Anda di halaman 1dari 13

2 3 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123

S A L A M R E D A K S I
UKT pro mahasiswa miskin
Jamaaah. Pada ngaku miskin aja yuk
Kelompok UKT ditentukan dari data
isian
Ah bapak, sukanya kok main-main sih
Di kampus sering terjadi pencurian
Masak to? kan sudah ada pak satpam
dan CCTV
IAINpunya fakultas baru
Lho kok gedungnya masih tempo doeloe
Mahasiswa baru wajib ikut OPAK
Masih ada yang Mbonceng lagi gak ya
Jalan tembus kampus 2, 3 dipasang
lampu
Asyik, jadi remang-remang nich
IAINselenggarakan pemilihan dekan
Yang Kalah, tak perlu menggugat
Sebentar lagi Indonesia punya presiden
baru
Semoga jauh lebih baik dari yang dulu-
dulu
Bang Aman yang kadang pakewuh
Sentilan Bang Aman
UANG KULIAH TUNGGAL
PELINDUNG
Rektor IAIN Walisongo
PENANGGUNG JAWAB
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama
PEMBINA
Kabag. Akademik dan Kemahasiswaan
PEMIMPIN UMUM
Rohman Kusriyono
SEKRETARIS UMUM
Ahmad Muhlisin
BENDAHARA
Machya Afyati Ulya
Nurul Kholisoh
PEMIMPIN REDAKSI
Arif Khoirudin
SEKRETARIS REDAKSI
Irma Mufikhah
REDAKTUR PELAKSANA
Miftahul Arifn
DESK BERITA
Nur Alfyah
DESK ARTIKEL
Azid Fitriyah
DESK SASTRA BUDAYA
Muhammad Faizun
LAYOUTER DAN ILUSTRATOR
Khoirul Umam
FOTOGRAFER
Silvia Khoirun Nisa
KOORDINATOR REPORTER
Mahfudh Fauzi
REPORTER
Nur Aini Zulfa, Eka Transiana, Indarwati,
Erlina Anggraini
PUSAT DOKUMENTASI
Lusi Ekasari
ADVERTISING DAN SIRKULASI
Rizda Nurul Aliyah
HUMAN RESOURCES DEPARTMENT
Akhmad Baihaqi Arsyad, Shodiqin
STAF AHLI
Joko Tri Haryanto, Rosidi,
Amin Fauzi, Musyafak
SURAT KABAR MAHASISWA
AMANAT
Untuk Mahasiswa dengan Penalaran dan Taqwa
Penerbit:
Unit Kegiatan Mahasiswa
Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT
IAIN Walisongo Semarang
Izin Terbit:
SK Rektor IAIN Walisongo Semarang
No. 026 Tahun 1984
International Standart Serial Number (ISSN):
0853-487X
Tambal Sulam Subsidi Silang
UKT mulai
diberlakukan,
harapan baru bagi
pemerataan
pendidikan.
K
ampus dengan segala isinya bagaikan
sebuah ladang. Tempat tanaman
tumbuh, berkembang, dan akhirnya
memberikan hasil berupa buah. Buah yang
diharapkan mempunyai kualitas baik. Bukan
hanya dalamkemasan, melainkan juga pada
isinya. Sehingga akan memberi manfaat bagi
kehidupan.
Menghasilkan buah idaman tak semudah
membalik telapak tangan. Butuh keseriusan
dalam proses perawatan. Semua daya dan
upaya harus dikerahkan agar tanaman
berkembang sesuai harapan. Karena tidak
semua benih memiliki kualitas sama baik.
Adakalanya benih berkualitas justru
menghasilkan buah tak layak konsumsi.
Disebabkan perawatan yang setengah hati.
Dibiarkannya hama dan penyakit datang
menjangkiti. Walhasil, buah pun hanya
manis dari luar. Tentu kita tak ingin itu
terjadi, berbuah namun tak berguna.
IAIN Walisongo sebagai lembaga
pendidikan tinggi Islam, layaknya ladang
intelektual. Ribuan mahasiswa dengan
beragam latar belakang membutuhkan
perawatan berupa pendidikan, pelatihan
hingga pengarahan. Supaya para mahasiswa
mampu menjadi intelektual, bukan sekedar
pandai berkoar. Tetapi juga berakhlakul
karimah seperti cita-citanya.
Merawat Ladang Intelektual
Salah satu bentuk perawatan itu
dilakukan SKM AMANAT. Khitah sebagai
media kampus, membuat AMANAT
bertekad mengawal setiap kebijakan agar tak
melenceng dari jalannya. Tanpa pengawalan
bukan tak mungkin kebijakan yang bertujuan
baik membuahkan hasil sebaliknya.
Pada edisi kali ini, AMANAT menyajikan
liputan mengenai Biaya Kuliah Tunggal
(BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Sistem pembiayaan yang bertujuan mulia,
agar si miskin dapat merasakan bangku
kuliah. Harapan baru demi pemerataan
pendidikan.
Sayang dalam tahap implementasi, UKT
justru menimbulkan persolan baru berupa
kesenjangan antar golongan. Penyebabnya
ialah metode penentuan yang kurang tepat.
Kita berharap, hadirnya laporan ini akan
berujung pada pembenahan supaya tak ada
lagi yang dirugikan.
Selain itu, ada beberapa laporan lain
yang tak kalah pentingnya untuk dibaca.
Sebagai media, inilah cara SKM AMANAT
untuk merawat ladang intelektual. Memberi
wacana sebagai bahan refeksi diri, agar
menghasilkan buah yang berkualitas.
Redaksi
TERAS
S
urat Edaran Direktorat Jendral
Pendidikan Islamnomor Se/Dj.I/
PP.009/54/2013 menjadi awal pe-
rubahan sistem pembayaran ku-
liah di seluruh Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN). Surat itu meng-
instruksi pimpinan UIN, IAIN, dan
STAIN di seluruh Indonesia agar mene-
rapkan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) mulai tahun
akademik 2013-2014.
Sistem UKT bermula dari gagasan
Kementerian Pendidikan dan Kebu-
dayaan (Kemendikbud) yang disahkan
melalui Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013.
Keputusan ini menjadi dasar pelaksa-
naan UKT di Perguruan Tinggi Negeri
(PTN).
Di PTAIN, dasar pelaksanaan UKT
tertuang dalam Peraturan Menteri Aga-
ma (Permenag) Nomor 96 Tahun 2013.
Dijelaskan, BKT merupakan keseluru-
han biaya operasional tiap mahasiswa
program diploma dan program sarjana
per semester pada program studi ter-
tentu. Sedangkan UKT ialah sebagian
biaya kuliah tunggal yang ditanggung
setiap mahasiswa pada setiap jurusan/
programstudi.
Berbeda dengan PTN, UKT di ling-
kup PTAIN baru diterapkan pada 2014.
Termasuk di IAIN Walisongo Semarang.
Keterlambatan itu menurut Wakil Rek-
tor Bidang Administrasi Umum, Pe-
rencanaan dan Keuangan Ruswan, dise-
babkan surat edaran pemberlakuannya
baru diterima ketika pembayaran SPP
usai. Akibatnya UKT tak bisa diterapkan
pada awal tahun akademik 2013. Sesuai
klausul, akhirnya diberlakukan pada se-
mester dua tahun akademik 2013/2014,
jelas Ruswan.
UKT diperuntukan bagi mahasiswa
mulai angkatan 2013. Besaran UKT per
semester yang ditanggung mahasiswa
adalah hasil pembagian biaya kuliah
selama tujuh semester. Karena pada
semester pertama sistem ini belum di-
berlakukan.
Kebijakan ini, lanjut Ruswan, me-
nguntungkan mahasiswa. Terutama
mahasiswa dengan ekonomi di bawah
rata-rata. Mereka akan mendapat subsi-
di silang dari kelompok ekonomi tinggi.
Cukup membayar Rp400 ribu per se-
mester, ujarnya.
Sistem UKT membeberkan total bia-
ya kuliah tiap mahasiswa sejak awal.
Orang tua bisa mempersiapkan diri
secara ekonomi jauh-jauh hari. Pem-
bayarannya pun dengan menyicil per
semester.
Kepala Bagian Perencanaan Priyo-
no menyontohkan, biaya Kuliah Kerja
Nyata (KKN) mahasiswa angkatan 2013
ditentukan pada awal kuliah sebesar
Rp500 ribu. Padahal saat pelaksanaan-
nya beberapa tahun mendatang, kebu-
tuhan KKN pasti lebih dari itu.
Menurut Ketua Dewan Pendidi-
kan Kota Semarang Rasdi Eko Siswoyo,
UKT bermaksud baik supaya Perguruan
Tinggi (PT) tidak semena-mena menen-
tukan biaya kuliah. Selama ini banyak
PT mematok biaya relatif tinggi sehingga
hanya orang-orang kaya yang mampu
mengaksesnya. Agar orang miskin dan
kaya sama-sama bisa kuliah, ujar Rasdi.
Kuliah Empat Tahun
Pemberlakuan UKT bukan hanya
mengenai pembiayaan saja. Tetapi juga
berkaitan dengan masa studi maha-
siswa. Mereka dituntut lulus dalamwak-
tu empat tahun.
Priyono mengatakan, apabila me-
lebihi delapan semester mahasiswa
tetap dikenakan UKT. Bukan hanya ma-
hasiswa tersebut yang rugi. Mahasiswa
lain dan pemerintah juga rugi karena
harus menyubsidi mahasiswa yang telat
lulus.
Bukan berarti UKT menghambat ak-
tivitas mahasiswa di luar kuliah. Aktif
berorganisasi tak seharusnya membuat
perkembangan akademik terganggu.
Menurut Ruswan, kedua hal itu sejatinya
saling mendukung.
Hanya perlu mengatur waktu,
pesannya.
Sedangkan BKT akan berlaku sama
setiap semester. Mahasiswa tak perlu re-
sah lagi dengan kemungkinan kenaikan
biaya. UKT mahasiswa akan ditopang
oleh Bantuan Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN). Seandainya
ada infasi, tak akan berpengaruh pada
biaya UKT, tutur Dosen Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan itu.
Pembagian Kelompok
Dalam UKT biaya kuliah dibagi ke
dalam beberapa kelompok sesuai ke-
mampuan ekonomi. Pasal 2 Permenag
Nomor 96 Tahun 2013 telah menetapkan
tiga kelompok.
Di IAIN Walisongo, besaran UKT un-
tuk golongan satu ditetapkan sebesar
Rp400 ribu. Sementara golongan dua
dan tiga beragam. Itu disebabkan kebu-
tuhan mahasiswa di tiap jurusan ber-
beda. Keperluannya kan tidak sama,
kata Priyono. Biaya tertinggi diperuntuk-
kan bagi mahasiswa Perbankan Syariah,
sebesar Rp1.445.175.
Penentuan biaya dilakukan secara
bottom up (dari bawah ke atas). Sebab
pihak jurusan yang lebih tahu, misalnya
tentang ada tidaknya praktikum, KKL,
dan sebagainya. Keperluan mahasiwa
yang bersifat umum tetap ditentukan
institut. Misalnya, biaya Orientasi Pe-
ngenalan Akademik (OPAK), jas alma-
mater, muawanah dan lain-lain.
UKT golongan satu ditujukan bagi
mahasiswa miskin di luar penerima
Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin
dan Berprestasi (Bidikmisi). Dengan ke-
tentuan paling sedikit lima persen dari
jumlah mahasiswa.
Berdasarkan data yang dipublikasi-
kan, jumlah mahasiswa angkatan 2013
sebanyak 2510. Golongan satu tercatat
sebanyak 125 mahasiswa yang dibagi
ke semua jurusan. Itu sudah sesuai pe-
raturan, dengan ketentuan mahasiswa
miskin mendapat kuota lima persen,
kata Priyono.
Dalam aturan memang dikatakan
bahwa kuota mahasiswa miskin paling
sedikit lima persen. Artinya, PT diberi
hak menambah dari jatah minimal itu.
Hanya saja, di IAIN tetap menggunakan
batas minimal supaya jumlah golongan
tiga tidak membengkak.
Kendati demikian, menurut Ruswan
masih saja ada pihak yang merasa tidak
puas. Beberapa mahasiswa pernah
mendatanginya agar dimasukkan dalam
golongan satu. Namun permintaan itu
tidak dikabulkan karena penentuan
golongan sudah fnal, didasarkan pada
peringkat ekonomi.
Perlu Survei Langsung
Setiap PTAIN diberi otonomi untuk
menentukan golongan. IAIN Walisongo
memilih menggunakan metode data
isian. Mahasiswa menentukan sendiri
tingkat kemampuan ekonomi orang tua.
Hasilnya akan dibandingkan de-
ngan data yang diisi sewaktu mendaftar
kuliah, jelas Ruswan. Dia berdalih, data
isian dinilai paling mendekati kebena-
ran.
Priyono pun mengamini hal itu. Se-
cara teknis data isian disebarkan juru-
san masing-masing. Kemudian hasil-
nya dicocokkan dengan data di Pusat
Teknologi dan Informasi Pangkalan Data
(PTIPD). Dari situ peringkat ekonomi
mahasiswa dapat diketahui.
Menurut Rasdi, dalam menentukan
golongan PT perlu menggunakan be-
berapa metode. Supaya datanya valid
dan tidak merugikan salah satu pihak.
Metode isian data memang cara paling
mudah dilakukan, tetapi ketepatannya
juga patut disangsikan. Ketika mengi-
si sangat mungkin mahasiswa berlaku
curang. Bisa saja demi masuk golongan
satu mereka memanipulasi data. Ma-
hasiswa yang orang tuanya petani atau
bekerja dengan penghasilan tidak tentu,
data isian justru merugikan. Karena tak
bisa menggambarkan keadaan sesung-
guhnya.
Jangan heran kalau mahasiswa
berekonomi tinggi dapat masuk dalam
golongan satu, begitu juga sebaliknya,
kata Guru Besar Universitas Negeri
Semarang itu.
Rasdi menyarankan, selain menggu-
nakan data isian PT juga harus melaku-
kan survei langsung (home visit), teruta-
ma untuk data yang dinilai meragukan.
Metode ini memang memerlukan biaya
banyak, namun ketepatannya sangat
baik. Demi asas keadilan, PT wajib
melakukannya! sarannya.
Arif Khoirudin
L APORAN UTAMA
Proses verifikasi data UKT angkatan 2014.
A
m
anat. A
rif Khoirudin
Ilustrasi: Khoirul Umam
Desain: HammidunNafi S.
4 5 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
L APORAN UTAMA
Bertaruh pada UKT
L APORAN UTAMA
UANG KULIAH TUNGGAL UANG KULIAH TUNGGAL
Bagaimana anda menilai penerapan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Per-
guruan Tinggi Negeri (PTN) maupun
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN)?
Berdasarkan idenya, pemberlakuan
UKT di PTN maupun PTAIN sangat baik.
Karena ingin menghapus kesenjangan
pendidikan di perguruan tinggi. Banyak
kampus disinyalir menerapkan biaya ku-
liah relatif tinggi yang semakin tidak bisa
dikontrol pemerintah. Dengan adanya
UKT, kampus tak akan lagi bisa berbuat
demikian. Sehingga dapat memberi ke-
sempatan yang sama kepada masyara-
kat tidak mampu memperoleh pendidi-
kan hingga kuliah.
Dalam UKT mahasiswa akan dibagi ke
dalam beberapa kelompok. Khusus di
PTAINdibatasi menjadi tiga. Bagaima-
na menurut anda?
Pembatasan jumlah kelompok menjadi
tiga itu lebih realistis. Itu artinya, tingkat
ekonomi mahasiswa akan dibagi dalam
katagori tidak mampu, mampu dan sa-
ngat mampu. Dalam hal ini, menurut
saya PTAIN lebih baik, Bandingkan de-
ngan PTN, jumlah kelompok yang lebih
dari tiga membuat katagorisasi tingkat
ekonomi menjadi rumit dan sulit.
Penentuan kelompok UKT didasarkan
pada tingkat ekonomi. Padahal Peng-
hasilan orang tua bersifat fuktuatif.
Bagaimana menyikapi keadaan itu?
Menurut saya, penentuan kelompok
UKT harus ditunjang dengan adanya
peninjauan ulang dalam setiap tahun.
Sebab tidak adil jika hanya berpatokan
pada kemampuan ekonomi orang tua
mahasiswa di semester pertama saja. Ka-
lau yang miskin jadi kaya tidak masalah,
tapi kalau kaya jadi miskin bagaimana?
Bagaimana jika pembagian kelompok
menjadi tidak tepat sasaran?
Dalam praktiknya, jika pembagian ke-
lompok UKT tidak tepat sasaran jangan
menyalahkan sistemnya. Coba dievaluasi
dulu cara implementasi yang dilakukan
pimpinan perguruan tinggi.
Menurut anda metode apa yang tepat
untuk menentukan kelompok UKT? Cu-
kupkah hanya dengan data isian?
Gunakan beberapa metode sekaligus.
Data isian, memang cara paling mudah
untuk dilakukan. Metode ini boleh saja di-
gunakan, namun harus ditunjang dengan
metode lain seperti Home visit (kunjungan
ke rumah). Terutama untuk data maha-
siswa yang dinilai meragukan. Memang,
metode ini akan memakan banyak biaya.
Tetapi data yang dihasilkan akan lebih
valid.
Bagaimana dengan aturan minimal 5%
untuk kelmpok satu (tidak mampu)?
Patokan paling sedikit 5% untuk golongan
satu tidak boleh menjadi acuan mutlak.
Harusnya kampus bisa feksibel dalam
menentukan batas kelompok tersebut.
5% itu kan minimal, jadi seharusnya bisa
lebih.
Apa harapan Anda terhadap sistem
UKT?
Tujuan UKT adalah mencegah terjadi-
nya komersialisasi pendidikan. Dengan
adanya sistem ini saya berharap agar
semua orang bisa kuliah meski berasal
dari golongan tidak mampu. Tentu hal ini
membutuhkan keseriusan dari semua pi-
hak, terutama pimpinan perguruan tinggi.
Kembali lagi saya mengingatkan, cita-cita
UKT sangat baik. Berhasil atau tidaknya
cita-cita itu diwujudkan, tergantung pada
cara implementasinya di lapangan.
Ahmad Muhlisin
Butuh Keseriusan !

Jangan sampai
UKT justru
memberatkan
mahasiswa
miskin.
Prof. Dr. Rasdi Eko Siswoyo M. Sc.
Kepala Dewan Pendidikan Jawa Tengah
Daftar besara UKT mahasiswa angkatan 2014.
S
enin (27/1) pagi itu tak se-
perti hari-hari biasa. Audito-
rium1 IAIN Waliso-
ngo Semarang di-
penuhi mahasiswa. Seba-
gian mahasiswa juga lalu-
lalang di luar gedung. Me-
reka berharap orang yang
ditunggu segara datang.
Beberapa waktu kemu-
dian tibalah serombongan
pejabat kampus. Salah sa-
tunya Wakil Rektor Bidang
Admi-nistrasi Umum, Peren-
canaan, dan Keuangan Rus-
wan. Ke-dua belah pihak pun
bertemu.
Pertemuan antara maha-
siswa angkatan 2013 dengan
pimpinan IAIN itu digelar
dalam rangka audiensi Uang
Kuliah Tunggal (UKT). Sistem
baru pembayaran biaya kuliah
yang mulai resmi diberlakukan
pada semester dua tahun aka-
demik 2013/2014 itu masih me-
nyisakan beberapa ganjalan di
kalangan mahasiswa.
Audiensi diadakan setelah
sebelumnya terjadi demons-
trasi menentang pelaksanaan
UKT. Meski alot, audiensi
berlangsung tertib. Namun,
seusai beradu argumentasi di
forum itu, rona kecewa tam-
pak di wajah beberapa maha-
siswa.
Sebenarnya mahasiswa
diuntungkan dengan UKT,
kata Ruswan. Adanya pe-
nolakan dari sebagian ma-
hasiswa, menurut dia lebih
disebabkan ketidaktahuan.
Demi BOPTN
Kepala Bagian Perencanaan
Priyono berharap mahasiswa ber-
pikir positif terhadap pemberlakuan
UKT. Mahasiwa harus mengerti dan me-
mahami sistempembayaran kuliah ini.
Pemberian BOPTN berkaitan de-
ngan UKT. Kalau tak menerapkan UKT
pada tahun akademik 2013/2014, pada
tahun selanjutnya IAIN tak akan men-
dapat dana bantuan itu. Kucuran ban-
tuan itu sangat penting, karena menjadi
sumber subsidi biaya kuliah mahasiswa.
Seandainya tak memeroleh BOPTN,
SPP akan naik, jelas Priyono.
BOPTN ialah bantuan biaya dari
pemerintah yang diberikan pada per-
guruan tinggi negeri untuk membiayai
kekurangan biaya operasional sebagai
akibat tidak adanya kenaikan sumba-
ngan pendidikan (SPP) di perguruan
tinggi negeri.
Sosialisasi Tak Merata
Sebelum diberlakukan, pimpinan
IAIN beberapa kali melakukan sosiali-
sasi kepada mahasiswa, dosen, hingga
pejabat kelembagaan di tingkat institut
dan fakultas. Supaya informasinya tak
simpang siur, ujar Priyono. Ada pula so-
sialisasi di tingkat fakultas kepada ma-
hasiswa, terutama dari Ketua Jurusan
(Kajur).
SistemUKT menuntut secara halus
agar menyelesaikan kuliah selama dela-
pan semester. Total biaya diasumsikan
dalam empat tahun. Kata Priyono, se-
makin lama waktu kelulusan, semakin
banyak pula subsidi yang diberikan.
Kalau ini terjadi bukan mahasiswa ber-
sangkutan saja yang rugi, tetapi juga ma-
hasiswa lain. Pemerintah juga terkena
imbasnya karena harus menyubsidi te-
rus-menerus.
Ruswan mengamini penjelasan itu.
Memang tak ada paksaan bagi maha-
siswa lulus delapan semester. Hanya
saja, ketika tak lulus tepat waktu, sub-
sidi yang diberikan pemerintah kepada
PTAIN akan semakin besar. Mahasiswa
itu disubsidi negara lewat BOPTN seki-
tar Rp5 juta dalamsetahun, tegasnya.
Sayangnya berbagai penjelasan
tersebut tak banyak diketahui ma-
hasiswa angkatan 2013. Muhammad
Hasan, misalnya, berkilah waktu so-
sialisasi tidak tepat lantaran dilakukan
pada waktu liburan semester. Sebagian
besar mahasiswa tak bisa mengikutinya
karena masih berada di rumah. Tahu-
tahu UKT sudah dilaksanakan, tanpa
mengerti apa maksud sitem ini, Hasan
menyesalkan.
Adanya penolakan dari sebagian ma-
hasiswa turut memengaruhi keikutser-
taan mahasiswa dalam sosialisasi UKT.
Taruhlah Meirina Miawati. Mahasiswi
KPI ini sengaja tak menghadiri sosialisa-
si lantaran terpengaruh saran temanya.
Ia malah ikut berdemonstrasi menen-
tang UKT. Saya pikir UKT hanya akan
merugikan dan menyusahkan orang tua
mahasiswa, akunya
Kepada mahsiswa yang kurang pa-
ham soal UKT, Priyono mengimbau un-
tuk berkunjung ke kantor Bagian Peren-
canaan. Kami terbuka, jika ada maha-
siswa yang mau tanya, ujarnya.
Sengkarut Pembagian Kelompok
Sistem UKT meniscayakan
adanya subsidi silang. Besa-
ran dana yang dibebankan
pada mahasiswa per semes-
ter berlainan se-suai dengan
pengklasifkasian kelompok.
Ruswan menjelaskan, dalam
membagi kelompok IAIN Wa-
lisongo memberlakukan sistem
rangking ekonomi tertinggi dan
terendah.
Untuk 5% terendah, masuk
pada kelompok satu. Semen-
tara 8% tertinggi dimasukkan
ke kelompok tiga. Pembagian
ini bertujuan menyeimbangkan
anggaran akibat pemberlakuan
UKT. Intinya jumlah mahasiswa
yang masuk kelompok tiga ha-
rus mampu menyubsidi kelom-
pok satu.
Semakin besar kelompok
satu semakin banyak pula jum-
lah kelompok tiga, jawab Rus-
wan, ketika ditanya perihal ba-
tas minimal 5% untuk kelompok
satu itu.
Pembatasan kuota 5% untuk
kelompok satu menurut Priyo-
no, sesuai dengan kondisi maha-
siswa IAIN Walisongo. Rata-rata
mahasiswa berada pada tingkat
ekonomi menengah ke bawah.
Tak bisa kalau dibandingkan
dengan pembagian kelompok
UKT di perguruan tinggi lain,
tuturnya.
Proses penentuan kelompok
UKT menggunakan metode
data isian yang berasal dari dua
sumber. Yakni data isian ketika
mahasiswa mendaftar kuliah,
dan data isian yang disebar
para Kajur sebelum pembayaran
SPP semester dua berlangsung.
Data isian berisi sejumlah
pertanyaan yang akan diisi mahasiswa
sendiri terkait penghasilan orang tua.
Metode ini digunakan untuk mengeta-
hui tingkat ekonomi mahasiswa. Dari
situ rangking ekonomi dapat diketahui.
Hasilnya menjadi acuan penentuan ke-
lompok UKT.
Kepala Pusat Teknologi dan Infor-
masi Pangkalan Data (PTIPD) Wen-
ty Dwi Yuniarti mengatakan, dalam
penentuan kelompok UKT tahun aka-
demik 2014/2015 persyaratannya akan
ditambah. Meliputi Kartu Keluarga,
rekening listrik 3 bulan terakhir, slip
gaji atau surat keterangan penghasilan
orang tua (jika tidak punya slip gaji) dan
foto rumah (tampak depan, ruang kelu-
arga, ruang tidur, ruang dapur dan ruang
kamar mandi).
