puluhan tahun hanya untuk STKW, akan tetapi para pemangku
kepentingan hanya ingin meraup keuntungan, bisa menikmati kekuasaan dengan
merasa paling benar sendiri (kemingsun) tanpa tahu batin para pengabdi di STKW.
Maka dari itu untuk kemajuan STKW diperlukan ketulusan hati baik dari para pemangku
kebijakan maupun semua orang di STKW. Dengan kebersamaan perjuangan untuk
STKW akan lebih mudah, karena perjuangan ini belum selesai.
Sebagai pegawai Negeri Sipil dan alumni STKW, penulis tetap konsisten untuk
bersikap selalu ngelingke terhadap pemerintah, bukan berarti bersikap kritis. Hal ini
diharapkan supaya STKW bisa mengalami perubahan untuk lebih maji, dan selain itu
bisa memperbaiki mekanisme kinerja dipemerintahan supaya sesuai dengan prosedur
yang ada dan bersih dari tindak yang kurang benar.
Penulis :
Adiyanto, S.Sn, MM
Pamong Budaya Ahli Muda
Disbudpar Prov. Jatim