Anda di halaman 1dari 3

news.republika.co.

id /berita/s108lf349/buat-perguruan-tinggi-lain-berdarahdarah-jalur-mandiri-ptn-diminta-dievaluasi

Unknown Title
Ichsan Emrald Alamsyah ⋮ ⋮ 9/15/2023

Buat Perguruan Tinggi Lain 'Berdarah-darah',


Jalur Mandiri PTN Diminta Dievaluasi
Selama ini jalur mandiri tidak dibatasi dan tidak transparan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Foto: Dok istimewa

Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian. jalur seleksi yang tak diatur dengan pasti batasan waktu
pendaftaran dan kuotanya itu menimbulkan ancaman bagi PTS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan jalur mandiri pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) di perguruan tinggi negeri (PTN) disebut tak ada salahnya dievaluasi apabila masih ditemukan
persoalan dalam pelaksanaannya. Kenyataannya, jalur seleksi yang tak diatur dengan pasti batasan

1/3
waktu pendaftaran dan kuotanya itu menimbulkan persoalan baru, yang membuat perguruan tinggi
swasta (PTS) kesulitan.

“Mudah-mudahan ada perbaikan (dengan aturan baru). Tetapi jika masih terjadi lagi hal-hal yang
mungkin belum seperti yang kita inginkan, tentu tidak ada salahnya tahun depan kita sempurnakan
kembali,” ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dalam diskusi “Sinergitas Tingkatkan
APK Bermutu dan Berkeadilan” di Universitas Yarsi, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2023).

Wakil Bendahara II Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Muhammad Muchlas Rowi, pada


kesempatan itu mengungkapkan, persoalan yang ada muncul ketika jalur yang dibatasi pada SPMB PTN
hanya Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) dan Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).
Sementara seleksi jalur mandiri tidak dibatasi dan tidak transparan.

“Kami-kami (selain PTN) itu kan tidak tahu sebetulnya beralaa sih kuota yang akan diraih oleh PTN itu?
Jadi tidak ada transparansi itu. Sehingga kami mau merencanakan (jumlah penerimaan mahasiswa)
bagaimana? Kalau semuanya diambil terus gimana?” kata dia.

Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal, mengatakan, pemerintah perlu menyadari apabila PTS tidak
dipelihara, kemampuan yang PTS miliki bisa menurun, baik itu dari sisi mutu, jumlah, hingga kualitas
riset dan pengembangannya. Penurunan kemampuan itu, kata dia, bisa menjadi kerugian bersama, baik
PTN maupun PTS.

Fasli memberikan perbandingan kondisi PTS saat ini dengan dulu, ketika angka partisipasi kasar (APK)
di PTS masih cukup besar. Saat itu, dengan APK yang cukup besar PTS masih bisa mengambil alih
seluruh keperluan yang dimiliki, mulai dari membeli lahan dan gedung sendiri, merekrut pegawai sendiri
sampai menyekolahkannya ke jenjang S2 dan S3 sendiri. Pun demikian dengan biaya operasional yang
dikeluarkan dari kocek sendiri.

“Tapi begitu terguncang dengan penreimaan mahasiswa baru, karena penerimaan mahasiswa baru itu
sumber utama mereka, maka ini sama dengan kita membiarkan tergerusnya peluang mereka untuk
survive dan pada akhirnya merugikan semua pihak nanti,” kata dia.

Menurut dia, negara akan dirugikan karena lembaga-lembaga yang sudah lama memberikan kontribusi
dan cukup bermutu kala itu menjadi mengalami penurunan kualitas. Di mana, penurunan itu terjadi akibat
penderitaan dan penurunan kemampuan mereka untuk bertahan dari gempuran seleksi jalur mandiri.

“Misal di Yarsi menunggu berlama-lama dulu sampai pertengahan Agustus baru tahu kejelasan akan
berapa dapat mahasiswa kita. Jaraknya hanya dari 15 Agustus ke mulai kelas awal di bulan September,”
kata dia.

Lalu, ketika kampusnya sudah menerima mahasiswa dengan segala seleksi yang telah dilalui, ternyata
kemudian karena jalur mandiri masih berjalan di banyak PTN dan mereka diterima lewat jalur itu,
mahasiswa tersebut mundur. Kasus seperti itu terjadi bukan hanya pada satu atau dua mahasiswa saja.

“Jadi kita mengembalikan aja nih (SPP). Yang sudah membayar SPP bukan main banyaknya yang minta
kembalikan. Dan kita tidak membuat sekali dia masuk, dia tak bisa diambil uangnya. Kita hanya

2/3
mengambil biaya administrasi. Jadi itu merupakan bleeding,” tutur Fasli.

Ketika itu terjadi, jangka waktu bagi PTS untuk mencari mahasiswa baru sangat pendek karena sudah
semakin mepet dengan pembelajaran tahun ajaran baru. Menurut dia, aturan di Permendikbudristek
yang mengatur SPMB memungkinkan PTN dimungkingkan untuk membuka seleksi jalur mandiri
sepanjang kuota 50 persen di jalur tersebut belum tercapai.

“Tapi kembali mari kita lihat ini dengan jernih. Tujuan utama kita tentu semua anak bangsa yang potensial
dari mana pun, kaya-miskin pun dia dapat pendidikan tinggi yang bermutu, merata, dan relevan. Dan
untuk itu sinergitas antara negeri dan swasta perlu kita bangun,” kata dia.

Persoalan pada jalur mandiri juga diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta
Seluruh Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko. Menurut dia, ada potensi penyelewengan korupsi dengan
model peraturan saat ini, yang tidak dilakukan pembatasan secara pasti waktu dan kuota mahasiswa
yang diterima.

“Saya berapa kali ketemu dengan temen-temen KPK juga bicara tentang permasalahan bagaimana PTN
itu sangat-sangat memungkinkan dalam hal ini melalukan penyelewengan korupsi dengan model-model
aturan yang dikeluarkan Dikti sekarag. Tidak dibatasi waktunya, kuotanya. Itu jadi masalah,” ungkap
Budi.

Sebab itu, dia menilai pembatasan yang jelas akan kedua hal itu penting untuk dilakukan. Ketika
pembatasan sudah dilakukan, perguruan-perguruan tinggi swasta akan dapat dengan sendirinya kembali
ke kondisi sehat. Para rektor di PTN pun tak lagi harus “mengejar setoran” lewat jalur mandiri tersebut.

“Misalnya di Jakarta itu ada UIN Jakarta. Itu nerima bisa 15.000. Dulu mereka terima cuma 3.000-an. UI
juga sama, dulu di 3.000-4.000, sekarang sudah 15.000. UNJ sama. Kalau (PTN) memberhentikan
(jumlah itu), kembali seperti dulu 3.000, berarti ada 12 ribu itu masuk ke PTS. Itu sehat semua. Nggak
usah dibantu udah sehat itu,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

3/3

Anda mungkin juga menyukai