Wenty menambahkan, verifkasi data
mahasiswa 2013 oleh timPTIPD menga-
cu pada dua data yang telah dikumpul-
kan. Selain itu hasil survei mahasiswa
Beasiswa Pendidikan Miskin dan Ber-
prestasi (Bidikmisi) oleh bidang kema-
hasiswaan.
Sedangkan bagi calon mahasiswa
baru sudah dilakukan verifkasi data
pada Selasa 24 Juni 2014. Kewenangan
kami hanya sebatas verifkasi, tegasnya.
Hasil pembagian kelompok ternyata
menimbulkan beragam ganjalan. Ti-
dak semua mahasiswa puas. Menurut
Hasan, telah terjadi kesenjangan sosial
antarmahasiswa, lantaran hasil penen-
tuan kelompok tak sesuai harapan.
Mahasiswa Siyasah Jinayah itu me-
nilai, metode isian yang dijadikan acuan
itu tidak sahih. Sebab tak mampu mem-
beri gambaran akurat mengenai tingkat
perekonomian orang tua mahasiswa.
Akibatnya, terdapat mahasiswa ber-
ekonomi rendah seperti dirinya masuk
pada kelompok dua dan tiga, dengan bi-
aya kuliah lebih dari Rp1 juta per bulan.
Sebaliknya, mahasiswa yang kaya jus-
tru masuk di kelompok satu yang hanya
membayar Rp400 ribu.
Buktinya, ada mahasiswa dengan
uang saku mencapai Rp1,5 juta per bu-
lan justru masuk pada golongan satu,
ungkap Hasan. Dalamhal ini mahasiswa
bisa dengan mudah memanipulasi
data. Meski pihak jurusan pernah me-
nyatakan akan melakukan survei lang-
sung ke rumah mahasiswa, sayang janji
tinggallah janji.
Masih kata Hasan, bagi mahasiswa
yang orang tuanya petani atau pekerja
serabutan, metode data isian malah me-
nyulitkan. Karena penghasilannya tidak
bisa diprediksi setiap bulan.
Dliyaul Fahmi berharap pihak
fakultas lebih hati-hati dalam menentu-
kan kelompok. Mahasiswa Tafsir Hadits
ini mengatakan, kalau pembagian ke-
lompok jelas, pasti semua akan mene-
rima dengan lapang dada.
Tingkat ekonomi orang tua bersifat
fuktuatif. Dalam rentang waktu empat
tahun kemungkinan terjadi perubahan.
Kalau yang miskin jadi kaya tidak ma-
salah, tapi kalau kaya jadi miskin lantas
bagaimana? kata Fahmi.
Kepala Dewan Pendidikan Jawa Te-
ngah Rasdi Eko Siswoyo menilai, metode
terbaik dalam menentukan golongan
UKT adalah kunjungan rumah (home
visit). Terutama bagi data yang meragu-
Metode penentuan besaran UKT mahasiswa berdasar data isian. Kesahihan dipertanyakan.
kan. Data isian bisa saja diterapkan, na-
mun harus disertai dengan survei home
visit. Memang metode ini akan membu-
tuhkan banyak biaya. Namun hasilnya
akan lebih sahih.
Terkait perekenomian orang tua yang
fuktuatif, Rasdi juga mengusulkan agar
pimpinan kampus mengadakan evaluasi
tiap tahun. Tidak adil kalau hanya meli-
hat kemampuan ekonomi di semester
pertama saja. Jangan sampai UKT jus-
tru memberatkan mahasiswa miskin,
pesannya.
Sayangnya, di IAIN Walisongo usulan
Rasdi hampir pasti termentahkan. Priyo-
no memastikan tak akan ada peninjauan
ulang terhadap pembagian golongan.
Peninjauan ulang akan mengubah data
di PTIPD sehingga menyulitkan pihak
kampus. Kalau ada mahasiswa yang
secara sah terbukti salah masuk golo-
ngan, akan kami pertimbangkan untuk
mendapatkan beasiswa, ujarnya.
Ahmad Muhlisin
Prof. Dr. Rasdi Eko Siswoyo M. Sc.
Kepala Dewan Pendidikan Jawa Tengah
Sosialisasi UKT angkatan 2013.
D
o
k
.A
m
a
n
a
t
A
m
a
n
a
t. A
h
m
a
d
M
u
h
lisin
Dok. Amanat
6 7 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
KEAMANAN KAMPUS
LAPORAN PENDUKUNG
Sepeda motor mahasiswa FDK yang hilang kedua rodanya.
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
A
li Mahfud tak menyangka, niat-
nya menitipkan sepeda motor
pada malam hari di parkiran
gedung Pusat Kegiatan Maha-
siswa (PKM) Fakultas Dakwah dan Ko-
munikasi (FDK) berbuah malapetaka.
Pukul lima pagi (5/3), ketika bermak-
sud mengambil kendaraannya Mahfud
sudah mendapati motornya dalam ke-
adaan tak utuh lagi. Roda depan dan
belakangnya raib dicuri. Motor pega-
wai FDK bernama Anwar juga bernasib
sama, namun ia sedikit lebih beruntung
sebab hanya roda depannya saja yang
hilang.
Mahfud begitu ia biasa dipanggil,
lantas melapor musibah yang diala-
minya ke satpam. Namun bukan simpati
yang ia dapatkan. Petugas keamanan
terkesan sepele. Satpamnya hanya bi-
lang 17 tahun bekerja baru ada pencu-
rian yang seperti ini, kenang Mahfud.
Mahasiswa semester 3 itu tak mengira
sistemkeamanan kampus begitu mudah
di bobol maling.
Lain lagi yang dialami Fitroh Jamalu-
din. Setelah mengikuti sebuah kegiatan
di Auditorium 2, tiba-tiba ia mendapati
helmnya sudah lenyap dari atas motor.
Ia tak menaruh sedikitpun kekhawati-
ran. Pikirnya, kampus dengan segenap
petugas keamanan bisa memberi rasa
aman pada mahasiswa.
Anggapan Jamal ternyata meleset.
Meski berada di area kampus, pencuri
bisa leluasa menjalankan aksinya. Pa-
dahal sudah ada panitia yang berjaga di
luar, ujarnya.
Muhammad Ali Mutaqin me-
ngatakan, pencurian kerap terjadi di ke-
tiga kampus IAIN Walisongo. Intensitas
kehilangan justru sering terjadi di area
masjid kampus. Modusnya para pelaku
pura-pura istirahat. Setelah korban ter-
lena barang bawaan langsung diambil.
Hanya dengan hitungan menit barang
seketika berpindah tangan.
Para pencuri, lanjut Takmir Mas-
jid Kampus 1 itu, mengincar berbagai
barang berharga. Mulai dari laptop,
handphone, sampai dengan helm. Ia
berharap pencurian di area kampus
Bahaya Laten Pencurian
Pencurian kerap terjadi di dalam kampus. CCTV hanya jadi pajangan.
segera bisa diatasi. Praktik kejahatan ini
harusnya bisa dicegah asalkan kampus
memba-ngun sistem keamanan yang
baik. Pencegahan menurutnya lebih
baik ketimbang baru melakukan tindak
setelah ada kehilangan.
Utamakan Pencegahan, harap Ali.
Perlu Penjaga CCTV
Kepala Sub Bagian Rumah Tangga M.
Munif mengaku geram dengan segala
bentuk pencurian yang terjadi di area
kampus. Dalam beberapa bulan tera-
khir, ia kerap mendapat laporan kehi-
langan dari berbagai pihak. Paling se-
ring kehilangan helm, akunya.
Agar tak terus-terusan terjadi, lanjut
Munif, beberapa tempat di Kampus 1
telah dipasang Closed Circuit Television
(CCTV). Pemasangan CCTV diprioritas-
kan di pusat keramaian, seperti tempat
parkir dan kantor. Sementara di kampus
2 dan 3 pemasangan kamera pengin-
tai masih bergantung pada kebijakan
tiap fakultas. Baru Syariah dan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan(FITK) yang
telah memilikinya.
Pemasangan CCTV tidak bisa dilaku-
kan pada sembarang tempat. Diperlu-
kan banyak pertimbangan, salah sa-
tunya mengenai perbandingan efsiensi
antara produktivitas dalam membantu
keamanan dengan dana pemasangan.
Biayanya cukup mahal, ujarnya.
Dekan FITK Sujai mengatakan,
pemasangan CCTV di area gedung FITK
berasal dari inisiatif fakultas sendiri. Se-
lama ini pimpinan institut belumpernah
melakukan pengadaan kamera keama-
nan untuk semua fakultas. Padahal ke-
beradaannya sangat bermanfaat dalam
membantu menjaga keamanan kampus.
Semua fakultas perlu dipasang CCTV,
harapnya.
Kepala Perpustakaan FITK Fahrur-
rozi mengungkapkan, beberapa kali
praktik pencurian terekamdalamCCTV.
Sayang kualitas gambar yang dihasilkan
tidak begitu jelas. Akibatnya identitas
pelaku sulit dikenali. Kamera pengintai
hanya bisa menunjukkan gerak-gerik
pelaku saat melakukan aksinya. Gam-
barnya remang-remang, jelasnya. Apa-
lagi tidak semua tempat dipasang CCTV
sehingga pelaku bisa memilih tempat
yang aman untuk menjalankan aksinya.
Pemasangan kamera pengintai
menurut Takmir Masjid al-Fitroh Dzi-
run, seakan dilakukan dengan setengah
hati. Sebab tak ada petugas yang men-
jaga langsung di ruang monitor. Segala
kejadian hanya terekam tanpa diawasi.
Pemeriksaan baru dilakukan setelah ada
laporan kehilangan dari korban.
Padahal keberadaan CCTV harusnya
bisa digunakan untuk mencegah pen-
curian. Bukannya baru dimanfaatkan
setelah ada kehilangan. Kalau begitu
caranya, CCTV jadi tak berguna, keluh
Dzirun.
Fahrurozi juga menyayangkan, hing-
ga kini tak ada petugas khusus untuk
menjaga CCTV. Dalam beberapa rapat
usulan itu sudah kerap diutarakan. Ha-
nya saja sampai saat ini belum juga
ditindak lanjuti.
Salah satu lokasi monitor CCTVKam-
pus 2 memang berada di Perpustakaan
FITK. Namun tugas pengawasan tidak
bisa dibebankan pada pustakawan.
Mengelola perpustakaan saja sudah re-
pot, keluh Fahrurozi.
Kesadaran Bersama
Selain memanfaatkan CCTV Munif
menjelaskan, satpamkampus juga telah
diinstruksikan agar siap siaga menjaga
keamanan selama 24 jam. Jadwal ber-
tugas dibagi ke dalam 3 waktu, setiap
waktu ada dua satpam. Supaya maksi-
mal, mereka juga dibekali satu motor di
masing-masing pos untuk berkeliling.
Munif meminta semua pihak untuk
saling bekerja sama menjaga keamanan
kampus. Tidak adil rasanya jika hanya
dibebankan pada satpam. Sebabwilayah
kampus cukup luas sedangkan tenaga
keamanan hanya berjumlah 27 orang.
Itupun masih dibagi di ketiga kampus.
Kesadaran individu perlu ditingkatkan,
minimal mengamankan barang mi-
liknya sendiri.
Kalau menaruh helm sebaiknya
dikunci di jok, ia menyontohkan.
Sujai juga mengamini pendapat
tersebut, jika barang dalamkeadaan ter-
jaga maka pencuri akan pikir-pikir untuk
mengambilnya. Meski begitu ia juga tak
memungkiri kinerja satpam perlu terus
ditingkatkan supaya mahasiswa merasa
aman.
Kita juga tahu sendiri bagaimana ki-
nerja satpamsejauh ini, ujarnya.
Hingga kini sudah beberapa kali
para pencuri bisa ditangkap. Pelakunya
beragam, dari orang luar dan oknum
mahasiswa. Kalau pelakunya dari ma-
syarakat umum maka akan diserahkan
pada pihak kepolisian. Sedangkan jika
oknum mahasiswa akan diserahkan
pada dekan. Hukuman yang diberikan
tergantung pada berat ringannya tindak
kejahatan. Paling ringan ialah sanksi
skors kuliah dan terberat akan diserah-
kan kembali kepada IAIN.
Kemungkinan besar akan dikeluar-
kan, tegas Sujai.
Khoirul Umam

keberadaan CCTV
harusnya bisa digunakan untuk
mencegah pencurian. Bukannya
baru dimanfaatkan setelah ada
kehilangan.
Dzirun
Takmir Masjid al-Fitroh (Kampus2)
U
sai menyelesaikan laporan
magang, Chilyatun Nisa
bergegas menuju kantor
Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam (FSEI)kini Fakultas Syariah
untuk mengumpulkan tugas. Namun
langkahnya seketika terhenti saat se-
orang teman menghampiri. Si karib itu
mengingatkan, ada yang salah dalam
penulisan nama fakultas di halaman
judul laporan mahasiswi jurusan Per-
bankan Syariah (PBS) tersebut.
Sekarang fakultasnya sudah dipi-
sah, katanya.
Nisa, begitu ia biasa dipanggil, baru
tahu jika FSEI telah tiada. FSEI dipecah
menjadi dua, yaitu Fakultas Syariah
dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Is-
lam (FEBI). Mahasiswi semester tujuh
ini pun merasa terkejut, lantaran nama
FSEI belumlama disahkan untuk meng-
ganti Fakultas Syariah.
Kenapa sekarang tiba-tiba dipisah
dan diganti lagi dengan nama baru, gu-
mamnya.
Berbeda dengan Nisa, Muji Saadah
sudah mendengar berdirinya FEBI.
Menurut mahasiswa programstudi Eko-
nomi Islam(EI) itu, pemisahan ke dalam
FEBI mendorong spesifkasi keilmuan
akan lebih mengerucut pada bidang
ekonomi saja. Arah perkuliahan akan se-
makin jelas.
Ia berharap perubahan fakultas
dapat menjadi jembatan bagi maha-
siswa. Program studi EI dan PBS, misal-
nya, harus mampu memahami ekonomi
berbasis Islam secara lebih mendalam.
Fokusnya memang pada ekonomi Is-
lam, bukan hukum, katanya.
Kurikulum Sama
Rachmawati Pertiwi Anggraini juga
menyambut positif pemisahan FEBI dan
Fakultas Syariah. Ia menilai, jurusan PBS
dan EI memang harus dibedakan de-
ngan jurusan-jurusan lain di Fakultas
Syariah. Secara kurikulum keduanya
memiliki fokus pembelajaran sendiri-
sendiri.
Ketika masih menjadi bagian FSEI
terdapat mata kuliah berbasis hukum
yang diperuntukan mahasiswa PBS dan
EI. Hal ini membuat materi perkuliahan
melebar sehingga tidak fokus bagi pro-
ses perkuliahan.
Dekan FEBI Imam Yahya mengata-
kan, alasan utama pemisahan kedua
fakultas tersebut karena perbedaan bi-
dang keilmuan. Fakultas Syariah mem-
bidangi ilmu hukum, sedangkan FEBI
membidangi ekonomi.
Keduanya memiliki spesifkasi keil-
muan berbeda, tegasnya.
Hal itu mendorong Kementerian
Agama merekomendasikan berdirinya
FEBI untuk memayungi prodi-prodi
yang berbasis ekonomi yang selama ini
berada pada naungan FSEI. Akhirnya
Prodi EI dan PBS pindah ke FEBI sesuai
dengan rumpun ekonomi. Sementara
rumpun ilmu hukum yang mencakup
Muamalah, Hukum Perdata Islam, Hu-
kumPidana dan Politik Islam, serta Ilmu
Falak tetap di Fakultas Syariah.
Selain IAIN Walisongo Semarang,
IAIN Medan Sumatera Utara, IAIN
Raden Fatah Palembang, IAIN Surakarta
Solo, UIN Alauddin Makassar, dan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta juga mendiri-
kan FEBI.
Imam menjelaskan, kurikulum pro-
gram studi PBS dan EI tidak berubah.
Akreditasi kedua program studi itu pun
tetap sama.
Program studi EI masih terakredi-
tasi C dan PBS tetap akreditasi B, kata
Imam.
Penambahan Fasilitas
Pemekaran fakultas membuat seba-
gian mahasiswa masih merasa bingung.
Karena keberadaan FEBI masih satu
atap dengan Fakultas Syariah. Gedung
dan berbagai fasilitas fakultaspun akhir-
nya dibagi untuk keduanya.
Nisa menyontohkan sulitnya men-
cari ruangan ketika ada jamkuliah tam-
bahan. Bahkan, pernah suatu kali ruang
kuliahnya bertabrakan dengan maha-
siswa syariah. Padahal itu dijadwalkan
dari akademik. Karena itu Nisa berharap
fasilitas ditambah.
Terkait hal itu Imam menjelaskan,
sejak pelantikan dekan pada 17 Januari
2014 segala urusan administrasi dan tek-
nis sudah mulai dipisah. Gedung yang
mulanya digunakan sebagai laborato-
riumFSEI kini menjadi kantor FEBI.
Ruang kelas pun sudah dipisah,
terangnya.
Ruang kuliah untuk mahasiswa FEBI,
lanjutnya, berada di gedung H dan L.
Namun untuk perpustakaan masih
menjadi satu dengan syariah. Sebagian
laboratoriumjuga masih tetap berada di
lantai satu.
Rencananya hendak dibangun be-
berapa gedung perkuliahan baru di se-
belah Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Jumlahnya mencapai sembilan gedung,
yang didirikan dengan bantuan dana
Islamic Development Bank. FEBI akan
mendapat bantuan satu gedung berlan-
tai tiga. Sesuai rencana gedung baru su-
dah bisa digunakan pada tahun 2015.
Akhir 2014 baru mulai dibangun,
jelas Imam.
Pemisahan UKM
Pemekaran fakultas juga berimbas
pada pemisahan lembaga kemaha-
siswaan. Organisasi mahasiswa seperti
BEM dan Senat Mahasiswa FEBI disebut
Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa.
Mereka dipilih melalui musyawarah,
bukan pemilihan umum mahasiswa se-
perti yang lainnya.
Lima Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) baru juga telah dibentuk. Keli-
manya adalah Komunitas Bisnis Islam,
FEBI Sport, JQHEl-FEBI, LPMInvest, dan
Lembaga Seni Budaya (LSB) Koin. Pe-
ngurusnya sudah dilantik awal Juni lalu.
Sejumlah aktivis UKM FSEI program
studi Ekonomi Islam dan Perbankan
Syariah pun mulai bergabung ke UKM
baru. Kecuali aktivis Teater ASA yang
belum mau berpindah ke LSB, lantaran
menilai bukan lembaga teater khusus.
Ketua Teater Asa Ninik Zakiyah me-
nyayangkan, pembentukan UKM tidak
dibarengi dengan pemenuhan fasilitas
pendukung terutama gedung Pusat Ke-
giatan Mahasiswa (PKM) baru. Akibat-
nya PKM syariah sekarang harus berbagi
tempat dengan UKM baru FEBI.
Masih Darurat
Imam menyadari berbagai kondisi
minus yang ada. Menurutnya, segala
sesuatu memerlukan waktu untuk bisa
berkembang. Apalagi FEBI belum me-
miliki anggaran sendiri. Pemekaran
fakultas meniscayakan pemecahan ang-
garan. Anggaran tidak bisa turun dalam
waktu dekat, namun harus diusulkan
dua tahun sebelumnya.
Semua memang serba darurat, aku-
nya.
Selain fasilitas, pendirian fakultas
baru membutuhkan Sumber Daya Ma-
nusia, terutama pengajar yang profe-
sional di bidangnya. Namun kebutuhan
itu belum dipenuhi FEBI. Hanya 1/3
tenaga, atau 12 dari 31 jumlah dosen
FEBI yang memiliki latar belakang pen-
didikan ekonomi. Sisanya berlatar be-
lakang pendidikan agama, seperti Fikih,
Bahasa Arab, Tafsir, dan Hadis.
Harusnya dosen FEBI lebih banyak
ahli ekonominya, harap Imam.
Alih-alih masih darurat, FEBI malah
akan menambah program studi baru
yang meliputi Akuntansi Syariah, Mana-
jemen Syariah, dan Perbankan Syariah
S1 untuk menarik animo masyarakat.
Program studi tersebut sedang dalam
proses pengajuan.
Machya Afyati Ulya
Darurat Fasilitas di Fakultas Baru

Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam
didirikan. Kurangnya
fasilitas menjadi
ganjalan.
FAKULTAS BARU
LAPORAN PENDUKUNG
Kantor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam(dulu Kantor Bursa Efek).
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
8 9 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
KIAI
S
osok kiai bagi masyarakat In-
donesia (terutama jawa) bagai-
kan dua sisi mata uang yang
tak terpisahkan. Keduanya sa-
ling terikat dalam sebuah hu-
bungan paternalistik. Di mana kiai men-
duduki posisi top leader dalam struktur
kehidupan yang begitu dimuliakan.
Kemuliaan itu begitu terlihat dalam
momen-momen khusus seperti pemilu.
Kiai menjadi tujuan utama calon kepala
daerah, calon legislatif, hingga calon
presiden mencari dukungan. Restunya
diharapkan menjadi legitimasi sekaligus
perintah bagi umat untuk memilihnya.
Meski sebenarnya, restu yang diberikan
sangat jauh dari kepentingan politik.
Karena sebagai pengayom umat kiai se-
lalu memberikan dukungan kepada sia-
pa saja yang memiliki niat baik.
Dalam budaya jawa istilah kiai tak
hanya dikhususkan untuk orang islam
berilmu saja. Kiai juga bermakna se-
suatu yang diyakini memiliki keramat.
Semua yang mempunyai keistimewaan
dapat dikategorikan sebagai kiai.
Maka tak mengherankan istilah kiai
juga digunakan untuk menyebut benda
hingga binatang tertentu. Mi-salnya; Kiai
Sabuk Inten, Kiai Nagasasra, dan Kiai
Pleret. Bahkan di solo terdapat seekor
kerbau bule yang oleh masyarakat seki-
tar dinobatkan sebagai kiai karena di-
yakini mampu mendatangkan berkah,
yaitu Kiai Slamet.
Ibnu Hajar berpendapat, kata kiai be-
rakar dari bahasa jawa ya iki yang dise-
but berkali-kali. Pada saat menghadapi
persoalan, masyarakat mencari bantuan
orang pintar. Spontan mereka bilang,
kalau punya masalah kehidupan, ya iki
(ya ini), kalau ingin menentukan hari
baik ya iki. Penyebutan secara berulang-
ulang, pada akhirnya melahirkan term
kiai. (2009: 22)
Zamachsari Dhofer memberikan
tiga defnisi kiai yang terdapat dalambu-
daya jawa. Pertama, kiai adalah sebutan
terhadap benda yang diyakini memiliki
keajaiban tertentu. Kedua, kiai sebagai
gelar kehormatan untuk orang tua pada
umumnya. Ketiga, kiai merupakan sebu-
tan bagi orang yang mempunyai kedala-
man ilmu agama islam dan kharisma
tertentu, terutama yang memimpin
pesantren dan mengajar kitab kuning.
Abdi Masyarakat
Pemberian gelar sebagai kiai tak bisa
dilakukan sembarangan. Seorang de-
ngan kedalaman ilmu agama sekalipun
tidak serta-merta dapat disebut kiai.
Pemberian gelar ini menjadi kebijakan
masyarakat tanpa diminta pihak ber-
sangkutan. Penganugerahan murni bu-
kan tercipta karena faktor kebetulan.
Dalam arti senasab de-ngannya, pada-
hal kualitas spiritual dan kemasyaraka-
tannya tak memenuhi standar.
Ke-kiai-an seseorang hanya bisa
diraih melalui jalan panjang dan ber-
liku. Selain memiliki kedalaman ilmu ia
juga harus membuktikan diri tulus ikh-
las mengabdi kepada masyarakat. Se-
bagaimana sikap para nabi yang sangat
mencintai umatnya.
Di sinilah posisi kiai sebagai pewa-
ris nabi menemukan kebenarannya. Ia
menjadi perwujudan dari segala warisan
kenabian (warasatul anbiya) yang ha-
rus mampu menerjemahkannya secara
proaktif.
Dulu kiai yang umumnya tinggal di
desa, benar-benar menjadi kawan ma-
syarakat, tempat bertanya dan meminta
pertolongan. Begitu juga sebalikanya,
kiai yang begitu dihormati itu memang
mencintai masyarakat, seperti mewakaf-
kan diri untuk mereka.
Siang malam mengajar santri dan
melayani warga. Memberikan pelaja-
ran kepada yang bodoh, membantu
yang lemah, menghibur yang menderita
dan seterusnya. Itulah sosok ideal yang
menurut Abdul Ala disebut se-bagai kiai
organik, yaitu kiai dengan visi misi jelas
dalam menerjemahkan eksistensi ideal
sebagai pewaris nabi.
Kiai seperti ini masih banyak di-
jumpai di pedesaan. Aktiftas mereka bi-
asanya terpusat di musala atau langgar.
Seperti menjadi guru, muazin, imam,
sekaligus menjadi pembersihnya. Apa
yang dilakukan semata-mata untuk iba-
dah tanpa mengharap imbalan sedikit-
pun.
Berbeda dengan kenyataan hari ini,
banyak orang dengan mudahnya me-
ngaku sebagai kiai atau dengan sebu-
tan yang setara dengannya. Misalkan,
ustadz, dan mubaligh. Padahal ia belum
pernah teruji seperti para kiai terdahulu.
Audisi para dai di beberapa televisi
yang melahirkan banyak penceramah
juga tak bisa disebut sebagai Kiai. Me-
reka hanya sebatas penyampai dakwah
tanpa bisa disebut uswatun hasanah.
Fenomena ini disebut kiai picisan,
yang tercipta bukan karena produk
asli masyarakat tetapi produk peme-
rintah, pers atau diri sendiri. Wajar
saja jika perilaku mereka tak mencer-
minkan warasatul anbiya. Dakwah bu-
kan lagi sebagai bentuk pengabdian,
melainkan lahan perdagangan bernilai
ekonomi tinggi.
Kiai instan semacam ini biasanya
mempunyai kecenderungan pada sim-
bol ke-kiai-an. Misalnya, menampak-
kan diri sebagai sosok paling agamis
dengan aksesori keagamaannya. Se-
dangkan tingkah lakunya tak mencer-
minkan simbol yang disandang.
Posisi Mulia
Kedudukan kiai bukan hanya se-
bagai guru ngaji (membaca al-Quran
dan mengajarkan islampada masyara-
kat). Lebih luas lagi ia menjadi kekua-
tan tersendiri dalam semua ranah ke-
hidupan. Mulai dari sosial, ekonomi,
budaya sampai dengan politik.
Ia memiliki peran menawarkan pada
masyarakat berkaitan dengan agenda
perubahan sosial keagamaan. Baik ten-
tang interpretasi agama, cara hidup,
perubahan sosial, hingga melakukan
pendampingan ekonomi (Patoni, 2007:
24).
Berdasarkan kegiatannya yang me-
rambah semualini, kiai dapat dibedakan
menjadi empat macam; kiai pesantren,
kiai tarekat, kiai politik dan kiai pang-
gung. Klasifkasi tersebut tak selamanya
baku. Sebab beberapa kiai mampu me-
merankan lebih dari satu posisi.
Masih hangat dalam ingatan,
bagaimana Kiai Abdurrahman Wahid
(Gus Dur), pemimpin Nahdlatul Ulama
dan pesantren Tebu Ireng, dipercaya
menjadi presiden Indonesia. Walau
pada akhirnya dipaksa melepaskam
jabatan sebelum waktunya, Gus Dur
membuktikan bahwa kiai mampu me-
mimpin suatu bangsa dengan segudang
persoalannya.
Pengaruh besar kiai tak terlepas dari
kharisma yang melekat. Max Weber me-
nilai kharisma menjadi kualitas kepri-
badian yang dibedakan dari orang biasa
pada umumnya. Sehingga akan diper-
lakukan sebagai pihak yang memeroleh
anugerah kekuasaan adikodrati dan adi-
manusiawi.
Kharisma akan melahirkan pang-
gilan-panggilan. Mereka yang karena
sebab apapun dapat mendengar pang-
gilan ini lantas menanggapinya dengan
keyakinan. Mengikuti dan bertindak se-
suai apa yang dilakukan orang berkha-
risma tersebut.
Kharismalah yang membuat ge-
rak langkah dan kata-kata kiai seperti
sabda yang menuntut diamalkan dan
di-patuhi. Apalagi ia diyakini sebagai
kepanjangan tangan para nabi. Ketaatan
menjadi bentuk penghormatan seka-
ligus ikhtiar memperoleh berkah yang
dipercaya bermanfaat di dunia hingga
akhirat.
Kiai memerankan peran ganda seka-
ligus. Di satu sisi ia adalah orang saleh
yang menjadi guru umat islam. Di sisi
lain juga menjadi pemimpin, dokter,
sekaligus konsultan bagi masyarakat.
Di berbagai daerah, rumah kiai tak
pernah sepi dikunjungi warga. Keda-
tangan mereka dengan maksud bera-
gam, ada yang membawa air untuk di-
bacakan ayat al-Quran sebagai peran-
tara menyembuhkan penyakit. Ada juga
yang meminta doa, meminta saran, baik
untuk menyelesaikan persoalan, atau
sekedar menentukan hari baik melak-
sanakan hajatan. Semuanya diterima
tanpa mengharap sedikitpun imbalan.
Sikap tulus ikhlas dalam mengabdi
membuat posisi kiai begitu dimuliakan.
Ia dipandang sebagai orang yang me-
miliki daya linuwih terutama dalam
persoalan agama dan spiritual. Mereka
adalah pembuat keputusan yang efektif
dalam sistem kehidupan sosial orang
jawa. (Dhofer, 1994: 56).
Jasa besarnya tak kan pernah hilang
oleh waktu. Perayaan hari kelahiran
(haul) menjadi cara yang sering digu-
nakan untuk selalu mengenang peran-
nya. Dewasa ini perjalanan hidup kiai
juga mulai ditulis dalam buku. Seper-
ti Sang Kiai yang mengulas kisah KH.
HasyimAsyari atau Sang Pencerah yang
membahas KH. Ahmad Dahlan. Bahkan
kemudian keduanya diangkat menjadi
flmyang begitu digemari masyarakat.
Semua itu menjadi bukti kecintaan
umat terhadap kiai. Seorang guru yang
mewakafkan dirinya demi kepentingan
umat. Sosoknya menjadi fgur di mana
ilmu pengetahuan, kasih sayang, ban-
tuan dan pengayoman bisa didapatkan
masyarakat darinya.
Makna Gelar Kiai
Oleh Arif Khoirudin
K AJIAN
Kata kiai
berakar dari bahasa jawa
ya iki yang disebut berkali-
kali. Penyebutan secara ber-
ulang-ulang, pada akhirnya
melahirkan termkiai.
Ibnu Hajar
IKATAN KELUARGA ALUMNI
S
enyum Ulil Waf sumringah se-
saat setelah sampai di gerbang
Kampus 3 IAIN Walisongo Sema-
rang. Ia masih mengingat jelas
masa-masa ketika pertama kali mengin-
jakkan kaki di kampus ini. Mulai dari
mendaftar, menjalani proses kuliah,
sampai dengan wisuda pada 2009 silam.
Mahasiswi angkatan 2006 itu kem-
bali lagi ke kampusnya pada 30 Maret
2014. Kedatangannya tentu bukan lagi
karena ada jadwal kuliah, melainkan un-
tuk menghadiri undangan temu alumni.
Sudah tak sabar bertemu teman lama,
katanya.
Waf, sapaan akrabnya, menyam-
but positif acara ini. Ia pun tak sendiri,
ratusan alumni lain juga hadir dalam
acara yang berlangsung di Auditorium
2 Kampus 3 tersebut. Mereka tak seke-
dar kumpul-kumpul biasa. Para alumni
dari berbagai angkatan rela hadir demi
menyukseskan kongres Ikatan Keluarga
Alumni (IKA) IAIN Walisongo.
Pembentukan IKA IAIN Walisongo,
lanjut Waf, menjadi terobosan baru
yang patut diapresiasi. Karena akan
dapat menyatukan alumni dari semua
fakultas dan lintas angkatan. Selama ini
perkumpulan alumni masih terfokus di
masing-masing fakultas. Terkesan tidak
terkoordinasi menjadi satu.
Waf berharap, kegiatan ini bukan
sekedar seremonial tahunan semata.
Tetapi benar-benar menjadi forumyang
memiliki program jelas sehingga ber-
manfaat bagi alumni dan institusi.
Salah satu panitia pelaksana M. Rikza
Chamami mengatakan, selain sebagai
forum komunikasi, IKA IAIN Walisongo
juga diharapkan mampu menjadi wadah
pengembangan akademik yang progresif
untuk membangun jejaring yang kuat.
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan itu menjelaskan, sebagai per-
guruan tinggi yang berdiri sejak 1970,
IAIN Walisongo telah mewisuda pulu-
han ribu mahasiswa. Mereka kini terse-
bar ke berbagai penjuru tanah air. Bah-
kan ada pula yang berkarir di luar negeri.
Kiprah para alumni dalam bidang
profesi sangat beragam. Tak hanya se-
batas dalam hal agama, melainkan juga
Puluhan ribu mahasiswa telah diwisuda IAIN Walisongo. Forum komunikasi perlu dibentuk untuk
mempersatukannya.
banyak berkarir sebagai akademisi, pe-
ngusaha, hingga politisi. Sebagian bah-
kan menjabat posisi penting di pemer-
intahan, baik di eksekutif, legislatif mau-
pun yudikatif. Sangat disayangkan kalau
potensi strategis itu dibiarkan begitu
saja. Karena jika disatukan dengan baik,
keberadaan alumni akan berpengaruh
positif terhadap pengembangan IAIN
Walisongo ke depan.
Maka dari itu diputuskan untuk
membentuk wadah komunikasi dalam
bentuk ikatan alumni, jelasnya.
SebelumIKA IAIN Walisongo terben-
tuk, lanjut Rikza, terlebih dahulu tiap
fakultas mendeklarasikan berdirinya fo-
rum alumni. Lengkap dengan struktur
pengurus hingga program kegiatannya.
Berangkat dari semangat ikatan alumni
fakultas tersebut, muncullah keinginan
membentuk Ikatan Keluarga Alumni
(IKA) IAIN Walisongo.
Menurut Dekan Fakultas Syariah
Abdul Ghofur, selain media silaturahmi
keberadaan forumalumni juga diharap-
kan menjadi wahana
pemberdayaan lulu-
san. Terutama untuk
memantau perkemba-
ngan selepas wisuda.
Ini penting dilakukan
untuk memperoleh data
riil mengenai kiprah
para alumni IAIN Wali-
songo di masyarakat
hingga ke-terserapan
mereka di dunia kerja.
Eksistensi alumni
menjadi tolak ukur ke-
berhasilan proses pen-
didikan, kata Ghofur.
Salah satu indikator
keberhasilannya ialah
kesesuaian visi misi
fakultas dan institut ter-
hadap kompetensi lulu-
san yang dihasilkan.
Pendapat tersebut
dibenarkan pula oleh
Najahan Musyafak.
Ketua ikatan alum-
ni Fakultas Dakwah
dan Komunikasi itu
menjelaskan, proses pendidikan di per-
guruan tinggi dapat dikatakan berhasil
jika ada kesesuaian profesi alumni de-
ngan bidang keilmuan yang dipelajari-
nya sewaktu kuliah. IKA menjadi forum
strategis untuk melakukan evaluasi ter-
hadap hal-hal tersebut.
Memperbaiki segala sesuatu yang
kurang, katanya.
Tak hanya itu, IKA bisa juga menjadi
motivasi bagi mahasiswa. Kesuksesan
alumni dalam mengarungi hidup akan
menambah semangat mahasiswa sela-
ma belajar di IAIN Walisongo.
Konsolidasi Alumni
Kongres yang dimulai sejak pagi hari
itu menyepakati Lukman Hakimsebagai
Ketua Umum IKA IAIN Walisongo pe-
riode 2014. Sementara Rumadi terpilih
menjadi Sekretaris Jendral. Keduanya
dipilih oleh tim formatur yang terdiri
dari Muhibbin, Najahan Musyafak, Mu-
hammad Shulthon, Nasihun Amin serta
Noor Achmad.
Ketika diwawancarai Amanat, Luk-
L APORAN KHUSUS
Ngumpulke Balung Pisah
ParapesertaKongresIKAIAINWalisongo.
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m

man Hakimmenuturkan, sebuah pergu-
ruan tinggi akan semakin besar jika ter-
dapat kontribusi nyata dari para alumni-
nya.
Persebaran alumni di berbagai dae-
rah merupakan potensi jaringan yang
perlu dikembangkan. Tujuannya, tak
hanya agar para alumni berkontribusi
kembali pada almamater tetapi juga
peka dan berkontribusi langsung pada
alumni yang lain.
Ada ikatan yang menjadikan sema-
kin peka dan peduli pada alumni, tan-
dasnya.
Pada tahun pertama, jelas Lukman,
pengurus akan fokus pada konsolidasi
anggota mulai dari angkatan 1970. Dari
database alumni yang dihimpun itu,
nantinya akan dibentuk struktur dari
pusat hingga cabang di seluruh kabu-
paten dan kota, khususnya di wilayah
Jawa Tengah. Jika IKA cabang sudah ter-
bentuk maka dengan sendirinya potensi
para alumni dapat diketahui secara pas-
ti. Sehingga konsolidasi dan pola komu-
nikasi akan semakin mudah dilakukan.
Dengan begitu IKA akan mampu
menentukan arah dan tujuannya, jelas
Lukman.
Ia mengakui, tak mudah mewujud-
kan rencana tersebut. Dibutuhkan pola
kaderisasi yang baik kepada semua pe-
ngurus. Apalagi forumini sifatnya masih
paguyuban. Semua yang dilakukan atas
dasar partisipasi, sukarela, dan keikhla-
san.
Meskipun begitu, Lukman tetap ya-
kin ikhitiar membangun forumkeluarga
di IAIN Walisongo dapat terwujud.
Buktinya, baru pertama digelar IKA
telah dihadiri ratusan alumni, tuturnya.
Alumni Fakultas Dakwah dan Komu-
nikasi itu berharap, IKA IAIN Walisongo
juga dilibatkan dalam kegiatan setiap
kegiatan wisuda. Dengan ikut berpartisi-
pasi langsung, maka akan mudah men-
data para alumni tersebut. Para wisu-
dawan juga akan mendapatkan sertifkat
alumni dari IKA.
Lukman juga sedang mempersiapak-
an kartu anggota untuk seluruh alumni
yang bernilai asuransi. Jadi kartu ang-
gota ada manfaatnnya.
Tak hanya pegangan saja, pungkas-
nya.
Azid Fitriyah
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
ProsesKongresIKAIAINWalisongoyangberlangsungdiAuditorium2.
10 11 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
BUDAYA ONLINE
A
m
a
n
a
t.K
h
o
iru
l U
m
a
m
Mahasiswa sedang asyik mengakses internet dari wifi gratis di depan perpustakaan institut.
W
aktu menunjukkan pukul
delapan malam. Lilik Nur
Istiadi bergegas menuju
kampus 3 IAIN Walisongo
Semarang. Segala keperluan dipersiap-
kannya. Tak lupa ia bawa beberapa buku
dan laptop kesayangan. Mahasiswi Ko-
munikasi dan Penyiaran Islam Fakultas
Dakwah dan Komunikasi (FDK) itu bu-
kan bermaksud kuliah malam, melain-
kan hendak mencari bahan kuliah dari
internet.
Lilik tak sendiri. Banyak mahasiswa
lain juga melakukan hal serupa. Teras
perpustakaan institut menjadi salah
satu tempat favorit berselancar di du-
nia maya. Selain luas dan bersih, maha-
siswa tak perlu risau jika sewaktu-waktu
baterai laptop habis. Karena telah dise-
diakan stopkontak oleh pengelola per-
pustakaan.
Meski sudah malam, tak sedikitpun
mengurangi antusias mahasiswa dalam
memanfaatkan fasilitas wif. Aksesnya
lebih cepat, aku Lilik. Di samping itu,
suasana tenang membuatnya lebih nya-
man. Kalau siang, biasanya ramai,
tambahnya.
Internet kini bukan barang asing lagi.
Keberadaannya telah menjadi kebutu-
han pokok, tak terkecuali untuk maha-
siswa. Melalui jaringan internet, mereka
dengan mudah memperoleh beragam
informasi. Baik untuk keperluan kuliah,
menambah pengetahuan, atau sekedar
sebagai hiburan.
Hampir seluruh area kampus sudah
disediakan jaringan internet. Sivitas aka-
demika bisa memanfaatkannya dengan
gratis selama 24 jam. Tak heran, setiap
saat ada saja mahasiswa yang asyik in-
ternetan. Misalnya, di gedung kuliah,
perputakaan hingga taman. Apalagi se-
bagian besar mereka telah mempunyai
laptop sendiri.
Meski hari libur, tak sedikitpun me-
ngurangi minat mahasiswa dalam me-
manfaatkan wif. Umi Salamah berceri-
ta, setiap tanggal merah ia lebih senang
menghabiskan waktu untuk online di
kampus. Dari pada hanya malas-mala-
san di kos atau jalan ke suatu tempat.
Umi, sapaan akrabnya, menambah-
kan bahwa fasilitas hotspot sangat me-
nunjang kebutuhan akademik. Sebab
tidak semua materi tersedia di perpus-
takaan. Banyak referensi bermutu yang
bisa diakses dengan mudah. Penat hi-
lang, tugas pun kelar, aku mahasisswi
Perbankan Syariah ini.
Senada dengan Umi, Nisrinia meng-
aku begitu gemar internetan di kampus.
Banyak hal yang dapat dilakukan,
seperti membaca koran online hingga
mengakses jurnal ilmiah. Selain gra-
tis, juga menambah berbagai informasi
baru, katanya.
Adanya wif, membuat mahasiswi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) itu merasa kerasan berada di
kampus. Apalagi, area hotspot juga telah
dilengkapi dengan berbagai sarana dan
prasana yang menambah kenyamanan.
Ia menyontohkan, area hotspot di
taman FITK dilengkapi dengan banyak
tempat duduk. Setiap bangku terdapat
stopkontak yang bisa digunakan kapan
saja saat baterai laptop mulai habis.
Suasananya pun sejuk, di bawah po-
hon-pohon besar, akunya.
Fasilitas wif juga dimanfaatkan
beberapa mahasiswa sebagai media
wirausaha. Ruwaida, misalnya, maha-
siswi yang senang dengan dunia bisnis
itu menjadi anggota di salah satu pe-
rusahaan kecantikan terkemuka yang
menawarkan produk kosmetik.
Ia mengaku, wif kampus sangat
membantu bisnis online yang dija-
laninya. Pemesanan barang dari pelang-
gan jadi lebih mudah, tak butuh biaya
pula. Tak perlu repot-repot pergi ke
warnet lagi, ujar Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin itu.
Problem Baru
Internetan sudah menjadi gaya hi-
dup yang umum dilakukan. Tak hanya
dengan komputer jinjing, mahasiswa
juga mulai memanfaatkan fasilitas wif
dengan smartphone. Kemajuan teknolo-
gi, membuat mereka bisa dengan mu-
dah mengakses internet kapan saja dan
di mana saja.
Ketua Perpustakaan Institut Miswan
mengakui, dari waktu ke waktu intensi-
tas mahasiswa pengguna wif, khusus-
nya di sekitar perpustakaan terus me-
ningkat. Sarana ini memang dibutuhkan
dan bermanfaat bagi sivitas akademika.
Terutama untuk menunjang keperluan
akademik.
Sayangnya, kebiasaan itu ternyata
menimbulkan problem baru. Antusi-
asme penggunaan wif, tak diimbangi
dengan kesadaran menjaga kebersihan.
Sampah kemasan makanan dan minu-
man kerap dibiarkan begitu saja. Pada-
hal sudah disediakan tempat sampah.
Akibatnya, teras perpustakaan kotor.
Saya pernah mengunggah fotonya
ke facebook, dengan maksud menum-
buhkan kesadaran menjaga kebersihan,
keluhnya.
Selain itu, lanjutnya, wif justru digu-
nakan sebagian mahasiswa hanya untuk
sekedar bersenang-senang melalui me-
dia sosial, seperti facebook dan twitter.
Sikap ini memang tidak salah, tetapi le-
bih baik digunakan untuk mencari lite-
ratur yang sesuai dengan mata kuliah-
nya. Kalau hanya untuk selingan tidak
masalah, pesannya.
Miswan mengharap, ada tuntutan
akademis yang mewajibkan mahasiswa
membaca jurnal ilmiah di internet.
Dengan begitu, mahasiswa akan dilatih
menggunakan wif dengan bijak.
Lain lagi yang dialami Maya Rini
Handayani. Dosen FDK ini mengaku,
keberadaan wif terkadang membuat
perkuliahan terganggu. Ada mahasiswa
yang tidak memperhatikan penjelasan
dosen, malah sibuk internetan sendiri.
Biasanya facebook-an, akunya.
Mahasiswa yang berbuat demikian
pasti tidak akan fokus menerima materi.
Konsentrasinya akan terbagi dua, antara
kuliah dan facebook-an. Kalau ini terjadi,
Maya lantas memberi dua pilihan. Me-
nutup akses internet atau keluar kelas.
Penyaring
Kecenderungan mahasiswa menggu-
nakan wif sebagai hiburan, mendapat
perhatian serius dari Wenty Dwi Yuniar-
ti. Ketua Pusat Teknologi Informasi dan
Pangkalan Data (PTIPD) ini mengimbau
mahasiswa agar menggunakan media
sosial secara proposional. Tak masalah
kalau hanya untuk selingan. Jangan
sampai merugikan diri sendiri, pesan-
nya.
Hingga kini, lanjut Wenty, jumlah
wif yang terdapat di kampus 1, 2, dan
3 mencapai 32 titik. Pihaknya terus me-
ngupayakan agar semua area kampus
IAIN Walisongo terpasang jaringan in-
ternet. Agar semua sivitas akademika
bisa mengaksesnya di mana saja.
Wenty sadar benar adanya dampak
negatif internet. Untuk itu, PTIPD telah
membangun sistemproteksi berupa pe-
nyaring (fltering). Situs-situs yang tidak
mendidik seperti pornograf secara oto-
matis tak akan dapat diakses. Langkah
itu sebagai bentuk pencegahan terhadap
kemungkinan penyalahgunaan wif.
Hanya saja, sebaik apapun sistem
proteksi pasti memiliki kelemahan. Di
sini peran mahasiswalah yang paling
penting. Mereka harus bisa memilah dan
memilih informasi yang layak dibaca.
Agar fasilitas wif benar-benar berman-
faat bagi aktivitas civitas akademika.
Eka Transiana, Nurul Kholisoh
Tiada Hari Tanpa Wif
Kebiasaan online sudah menjadi gaya hidup mahasiswa. Keperluan akademik dan hiburan.
HUMANIORA
Wif
justru digunakan-
sebagian mahasiswa
hanya untuk sekedar
bersenang-senang
melalui media sosial,
seperti facebook dan
twitter.
Miswan
Ketua Perpustakaan Institut
HUMANIORA
B
eberapa anak berjalan ber-
barengan menuju rumah yang
berada di Jalan Tegalsari RT 5
RW 8 Desa Talun Sikunir, Ke-
camatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Anak-anak itu merupakan warga sekitar,
mereka berniat belajar dan membaca
buku yang ada di rumah tersebut.
Rumah yang dikunjungi mereka
itu adalah Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) Warung Pasinaon. Menurut Tirta
Nursari, penggagas sekaligus pemilik
TBM Warung Pasinaon, hampir setiap
hari ada anggota yang datang. Sedang-
kan ketika ada acara pelatihan tertentu,
selalu dipadati anggotanya.
Di Warung Pasinaon ada 300 anggo-
ta lebih yang terdaftar, dari warga asli
Bergas dan dari daerah lain, ujar ibu
yang telah memiliki dua anak tersebut.
Salah satu anggota Warung Pasinaon
Andi Yahya terlihat sibuk membolak-
balik buku yang berada di depan rak,
berisi ragam jenis buku. Andi dan te-
man-temannya sering menghabiskan
sore hari untuk bermain dan belajar ber-
sama di Warung Pasinaon.
Saya sukanya buku cerita nabi dan
Majalah Bobo, ujar Andi, siswa kelas
empat Sekolah Dasar Bergas Lor itu.
Di Warung Pasinaon, anak-anak bisa
belajar dengan gembira lantaran ada
fasilitas belajar yang cukup lengkap, an-
tara lain buku dan majalah anak-anak.
Bermacam jenis buku tersedia di rak.
Mulai dari buku cerita dan dongeng
anak-anak, buku-buku mata pelajaran
sekolah dari SD hingga SMP, buku-buku
kewirausahaan dan resep aneka maka-
nan-minuman.
Lebih dari itu, di Warung Pasinaon
anak-anak dapat belajar tanpa menge-
luarkan biaya serupiah pun. Bagi siapa
saja yang ingin belajar di sana akan di-
persilahkan. Itulah yang membuatnya
memiliki banyak anggota dari beragam
usia.
Anggota Warung Pasinaon mulai
dari anak-anak, hingga orang tua, ujar
Bu Ita, sapaan akrab Tirta Nursari
Memantik Kreativitas
Dirintis semenjak 2007, TBM telah
mengalami banyak perkembangan.
TBM yang dulunya hanya sebagai tem-
pat membaca dan belajar membaca kini
mempunyai berbagai program pember-
dayaan masyarakat.
Di antaranya adalah mengadakan
pelatihan jurnalistik. Setelah kemam-
puan para anggota Warung Pasinaon
dirasa cukup di bidang jurnalistik, akhir-
nya dilanjutkan denga membuat beber-
apa produk jurnalistik, yaitu majalah Pa-
sinaon dan majalah Ekspresi Pasinaon
(Ekspas).
Majalah Pasinaon dibuat anggota
yang tergolong berumur tua, untuk para
remaja dan pemuda mengekspresikan
keterampilan menulisnya lewat majalah
Ekspas, jelas Tirta.
Melihat perkembangan Warung Pa-
sinaon yang semakin baik berkat du-
kungan dari masyarakat dan beberapa
sponsor. Tirta melebarkan sayap men-
jajaki wirausaha agar masyarakat punya
berbagai keterampilan selain daripada
membaca dan tulis menulis.
Hal itu ia lakukan bersama anggota
lain, bekerja sama dengan beberapa
kampus yang ada di Semarang.
Anggota di sini juga membuat
sepatu lukis, mereka diajari mahasiswa
Unnes dan Undip yang dari mahasiswa
WARUNG PASINAON
Rumah Pintar Masyarakat Lokal
Warung Pasinaon terus berupaya memberi pendidikan dan berbagai pelatihan keterampilan.
Di Bergas, Ungaran, rumah pintar itu sangat dikenal.
wirausaha, ujarnya.
Selain sepatu lukis, ada kegiatan me-
nari, kreasi kerajinan dari kain fanel,
kreasi wayang bocah, pembuatan tas,
pakaian, dan mainan anak-anak untuk
mengasah otak. Tirta dan para relawan-
nya selalu berusaha melakukan inovasi
agar anak-anak tidak jenuh dan terus
berkunjung ke Warung Pasinaon. Semua
kegiatan itu menurut Tirta dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah dibuat para ang-
gota dan relawan di Warung Pasinaon.
Itulah kondisi di Warung Pasinaon
yang mirip sebuah perpustakaan dan di-
juluki masyarakat sebagai rumah pintar.
Warung Pasinaon telah mimiliki dua ru-
angan sebagai perpustakaan yang berisi
bermacam buku. Untuk buku bacaan
yang agak berat dan untuk orang yang
sudah berumur, terletak di dalam ru-
angan, untuk buku anak-anak berada di
teras rumah.
Sekarang kita punya koleksi enam
ribuan buku, jelasnya.
Untuk Masyarakat
Mengenai pemakaian kata Warung
Pasinaon Tirta menuturkan, idiom itu
cocok untuk menarik perhatian warga.
Karena kata warung dekat dan tem-
pat yang sering dikunjungi masyarakat.
Harapannya mereka yang datang, ke-
tika pulang bisa kenyang ilmu penge-
tahuan. Sementara untuk pasinaon
dalam bahasa Jawa berarti pembelaja-
ran.
Siapa saja yang ingin belajar boleh
datang ke warung ini, jelasnya.
Masyarakat mengaku tertarik untuk
belajar di sana. Seperti halnya Sheila
Mardiani Ayu, Ia merasa nyaman belajar
di warung pasinaon lantaran sukarela-
wan yang di tempat itu ramah dan mau
mengajari dengan sabar.
Yang mengajar di sini perhatian ke-
pada kita, jika tidak paham tugas seko-
lah ada yang membimbing, ujar Sheila,
pelajar SMP di Bergas ini.
Awalnya, pendirian Warung Pa-
sinaon ini diperuntukkan untuk warga
yang mengalami kesulitan atau kurang
beruntung di bidang pendidikan. Ketika
itu, Tirta melihat banyak anak-anak di
Bergas yang belum mendapat pendidi-
kan secara memadai.
Banyak orangyangbekerjadi pabrik,
anak-anak kurang terurus, tidak ada
yang mengarahkan dan mendampingi
setelah pulang sekolah. Ada infltrasi
dari luar, juga muncul kenakalan-ke-
nakalan remaja, serta seksualitas dini,
ujarnya.
Di tahun-tahun itu kondisi keber-
aksaraan masyarakat juga masih rendah,
terutama untuk ibu-ibu rumah tangga
yang sebagian tak bisa membaca dan
menulis. Menurut Tirta, setiap orang
perlu bisa membaca dan menulis, su-
paya tidak mudah dibodohi atau ditipu
oleh orang lain.
Suminah (45), salah satu anggota
pasinaon yang dulunya buta aksara,
mengaku sangat bangga lantaran seka-
rang bisa membaca dan menulis. Ke-
mampuan membaca dan menulis itu ia
peroleh semenjak ia belajar di Warung
Pasinaon.
Saya senang ada Warung Pasinaon
di desa ini, semoga semakin baik, ha-
rapnya.
Suka Tantangan
Sebagai pengurus Warung Pasinaon,
Tirta mendapat banyak pengalaman
dalam perjalanan menjaga eksistensi
TBM. Tahun-tahun awal berdirinya TBM
hanya segelintir orang yang mau belajar
di tempat tersebut, karena masyarakat
belumsadar akan pentingnya membaca.
Dalam perkembangannya, Warung
Pasinaon telah berpindah lokasi hingga
tiga kali lantaran tidak memilki biaya un-
tuk membeli tempat. Pertama kali pin-
dah saat berada di Musala karena dirasa
mengganggu warga yang beribadah,
setelah itu didirikan lagi di rumah orang
tua, dan terakhir dipindah di rumah
sendiri yang didirikannya bersama sua-
minya, Hermawan Budi Sentosa.
Kadang terasa jenuh dan melelah-
kan, tapi itu biasa, kata Tirta.
Meski banyak kesulitan yang dialami,
hal itu tidak menyurutkan semangat Wa-
rung Pasinaon untuk terus berkontribusi
baik kepada masyarakat. Bersama sang
suami, ia menghadapinya dengan is-
tiqomah dan selalu bersyukur. Ia merasa
suaminya juga para relawan di Warung
Pasinaon berperan besar dalam per-
juangannya selama itu.
Suami sangat mendukung, beliau
kapan pun selalu ada jika dibutuh-
kan, ujar Tirta dengan senyum yang
mengembang.
Akhirnya perjuangan itu berbuah
manis, tahun 2009 Warung Pasinaon
memperoleh juara 1 Manajemen TBM
se-Jawa Tengah. Setelah itu tambah
baik prestasinya karena menjadi juara 1
TBM Kreatif Tingkat Nasional di tahun
2011. Dari situlah, sampai sekarang Tirta
masih cukup sering diundang untuk
mengisi acara atau jadi narasumber ter-
kait pengelolaan TBM, baik di dalam
dan luar kota.
Meski begitu, kondisi Warung Pasi-
naon mengalami pasang-surut. Ke-
giatan-kegiatan yang dilakukan ada
kalanya tidak lagi jalan, bahkan hilang.
Seperti pada 2014 sekarang ini, majalah
Pasinaon dan beberapa pelatihan
tengah vakum.
Namun Tirta punya semangat besar
mengelola taman bacaan yang susah
payah dibangunnya ini. Karena dirinya
selalu menemukan inspirasi di situ. Ia
merasa terus termotivasi ketika mampu
menolong sesama, Tirta berprinsip ke-
baikan itu perlu ditularkan ke orang lain
agar diri seseorang bisa bahagia.
Rohman Kusriyono
Warung Pasinaon yang terletak di desa Bergas Lor, Ungaran.
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
12 13 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
PEMBIMBING SKRIPSI
S
ejak pukul 09.00 WIB kantor
Fakultas Syariah mulai ramai
didatangi mahasiswa. Mereka
duduk di kursi yang tersedia di-
beberapa tempat sembari sibuk dengan
aktivitas masing-masing. Kedatangan
para mahasiswa tidak lain untuk bimbi-
ngan skripsi.
Ali Masyhudi salah satunya, sudah
sejak pagi ia menunggu dosen pembim-
bing tiba di kantor. Ia sering menunggu
sang dosen dalam waktu lama. Maha-
siswa Ilmu Falak itu sadar keterlambatan
disebabkan kesibukan yang beraneka ra-
gam. Yang penting sabar, pesannya.
Hanya saja ketika terlambat datang
atau berhalangan hadir mestinya dosen
mau memberi informasi. Itu harapan
Masyhudi, supaya mahasiswa tidak te-
rus menunggu. Jangan dibiarkan begitu
saja, harapnya.
Pendapat senada juga diutarakan
Siti Ghanimah. Menurutnya, perlu ada
kejelasan proses bimbingan agar waktu
mahasiswa tidak terbuang sia-sia. Sama
seperti dosen, mahasiswa juga memiliki
kesibukan lain. Dosen bisa saja mem-
buat jadwal khusus untuk bimbingan.
Dengan begitu mahasiswa tak akan bi-
ngung mencari keberadaan pembim-
bing. Sebaliknya dosen juga tidak akan
dikejar-kejar mahasiswa.
Lain lagi yang dialami Ihyauddin. Ia
mengaku, selain kerap terlambat datang,
salah satu pembimbingnya bahkan sulit
ditemui. Ketika dihubungi lewat telepon
juga jarang direspon. Itulah yang menye-
babkan pembuatan skripsinya tak kun-
jung usai. Padahal pembimbing satu
sudah menyatakan selesai, akunya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) itu menambahkan,
dalam jangka dua bulan dosen tersebut
baru memberikan bimbingan tiga kali. Ia
sangat paham dengan segala kesibukan
dosen. Namun bukan berarti hak maha-
siswa lantas bisa dikesampingkan begitu
saja. Sebab ketika diberi surat penun-
jukkan pembimbing dosen terkait telah
menyatakan sanggup.
Ihyauddin berharap, paling tidak ada
satu hari dalam seminggu dosen me-
Bimbingan Via Email
Dosen pembimbing sulit ditemui. Pemanfaatan email dalam bimbingan bisa menjadi solusi.
luangkan waktu untuk bimbingan. Su-
paya pembuatan skripsi cepat selesai,
harapnya.
Proses bimbingan skripsi bukan
hanya dikeluhkan mahasiswa. Bebe-
rapa dosen justru menyayangkan kedi-
siplinan mahasiswa dalam bimbingan.
Rohman Ulfa misalnya, dosen Fakultas
Ushuluddin itu menyayangkan sikap
beberapa mahasiswa yang kurang mem-
perhatikan waktu. Kebanyakan dari
mereka baru meminta bimbingan ketika
sudah mendekati waktu ujian. Padahal
jauh hari sebelumnya mereka tidak per-
nah datang untuk konsultasi.
Ada saja alasan mahasiswa untuk
membela diri, keluh Ketua Jurusan Per-
bandingan Agama itu.
Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Syariah Abdul Ghofur yakin,
para dosen pasti mengerti dengan tu-
gas dan tanggung jawabnya. Kalaupun
pernah lupa pasti tidak terus-menerus,
hal ini tentu manusiawi. Jangan saling
menyalahkan, pesannya. Ia berharap
agar kewajiban memberi pengarahan
dalamproses pembuatan skripsi maha-
siswa jangan sampai dilalaikan. Kalau
bisa justru kualitasnya selalu ditingkat-
kan.
Jika mahasiswa merasa pembim-
bing tidak menjalankan kewajiban seba-
gaimana mestinya, Wakil Dekan Bidang
Akademik FITK Shodiq menyarankan,
agar mahasiswa melapor padanya. Pe-
ngaduan itu dapat dilakukan secara in-
dividu maupun kolektif.
Kalau masalahnya dosen sulit dite-
mui, nanti saya yang akan menghubu-
ngi, ujarnya.
Namun tindakan itu tidak bisa di-
lakukan dengan sembarangan. Ia perlu
mencari tahu kebenarannya terlebih da-
hulu. Bisa saja yang bermasalah bukan
pada dosen tetapi justru mahasiswa itu
sendiri.
Berbagai persolan yang terjadi wak-
tu proses bimbingan, lanjutnya, perlu
disikapi dengan bijaksana. Banyak fak-
tor yang menjadi penyebabnya. Kedua
pihak perlu menjalin komunikasi yang
baik, agar dapat saling memahami
kondisi.
Bimbingan Via Email
Ibnu Hadjar memiliki cara sendiri
dalam membimbing skripsi mahasiswa.
Ketika sibuk dengan berbagai jadwal
kegiatan, Direktur Pascasarjana IAIN
Walisongo ini meminta mahasiswa un-
tuk mengirimkan data skripsinya mela-
lui email.
Cara seperti ini cukup efektif, kare-
na tanggung jawab kepada mahasiswa
tidak terhambat. Dari segi ekonomi juga
menjadi lebih hemat karena tidak perlu
mencetak di kertas berulang-ulang.
Guru besar FITK itu mengatakan, ke-
majuan teknologi harus dimanfaatkan
betul dalam pembuatan skripsi maha-
siswa. Penggunaan email salah satunya.
Dengan cara itu baik mahasiswa mau-
pun dosen pembimbing akan sama-sa-
ma diuntungkan.
Berbagai keluhan mahasiswa ten-
tang sulitnya menemui pembimbing
bisa teratasi, ujar Ibnu.
Memang langkah ini ia lakukan atas
inisiatif pribadi. Ibnu merasa, kewajiban
membimbing harus tetap dilakukan
meski sedang banyak aktivitas. Supaya
mahasiswa dimudahkan, ucapnya.
Bagi Ihyauddin, metode bimbingan
konvensional dengan menyari-nyari
dosen sambil membawa kertas cetakan
tidak efektif lagi. Bahkan cenderung
memberatkan mahasiswa.
Pengoreksian bab demi bab dari
pembimbing seringkali tidak menye-
luruh. Misalnya saja, dalam bab satu
yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah dan tujuan penelitian hanya
dikoreksi di bagian latar belakang. Di
hari selanjutnya yang dikoreksi sekedar
tujuan penelitian. Akibatnya mahasiswa
harus berulang kali mencetak hanya un-
tuk satu bab. Cara seperti ini memper-
sulit mahasiswa karena tidak ekonomis,
keluhnya.
Hal itu tak kan terjadi jika bimbi-
ngan bisa dilakukan lewat email. Apa-
lagi kampus telah menyediakan jaringan
internet yang dapat digunakan kapan
saja. Sudah saatnya dilakukan peruba-
han metode bimbingan, harapnya.
Mekanisme Penentuan
Dalam buku panduan skripsi dise-
butkan, syarat pembimbing ialah dosen
berpangkat fungsional paling rendah
lektor atau asisten ahli yang serendah-
rendahnya berijazah magister. Pem-
bimbing ditetapkan oleh dekan atas
nama rektor dengan mempertimbang-
kan kompetensi dan keahlian dosen.
Pada situasi tertentu dosen yang be-
lummemenuhi syarat administratif juga
bisa menjadi pembimbing. Shodiq me-
nyontohkan, di Tadris Kimia mayoritas
dosennya masih muda. Mereka belum
berpangkat asisten ahli, namun tetap
dijadikan pembimbing skripsi lantaran
dosen berpangkat asisten ahli bidang
kimia sangat terbatas.
Syaratnya dosen tersebut pernah
memiliki pengalaman menulis di jurnal
ilmiah atau penelitian lainnya, kata-
nya. Untuk meningkatkan kualitas para
do-sen muda ini, mereka diwajibkan
mengikuti pelatihan khusus metodologi
setahun sekali.
Biasanya pembimbing skripsi dibagi
dua. Satu fokus pada isi, satu lagi fokus
pada metodologi. Namun dalam prak-
tiknya keberadaan dua pembimbing
menimbulkan persoalan tersendiri.
Ihyauddin menuturkan, pembim-
bing yang seharusnya fokus pada me-
todologi penulisan kerap menyampuri
sampai pada materi, begitupun seba-
liknya. Walhasil pengarahan keduanya
justru sering bertentangan. Harusnya
ada garis jelas mengenai wilayah kerja
pembimbing, harapnya.
Sekretaris Jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi Fitriyati membenarkan,
tugas dua pembimbing itu berbeda.
Keduanya harus mampu bekerja sama
dalam proses bimbingan. Ia menilai
sangat wajar jika ada pembimbing me-
todologi yang juga mengoreksi bagian
teori. Sebab keduanya memang terkait.
Yang penting setiap pembimbing te-
lah melaksanakan tanggung jawabnya.
Tuturnya.
Erlina Anggraini, Indarwati
SKETSA
Mahasiswa sedang menunggu kedatangan dosen pembimbing di kantor Fakultas Syariah.
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
S
elepas ashar beberapa orang
berkendara sepeda motor, leng-
kap dengan baju olahraga mulai
berdatangan di Kampus 3 IAIN
Walisongo. Salah seorang dari mereka
berhenti di tepi jalan menghampiri ma-
hasiswa yang kebetulan lewat. Dengan
tergopoh-gopoh ia bertanya, Mas Ge-
dung Serba Guna (GSG) di sebelah mana
ya?. Dengan cekatan sang mahasiswa
memberi petunjuk jalan mana yang
harus dilalui. Begitu mendapat jawaban
mereka lantas menuju tempat yang ditu-
ju.
Menjelang sore hari, GSG seringkali
didatangi orang yang hendak berolah-
raga. Baik futsal, bola voli, maupun bulu
tangkis. Penggunanya bukan saja dari
kalangan mahasiswa, melainkan juga
dosen, karyawan, hingga masyarakat
umum.
Salah seorang pengguna Kumaruddin
mengatakan, letak strategis ditambah ke-
beradaan berbagai fasilitas penunjang
yang cukup lengkap, menjadikan GSG
mempunyai nilai lebih di hati pengguna.
Hampir setiap hari dapat dipastikan ada
jadwal latihan. Untuk bisa memeroleh ja-
tah sewa para pengguna harus rela men-
gantre terlebih dulu.
Harga sewa yang relatif murah
dibanding pusat olahraga lain membuat
para pengguna lebih memilih GSG seba-
gai tempat berolahraga. Ada selisih seki-
tar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per jam.
Namun kualitasnya lebih bagus, ujar
Kumaruddin.
Muhammad Abdul Aziz menyon-
tohkan, lampu di arena lapangan lebih
terang dibanding tempat lain. Meski ber-
main futsal pada malam hari tidak akan
menjadi persoalan. Lapangannya juga
berkualitas bagus sehingga membuat lari
semakin enak. Jarang-jarang ada yang
seperti ini, akunya.
Kepala Sub Bagian Rumah Tangga M.
Munif mengaku, penetapan tarif sewa
GSG sengaja disesuaikan dengan tingkat
kemampuan pengguna terutama ma-
hasiswa. Tujuannya agar semua lapisan
masyarakat bisa memanfaatkan. Me-
Dari GSG untuk Semua
Minat pengguna terus meningkat, gedung serba guna berpotensi jadi ikon kampus.
mang untuk setiap jenis acara tarifnya
berbeda. Namun ia meyakinkan, har-
ganya di bawah standar rata-rata pusat
olahraga lain.
Munif menyebutkan, untuk lapangan
futsal tarif siang hari Rp70 ribu per jam,
malam hari; Rp90 ribu per jam. Lapa-
ngan bulu tangkis siang hari Rp20 ribu
per jam, malam hari Rp25 ribu per jam.
Lapangan voli siang hari Rp40 ribu per
jam, malam hari Rp50 ribu per jam. Se-
dangkan untuk kegiatan umum seperti
pernikahan Rp2.5 juta/8 jam.
Khusus bagi mahasiswa jika ingin
mengadakan acara semacam perlom-
baan tidak akan dibebani biaya sewa.
Asalkan mau mengikuti prosedur yang
telah ditentukan. Mekanismenya tentu
melalui Kabag Rumah Tangga, jelasnya.
Ikon Kampus
Terus meningkatnya minat peng-
gunaan GSG, membuat Munif merasa
bangga. Ia selalu berusaha meningkat-
kan kualitas pelayanan. Supaya para pe-
langgan merasa puas. Kerja keras itu kini
berbuah manis. Tercatat beberapa acara
dengan level nasional pernah berlang-
sung di GSG, seperti Pekan Olah Raga
Bola Voli yang digelar Bea Cukai.
Bahkan, beberapa waktu lalu GSG
dilirik panitia Pekan Olah Raga Nasional
(PON) Jawa Tengah sebagai tempat per-
helatan cabang olahraga anggar, ungka-
pnya.
Pengelola lapangan GSG Amaruddin
mengatakan, setiap hari ia harus mela-
yani para pengguna hingga larut malam.
Mereka rela menunggu hingga giliran
main tba. Di antaranya bahkan ada
yang menjadi pelanggan tetap. Dengan
memesan hari dan jam khusus untuk
latihan. Penuh terus, akunya.
Hanya saja, lanjut Amaruddin, terda-
pat problemteknis yang perlu segera di-
carikan solusi. Pengelolaan arena pusat
olahraga yang cukup luas tak mungkin
hanya mengandalkan satu-dua tenaga.
Sehingga kebersihan dan kebutuhan
lain yang sifatnya praktis belum bisa di-
layani secara maksimal.
Untungnya para pengguna dapat
diajak kerjasama dalam menjaga keber-
sihan dan etika penggunaan. Walhasil
fasilitas GSG masih tetap terjaga dan
terawat dengan baik. Ini aset berharga
IAIN, ujar Amaruddin.
Jika dikelola lebih profesional lagi
menurut Kumaruddin, bukan tidak
mungkin GSG mampu menjadi ikon
kampus. Tentu untuk mewujudkan-
nya perlu komitmen serius dari semua
pihak. Terutama dari pimpinan. Sebab
penilaian utama pengguna terletak pada
fasilitas. Semakin baik, citranya pun
baik, ujarnya.
Ia menyontohkan, belum adanya
fasilitas pendingin udara membuat are-
na lapangan yang luas terasa panas. Ter-
utama pada siang hari. Pastinya keadaan
seperti ini membuat pengguna kurang
nyaman.
Seorang pelajar SMA 8 Semarang
Mudaris mengatakan, mulai menge-
nal IAIN Walisongo lantaran kerap me-
nyewa GSG untuk berolahraga. Selama
ini ia hanya tahu kampus yang berada
di wilayah kecamatan Ngaliyan itu dari
luarnya saja. Sekedar lewat di depan,
akunya.
Mudaris tak pernah menyangka,
kalau di dalamnya juga tersedia ber-
macamfasilitas menarik seperti gedung
olahraga. Yang saya tahu sebelumnya
IAIN hanya kampus agama, katanya.
Anggapan itu tak ditampik Munif.
Pengguna GSG berasal dari berbagai
kalangan. Mulai dari siswa, dinas, hing-
ga perusahaan-perusahan. Kondisi ini
tentu harus dimanfaatkan dengan baik.
Bisa saja dari GSGIAIN jadi lebih dike-
nal masyarakat luas, harapnya.
Utamakan Mahasiswa
Pengguna yang kian banyak mem-
buat mahasiswa menjadi gelisah.
Mereka merasa haknya dalam meman-
faatkan GSG dikesampingkan. Syueb
Abdul Rohman misalnya, ia mengaku
bingung dengan prinsip pengelolaan
gedung olahraga itu. Meski berstatus
Badan Layanan Umum(BLU), harusnya
mahasiswa diberi prioritas lebih dalam
penggunaan. Seringkali ketika hendak
menyewa selalu saja sudah dipesan
oleh pihak luar.
Gedung milik kampus kenapa pri-
oritas justru ke penyewa luar, keluh
mahasiswa Tafsir Hadist itu.
Amaruddin kerap kali merasa dile-
ma jika antara mahasiswa dan pelang-
gan tetap, ingin menyewa dalam waktu
yang sama. Pasti ujung-ujungnya
diprotes, keluh Amaruddin. Sejauh ini,
untuk menyeimbangkan penggunaan
sebatas inisiatif pengelola lapangan.
Berbagai keluhan itu dipahami Mu-
nif. Sebagai bagian dari BLU, GSG me-
mang diperuntukkan bagi semua pihak.
Dari awal memang untuk disewakan.
Penggunanya bisa dari masyarakat
umum maupun mahasiswa. Asalkan
menyewa pasti dilayani. Tidak ada
salah satu pihak yang diprioritaskan.
Penggunaannya diatur berimbang ,
jelasnya.
Mahfudz Fauzi
Khusus
bagi mahasiswa
jika ingin mengadakan
acara semacam
perlombaan tidak akan
dibebani biaya sewa,
asalkan mau mengikuti
prosedur
yang telah ditentukan.
M. Munif
Kepala Sub Bagian Rumah Tangga

SKETSA
GEDUNG SERBA GUNA
UKMKorps Suka Rela mengadakan kegiatan di GSG.
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
14 15 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
TAJUK
Wujudkan Mimpi UKT
P
emberlakuan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) di se-
luruh Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) membuka harapan baru terciptanya
pemerataan pendidikan. Terhitung sejak semester ge-
nap tahun akademik 2013/2014, sistem pembayaran
Uang Kuliah Tunggal (UKT) resmi dite-rapkan untuk
mahasiswa mulai angkatan 2013.
UKT ialah sebagian biaya yang ditanggung setiap
mahasiswa pada setiap jurusan atau program studi
untuk program diploma dan program sarjana. Sistem
pembayaran kuliah ini berlaku terlebih dahulu di Per-
guruan Tinggi Negeri seluruh Indonesia.
Meski terlambat setahun, penerapan UKT di PTAIN
patut diapresiasi semua pihak. Gagasan yang bermula
dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan itu
mempunyai impian besar untuk memberi kesempatan
setara pada semua orang. Harapannya orang-orang
dari beragamlatar belakang ekonomi bisa mengenyam
pendidikan hingga bangku kuliah. Perguruan tinggi ti-
dak boleh lagi mengesam-pingkan masyarakat miskin
dengan menetapkan biaya kuliah setinggi langit.
Selama ini pendidikan tinggi terkesan dinikmati
golo-ngan berduit semata. Besarnya biaya yang ha-
rus dikeluarkan, menghambat masyarakat miskin me-
ngakses pendidikan hingga sarjana. Bagi mereka, men-
jadi mahasiswa hanya sebuah mimpi di siang bolong.
Kesenjangan pendidikan inilah yang coba dihilangkan
melalui UKT. Caranya, biaya kuliah akan disesuaikan
dengan tingkat kemampuan ekonomi orang tua.
Dalam UKT, biaya kuliah tidak lagi dipukul rata.
Namun dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap
kampus memiliki kebijakan sendiri dalammenetapkan
jumlah kelompok. Begitu juga dalam hal pemilihan
metode penentuan tingkat ekonomi orang tua maha-
siswa.
Khusus di PTAIN, Peraturan Menteri Agama No-
mor 96 Tahun 2013 telah mengatur jumlah kelompok
UKT menjadi tiga. Begitupun di IAIN Walisongo. Tiga
golongan itu meliputi, tingkat ekonomi bawah, standar
dan tinggi. Dengan begitu, diharapkan mahasiswa ber-
ekonomi rendah tak lagi terbebani dengan biaya kuliah
karena akan mendapat subsidi silang dari mereka yang
kaya.
Sayang, dalam tahap implementasi pembagian
kelompok tak semulus yang dibayangkan. Penyebab-
nya, metode penentuan melalui data isian, tak mampu
menggambarkan keadaan ekonomi mahasiswa se-
sungguhnya. Terutama bagi mereka yang orang tuanya
tidak memiliki penghasilan tetap per bulan.
Selain itu, adapula mahasiswa yang berlaku curang.
Mereka memanipulasi jumlah penghasilan orang tua
demi bisa masuk ke kelompok pertama. Akibatnya,
pembagian kelompok menjadi kocar-kacir. Terdapat
mahasiswa berekonomi rendah masuk pada kelompok
dua bahkan tiga. Begitu pun sebaliknya, ada mahasiswa
berekonomi tinggi justru berada di kelompok satu.
Klaimbirokrasi IAIN mengenai keakuratan metode
data isian dipatahkan dengan kenyataan di lapangan.
Jurang kesenjangan justru semakin lebar. Membuat
mahasiswa berekonomi rendah yang berada pada
golongan dua dan tiga kian tak berdaya.
Jika tak dibenahi, cita-cita mulia UKT akan berakhir
pada kegagalan. Alih-alih meringankan biaya kuliah,
UKT justru menjadi mimpi buruk mahasiswa. Karena
harus membayar ongkos pendidikan di luar batas ke-
mampuannya.
Melihat kondisi ini, birokrasi tak perlu terus bersi-
kukuh menilai data isian sebagai metode paling sahih.
Supaya data yang dihasilkan benar, perlu digunakan
beberapa metode sekaligus. Seperti usul Rasdi Ek
Siswoyo, menambahnya dengan survei langsung ke
rumah. Tentu hal ini membutuhkan energi lebih, baik
dalampikiran, tenaga hingga biaya.
Dengan menggunkan beberapa metode akan di-
hasilkan data yang lebih akurat. Sehingga kemungki-
nan kesalahan dapat diminimalisir serendah mungkin.
Bukan sekedar mengandalkan hasilnya pada keberun-
tungan data isian saja.
Impian indah UKT harus diwujudkan dengan tin-
dakan. Komitmen menjadi kunci utama, di samping
kemauan dan keseriusan. Esensi pemberlakuan UKT
adalah memberi rasa keadilan kepada semua maha-
siswa. Jangan sampai asas keadilan itu tergerus hanya
karena penentuan kelompok secara asal-asalan.
Redaksi
I
ndonesia dikenal sebagai
bangsa beragama. Agama
menjadi kekuatan idiologi
dan sosial yang mampu
menghadirkan kesadaran
kolektif mengusir kaum pen-
jajah dari bumi pertiwi. Agama
menjelma motivator sekaligus
kekuatan kritis. Sehingga umat
mampu mela-kukan kritik so-
sial atas berbagai persoalan;
kemiskinan, ketertindasan dan
keterbelakangan.
Setelahera perjuanganbera-
khir, kini kita berada di alamke-
merdekaan dan pembangunan.
Namun kebebasan yang diraih
membuat agama kemudian
mengalami degradasi, alienasi,
deviasi, dan katup legitimasi
penguasa. Ia tidak lagi menjadi
kekuatan etik dan moral yang
mampu me-ngoreksi perilaku
kekuasaan.
Agama hanya berperan se-
bagai subordinasi yang me-
legitimasi kekuasaan. Terdepan
membela semua kebijakan dan
keinginan pemerintah. Seperti
program keluarga berancana,
transmigrasi, hingga pemberan-
tasan teroris. Tokoh agama di-
jadikan tameng meredam ber-
bagai konfik sosial yang dilabeli
agama. Mereka diminta maju ke
depan melerai berbagai persoa-
lan hingga memberangus suatu
ajaran.
Disisi lain, agama harus
menanggung beban akibat ke-
bijakan pemerintah dalam me-
nangggulangi konfik. Negara
dalam konteks ini tidak akan
pernah mau kalah dan disalah-
kan. Negara (baca: rezim ter-
tentu) tetap saja mengatakan
apa yang dilakukannya benar
karena alasan kepenti-ngan sta-
bilitas nasional.
Korporatisme Negara
Peran kritis agama seba-
gai kekuatan evaluatif dan pe-
nyeimbang hidup berbangsa
seperti pada awal kemerdekaan,
telah mengalami kemeroso-
tan. Negara (baca: rezim orde
baru) telah menancapkan
kuku dengan merangkul dan
mengooptasi berbagai elit serta
pimpinan umat melalui kebija-
kan korporatisme negara.
Agama yang semula hidup
dalam ruang dan alam kultur,
kemudian disemai ke bingkai
korporatisme negara. Melalui
pembentukan berbagai lemba-
ga keagamaan. Maka lahirlah
Mejelis Ulama Indonesia (MUI),
Dewan gereja Indonesia, dan
Walubi. Melalui berbagai or-
ganisasi keagamaan tersebut,
kemudian muncul polarisasi
dalamkehidupan umat.
Agama negara yang diwakili
organisasi keagamaan, sengaja
dilahirkan demi kepentingan
pemimpin. Berwatak rasional,
pragmatis struktural, birokratis,
dan cenderung menjadi stem-
pel kebijakan negara. Sedang-
kan agama rakyat yang berse-
mayamdalamaral kultural ber-
baur dengan berbagai kekuatan
mistik dan adat budaya cen-
derung mengambil peran kritis
terhadap kebijakan pemerintah.
Lambat laun kekuatan aga-
Involusi Peran Kritis Agama
marakyat menjadi lemah. Sebab
para elit yang sebelumnya men-
jadi kekuatan inti mulai beralih
ke agama negara. Tinggallah
mereka dengan komunitas dan
subkultur yang ada. Terus ber-
tahan mengembangkan tradisi
keagamaan yang komunal dan
kritis di tengah arus koorpora-
tisme negara.
Akibatnya terjadi penyem-
palan dari arus maisntrem yang
kemudian lahir berbagai kaum
pinggiran radikal dalammelihat
peran pemerintah. Oleh negara
kemudian mereka dianggap te-
roris yang mengancam kehidu-
pan manusia dan negara.
Dalam konteks ini bukan
saja telah terjadi involusi peran
kritis agama. Melainkan sam-
pai pada konfik antara agama
negara dengan agama rakyat.
Karena masing-masing hidup
di alamyang berbeda. Yang satu
menyatu dengan desah kehidu-
pan nyata, satunya lagi berubah
dan memanipulasi fakta untuk
kepentingan negara.
Mereka membuat berbagai
festival keagamaan dan sim-
bolisasi yang kering makna.
Agama diperas hanya untuk
me-ngurusi kemauan peme-
rintah. Sementara potensi laten
agama sebagai kekuatan kritis
dipendam dalam-dalam. Untuk
itu, diperlukan asosiasi keaga-
maan swasta yang dapat men-
jadi mediasi, melerai potensi
konfik antara agama rakyat dan
negara.
Meretas Involusi
Polarisasi agama dalam rea-
litas kehidupan umat harus
segara diselesaikan. Caranya,
melepaskan semua kebijakan
korporatisme negara. Biarlah
agama dan pemeluknya hidup
dalamspririt agama sejati. Yang
memiliki dimensi keyakinan,
ritual, pelaksanaan, dan kon-
sekuensi keagamaan.
Biarkan agama berada
dalam alam dan kulturnya.
Agama akan menunjukkan wa-
tak sejati asalkan diberi kebe-
basan berkembang. Menjelma
kekuatan spi-ritual, ideologis,
dan penyangga kehampaan so-
sial. Agama akan hadir sebagai
perekat sosial sekaligus pe-
nyembuh konfik.
Sementara tokoh agama
yang sempat tersesat dalam
agama negara, segeralah turun
ke bumi. Ke alam kultur ber-
sama masyarakat dengan sega-
la romantika. Tinggalkanlah
gelanggang rezim apapun itu,
karena akan menyesahkan na-
pas dan menyempitkan peran
agama. Semua orang tak akan
rela jika agama hanya berperan
sepihak. Sebagai justifkasi dan
legitimasi kepentingan peme-
rintah dan mengabaikan peran
evaluatifnya.
Kelaparan, kemiskinan, dan
ketertinggalan umat ternyata
tidak mampu diselesaikan oleh
agama negara yang asyik den-
ganvestifalisasi dansimbolisasi.
Justrusebaliknya, umat semakin
asing dari agamanya. Tidak me-
miliki akses terhadap langgam
dan dasar logika agama ketika
menyua-rakan ketertindasannya.
Umat mengalami alienasi dengan
organisasi keagamaan yang diben-
tuk negara.
Ke depan agama harus dikem-
balikan ke peran sejatinya. Yakni
melakukan evaluasi kritis sesuai
dengan langgamdan logika. Amar-
makruf nahi munkar merupakan
napas, spirit dan kekuatan sosial
agama yang selama ini kiandiping-
girkan.
Agama hendaknya diberi ruang
menyuarakan berbagai ketidakbe-
resen sosial, budaya, dan politik
menurut perspektifnya. Bukan di-
minta menafsirkanini danitu demi
kepentingan tertentu. Biarlah aga-
ma memberikan tafsiran-tafsiran
sosial baru yang tidak harus diang-
gap sebagai aliran sesat, radikal,
dan normatif.
Instanisasi agama dengan ber-
bagai pola dan gaya yang dewasa
ini tumbuh terutama di bulan suci
ramadan, bukan indikator kema-
juan agama. Melainkan pelarian
dari ketidakmampuan merealisasi-
kan peran kritis. Akhirnya agama
hanya menjadi komoditas kaum
berduit yang berfungsi memenuhi
hasrat materialisme dan pragma-
tisme hidup.
Meretas involusi peran kritis
agama memerlukan jihad sosial
dan keagamaan. Cita-cita itu bisa
diwujudkan dengan beberapa
cara. Pertama, agama wajib dikem-
balikan ke posisi awalnya. Dengan
tugas utama mengatur, menga-
rahkan, dan me-nyangga kegege-
lapan hidup manusia menuju ke-
bahagiaan dunia dan akhirat tanpa
dibebani kepentingan tertentu.
Kita lepaskan semua angga-pan,
persepsi, dan anggukan sosial
yang selama ini dipakai dalam
memandang dan menempatkan
agama.
Kedua, merombak metodologi
kajian agama di berbagai pendidi-
kan. Guna menemukan formulasi
yang tepat untuk mengembangkan
dimensi keagamaan. Ketiga, re-
orientasi terhadap semua produk
lembaga keagamaan. Supaya para-
digma, flosof, orientasi, dan vi-
sinya sesuai kembali dengan watak
dasar agama. Keempat, para elit
agama jangan memanipulasi kele-
mahan umat untuk kepentingan
jangka pendek. Sehingga mengaki-
batkan umat terjerembab dalam
lembah ketidakberdayaan. Kelima,
pemerintah perlu meletakkan aga-
ma sebagai kekuatan utama, bukan
pelengkap administrasi kenega-
raanseperti yang terjadi selama ini.
Itulah beberapa langkah awal
yang harus segera dilakukan. Me-
mang apa yang ditawarkan bu-
kanlah sesuatu yang baru. Namun
yang terpenting ialah penyikapan
dengan cara pandang baru. Tanpa
itu, agama akan selalu menjadi
stempel bagi kepentingan tertentu.
Atau agama akan menjadi proyek
instanisasi dan komoditas moral
semubagi kepuasankaumelit yang
meninabobokkan umat.
Umar Natuna
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Natuna
Oleh : Umar Natuna

ARTIKEL
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka,
dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang
amat berat
Kalimat di atas merupakan terjemahan Quran Surat al-
Baqarah ayat 7. Dialah orang kafr yang telah di tutup hati
dan telinganya sehingga tak dapat mendengar seruan baik.
Penglihatan mereka ditutup sehingga tak dapat melihat dengan
jernih lewat hati dan pikiran yang sehat.
Ketikasayamasih di pesantren ayat itu beberapakali menjadi
ancaman sekaligus nasihat. Saya sebut ancaman karena secara
tidak langsung santri yang tetap melanggar setelah beberapa
kali mendapat hukuman akan dicap kafr. Atau paling tidak
menyerupai orang kafr.
Melalui nasihat ustad, ayat itu mengajari kami agar selalu
menjaga hati agar tidak keras. Hati yang keras tak mudah
menerima masukan, sekalipun positif. Jika demikian sikap egois
akan menjadi tabiat yang sulit diubah. Selalu merasa benar
sendiri. Meski pikiran dan hatinya mengakui salah, ia akan
selalu mencari alasan untuk pembenaran. Kita mungkin pantas
diserupakan dengan orang kafr seperti dijelaskan dalam ayat
ke 9 surat al-Baqarah. Bahwa dalam hati mereka ada penyakit
dan tuhan kemudian menambah penyakit itu. Mereka tidak
akan pernah beriman dengan cara apapun sampai bencana
datang.
Seorang teman selalu membela diri ketika saya meyinggung
soal kebiasaanya yang selalu was-was dan ragu-ragu. Sehingga
ia sering mengulang-ulang dalam ibadah. Ia tak segan-segan
memberi landasan hukumdemi membela perbuataanya. Walau
landasan itu bukan dari dalil agama. Pada kesempatan yang
sama hati kecilnya juga mengakui tak membenarkan kebiasaan
yang ia lakukan.
Dalam skala yang lebih luas, para politisi yang terbagi
menjadi dua kubu dalam medan pertarungan merebut
kekuasaan beberapa waktu lalu akan terbagai menjadi empat
kemungkinan: orang yang sama-sama benar, orang yang sama-
sama salah, orang yang benar salah satu dan orang yang salah,
salah satu.
Tidak mungkin jika kedua kubu adalah orang yang sama-
sama benar karena kebenaran tidak akan menimbulkan
perselisihan. Belum tentu juga yang satu benar dan yang
lain salah karena keduanya sama-sama punya alasan untuk
membenarkan. Mungkinkah jika kedua kubu adalah orang yang
sama-sama salah karena tak ada yang mau mengalah. Tetap
merasa asik meski tahu keadaan masyarakat semakin parah?
Hati bisa saja mengatakan salah, tapi dalampertarungan politik
tentu tidak sah.
Tuhan membisikkan manusia lewat nurani hingga
dapat tahu tentang kebenaran. Akal dicipta untuk meramu
kebenaran yang datang dari luar, berdasarkan panca indra.
Ketika membahas akal, flosof muslimIbnu Rusyd nampaknya
memberi hubungan erat. Tidak membedakan antara hati atau
nurani dengan akal. Ia membagi akal ke dalam dua bagian:
akal material dan akal perantara. Akal perantara memahamkan
manusia tentang logika ilmiah dan ilmu pengetahun, logis
dan empiris. Sedangkan akal material adalah abstraksi yang
menggerakkan manusia pada sebuah kesadaran. Para ilmuan
banyak mengembangkan ilmu pengetahuan namun belum
meyakini eksistensi ketuhanan karena akal materialnya tidak
diaktifkan. Inilah hati atau nurani menurut penulis.
Kita akan sadar pejabat publik yang korup, pelaku kriminal,
pezina, pembohong, penodong, dan sejenisnya mengerti
soal moral. Satu penyakit dalam hati, lingkungan akan
mendorongnya menjadi pribadi dengan akal perantara tanpa
akal material. Sadar tanpa penyadaran.
Kita bisa sadar tapi belum tentu bisa menyadari. Sadar
bahwa menghina sesama perbuatan tercela, berzina dosa,
korupsi, kolusi, dan nepotisme melanggar hukumbiasa terjadi.
Kita sendiri juga berpotensi menjadi pelaku. Sikap menyadari
mendorong kita mengambil satu keputusan untuk belajar
mengurangi sebagai proses dari meninggalkan sama sekali.
Kesadaran diri untuk memperbaiki diri. Kesadaran
lingkungan adalah ikut peduli terhadap lingkungan. Manusia
dan moralitas adalah lingkungan pertama yang perlu
diperhatikan. Manusia adalah kunci dan lingkungan adalah
pertanda. Tidak cukupkah kemarahan alam menyadarkan
kekafran kita?
Kesadaran dan Penyadaran
S
yahdan, sejak pagi puluhan ribu orang
berduyun-duyun dan berdesakan di
sebuah lapangan. Meski di sekeliling
lapangan itu barisan tentara siaga lengkap
dengan kendaraan-kendaraan perang lapis baja,
juga senjata-senjata macam bedil atau bayonet.
Pertemuan akbar di lapangan itu sebetulnya
memang dilarang tentara, tetapi puluhan ribu
orang keukeuh di tempat. Bulat tekad mereka
untuk mengikuti sebuah rapat kebangsaan yang
sifatnya umumdan terbuka.
Di tengah situasi ketidakpastian kemerdekaan
Indonesia, yang sebulan sebelumnya
diproklamasikan, betapa di lapangan itu
bukan hanya himpunan tubuh, tapi semangat
yang penuh gelora, juga
kecemasan. Situasi
panas itu bisa
s e k a l i
me ny ul ut
kerusuhan. Tapi
tidak meledak suatu
tembak atau senjata di sana, h i n g g a
pidato Bung Karno yang memang beberapa detik
saja selesai.
Itulah cerita perihal rapat raksasa di Lapangan
Ikada, Jakarta, 19 September 1945. Penulis
meringkasnya dari risalah Mohamad Roem
berjudul Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
(1977: 74). Kata Roem, pidato Bung Karno saat itu
memang yang terpendek, tetapi salah satu yang
terbaik. Dikatakan oleh Bung Karno, sesudah
merdeka bukan lagi waktunya untuk bicara
banyak, tetapi berbuat banyak.
Peristiwa rapat raksasa di Ikada itu
mengisbatkan bahwa lapangan turut membentuk
sejarah kebangsaan. Lapangan adalah ruang
lapang sekaligus krusial. Di sana politik hidup
dalam bentuk pertemuan ramai. Para pemimpin
bangsa dan rakyatyang mewakili bangsanya
sendiribertemu dalam gelora sekaligus
khidmat. Di lapangan itu, kata-kata seorang
pemimpin terasa betul-betul punya jiwa.
Perhelatan politik di lapangan itu
juga mengisyaratkan ketegangan: ikhtiar
memperjuangkan kebebasan tidak pernah lepas
dari adangan senjata. Puluhan ribu orang di
Lapangan Ikada saat itu seolah berseru, Lihatlah,
kami pertahankan kemerdekaan dengan maut.
Meski mereka kembali ke rumah masing-masing
dengan damai.
Di lapangan, pikiran dan tubuh massa-rakyat
maujud sebagai energi yang hendak menerabas
saluran-saluran politik yang buntu. Tentu masih
ingat, Revolusi Mesir 2011 yang bertolak dari
Lapangan Tahrir, lapangan kota di Kairo. Dari
lapangan itu, himpunan energi meledak dan tidak
terbendung untuk menumpas rezim politik
diktator. Masih banyak lapangan di negara lain
yang menjadi penanda pergerakan politik di
mana hajat kebebasan pertama-tama harus
meruntuhkan kekuasaan dan menatanya ulang.
Meski biaya untuk itu tak pernah murah: darah.
Meski, masa depan revolusi itu kini juga entah.
Simbol ke kontrol
Lapangan, sebagaimana peristiwa di
Lapangan Ikada 69 tahun silam itu, menjadi
medan politik yang mempertemukan
pemimpin dengan rakyatnya. Di sana, kedua
elemen bangsa menjadi saksi bagi tiap-tiap janji
bakti pada ibu pertiwi.
Nalar politik kontemporer pun menyerap
eksistensi lapangan sebagai idiom politik,
sebagaimana istilah turun lapangan.
Sayangnya hal itu lebih kentara sebagai
laku pencitraan politik yang gencar
dilakoni menjelang suksesi politik
demokrasi, daripada ihwal turun
dari singgasana yang nyaman
untuk melakukan pembebasan
di masyarakat akar rumput.
Lapangan bukan saja
ruang, tetapi juga simbol. Di
situ kekuasaan mengambil
bentuk serta maknanya.
Misalkan alun-alun,
sebutan untuk lapangan
terbuka di kutaraja
(pusat kota). Ini adalah
konstruksi politik Jawa
yang selalu mengandaikan
titik sumbu kekuasaan. Di
alun-alun, kerajaan-kerajaan
Jawa menempa prajurit dengan
pelbagai latihan perang yang
diperlukan guna menyokong
stabilitas kekuasaan. Alun-alun
juga menjadi ruang mistik untuk
melangsungkan pelbagai ritual. Terang
bahwa kekuasaan Jawa mesti dilanggengkan
dengan tindakan mistik. Dengan begitu posisi
raja dicitrakan sebagai pemangku bumi di mana
kekuasaannya dihubungkan langsung dengan
Tuhan.
Cara sebuah kota-negara membentuk serta
memperlakukan lapangan adalah representasi
dari wajah kekuasaan yang berhadap-hadapan
dengan publik. Mencermati tata ruang hari
ini, lapangan-lapangan di pusat-pusat kota
tinggal hanya sebagai taman yang manis. Di
antara rerimbun tanaman hias, jejeran gazebo,
dan deretan penjaja makanan yang menjadi
model lapangan modern, imajinasi kebebasan
atawa perjuangan nyaris mustahil bisa
tumbuh. Sebaliknya masyarakat dibuai oleh
perasaan aman dan nyaman ketika melihat dan
menikmati taman cantik itu.
Politik dan kekuasaan hari ini bisa dengan
mudah mengonstruksi lapangan sebagai
penghijab kecacatan atau kekejian politik
yang sangat mungkin berlangsung di gedung-
gedung birokrasi pemerintahan. Lapangan
atau alun-alun dirias semolek mungkin untuk
mengelabui kesadaran masyarakat. Itu adalah
upaya mengontrol dan menertibkan ruang
publik, sekaligus mengendalikan pikiran massa.
Penguasa terus-menerus mencitrakan kota atau
wilayah kekuasaannya baik-baik saja hingga
publik tidak menyadari keburukannya.
Musyafak,
Esais, Mantan Pemimpin UmumSKM
AMANAT IAINWalisongo Semarang
Lapangan, Politik dan Kebebasan
KOLOM
Miftahul Arifin
ARTIKEL
Oleh : Musyafak

Politik
dan kekuasaan hari ini bisa
dengan mudah mengonstruksi
lapangan sebagai penghijab
kecacatan atau kekejian politik yang
sangat mungkin berlangsung
di gedung-gedung birokrasi
pemerintahan.
16 17 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
RESENSI
S
ejarah merupakan rangkaian
peristiwa. Cerita perjalanan
hidup yang ditandai dengan
waktu. Hari, tanggal dan tahun,
ditulis tebal untuk mengingatkan ge-
nerasi penerus tentang sebuah kejadian
penting di masa lalu. Penentu keber-
langsungan hidup saat ini hingga yang
akan datang.
Begitu juga dengan Indonesia. Seba-
gai negara, Indonesia tidak seketika ada.
Namun terbentuk dari proses panjang
melelahkan. Awalnya, ia hanyalah gugu-
san pulau-pulau yang terbentang pan-
jang dari Sabang hingga Merauke. Hing-
ga pada suatu hari datang orang-orang
Menapaki Periode Kemerdekaan
asing yang berniat menguasai tanah-ta-
nah terpisah itu.
Penindasan menjadi pilihan un-
tuk mewujudkan hasrat penguasaan.
Mengikatnya dalamsuatu pemerintahan
penuh penindasan. Dari ikatan itu pen-
duduk dari setiap pulau mulai berkena-
lan. Hingga dari lubuk terdalam timbul
perasaan senasib. Inilah awal mula dari
apa yang disebut nasionalisme.
Atas dasar nasionalisme itu, mereka
yang tertindas memutuskan untuk ber-
satu. Melawan penjajahan dengan se-
genap pengorbanan. Harta sampai jiwa
rela diberikan hanya demi satu cita-cita
bersama, merdeka.
Buku berjudul Runtuhnya Hindia
Belanda karya Onghokham berusaha
menjelaskan terbentuknya negara ber-
nama Indonesia, tak terlepas dari rang-
kaian sejarah. Indonesia ialah buah dari
perjalanan panjang pengorbanan para
pahlawan.
Karya yang berasal dari skripsi ini
menggambarkan, proses kemerdekaan
Indonesia dari prespektif keruntuhan
peme-rintahan Belanda di bumi nusan-
tara. Dengan melakukan analisis segala
faktor yang memengaruhi, baik dari
dalammaupun luar negeri.
Rangkaian Peristiwa
Sejarah kolonial tidak boleh dike-
sampingkan begitu saja. Harus diakui,
Belanda pernah ada di Indonesia dan
me-rupakan sebagian dari sejarah bang-
sa. Setiap periode sejarah itu sangat
penting, menarik hati dan berharga.
Segala persoalan yang pernah dihadapi
pemerintah Hindia Belanda mungkin
juga dihadapi pemerintah Republik
Indonesia dewasa ini.
Tentu saja, dinamika dari keduanya
berbeda-beda sesuai perkembangan
waktu. Karena tiap periode sejarah ialah
akibat daripada proses-proses sebe-
lumnya, yang diberikan corak tersendiri
oleh keadaan-keadaan tertentu.
Kekuatan utama buku ini terletak
pada pembahasan tentang tahun-tahun
ter-akhir keberadaan Hindia Belanda
dari sekitar 1939 hingga 1942. Keruntu-
han kekuasan Belanda dimulai dengan
serangkaian peristiwa yang melanda du-
nia saat itu. Dijelaskan pula perkemba-
ngan gerakan nasionalis Indonesia dari
tahun 1920-an yang meliputi budaya,
politik dan ekonomi.
Semua bermula pada Mei 1940 sam-
pai 5 Desember1941. Di mana pemerin-
tah Hindia Belanda mulai waspada dan
khawatir terhadap kemungkinan ser-
buan Jepang. Negara mata hari terbit ini
menjadi kekuatan besar dan agresif sete-
lah revolusi politik dan ekonomi yang
dise-but Restorasi Meiji.
Perkembangan industri jepang pun
melejit, melampaui negara-negara
Eropa. Menjadi gerakan revolusioner di
kawasan Asia. Kemajuan itu membuat
jepang memiliki kekuatan luar biasa.
Hingga mampu berbuat segalanya ke
negara lain, termasuk intervensi politik
melalui jalur perdagangan.
Keadaan itu kian memanas karena
perseteruan antara negara-negara di
berbagai belahan dunia. Memaksa Be-
landa ambil bagian dari perang dunia
yang berlangsung dalam jangka waktu
lama. Keikutsertaan itulah yang pada
akhirnya meruntuhkan kekuasaan Be-
landa, setelah lebih dari tiga abad
menguasai di Indonesia. Sebab Belanda
harus mengalami kekalahan telak dalam
peperangan.
Menyerahnya Belanda kepada
Jepang pada Maret 1942 dianggap seba-
gai titik terakhir kekuasaan kolonialnya
di Indonesia yang telah berlangsung
lebih dari tiga abad. Namun, tanpa peri-
stiwa itu, keruntuhan Belanda sudah
mulai terlihat semenjak benih nasional-
isme Indonesia modern menampakkan
dirinya.
Hindia Belanda runtuh dan orang-
orang Indonesia menanyakan nasibnya
sekarang bagaimana? Mereka mulai me-
mikirkan bagaimana selanjutnya men-
jamin kelangsungan hidup bangsa In-
donesia. Yang menjadi cita-cita banyak
orang, baik dari Belanda ataupun Jepang
(hlm376).
Onghokham menguraikan proses
keruntuhan Belanda di Nusantara de-
ngan menganalisis segala faktor yang
meme-ngaruhinya. Disajikan dengan
runtut dan detail, dengan dilengkapi
penggunaan waktu yang jelas. Berbagai
informasi dan analisis kritis yang ter-
kandung di dalamnya membuat karya
ini perlu di baca oleh mereka yang ingin
memelajari suatu periode yang menen-
tukan sejarah Indonesia.
D
alambeberapa tahun terakhir,
menjadi semakin jelas bahwa
teori hukum sudah bergeser
jauh melampaui batas. Para
ahli cenderung menafsirkannya secara
sempit dan terfokus pada wilayah yuris-
prudensi.
Hukum bukanlah sesuatu yang ditu-
lis di atas prasasti atau batu saja. Melain-
kan benda yang dapat dipahami, diana-
lisis, digambarkan dalam lingkup satu
disiplin atau metodelogi tertentu. Studi
hukum merupakan aplikasi kritis dan
interdisipliner yang meniscayakan pe-
nafsiran ulang dalamsetiap situasi yang
berbeda.
Tak ada yang mampu mendefinisi-
kan hukum secara terperinci dan pasti.
Apa yang dimaksud hukum sesung-
guhnya sekedar masalah pendapat. Tak
mengherankan jika setiap individu me-
miliki definisi tersendiri. Tergantung
dari sudut pandang apa yang digunakan.
Ian Ward lewat bukunya berjudul
An Introduction to Critical Legal The-
ory, berupaya meyakinkan bahwa hu-
kum bersifat dinamis. Kekakuan dalam
pemaknaan hanya membuat hukum
terkungkung dalam sangkar emas. Se-
hingga tidak memberi manfaat nyata
bagi kehidupan manusia.
Teori hukum kritis berusaha meng-
eksplorasi ambivalensi hukum dengan
nalar interdisipliner. Menolak meneri-
ma setiap kebenaran obyektif tentang
definisi hukum. Sehingga dituntut keter-
libatan aktif dari penginterpretasi agar
hukum menemui relevansinya dalam
kehidupan.
Pemaknaan Ulang
Buku yang kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa indonesia denga judul
Pengantar HukumKritis ini, menyuguh-
Hukum Belum Selesai
kan berbagai aspek yang melingkupi
keberadaan hukum. Mulai dari sejarah,
pemikiran para tokoh, sampai dengan
mengupas secara detail beragam teori
hukumkritis yang berkembang.
Di awal pembahasan, pembaca di-
ajak melihat kembali tradisi hukum
klasik pada masa Plato dan Aristote-
les, serta sejumlah varian teologi abad
pertengahan. Bagaimana masing-mas-
ing teori hukum kritis dari para tokoh
tersebut membangun fondasi, baik se-
cara deskriptif maupun preskriptif.
Sebagai narasi sejarah, evolusi teori
hukum pada dasarnya berwatak kritis
yang kaya dan beragam. Pemahaman
terpenting dalam memaknainya ialah
bahwa hukum belum selesai dan tak
kan pernah selesai. Teori hukum terus
berkembang mengikuti kemajuan za-
man. Selalu ada gagasan baru yang mun-
cul di waktu dan tempat yang berbeda.
Hukummemang dapat digambarkan
dalam ruang lingkup sains. Tetapi hu-
kumbukan sekedar sains, karena hukum
juga filsafat, sejarah, politik, ekonomi,
bahasa, dan seterusnya. Hukum me-
mang menyangkut berbagai elemen.
Menurut Foucault, hukum hanyalah
ekspresi dan pelaksanaan kekuasaan.
Dalam sebuah kuliah pada 1976, ia me-
ngaitkan hukum kebenaran dan kekua-
saan. Foucault mengatakan, sistem hak
yang merupakan ranah hukum adalah
agen tetap dari hubungan dominasi,
teknik penaklukan dengan beragam
wujud ini. Hak harus dilihat bukan dari
sudut legitimasi yang akan dibangun,
melainkan dari sudut metode penaklu-
kan yang dipicu olehnya (hlm96).
Dari penjelasan itu dapat dipahami,
Foucoult menilai hukum bukan seba-
gai studi filsafat atau etika, melainkan
berkaitan dengan politik dan kekua-
saan. Hukumjika tidak dimaknai secara
utuh hanya akan menjadi alat legitimasi
kepentingan penguasa. Tetapi tidak ber-
manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Karya ini disusun dengan memper-
hatikan kebutuhan mahasiswa atau
akademisi. Terutama yang menempuh
pendidikan hukum. Keseluruhan pem-
bahasan mampu menjawab berbagai
pertanyaan seputar teori hukum kritis
dan alternatif gagasannya. Menghargai
bahwa hukum pada hakikatnya ialah
apa yang kita pikirkan tentang hukum
itu sendiri.
Lewat bahasa sejarah yang naratif,
penulis mampu mengupas secara detail
perkembangan hukum. Mulai dari pen-
carian makna pada tradisi klasik, meng-
identifikasi modernisme, postmodern-
isme, sampai dengan dekonstruksi.
Kesimpulan menarik dan meng-
inspirasi pembaca ialah bahwa hukum
dan teori hukum bertabiat aktif. Senan-
tiasa berada dalam proses perubahan
dan revolusi, baik secara politik maupun
intelektual.
Judul : Runtuhnya Hindia Belanda
Penulis : Onghokham
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2014
Jumlah Halaman : xiv+387 halaman
Resensator : Silvia Khairunisa
PENDIDIKAN AGAMA
WACANA
Judul : Pengantar Teori HukumKritis
(An Introduction to Critical Legal Theory)
Penulis : Ian Ward
Penerjemah : Narulita Yusron dan M. Khozim
Penerbit : Nusa Media
Tahun terbit : Cetakan I Febuari 2014
Jumlah halaman : XIV + 362 Halaman
Resensator : Rizda Nurul Aliyah
B
erbicara tentang pendidikan
tak kan pernah terlepas dari
sekolah. Pendidikan formal di
sekolah sampai hari ini masih
dipandang sebagai tempat paling ber-
pengaruh terhadap pembentukan ke-
pribadian anak. Salah satu caranya ialah
melalui pembelajaran Pendidikan Aga-
ma Islam(PAI).
Keberadaan mata pelajaran PAI di
berbagai jenjang pendidikan formal di-
harapkan mampu melahirkan generasi
yang berkepribadian, bermoral, me-
mikiki sikap yang berlandaskan pada
nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits. Me-
lalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan, serta pengalaman dari guru
agama cita-cita itu coba diwujudkan.
Sayangnya pada tataran implemen-
tasi pembelajaran PAI di sekolah belum
mampu membuahkan hasil sebagaima-
na yang diharapkan. Tentu saja kondisi
ini mengundang keprihatinan banyak
pihak. Keberadaan PAI sebagai salah
satu mata pelajaran perlu dievaluasi se-
cara menyeluruh.
Menyimpang
Kegagalan sekolah membentuk siswa
yang memiliki akhlak, moral, dan budi
pekerti baik menyebabkan banyak anak
dinilai tidak memiliki kesalehan. Baik
di lingkungan rumah, sekolah, dan ma-
syarakat. Bahkan mereka justru sering
terlibat dalamberbagai tindak kekerasan
massal dan perilaku yang menyimpang
lain.
Hampir setiap hari kita bisa me-
nyaksikan berbagai perilaku menyim-
pang siswa dalamrealitas sosial. Seperti
menurunnyamoral dan tatakramasosial
dalam praktik kehidupan sekolah mau-
Revolusi Pendidikan Agama Islam
Oleh: Shodiqin
pun masyarakat, yang pada dasarnya ti-
dak sesuai dengan nilai-nilai agama dan
budaya lokal masyarakat setempat.
Mata pelajaran PAI dinilai banyak
kalangan gagal dalammembentuk kara-
kter siswa. Padahal masyarakat sudah
terlanjur menaruh harapan besar ter-
hadapnya. Mampu membekali sekaligus
menjadi benteng moral dari pengaruh
negatif kehidupan modern yang hedo-
nis-matrealistis dan cenderung individ-
ual-permisif.
Dalamsituasi seperti ini guru agama
dituntut mampu memainkan peran-
nya yang strategis. Ia harus bisa mena-
namkan keyakinan dan pemahaman
keagamaan yang benar dan ramah
kepada peserta didiknya. Keyakinan
itulah yang nantinya akan diekskpresi-
kan siswa di tengah kehidupan nyata.
Dengan keyakinan pemahamann ke-
agamaan siswa diharapkan memiliki
benteng kuat terhadap pengaruh negatif
era globlasisasi.
Hal ini dikarenakan adanya salah
satu kelemahan pengajaran guru PAI.
Mereka terjebak pembelajaran yang
lebih menitikberatkan pada verbalisme.
Hanya berorientasi di ranah kognitif, bu-
kan penanaman nilai.
Pengertian akhlak hanya dipahami
sebagai perangkat aturan, ketentuan,
atau norma mengenai sopan santun.
Bukan sebagai keseluruhan pribadi
muslim yang mencankup kemandirian,
kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab,
sikap tanpa pamrih, kritik terhadap hal
yang salah dan menyimpang, bekerja
keras, dan sebagainya.
Akibatnya siswa hanya sebatas men-
getahui pengertian akhlak baik dan bu-
ruk. Namun tidak sampai pada tahap
implementasi dalam kehidupan sehari-
hari.
Selain itu, durasi waktu pembelaja-
ran juga sangat sedikit. Proses transfer
pengetahuan terkesan kaku, berpegang
pada buku teks sehingga tidak mem-
bawa siswa ke dalam kehidupan sosial
nyata. Baik dalam tataran konsep mau-
pun pengalaman keagaman. Dalam hal
ini diperlukan pembiasaan, keteladan-
an, dan perubahan mindset peserta di-
dik tentang pentingnya agama dalam
kehidupan.
Sehingga dalam konteks ini, penye-
babnya dapat saja berawal dari kelema-
han guru dalam mendidik siswanya di
kelas. Seharusnya mereka berupaya se-
optimal mungkin untuk menjadi teladan
(fgur-central) bagi siswanya dalam ber-
sikap dan menerapkan agama di setiap
tindakan.
Kurikulum, sumber belajar (buku,
media, strategi, metode), dan evalu-
asi juga terlihat masih lemah. Khusunya
pada pendekatan dan metodologi pem-
belajaran yang dilakukan guru untuk
merubah cara pandang siswa. Sehingga
saat ini pemerintah terus berfkir keras
untuk mengatasi permasalahan pendi-
dikan yang sangat kompleks ini.
Hal tersebut terlihat tahun ini,
pemerintah masih saja membicarakan
implemenasi kurikulum 2013 (kuriku-
lumberkarakter), selain itu adanya mata
pelajaran yang dihapus dan ada yang
ditambah mata pelajaran.
Peran Guru
Menurut penulis sebenarnya un-
tuk mengatasi masalah pendidikan di
atas, baik guru, kurikulum, atau buku
ajar dapat dimaksimalkan secara baik,
serta lebih diperbanyak dengan evalusi.
Hal itu mungkin lebih efektif dibanding
mengganti kurikulum baru setiap pen-
gantian menteri, dan penghapusan mata
pelajaran yang terjadi tahun ini.
Peran guru atau pendidik harus
lebih kuat dalam memberi pengajaran
pendidikan agama Islam kepada siswa.
Melalui pemberian contoh secara nyata
perilaku yang baik.
Dengan berusaha menjadi guru yang
baik dan bermanfaat (learning how to
do) kepada siswa, diharapkan guru lebih
mudah menguasai dan menyampaikan
ilmu yang diajarkan serta perilaku kes-
ehariannya dapat menjadi contoh atau
menjadi teladan siswa. Hal ini memberi-
kan kontribusi positif bagi masyarakat,
bangsa dan negara.
Dengan demikian seorang guru atau
pendidik akan selalu berfkir (learning
how to think) dan belajar, baik belajar
dari orang lain maupun belajar dari pen-
galamannyasendiri. Materi apapun yang
diajarkan, seorang guru mampu me-
nyampaikannya sesuai dengan tujuan
yang ada. Selain itu siswa diperbanyak
mempratekkan pengalaman-pengala-
man yang sudah diajarkan bukan hanya
kognitif saja yang ditekankan oleh guru.
Lebih-lebih mengajarkan masalah re-
lasi siswa dengan siswa serta siswa den-
gan guru. Dengan adanya relasi tersebut
siswa dapat belajar untuk membangun
etika yang baik dengan mencontoh guru
di sekolah. Memberikan keyakinan ter-
hadap siswa dalam berperilaku dengan
baik. Sehingga perilaku siswa bisa ber-
manfaat bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
18 19 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
A
ku tertawa terbahak-ba-
hak mendengar cerita
rekan kerjaku itu.
Mengapa Mas terta-
wa? sergah rekanku yang
masih muda ini.
Aku berhenti tertawa.
Mengapa hati kau jadi panas meli-
hat bendera Amerika? tanyaku.
Aku tak rela kawan itu mempahla-
wankan Amerika!
Tidak. Mungkin dia cuma kagum
sama Amerika, kataku, mencoba menu-
runkan tensi rekan mudaku.
Tapi memajang bendera Amerika
itu provokasi. Ia mengajak orang lain
mengagumi Amerika, lalu mempahla-
wankan Amerika.
Apa itu salah?
Salah!sergah rekan mudaku de-
ngan nada tinggi.
Amerika itu bukan pahlawan.
Amerika itu teroris. Amerika itu memu-
suhi Islam. Amerika telah menciptakan
kerusuhan dan kehancuran di banyak
negara Islam.
Sebagai wartawan senior Mas tentu
tahu itu. Salah satu contohnya adalah
campur tangan Amerika dalam konfik
Israel-Palestina. Lihat nasib bangsa Pa-
lestina sekarang.
Rasakan penderitaan berkepanja-
ngan rakyat Palestina yang puluhan ta-
hun dijajah zionis Israel. Semua itu tak
luput dari campur tangan kotor Ameri-
ka. Puluhan resolusi PBB yang berkaitan
dengan konfik Israel-Palestina telah di-
veto oleh Amerika, sehingga Israel bisa
melanggengkan penjajahannya atas Pa-
lestina.
Bahkan ketika PBB memutuskan
mengakui Palestina sebagai negara
berdaulat pada 29 November 2012,
Amerika dan delapan negara sekutunya
menolak keputusan PBB tersebut.
Aku tercenung. Rekan mudaku itu
ada benarnya. Setiap orang yang mem-
baca koran dan menonton siaran berita
televisi pasti paham apa yang dikatakan
rekan mudaku itu. Setiap muslim pasti
akan merasakan apa yang dirasakan
rekan mudaku itu.
Aku terkenang kembali Perang Irak.
Akibat serangan Amerika Serikat dan
sekutunya, Irak hancur, dan kini me-
nyisakan konfik berdarah berkepan-
jangan. Kemudian penggulingan Mua-
mar Kadaf yang berbuntut kehancuran
Libya, dan kini menyisakan konfik dan
dendam kesumat di dalam hati bangsa
Libya. Kemudian kehancuran sosial di
Afganistan, Syuriah, Mesir ...
Kenapa diam, Mas?!
Oh, tidak. Aku cuma mencoba me-
renung, mencoba merasakan penderi-
taan berkepanjangan rakyat Palestina
seperti kata kau.
Syukurlah kalau begitu, kata rekan
mudaku, sambil ngeloyor pergi dari ha-
dapanku.
Kini aku kembali tercenung seorang
diri. Gambar-gambar yang pernah dita-
yangkan di layar televisi kembali mem-
bayang di hadapanku. Para perempuan
dan anak-anak Palestina tak berdosa
bergelimpangan mandi darah, men-
jadi syahid, karena kebiadaban tentara
zionis Israel. Para remaja Palestina yang
mencoba menegakkan hubbul wathon
minal iman dengan gerakan intifadah,
diburu tank-tank Israel, dan jadi korban
berondongan senjata tentara Israel.
Gimana?! Sudah bisa merasakan
penderitaan bangsa Palestina dan be-
tapa jahatnya Amerika Serikat?!
Aku tergagap. Rekan mudaku men-
dadak muncul lagi.
Kalau belum, silakan lihat ini, ka-
tanya sambil menyodorkan setumpuk
klipping tentang dukungan AS terhadap
Israel.
Aku menerima sodoran klipping dan
membuka-bukanya. Setiap tahun AS
menyumbang Israel 5 miliar dolar AS
atau lebih dari Rp 55 triliun ... Setiap ta-
hun AS juga memberikan bantuan mili-
ter kepada Israel senilai 1,8 miliar dolar
AS atau sekitar Rp 20 triliun ... AS juga
terus mengirimkan berbagai macamper-
lengkapan perang canggih dan mutakhir
ke Israel.
Dan harap Mas tahu, kejahatan AS
tidak hanya terlihat pada dukungannya
terhadap penjajah Israel, tapi juga pada
perbuatan AS di Irak, Afganistan, Libya,
Syuriah, Mesir dan lain-lain.
Semua musibah yang menimpa ne-
gara-negara Islamitu tidak terjadi begitu
saja, tapi sudah diagendakan, diskena-
riokan, didesain. Semua itu terjadi by
design bukan by accident.
Aku terdiam.
Bagaimana tanggapan Mas?
Aku cuma memandangnya, tak siap
berkata-kata.
Apa yang terjadi di negara-negara
muslim itu tak mustahil bakal terjadi
juga di Indonesia, negara yang dianggap
memiliki populasi muslimterbanyak. AS
pasti sudah punya skenario tertentu un-
tuk Indonesia. Apalagi Indonesia memi-
liki kekayaan alam melimpah yang be-
lumdiolah. Bagaimana menurut Mas?
Aku tercekat, masih belum bisa ber-
kata-kata.
Baik, katarekan mudaku. Sekarang
Mas mungkin belum punya pendapat.
Tapi saya berharap Mas mau memikir-
kannya.
Aku masih belum juga siap berkata-
kata.
Saya memandang Mas sebagai mus-
lim yang punya komitmen keislaman
kuat, kata rekan mudaku lagi. Dan juga
nasionalisme, hubbul wathon.
Aku masih tercenung, semakin men-
gagumi semangat rekanmudakutersebut.
Beberapa hari kemudian, rekan muda
itu muncul lagi di hadapanku. Wajahnya
berseri-seri.
Subhanallah! serunya.
Ada apa kawan? tanyaku.
Mimpiku akan segera menjadi ke
nyataan, katanya bersemangat.
Aku akan segera ke Palestina, ka-
tanya sambil meyodorkan selembar su-
rat tugas meliput ke Palestina. Aku akan
bergabung dengan para relawan yang
akan menyerahkan bantuan dan mem-
bangun rumah sakit di Palestina.
Selamat! kataku sambil menjabat
tangannya erat-erat.
Aku akan bergabung dengan re-
lawan dari berbagai negara. Aku akan
bergabung dengan saudara-saudara kita
yang peduli kepada sesama muslim.
Aku menatap matanya yang berbi-
nar-binar.
Alhamdulillah, terima kasih ya Al-
lah, serunya dengan ikhlas.
Pelestina unites us!
Nung AR


K
ampus didesain layaknya sebuah
negara. Di dalamnya dihuni
para akademisi yang senantiasa
bergelut dengan ilmu pengetahuan
yang nantinya akan terjun langsung di
tengah masyarakat.
Sudah selayaknya kampus men-
jalankan roda pemerintahan dengan
baik untuk menunjukkan kualitas in-
telektualnya. Masa depan suatu bangsa
bisa diprediksi dari kondisi perguruan
tinggi. Apabila politik kampus menun-
jukkan realitas yang baik akan baik pula
masa depan suatu bangsa, begitu pula
sebaliknya.
Sayangnya, realitas berbicara lain.
Kondisi perpolitikan kampus carut-
marut seperti negara saat ini. Hal ini
bisa dilihat dari perilaku politisi kam-
pus saat memerebutkan kekuasan.
Berbagai cara mereka lakukan untuk
mendulang suara sebanyak mungkin.
Seperti memaksa mahasiswa untuk me-
milihnya.
Praktik serupa juga terjadi di IAIN
Walisongo. Kecurangan banyak ter-
jadi ketika pelaksanaan Pemimilihan
Umum Mahasiswa (Pemilwa). Tinda-
kan ini berulang dari tahun ke tahun,
namun tidak ada upaya untuk memper-
baiki.
Ironisnya, ketika menjalankan roda
pemerintahan di kampus mereka yang
Mengembalikan Kedaulatan
Kampus
Desakralisasi
Dunia Akademik
terpilih justru melakukan penyelewe-
ngan dalam bentuk korupsi. Hal ini
sangat mengejutkan terlebih ketika te-
rungkapnya kasus korupsi di IAIN Wali-
songo. Banyak pihak tidak menyangka
mahasiswa bisa berbuat demikian.
Tapi mau bagaimana lagi realitas sudah
menunjukkan demikian.
Perilaku korup sama saja merusak
kedaulatan kampus. Atmosfer perpoli-
tikan perguruan tinggi harusnya mam-
pu menciptakan kesejahteraan dalam
ranah kampus. Melahirkan negarawan
berkualitas tinggi bukan malah meru-
sak sistem yang sudah didesain dengan
baik.
Untuk mengembalikan kedaulatan
kampus, mahasiswa perlu melakukan
perbaikan dalam menggerakkan orga-
nisasinya. Pimpinan dari kampus juga
harus melakukan pengawasan dengan
intensif supaya tidak terjadi penye-
lewengan di kalangan mahasiswa. An-
tara mahasiswa dan pimpinan kampus
harus selalu berinteraksi agar tidak
terjadi kesalahan komunikasi. Dengan
begitu, kampus bisa dijadikan sebagai
wadah untuk mencetak kader-kader
umat yang berkualitas. Yaitu kader yang
anti korupsi dan berjuang dengan gigih
untuk memajukan bangsa.
B
erbicara ihwal korupsi pasti akan
membuat muak banyak pihak.
Terlebih bagi mereka yang merasa
dirugikan. Meski sudah dicarikan bera-
gam solusi praktik haram ini justru se-
makin merajalela.
Meski demikian, kita tidak boleh
lantas apatis dengan keadaan yang ada.
Upaya pemberantasan korupsi dapat
dilakukan siapapun, di manapun, dan
kapanpun. Baik dimanifestasikan dalam
bentuk mayor seperti yang dilakukan
KPK, maupun tindakan minor yang di-
mulai dari diri sendiri.
Di perguruan tinggi langkah nyata
dapat diwujudkan melalui peningkatan
kepedulian sosial yang berkaitan erat
dengan kepekaan personal. Salah satu
nilai idealis yang perlu dipegang aka-
demisi ialah kejujuran. Jangan sampai
seorang calon sarjana kehilangan jati
diri sebagai penjunjung tinggi nilai ke-
jujuran. Bersikap seperti koruptor yang
seenaknya sendiri mengambil hak orang
banyak. Selama nurani tak mati kepe-
kaan meluruskan tindakan korupsi se-
makin mudah dilakukan.
Kerap kali kita justru menertawakan
orang-orang patuh yang tak mau
melakukan kecurangan (baca: korupsi).
Padahal kepatuhan terhadap aturan
merupakan suatu keharusan. Di tengah
godaan materi, seolah-olah kesalehan
personal menjadi terabaikan.
Aji mumpung digunakan para ko-
ruptor untuk melancarkan aksinya. Lan-
tas bagaimana jika mahasiswa dihadap-
kan dengan situasi serupa ketika pelu-
ang korupsi terbuka lebar? Niat awal un-
tuk coba-coba, bisa menjadi kebiasaan
yang sulit dihilangkan.
Sekecil apapun tindakan korupsi
tidak akan berganti menjadi setengah
korupsi atau terdistorsi menjadi korupsi
mainan. Esensi tindakannya tetap saja
tak berubah, sekali korupsi tetap korup-
si. Kita tak perlu meminumracun untuk
tahu jika racun itu membunuh bukan?
Salah satu ciri khas dunia akademik
ialah mengedepankan kejujuran. Me-
ngambil hak milik orang lain dengan
cara korupsi sama saja dengan menghi-
anati prinsip kejujuran.
Pertanyaannya kemudian, bagai-
mana jika terdapat praktik korupsi di
kampus? Jawabannya ialah mencegah
selagi mampu. Jika terus membiarkan
perguruan tinggi suatu saat akan ter-
puruk. Tetaplah bertindak pada garis
batas moral sebagai mahasiswa pergu-
ruan tinggi agama islam. Bukan berniat
mencari muka sebab hal ini memang
semestinya dilakukan. Mari tingkatkan
rasa kepemilikan kita terhadap almama-
ter dengan membersihkan kampus dari
segala macambentuk korupsi.
SURAT PEMBACA
S
etelah pohon beringin beralih
fungsi menjadi meja diskusi, lokasi
sekitar Fakultas Ushuluddin terasa
sangat panas. Sebelumini terjadi maha-
siswa sering diskusi, belajar kelompok,
bercengkerama, dan mengerjakan tu-
gas di bawah pohon beringin tersebut.
Karena faktor udara yang sejuk, nyaman,
strategis, dan minimalis, membuat ma-
hasiswa betah belajar di situ. Bahkan
sebagian dari mereka memilih di bawah
beringin dalammenghafalkan al Quran
Penghijauan untuk Fakultas Ushuluddin
dan Hadits untuk memenuhi syarat uta-
ma pra-ujian komprehensif.
Kini tempat tersebut sepi pengun-
jung jika suasananya panas. Para ma-
hasiswa menunggu cuaca adem untuk
bisa menduduki tempat ini walaupun
sekadar untuk melepas lelah. Yang saya
inginkan mohon pihak fakultas mena-
nam beberapa pohon berdaun lebat
diberbagai tempat strategis berkumpul
mahasiswa. Supaya semangat kuliah
mahasiswa tetap hidup.
Ahmad Sibahul Khoir
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin.
P
engawas Ujian Akhir Semester
(UAS) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) semester genap
tahun akademik 2013/2014 belum juga
datang. Padahal saya dan teman-teman
sudah menanti di depan ruang ujian
selama kurang lebih 30 menit. Kemu-
dian saya menuju ruang pengawas dan
menanyakan keterlambatan pengawas
kepada salah seorang di dalam ruang
tersebut. Pengawasnya tidak ada mbak,
ujian di sini saja, jawab bapak di dalam
ruang usai ditanya. Dengan berat hati
saya dan teman-teman berduyun-duyun
menuju ruang pengawas. Pertanyaan
Pengawas UAS Terlambat
demi pertanyaan muncul dalam hati,
kemana pengawas itu? Apakah memang
tidak ada jadwal pengawas? Atau
Pengawas ujian kadang terlambat
datang ke ruang ujian. Ada yang terlam-
bat 10 menit, 15 menit, bahkan 20 menit
lebih. Kami kecewa dengan kondisi de-
mikian. Waktu yang seharusnya bisa di-
gunakan untuk mengerjakan soal, harus
terbuang sia-sia hanya untuk menung-
gu. Dalam hal ini kami merasa penga-
was kurang bertanggung jawab terhadap
tugas yang diberikan. Kami berharap ke-
jadian ini menjadi bahan renungan un-
tuk UAS berikutnya.
Menia A.P,
Mahasiswi PGMI
Selembar bendera Amerika Serikat terpampang di dinding kantor, di belakang meja
kerja seorang kawan. Hatiku panas. Aku segera mencari selembar bendera Palestina,
lalu kugelar di dinding belakang meja kerjaku.
Kebetulan meja kerjaku berseberangan dengan meja kerja kawan itu. Sejenak
perhatian teman-teman sekantor tersedot ke kedua bendera. Macam-macam
komentar mereka, menggambarkan pro-kontra.
Kemudian bos datang dan menyuruh kawan itu mencopot bendera Amerika-nya dan
aku menurunkan bendera Palestina-ku.
Palestina Unites Us
(Nung AR)
Mantan Produser Seputar Indonesia RCTI.
MIMBAR
KONFLIK PALESTINA
PemilihanDekan
Kirimopini anda melalui email: skmamanat@yahoo.com. Naskah tidak lebih dari 2500 karakter. Sertakan biodata, foto terbaru dan nomor HP yang
bisa dihubungi. Pengiriman naskah paling lambat September 2014. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan bingkisan dan piagampenghargaan.
TEMAMENDATANG
Nurul Hikmah Sofyan,
Mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAINWalisongo.
Luluk Munawaroh,
Mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAINWalisongo.
S
aya mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan angkatan 2010. Nilai
Kuliah Kerja Nyata (KKN) tak kunjung keluar hingga waktu pendaftaran
mata kuliah. Padahal agar bisa mendaftar mata kuliah mahasiswa perlu
mengetahui nilai indeks prestasi semester terlebih dahulu.
Setelah berkomunikasi dengan teman-teman, nilai KKN yang belum ke-
luar ternyata hanya di FITK. Sedangkan keempat fakultas lain sudah keluar
semua. Kemudian saya menghubungi Bagian akademik fakultas untuk memin-
ta penjelasan. Pihak akademik agar mahasiswa sabar menunggu sampai Pusat
Teknologi dan Informasi Pangkalan Data melakukan input nilai KKN.
Kondisi seperti ini tentu tidak boleh terus terjadi. Mahasiswa FITK mera-
sa dirugikan karena harus menunggu nilai yang tak kunjung keluar. Hal ini
menunjukkan, ada yang perlu dibenahi dalam proses input nilai. Saya ber-
harap berbagai keperluan akademik mahasiswa dilayani dengan maksimal.
Sehingga mahasiswa tak perlu kebingungan lagi dalam mengurusi keperluan
administratif kampus.
Abidin,
Mahasiswa FITK
Nilai KKN tak Kunjung Keluar
K
eberadaan sisteminsformasi akademik IAIN Walisongo sangat penting
bagi mahasiswa. Di dalamnya memuat berbagai macamkeperluan aka-
demik. Mulai dari kurikulum, pendaftaran mata kuliah, sampai dengan
pencetakan Hasil Studi Semester. Sayangnya peran tersebut belum didukung
dengan kesiapan pengelola.
Misalnya, ada mahasiswa yang sudah registrasi namun ketika membuka
website akademik.walisongo.ac.id justru dinyatakan belum registrasi. Aki-
batnya mereka harus mengurus dulu ke bagian keuangan IAIN. Atau terdapat
mata kuliah yang belumkeluar sampai jadwal inputnya tiba.
Tentu kondisi ini membuat mahasiswa resah. Mereka harus ke sana ke mari
agar memeroleh penjelasan dari pihak terkait. Saya berharap ke depan kualitas
sistem akademik IAIN Walisongo supaya dikelola lebih baik. Memang untuk
mewujudkannya perlu kerja keras. Namun hal itu wajib dilakukan demi kema-
juan kampus.
M. Rizka,
Mahasiswa FITK
Optimalkan Sistem Informasi Akademik
20 21 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
SASTRA BUDAYA
SASTRA BUDAYA
Sajak-sajak Akhmad Baihaqi Arsyad
Kitab Kenangan
Akhmad Baihaqi
Arsyad,
Lahir di Salatiga 11 Juni
1991.
Warga Kampoeng Sastra
Soeket Teki Semarang.
Tergabung dalam group
Musik Puisi Swaranabya
bersama
Latree Manohara dan
Tri Styawan.
CERITA PENDEK
CERITA PENDEK
S
yair Ampat Penari di-
nyanyikan seorang
vokalis dengan sangat
merdu. Lagu ciptaan
Oey Yok Siang itu
menggema berpadu alunan ber-
bagai bilah kayu dan gamelan
Jawa yang disebut gambang. Aksi
empat penari yang lincah ber-
lenggak-lenggok menambah riuh
suasana.
Para penari yang tergabung
dalam kelompok seniman terse-
but tengah berlatih Gambang Se-
marang. Salah satu kesenian asli
yang menjadi ikon Kota Sema-
rang. Salah satu pegiat komunitas
Bahtiar Setiawan menjelaskan,
gambang semarang ialah per-
paduan dari seni tari, musik, lagu,
dan lawak.
Gambang Semarang sudah
ada sejak 1930. Ia berasal dari
kesenian Gambang Kromong Ja-
karta. Kemunculannya tak lepas
dari peran Lie Hoo Soen, seorang
keturunan Tionghoa yang pernah
menjadi anggota Volkstraad (De-
wan Rakyat) Semarang.
Saat menjadi anggota Ge-
meenteraad (Dewan Perwakilan)
Kota Semarang, Soen menggagas
kebutuhan masyarakat Kota Se-
marang mengenai kesenian yang
khas. Gagasan Soen, begitu ia bia-
sa dipanggil, disambut baik Wa-
likota yang ketika itu dijabat Bois-
sevain. Soen kemudian membeli
alat musik Gambang Kromong di
Jakarta. Sejak itu, latihan sering
diadakan. Gambang pertama kali
dipentaskan pada tahun 1932.
Awalnya, Gambang Semarang
selalu laris dipentaskan, teruta-
ma pada saat diselenggarakan di
pasar malam. Tak hanya tersohor
Ampat penari, kian
kemari
jalan berlenggang, aduh
sungguh jenaka, tari
mereka
irama gambang
Sambil menyanyi, jongkok
berdiri
semua orang, aduh
sungguh jenaka, tari
mereka
Gambang Semarang
di Kota Semarang, Gambang
Semarang juga terkenal di ber-
bagai daerah. Di antaranya,
Kudus, Pati, dan Temanggung.
Kondisi mulai berubah se-
jak 1942. Ketika Gambang Se-
marang pentas di arena Pasar
Malam Magelang, terjadi per-
tempuran dengan Jepang. Para
pemain lari menyelamatkan
diri. Alat musik gambang yang
tertinggal lokasi pentas hi-
lang. Gambang Semarang pun
bubar. Selama beberapa tahun
tidak menggelar pentas.
Akulturasi Budaya
Direktur Gambang Sema-
rang Art Company (GSAC) Tri
Subekso mengatakan, seba-
gai kesenian asli Semarang,
Gambang Semarang tak hanya
memiliki ciri khas budaya se-
tempat. Di dalamnya, terdapat
akulturasi budaya. Misalnya,
alat musik yang digunakan
merupakan perpaduan ins-
trumen Jawa dan Tiongkok.
Para penari dan penyanyinya
juga mengenakan kain sarung
Semarangan dan kebaya en-
cim. Itu adalah kebaya tradi-
sional Jawa yang telah dimodi-
fkasi oleh keturunan Tiongkok
di Indonesia.
Mulanya, Gambang Se-
marang memiliki ciri musi-
kal yang sama dengan Gam-
bang Kromong. Namun dalam
perkembangannya karakter
musik diubah, dengan me-
nampilkan lagu khas Gambang
Semarang, lagu daerah Jawa
Tengah, lagu Keroncong, dan
lagu pop Jawa.
Sekarang Gambang Se-
marang bernuansa Jawa, lebih
dinamis dan sederhana, ujar
Subekso. Ia berharap, komu-
nitas Gambang Semarang bisa
terus berkembang dengan
mengusung kemajemukan
akulturasi budaya Tiongkok
dan Jawa.
Menurut Setiawan, setiap
komunitas Gambang Sema-
rang menampilkan ciri khas
musik berbeda. Tetapi tetap
memadukan dengan unsur
Tiongkok.
Perbedaannya cuma pada
penambahan musik yang se-
dang populer saat ini, tutur
Kesenian Lama Kota Lumpia
Gambang Semarang, kesenian sekaligus media akulturasi budaya di Kota
Semarang.
salah satu pegiat Gambang Sema-
rang itu.
Upaya Pelestarian
Dalam perjalanannya, eksistensi
Gambang Semarang mengalami pa-
sang surut. Subekso menjelaskan,
satu per satu pegiat gambang gene-
rasi awal, seperti Arif Budiman, Heni
Puspitosari, dan Dimyanto Jayadi
telah wafat. Di sisi lain, globalisasi
dan modernisasi seni hiburan mem-
buat Gambang Semarang semakin
kehilangan penerus.
Meski begitu, kesenian rakyat itu
tetap hidup dengan munculnya be-
berapa komunitas pecinta seni yang
masih setia merawat Gambang Se-
marang. Taruhlah Gambang Sema-
rang Art Compani (GSAC).
Tak mau ketinggalan, Subekso
pun membentuk Kesenian Gambang
Semarang (KGS) Undip pada 2012.
Ini salah satu cara untuk meles-
tarikan, ujarnya.
Alumni Fakultas Ilmu Budaya
Undip ini mengatakan, selain me-
wadahi ide kreatif baik dari anggota,
pemerintah, maupun masyarakat,
komunitas gambang memiliki komit-
men melanjutkan spirit akulturasi
yang membesarkan kesenian itu.
Subekso bersama komunitasnya
berikhtiar menyegarkan pementasan
gambang. Konsep penampilan de-
ngan gaya anak muda dijadikan se-
bagai daya tarik.
Buktinya, GSAC cukup diminati,
ujar Subekso.
Ia menyontohkan, banyak komu-
nitas lain yang menginginkan GSAC
tampil. Kini, alat musik yang dipakai
pun beragam. Instrumen tambahan
yang digunakan, antara lain balu-
ngan pelog, bas, dan iringan melodi.
Langkah pasti untuk memper-
tahankan seni Gambang Semarang
adalah dengan tetap mementaskan
bukan sekedar mendiskusikannya.
Jika hanya didiskusikan dan di-
seminarkan, gambang takkan hidup,
terangnya.
Untuk melestarikan Gambang
Semarang, Bahtiar Setiawan berpe-
san supaya warga Semarang turut
bertanggung jawab melestarikan
kesenian yang menjadi ikon kota
Lumpia tersebut.
Malu, orang asli Semarang tak
kenal gambang ujar pemain alat
musik bonang ini.
Lusi Ekasari dan Nur Aini Zulfa
M
erasakanmu adalah melihat
langit cerah di pagi hari,
memandang riak ombak
saat matahari terbenam,
meraba semilir angin saat langit kelabu,
menghirup kehangatan malam, melihat
bintang di langit pertama dan mera-
sakan rintik hujan di wajahku. Meng-
ingatmu, aku hanya perlu menutup
mata, merasakan udara yang berputar
di sekitarku lalu masuk ke hidung, turun
ke tenggorokan, kemudian singgah di
paru-paru dan pada akhirnya menyebar
memenuhi tubuhku. Udara itu membuat
tubuhku bergerak. Udara itu membuat-
ku hidup. Kau adalah udara. Kau mem-
buatku hidup.
Kau mulai menjadi udara di musim
gugur. Sejuk, segar dan menyenangkan.
Kau menjadi udara yang berputar di
sekitarku. Saat itu kau mulai meraba
wajah, tangan dan kakiku, menyibak
rambutku yang terurai kemudian me-
nerbangkan syalku. Tak perlu. Katamu
sambil melirik syalku yang sudah ter-
bang tinggi. Kau bilang aku terlihat lebih
cantik tanpa syal.
Semakin lama aku menjadi nyaman
saat kau di sampingku. Kau menenang-
kan hatiku dengan bisikan khas musim
gugurmu. Lalu, wus kau datang setiap
pagi, membelai wajahku dan menyibak-
kan rambutku.
Apa hari ini kau rindu padaku? ta-
nyamu suatu ketika.
Aku diam. Kau memandangku lama.
Kita sama terdiam. Aku sedang menco-
ba meraba hatiku, apa benar aku merasa
rindu?
Kau harusnya rindu padaku hari
ini. Katamu tersenyum percaya diri
sembari duduk di sebelahku.
Kita sama-sama memandang la-
ngit. Kau menoleh padaku, lalu mulai
berputar-putar lagi di sekitarku. Aku
tersenyum memutar kepala mengikuti
gerakanmu.
Tiba-tiba kau berhenti di depanku,
memandangi wajahku lekat-lekat.
Kau benar-benar tidak rindu pa-
daku? tanyamu menyipitkan mata me-
nyelidik. Kau memiringkan kepalamu.
Aku masih tak bergeming.
Baiklah, aku akan pergi. Jadi ja-
ngan menyesal nanti. Katamu lagi. Aku
menundukkan mata dan tersenyum.
Kau juga tersenyum. Kita sama tahu kau
pasti akan kembali. Bukankah kau tak
bisa membuka hari tanpa menemuiku?
***
Aku terpejam merasakan sentu-
hanmu yang semakin dingin merayapi
tubuhku. Aku merasakan tanganmu
yang semakin dingin tiap harinya. Bah-
kan sekarang sentuhanmu serasa se-
perti sentuhan tangan orang mati.
Tanganmu semakin dingin. kataku.
Kau kedinginan? tanyamu meman-
dangku.
Apa kau mau aku berhenti me-
nyentuhmu? tanyamu lagi sebelumaku
menjawab.
Aku menggeleng. Aku sudah terbia-
sa dengan sentuhanmu, jadi tak masalah
walaupun kau akan sedingin es. Rasanya
akan tetap rasamu, aku akan tetap nya-
man bersamamu.
Apa kau tahu jika musim semakin
dingin mungkin aku juga akan semakin
dingin. katamu tiba-tiba.
Seperti dugaanku, kau pasti akan
begitu. Tapi aku rasa aku tidak apa-apa.
Jadi jangan berhenti. Jangan pergi dan
tetaplah di sampingku. Jawabku de-
ngan lembut.
Baiklah, aku berjanji tak akan per-
gi. Katamu.
Danke. Janjimu itu lebih menye-
nangkan ketimbang janji orang ber-
jubah putih yang datang setiap jam sepuluh pagi
itu. Tahu apa yang dijanjikannya?tanyaku.
Kau memiringkan kepala berpikir. Namun
sebelum sempat melemparkan tebakanmu, aku
menjawab sendiri pertanyaanku.
Dia bilang aku masih akan hidup lama, dua
puluh tahun, tiga puluh tahun, bahkan seratus
tahun lagi. Kataku menerawang jauh. Kau diam
menunggu lanjutan ceritaku.
Tapi aku harus mematuhi semua kata-ka-
tanya yang setengah memaksa untuk meminum
banyak pil setiap harinya. Hah, apa dia tidak tahu
kalau meminum satu pil saja rasanya sudah san-
gat menyiksa. Lalu bagaimana bisa hidup seratus
tahun lagi kalau aku harus meminumnya setiap
hari. Bukankan akhirnya malah aku akan cepat
mati tersiksa karena harus meminum obat itu?
Tanyaku menoleh padamu yang sekarang berada
di sebelah kananku.
Mendengar jawabanku kau tertawa keras dan
kemudian berputar dengan cepat di sekitarku.
Aku juga ikut tertawa. Kita tertawa bersama. Aku
sangat senang. Ah, sudah lama aku tak merasa
seperti ini.
Kau percaya yang dikatakan Dokter itu? ta-
nyamu menahan tawa.
Menurutmu dia seorang dokter? tanyaku.
Kau mengangguk.
Benarkah? Bagiku dia itu seperti tukang jagal
hewan yang akan disembelih. Kataku. Tawamu
kembali tergelak keras.
Hei, apa ini lucu bagimu? Kenapa kau mener-
tawakanku? Protesku. Kau langsung diam mena-
han tawa.
Maaf, aku tidak bermaksud menertawaimu.
Tapi bagaimana kalau perkataan tukang jagal itu
benar? Tanyamu menggodaku.
Memangnya kau percaya kalau obat-obat itu
bisa membuatku hidup selama itu? Atau haruskah
aku menyiksa diri dengan pil-pil itu agar aku bisa
tetap hidup? tanyaku sambil melotot padamu
yang langsung berhenti tersenyum.
Hei, tenanglah. Aku hanya bercanda. Menu-
rutku kau tak perlu melakukannya. Katamu man-
tap.
Bagaimana kalau kau menjadi sepertiku saja?
Aku abadi, tak pernah mati. Lanjutmu.
Menjadi seperti aku, kau tak perlu merasakan
sakit, merasa takut apa yang akan terjadi besok,
bahkan kau tak perlu merasa takut akan mati. Aku
abadi. Kau juga akan begitu nantinya. Apa kau
mau? tanyamu .
Mataku berbinar-binar memandangmu. Aku
senang sekali mendengar perkataanmu. Aku
senang tapi kuatir. Aku belum yakin apakah per-
kataanmu itu benar atau hanya sekedar hiburan
untukku.
Ah, kau tidak menjawab. Kau takut menjadi
sepertiku? tanyamu lagi.
Tidak. Aku hanya tidak yakin dengan perkata-
anmu. Jawabku. Kau malah tertawa.
Itu sama saja dengan takut. Apa yang kau
takutkan? Menjadi seperti ini sangat meny-
enangkan. Katamu lagi. Kau terbang meliuk-
liuk ke kiri dan dengan cepat kembali duduk di
sampingku.
Menjadi sepertimu sepertinya sangat me-
nyenangkan. Tapi itu kedengarannya seperti
mimpi. Mimpi yang menyenangkan dan lenyap
saat aku bangun. Kataku.
Ya. Kau benar. Jawabmu dengan senyum
kecut. Matamu jauh menerawang ke langit
musim dingin ini, menembus titik-titik salju
yang mulai berjatuhan.
Tapi, kalau kau tahu, ini rasanya seperti
mimpi yang tak akan bangun lagi. Jadi tak perlu
kuatir. Lanjutmu menoleh padaku dengan se-
nyumtermanismu.
Benarkah? Kau tidak bohong? tanyaku
sambil mengacungkan jari telunjukku ke wa-
jahmu. Alih-alih kaget, kau malah mencium
jariku dan mulai melayang. Kau berputar di
sekitarku tiga kali, mengedipkan mata kemu-
dian menghilang.
Ah, waktu sudah habis tanpa ku sadari. Kau
pergi lagi seperti kemarin, kemarinnya lagi dan
kemarinnya lagi. Kadang aku bertanya-tanya
kemana kau pergi. Apa kau pulang? Apa kau
punya rumah? Tapi pertanyaan-pertanyaan itu
tak pernah terlontar dari mulutku. Bertemu
denganmu membuatku mengabaikan asal-
usulmu. Aku merasa tak perlu tahu. Yang ku
tahu, kau selalu bisa membuatku nyaman ber-
samamu.
Aku menoleh ke arah pintu. Dan seperti bi-
asa, tukang jagal itu sudah menantiku setelah
kepergianmu. Tapi hari ini tak ku lihat senyum
di wajahnya. Dia melihat ke arahku seperti
orang yang sedang kuatir. Tapi aku tak peduli
karena di sebelahnya ada suster favoritku, Sus-
ter Maria.
Sayang, ayo masuk. Kata Suster Maria
dengan senyumnya yang biasa.
Aku menurut saat Suster Maria menun-
tunku masuk. Tukang jagal itu mengikuti kami
dari belakang lalu berhenti di daun pintu ka-
marku. Dia tak perlu lagi masuk dan memak-
saku meminum semua pil-pil itu. Kehadiran-
nya di depan pintuku saja sudah pasti dengan
tatapan mata singa yang siap menerkamkalau-
kalau aku tak mau minumobat lagi.
Suster Maria memintaku meminumbanyak
pil seperti biasa. Kemudian dia mulai berce-
loteh tentang dinginnya udara musim ini. Dia
membelai dengan lembut rambutku yang ka-
tanya dingin lalu ngomel panjang lebar agar
aku tidak terlalu sering berada di luar. Dia
bilang itu akan membuatku tambah sakit. Ka-
tanya lagi, karena aku adalah gadis pintar, jadi
aku harus menurut.
Sudah empat bulan, ah tidak, empat bulan
lebih enam hari Suster Maria tersenyum se-
perti itu padaku. Dia punya senyum yang can-
tik, seperti senyum ibuku. Aku selalu menurut
Oleh: Eny Rifaatul Mahmudah
padanya. Sampai saat ini, hanya di-
alah satu-satunya orang yang mampu
membujukku untuk meminum send-
iri semua pil-pil pahit itu. Menurutku
dia suster sangat baik.
***
Pagi ini kau datang bersama
hembusan paling dingin musim ini.
Belum sempat membalas senyumku,
kau sudah berputar-putar di sekeli-
lingku.
Sudah siap? Katamu dengan ri-
ang.
Aku mengangkat alisku pena-
saran. Kau mengedipkan mata,
berputar lagi sekali, kemudian ber-
henti persis di depan wajahku. Kau
mendekatkan wajahmu ke wajahku
hingga nafasmu yang hampir beku
itu terasa menusuk-nusuk wajahku.
Aku memejamkan mata. Kau malah
mundur dan tertawa menerka apa
yang kupikirkan.
Tidak, sayang. Bukan seperti itu.
Katamu. Mataku langsung terbuka
dan aku tersipu malu.
Aku akan membuatmu menjadi
angin. Katamu mantap.
Aku akan mulai membuka mulut
ketika kau buru-buru berkata lagi,
Eit, kali ini bukan tawaran, tapi pe-
maksaan. Aku sudah bosan terbang
sendirian. Sudah tidak sabar ingin
terbang bersamamu. Wajahmu ber-
seri-seri. Kerutan di dahiku masih
belumhilang.
Ayo, lakukan sekarang. Kau tak
perlu berbuat apa-apa. Hanya perlu
memejamkan mata kemudian bi-
arkan aku masuk dan membuatmu
menjadi angin. Siap? tanyamu.
Aku masih bingung tapi tetap
mengangguk. Bagaimanapun aku
percaya padamu. Aku tidak merasa
perlu mengetahui bagaimana caramu
membuatku menjadi angin, apakah
akan terasa sakit, atau bagaimana
rupaku saat menjadi angin, juga
bagaimana nanti kalau aku sudah
menjadi angin. Aku hanya memba-
yangkan kesenangan saat aku ter-
bang bersamamu nanti.
Aku melihatmu berputar-putar
dengan cepat sebelum mulai meme-
jamkan mata. Kuhirup udara sekuat-
kuatnya, mencoba merasakan dingin-
nya di dalamtubuhku untuk terakhir
kalinya. Udara itu masuk ke hidung-
ku, turun ke tenggorokan, singgah
di paru-paru, kemudian menyebar
memenuhi tubuhku. Sekarang aku
merasa penuh dan benar-benar hi-
dup. Aku merasa damai.
Tiba-tiba Suster Maria dantukang
jagal itu sudah berada di sampingku.
Mataku sedikit terbuka. Tukang jagal
itu menggoyang-goyangkan tubuhku
dengan keras. Suster Maria berteriak
tak jelas. Beberapa lama kemudian,
lebih banyak lagi teriakan-teriakan
kabur di sekitarku. Samar-samar ku
lihat banyak bayangan putih berseli-
weran di sekitarku. Kurasakan ada
yang menekan ujung jari tangan dan
kakiku, bahkan ada yang mencubit
kaki dan lenganku. Aku tak tahu apa
yang sedang terjadi. Semuanya terli-
hat kacau dan kabur.
Bersama napasku yang keluar
membawa karbondioksida dari tu-
buhku, kurasakan sehembus udara
hangat melewati tenggorokan dan
hidungku. Aku merasa ringan dan
kemudian tersadar saat mendapati
tanganmu menarikku terbang ber-
putar-putar menembus keemasan
langit fajar. Aku bebas. Aku menjadi
angin.
Kalisari 2013
Ini bukan semacam rangkuman frman Tuhan yang ha-
rus kita amini atau pun sabda Nabi yang musti kita
ikuti. Ini hanyalah serupa perasaan sederhana yang
mencatat dirinya sendiri, dari serpihan jejak yang telah
lama menjantung dan selalu mencipta detak di dada,
juga dari be-ribu keping darah kenangan yang me-
ngalir dan terangkum dalam tubuhku.
Menjadi ayat-ayat yang memaktub dalam tubuh dan
selalu ku baca sehabis bersila dalam renungan.
Surat Meja Makan
Ayat 1
Maka saat itulah kau jadikan rindu dari selembar tisu,
saat kau gariskan tisu menjadi beberapa lipatan dari
ujung jemari yang kemudain kau usapkan ke sisi-sisi
bibirku, sesaat setelah kita menyantap segala hida-
ngan di meja.
Maka benih kebahagian selalu tersebar di segala sudut
di atas sekian meja makan yang tiap kali kita lahap
bersama. Dan akan meninggalkan senyuman kepada
mata kita yang tiap lewat memandang jejak kenangan
yang pernah kita duduki itu.
Ayat 2
Jika kau diadukkan minuman bergula oleh kekasihmu,
maka saat itulah kau akan mencicipi kebahagiaan
sederhana tentang perhatian.
Dalam kesendirian, kau akan mengingat nada denti-
ngan antara ujung sendok dan sisi gelas, yang me-
leburkan gula dan air menjadi sesuatu yang manis,
yang akan kau teguk. Kemudian kau akan tahu betapa
kenangan me-ngalir dalam tubuh, terasa dengan sen-
dirinya tanpa kau suruh.
...
Surat Doa
Ayat 1
Kepada yang terkasih: kita selalu tak butuh kata atau-
pun ucapan ketika dua pasang mata ini saling silang
pandang. Hanya bahasa tatapan yang bercakap ten-
tang jarak dan waktu, yang menyejarahkan keadaan-
nya. Kemudian segala rasa melebur bersama pelukan
yang sama kita kultuskan pada harapan.
Ayat 2
Perihal doa dan harapan, kita berkali melahirkan se-
buah rencana, yang lantas menentukan rumus baha-
gia,
Siapa tahu tentang buah takdir atau pun nasib? re-
nung kita
Sementara mereka bersorak memanggilmu, aku ha-
nya diam-diam melahirkan serumpun huruf yang ter-
baca sebagai namamu, lantas kusandingkan dengan
namaku, dalam doa.
Aku juga katamu
Siapa mampu menepis pertemuan nama dalam doa,
kecuali Sang Yang Maha Tujuan? Dan sampai saat ini,
pada harapan mana lagi yang belum sama kita lafal-
kan?
...
Semarang, 05-08.2014
: yang takkan selesai kutulis dan khatam kubaca,
teruntuk[mu] yang selalu tabah dalam napas
Menjadi Angin
D
o
k
.In
te
rn
e
t
22 23 Agustus 2014 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123 AMANAT Edisi 123
MASJID KAUMAN SEMARANG
U
sai menggelatakkan barang
belanjaan di pelataran masjid,
InnayatumMufdah merebah-
kan tubuh di samping barang
bawaannya. Sesekali ia menyeka keri-
ngat yang rata di mukanya. Wanita asal
Kendal itu terbiasa numpang rehat di
pelataran Masjid Agung Kauman setelah
lelah berbelanja di Pasar Johar.
Salat sambil istirahat di sini, kata-
nya.
Meski sering mampir, saat ditanya In-
nayatumtak mengerti seluk-beluk salah
satu masjid kebanggaan kota Sema-
rang itu. Terutama ihwal sejarah Masjid
Agung Kauman.
Posisi Masjid Kauman yang berhada-
pan dengan Pasar Johar memang biasa
dimanfaatkan pengunjung pasar untuk
beristirahat dan salat. Namun, sama
seperti Innayatum sebagian besar pe-
ngunjung tak mengerti perjalanan Mas-
jid Kauman dari waktu ke waktu.
Padahal masjid tertua di Kota Sema-
rang itu memiliki sejarah panjang. Teru-
tama berkaitan dengan proses penye-
baran agama Islampada masa lampau.
Prasasti yang terpatri dalam batu
marmer di tembok gerbang menjadi
bukti. Dalam Piagam itu dituliskan,
masjid dibangun pada 1170 hijriah atau
bertepatan dengan 1749 masehi.
Pengurus Masjid Kauman Muhaimin
menjelaskan, pendirian Masjid tak ter-
lepas dari peran Maulana Abdul Salam
atau dikenal Made Pandan. Ia sengaja
diutus Kesultanan Demak menyebarkan
Islam di wilayah barat. Sang Maulana
dari Arab itu lantas mendiami Pulau
Tirang dan mengajarkan Islam kepada
masyarakat sekitar. Karena pengaruh-
nya dalam menyebarkan Islam ia diberi
gelar Ki Ageng Pandan Arang.
Dalambuku Selayang Pandang Mas-
jid Agung Semarang diterangkan, Pan-
dan Arang mengawali tugasnya dengan
membangun masjid yang sekaligus ber-
fungsi sebagai padepokan di wilayah
Mugas.
Di bawah pengaruhnya Semarang
kian hidup. Segala persyaratan untuk
menjadikan Semarang setingkat kabu-
paten pun terpenuhi. Oleh Sultan Pajang
dan Sunan Kalijaga, Pandan Arang ke-
mudian dinobatkan sebagai bupati Se-
marang pertama sekaligus mendeklarasi
kannya sebagai kabupaten. Peristiwa ini
bertepatan dengan peringatan maulud
Nabi Muhammad SAW (2 mei 1547 M).
Pandan Arang menjadikan mas-
jid bukan sekadar tempat ibadah dan
mengajarkan agama, tetapi juga sebagai
pusat kegiatan pemerintahan. Seiring
perkembangan waktu, daerah Mugas
dianggap kurang strategis sebagai pusat
pemerintahan. Pusat pemerintahan ke-
mudian dipindahkan ke Bubakan. Ko-
non Pandan Arang juga memindahkan
masjid ke daerah Pademaran.
Pembangunan Masjid
Bangsa penjajah mulai memasuki
Semarang ketika masa kepemimpinan
Kyai Mas Tumenggung Judonegoro yang
bergelar Kyai Tumenggung Adipati Suro
Hadimenggolo I (1674-1701). Kemudian
dilanjutkan Kyai Tumenggung Adipati
Suro Hadimenggolo II (1743-1751).
Pada masa kepemimpinan Tumeng-
gung Adipati Suro Hadimenggolo II itu-
lah terjadi kebakaran besar akibat pem-
berontakan orang-orang Tiongkok ter-
hadap pemerintahan kolonial Belanda
(VOC) karena persaingan dagang. Mas-
jid Kauman yang posisinya berdekatan
dengan tangsi VOC dan kampung peci-
nan pun ikut hangus terbakar.
Bupati Suro Hadimenggolo II berusa-
ha mendirikan kembali masjid dengan
memindahkannya ke tempat yang lebih
strategis, di barat Bubakan. Persis posisi
masjid saat ini. Pada masa pemerinta-
han Suro Hadimenggolo III (1751-1773)
terjadi renovasi besar-besaran terhadap
Masjid Kauman.
Struktur bangunan masjid mengacu
arsitektur tata kota masyarakat Jawa
pada umumnya. Masjid sebagai pusat
keagamaan berdekatan dengan alun-
alun wahana berkumpul warga, pasar
sebagai pusat perekonomian, keraton
sebagai pusat pemerintahan, dan pen-
jara sebagai tempat peradilan. Karena
jasanya Suro Hadimenggolo II diberi
gelar Desticher van de ercste messigiit te
Semarang (Pendiri Masjid besar perta-
ma di Semarang).
Naas, pada 1885 Masjid Kauman
mengalami musibah kebakaran lagi
akibat terkena sambaran petir. Seluruh
bangunan berikut isinya musnah terba-
kar. Masyarakat Semarang berduka.
Usaha membangun kembali dilak-
sanakan pada 1889 pada pemerintahan
Cokro-dipuro dibantu seorang arsitek
Belanda Ir. Gambier. Peristiwa musibah
kebakaran dan pembangunan kem-
bali masjid tersebut diabadikan dalam
prasasti yang ditulis dalambahasa Arab,
Jawa, Belanda, dan Melayu yang menya-
tu di dinding gapura masjid.
Butuh Perhatian
Kini, wajah kauman telah berubah.
Sejak 1938, alun-alun berubah fungsi
menjadi area komersil yakni Kawasan
Pasar Johar. Meski begitu, masih tampak
bukti historisitas Masjid Kauman. Seper-
ti, batu prasasti yang menancap di pintu
gerbang masjid.
Di samping itu, di kawasan Kauman
juga berkembang masyarakat multiet-
nik yang hidup turun temurun secara
berdampingan. Ada kampung Pecinan,
kampung Melayu/Arab serta kelompok
pribumi yang posisinya berdekatan.
Menurut Muhaimin, kauman me-
miliki peran penting terhadap perkem-
bangan masyarakat Kota Semarang. Ke-
beradaannya bukan sekedar pusat iba-
dah umat Islam, melainkan juga simbol
persatuan multietnik.
Keberadaan masjid mampu menya-
tukan keragaman suku yang tinggal di
sekitarnya. Mereka saling menghormati
tradisi dan kepercayaan suku lain. Mu-
haimin mengakui, konfik-konfik kecil
tak bisa dihindari. Namun, masalah yang
ada masih dalamtaraf wajar. Yang satu
kelompok saja kadang terjadi perselisi-
han, terang Muhaimin.
Dalamnya nilai historisitas Masjid
Kauman ternyata kurang mendapatkan
apresiasi dari pemerintah kota. Mu-
haimin merasa, Kauman kehilangan
sosok pemimpin yang peduli terhadap
masjid bersejarah itu. Kondisi tersebut
bermula ketika Semarang bertransfor-
masi diri.
Pasca kemerdekaan, Semarang
berkembang menjadi kota praja. Aki-
batnya, fungsi bupati bukan lagi me-
ngurusi kota. Melainkan, wilayah di luar
kota Semarang. Perubahan status Sema-
rang berimbas pada perubahan sistem
kepengurusan masjid Kauman. Masjid
Agung yang sebelumnya menjadi uru-
san Bupati, diserahkan kepada Walikota.
Kepengurusan masjid jadi tak jelas,
status masjid juga tak jelas.
Muhaimin menjelaskan, Masjid
Agung Semarang sejatinya dipimpin
seorang Bupati. Namun, bergantinya
Semarang menjadi Kota Madya dan Ka-
bupaten Semarang pindah ke Ungaran
menyebabkan tampuk kepemimpinan
Masjid kosong.
Masjid ini milik siapa? tanya Mu-
haimin.
Secara geografs, posisi masjid bera-
da di wilayah kota Semarang. Sehingga,
ia berada di bawah kepemimpinan wali
kota. Namun, lanjut Muhaimin, dari
sisi historis, masjid Kauman lebih dekat
dengan Bupati.
Ikatan emosionalnya berbeda, di-
pimpin Bupati dengan Wali Kota, je-
lasnya.
Bupati dirasamemiliki kedekatan dan
perhatian lebih terhadap masjid agung
ketimbang Walikota. Ia membanding-
kan, ada perbedaan antara kedekatan
Masjid Agung Kauman dengan Waliko-
tanya, dengan kedekatan Masjid Agung
Demak dengan Bupatinya.
Tradisi Dugderan
Sebagai masjid utama di Semarang,
Kauman mulanya dijadikan tempat
penetapan awal Ramadhan. Apalagi,
letaknya berada dekat pesisir pantai Se-
marang yang strategis untuk melihat bu-
lan, atau Rukhyatul Hilal.
Dulu di Tanjung Emas ada menara
laut, pada 29 Syaban diigunakan untuk
melihat bulan, terang Muhaimin.
Hasilnya kemudian dilaporkan kepa-
da takmir masjid untuk dimusyawarah-
kan. Di luar, masyarakat berkumpul
menunggu pengumuman penetapan
awal Ramadhan sang takmir.
Kebiasaan berkumpul masyarakat
menjelang Ramadhan masih dilestari-
kan sampai saat ini. Tradisi tersebut
dikenal dengan istilah Dugderan. Na-
mun, bukan lagi untuk menunggu pe-
ngumuman awal Ramadhan dari takmir
masjid.
Dugderan saat ini sebagai upacara
penanda datangnya bulan Ramadhan.
Kata dugderan diambil dari bunyi bedug
Dug dan bunyi meriamDer. Ciri khas
tradisi ini adalah warak Ngendog.
Penetapan awal puasa tetap mengi-
kuti pemerintah, lanjutnya.
Irma Mufikhah
Masjid Kauman menjadi cikal bakal dan pusat perkembangan Islam di Semarang. Di
sekitarnya hidup rukun masyarakat Jawa, Tiongkok, dan Arab.
vARIA KAMPUS CERMIN
Sentral Islam Masa Silam
Kebiasaan berkumpul
masyarakat menjelang
Ramadhan masih dilestari-
kan sampai saat ini. Tradisi
tersebut dikenal dengan
istilah Dugderan.

Amanat-Rabu (6/8), IAIN Walisongo,
Semarang menggelar wisuda sarjana
ke-65, magister ke-32, doktor ke-8,
dan diploma III ke 15. Acara yang ber-
tempat di Auditorium2 Kampus 3 dii-
kuti 1114 wisudawan yang terdiri dari
53 diploma, 1047 sarjana, 10 orang
magister, dan 4 orang doktor.
Dalam sambutannya, Wakil Rek-
tor Bidang Akademik Musahadi me-
maparkan pencapaian para wisu-
dawan. Prestasi terbaik diraih Zum-
rotul Choiriyah dari Fakultas Dak-
wah dan Komunikasi dengan Indeks
Prestasi Komulatif (IPK) 3,93 (Cum-
laude). Hasil terbaik Fakultas Syariah
diraih Dito Alif Pratama dengan IPK
3,89. Akhmad Nadirin dari Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan den-
gan IPK 3,84, Siti Asiyah dari Fakultas
Ushuluddin dengan IPK 3,86, Anis
Fitria dari Fakultas Ekonomi dan Bis-
nis Islam dengan IPK 3,86, Riska Di-
yah Saputri dari Program Diploma III
dengan IPK 3, 89. Untuk programma-
gister, wisudawan terbaik disandang
Imas Musfroh dengan IPK 3,74 dan
program doktor yakni Ikhrom dengan
IAIN Wisuda 1114 Mahasiswa
Amanat-Selasa (12/8), Fakultas Ushuluddin
menggelar dialog terbuka calon dekan periode
2014/2018. Acara yang berlangsung di halaman
fakultas dihadiri keempat kandidat; Mukhsin
Jamil, HasyimMuhammad, Sulaiman al-Kumayi,
dan Muh. InamMuzahidin.
Turut hadir dalamacaraitu, dosen, karyawan,
dan berbagai unsur mahasiswa ushuluddin.
Proses dialog dipandu Mustika Bintoro dan
Muhammad Affudin al-Farisi. Acara diawali
perkenalan calon dekan, penyampaian visi
dan misi, kemudian dilanjutkan dialog terbuka
antara kandidat dengan para peserta.
Dialog berlangsung dengan menarik.
Beberapa kali mahasiswa mengajukan
pertanyaan kepada para calon. Bergantian
mereka memberi jawaban menurut cara
pandangnya. Melaui dialog mahasiswa dapat
melihat kualitas calon dekan, kata Arifn.
Ketua panitia pemilihan Dekan Ushuluddin
Zainul Adzfar mengatakan, dialog terbuka
digelar sebagai sarana komunikasi para
kandidat. Dengan begitu, dekan terpilih akan
mengerti keinginan sivitas akademika yang
harus diwujudkan di masa kepemimpinannya
untuk empat tahun ke depan. Demi kemajuan
Fakultas Ushuluddin, harap Zainul.
Abdul Ghofur
Dialog Terbuka
Calon Dekan
Fakultas Ushuluddin
Suasana wisuda ke-65 di AuditoriumII Kampus 3.
Aktvitas masyarakat di depan Masjid Kauman Semarang.
A
m
a
n
a
t. Irm
a

A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
A
m
a
n
a
t. K
h
o
iru
l U
m
a
m
Amanat-Surat Kabar Mahasiswa
(SKM) AMANAT IAIN Walisongo
Semarang merayakan ulang tahun ke-
30 dengan mengadakan tasyakuran,
Kamis (14/08/2014). Acara yang di-
gelar di Masjid Walisongo Kampus 3,
dihadiri para alumni dan kru Amanat.
Pemimpin Umum Rohman Kusri-
yono, dalam sambutannya mengajak
semua kru amanat untuk bangga dan
bersyukur atas usia SKM AMANAT
Tasyakuran Ulang Tahun SKM AMANAT ke-30
Amanat-Senin (11/8), Fakultas Ilmu Tarbi-
yah dan Keguruan (FITK) menggelar upaca-
ra pelepasan Praktik Pengalaman Lapangan
(PPL) di halaman kantor fakultas. Total 474
mahasiswa diterjunkan ke 46 sekolah baik
negeri maupun swasta di wilayah sema-
rang. Meliputi; Madrasah Ibtidaiyyah, Seko-
lah Dasar, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Pertama, Madrasah Aliyah, Seko-
lah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Kegiatan yang dimulai pukul 07.00 WIB
itu dihadiri pula para Dosen Pembimbing
Lapangan (DPL) dan pimpinan fakultas. Para
DPL bertugas mengawal berjalannya proses
PPL mahasiswa dari awal hingga akhir. Mere-
ka akan memantau secara langsung kegiatan
di sekolah. Membimbing dan memberi solusi
jika ada permasalahan yang dihadapi.
Dekan FITK Sujai dalam sambutannya
mengatakan, PPL menjadi sarana penting
bagi mahasiswa tarbiyah. Sebagai calon guru,
mereka perlu melakukan praktik langsung di
sekolah. Mendidik siswa yang mempunyai
karakter beragam. Mengelola proses pem-
belajaran, administrasi sekolah, dan lain se-
bagainya.
Agar setelah lulus mampu menjadi guru
berkualitas, katanya.
Sujai juga berharap, mahasiswa mampu
menjaga sikap, perkataan, dan perbuatan
selama praktik di sekolah latihan. Sebab, hal
ini akan memengaruhi nasib mahasiswa PPL
tarbiyah selanjutnya. Kalau mahasiswa ber-
sikap tidak baik sekolah akan memutuskan
kerjasama.
Nama baik fakultas dan kampus berada
di tangan saudara sekalian, pesannya.
Proses PPL akan berlansung selama dua
bulan, mulai 11 Agustus-4 Oktober 2014. Se-
belum turun ke sekolah latihan, peserta PPL
diberi beragam materi dalam pembekalan
yang dilaksanakan pada Jumat 8 Agustus
2014. Baik dalam hal administrasi, teknis
pelaksanaan, etika, hingga penyususnan
laporan.
Machya A.U.
FITK Terjunkan
474 Mahasiswa PPL
IPK 3,74.
Rektor IAIN Muhibbin memberi-
kan ucapan selamat kepada seluruh
wisudawan. Bagi wisudawan ber-
prestasi mendapat apresiasi berupa
beasiswa untuk studi lanjut di IAIN
Walisongo. Bagi sarjana terbaik si-
lahkan melanjutkan S2 dan yang S2
melanjutkan S3, katanya. Muhibbin
berharap, ilmu yang telah diperoleh
dapat diamalkan dengan baik. Supaya
bermanfaat bagi masyarakat.
Irma Mufikhah
yang telah menginjak 30 tahun. Sam-
pai kini Lembaga Pers Mahasiswa di
tingkat institut tersebut masih eksis
dan selalu berusaha memberi kontri-
busi yang baik, khususnya bagi sivitas
akademika IAIN Walisongo dan kepa-
da masyarakat pada umumnya.
Rohman berharap, dirinya juga
semua kru amanat bisa lebih rajin dan
selalu semangat dalam belajar ber-
organisasi di SKM AMANAT. Agar di
tahun-tahun mendatang Amanat bisa
semakin baik dan berkualitas. Apa
yang baik mari terus dilanjutkan, yang
tak baik segera diperbaiki, ujarnya.
Pada akhir acara Selamatan terse-
but, semua hadirin melakukan tahlil
dan doa bersama, selanjutnya pemo-
tongan tumpeng oleh alumni SKM
AMANAT.
Ahmad Muhlisin
Pemimpin U mumSKMAMANAT Rohman Kusriyono sedang menyampaikan sambutan.
24 Agustus 2014 AMANAT Edisi 123
Membentuk
Konsep
Diri
OSOK S
P
ak, sepertinya kuliah di IAIN mem-
buat masa depan saya tak menentu.
Kata seorang mahasiswa kepada
Muhyar Fanani. Ia terkejut mende-
ngar pernyataan itu. Muhyar, sapaan akrab-
nya, lantas menjawab, Menurut anda masa
depan mahasiswa di perguruan tinggi lain
jelas? Kalau nasib seseorang sudah dijamin
tentu tak akan ada seorang pun yang ingin be-
lajar.
Begitulah Muhyar memberi penjelasan
sekaligus semangat pada para mahasiswa
mengenai hakikat belajar. Menurutnya, saat
ini pola pikir instan transaksional telah men-
jangkiti mahasiswa. Kesuksesan hanya diukur
dari seberapa banyak materi diperoleh. Kuliah
dilakukan atas dasar untung rugi. Sehingga
gelar sarjana tidak lagi menjadi simbol keda-
laman ilmu dan keluhuran akhlak. Melainkan
sebatas sarana mendapatkan kenikmatan du-
niawi.
Pola pikir cepat saji sangat berbahaya un-
tuk perkembangan mental mahasiswa. Me-
reka akan menilai sesuatu dari hasil tanpa
memerhatikan proses. Secara tidak sadar
perilaku ini sering dilakukan. Seperti, me-
nyontek atau plagiasi dalam menyelesaikan
tugas.
Padahal untuk mencapai kesuksesan pasti
tak terlepas dari sebuah proses. Kegagalan
adalah sebuah tantangan yang harus dijadi-
kan media memperbaiki diri. Tomas Alfa
Edison saja baru bisa menciptakan lampu
setelah seribu kali mencoba, ia menyontoh-
kan.
Muhyar mengingatkan, kesuksesan tak
bisa diperoleh melalui kepandaian saja. Ada
hal lain yang tak kalah penting untuk dimiliki,
yaitu akhlak. Ilmu dan akhlak akan membawa
se-seorang pada posisi mulia baik di dunia
maupun akhirat.
Ilmu tanpa disertai akhlak tidak akan ber-
guna, bahkan justru bisa merugikan masyara-
kat dan bangsa. Seperti para koruptor, de-
ngan ilmunya mereka justru membuat negara
ini terpuruk, ujarnya.
Tri Etika Kampus
Cita-cita melahirkan ilmuwan ber-
akhlakul karimah itulah yang mendorong
IAIN Walisongo menyusun Tri Etika Kam-
pus. Konsep yang meliputi ilmiah, diniyah,
dan ukhuwah diharapkan menjadi flosof
sivitas akademika dalam berfkir dan bertin-
dak. Di dalamnya mencakup semua ranah
kecerdasan yang meliputi kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Sayangnya, ketiga hal itu kini tak banyak
difahami mahasiswa. Apalagi menjadikannya
flosof dalam menuntut ilmu. Bahkan ba-
nyak dari mereka yang tak mengenal Tri Etika
Kampus. Maka tak mengherankan jika proses
perkuliahan tak dapat membentuk konsep
diri.
Konsep diri akan menentukan baik bu-
ruknya perilaku mahasiswa. Hal itu dapat di-
wujudkan melalui perbaikan sikap sekaligus
mendalami ilmu secara terus-menerus.
Keberhasilan membentuk konsep diri itu
akan membentuk sikap tanggung jawab. Bu-
kan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan
juga kepada orang tua, dosen, almamater, ma-
syarakat, negara, dan Tuhan.
Gemar Membaca
Secara pribadi, Muhyar adalah sosok
sederhana namun mengutamakan kualitas
keilmuan. Ia menganjurkan kepada maha-
siswa agar senantiasa mendalami ilmu de-
ngan cara yang benar.
Ia selalu mengarahkan mahasiswa untuk
menemukan konsep diri yang baik sebagai
pandangan hidupnya. Ketika di dalam ke-
las, Muhyar sering berpesan agar belajar dari
orang berilmu. Baik secara langsung atau
dengan membaca karyanya. Kemandirian
dalam belajar membuat wawasan mahasiswa
semakin luas. Dekat-dekatlah pada buku,
pesannya.
Ia berharap agar mahasiswa jangan se-
perti politikus, yang sibuk mencari teman
dan keuntungan. Boleh saja menjadi politisi
asalkan selalu belajar dan menggunakan cara
yang bermartabat untuk meraih kedudukan.
Hendaknya mereka memiliki komitmen keil-
muan yang baik dalam berbagai hal, harap-
nya.
Di samping gemar membaca, Muhyar
ke-rap pula menghasilkan karya tulis di ko-
ran, jurnal, buku, hingga penelitian di dalam
maupun luar negeri. Hidup seorang penu-
lis itu lebih panjang daripada usia fsiknya.
Semangatnya menulis bermula dari nasihat
seorang guru kepadanya, Kalau anda orang
biasa, bapak anda orang biasa, tetapi anda
ingin menjadi orang luar biasa maka jadilah
penulis, kenangya.
Nama : Dr. Muhyar Fanani, M.Ag
Jabatan : Kepala Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Walisongo
(2012-sekarang)
Pendidikan:
Fak. Syariah IAIN Sunan Kalijaga (1997), Program Pascasarjana IAIN
Sunan Kalijaga (1999), Program Doktor IAIN Sunan Kalijaga (2005)
Karya:
Pudarnya Pesona Ilmu Agama (Pustaka Pelajar-Manara, Oktober
2007). Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan seba-
gai Cara Pandang (Pustaka Pelajar, Agustus 2008). Membumikan
Hukum Langit (Tiara Wacana, Agustus 2008). Ilmu Ushul Fiqh di
Mata Filsafat Ilmu (Walisongo Press, 2009). Fiqh Madani (LKiS,
2010). Berwakaf Tak Harus Kaya (Walisongo Press, 2010).
D
o
k
.K
h
o
i
r
u
l U
m
a
m

Anda mungkin juga menyukai