UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
2018
DEPOK
Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia (IKM UI) adalah wadah formal dan
legal bagi seluruh aktivitas kemahasiswaan di Universitas Indonesia1. Hal tersebut didasari
oleh kebutuhan mahasiswa untuk belajar, mengembangkan diri, hingga pada aktualisasi diri
demi kebermanfaatan banyak orang. Dengan demikian, IKM UI merupakan suatu tatanan
yang memiliki anggota, tujuan, dan tentunya harus memiliki sistem yang melingkupinya.
Tatanan yang dibentuk terdiri atas lembaga kemahasiswaan tingkat universitas dan tingkat
fakultas, yang masing-masing memiliki sistemnya tersendiri untuk menentukan “siapa” orang
yang dapat bergabung pada lembaga kemahasiswaan tersebut.
Status aktif pada keanggotaan IKM UI ditentukan oleh dua komponen, yaitu
pembinaan tingkat universitas dan pembinaan tingkat fakultas. Pembinaan tingkat universitas
diharapkan mampu mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai dalam IKM UI, tujuannya,
hingga pada kode etik dari setiap anggotanya. Pembinaan tingkat fakultas pun termasuk ke
dalam komponen penentu keaktifan status keanggotaan IKM UI, untuk memastikan bahwa
setiap anggota pun tidak terlepas dari fakultasnya, dan terinternalisasi nilai-nilai dalam
fakultasnya. Sehingga idealnya seseorang dijadikan anggota aktif apabila telah melewati dua
rangkaian pembinaan tersebut. Namun pada kenyataannya, waktu yang dilalui OKK UI cukup
sempit, terlebih OKK UI dilaksanakan paralel dengan pembinaan tingkat fakultas. Bukan
waktu yang ideal untuk menanamkan banyak nilai ke-IKM-an di OKK UI, pun juga terdapat
1
Pasal 1 UUD IKM UI Perubahan 2015, 1.
nilai/muatan yang sebenarnya beririsan dengan nilai/muatan yang ingin ditanamkan di
fakultas. Contohnya muatan keilmuan, dalam Undang-undang IKM UI No. 4 Tahun 2016
tentang Pembinaan Anggota IKM UI dijelaskan bahwa salah satu muatan yang wajib terdapat
di pembinaan Anggota IKM UI adalah keilmuan. Sedangkan di FKM UI sendiri pun
mewajibkan penanaman muatan keilmuan dalam pembinaan fakultasnya. Apabila ini
dilaksanakan secara benar dan terpisah, tentu hal ini membuat pengulangan muatan yang
diberikan kepada mahasiswa baru, yang sisi negatifnya yaitu tidak efisien.
Kedua, wadah dan metode yang belum ideal untuk pada akhirnya mencapai tujuan
pembinaan dan membuat diferensiasi anggota aktif dengan biasa. Pada kondisi harapan
awalnya, wadah pembinaan baik di universitas maupun fakultas dapat menanamkan berbagai
muatan-muatan ke-IKM-an, dan juga membekali mahasiswa dengan kebutuhan mereka
selama berada di dunia perkuliahan dengan disesuaikan budaya masing-masing fakultas.
Dengan mahasiswa baru mengikuti proses pembinaan, diharapkan terdapat perbedaan
signifikan dengan mahasiswa baru yang tidak mengikutinya. Hal ini bukan hanya tentang
pengasahan kognitif mahasiswa, namun juga berbagai keterampilan untuk membuat
mahasiswa baru lebih cakap dalam menjalani kehidupan kampus. Materi dan muatan yang
ditanamkan yaitu berupa muatan ke-IKM-an, muatan-muatan lain yang disesuaikan dengan
core competence dan kebutuhan masing-masing fakultas, juga pengenalan budaya di masing-
masing fakultas. Masing-masing fakultas memiliki caranya masing-masing untuk melakukan
pembinaan dan menanamkan muatan-muatan tersebut.
Materi tidak dapat disampaikan dengan optimal melalui metode yang tidak sesuai.
Perkembangan zaman terus berjalan, terdapat perbedaan generasi dari masa lalu hingga masa
kini, namun masih ada metode-metode yang belum disesuaikan dengan generasi zaman
sekarang sehingga pun dari peserta pembinaan ini merasa tidak cocok dengan pembinaan
yang dilakukan dan merasa tidak ada esensinya. Perlu adanya penyesuaian metode dengan
kebutuhan dan karakteristik generasi sekarang, namun tetap membuat inti pembinaan
tersampaikan.
Selain itu, materi atau muatan itu pun tidak memiliki kaitan yang besar dengan
kebutuhan menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan, yang memang sejauh ini kebutuhan
untuk pengurusnya lebih menitikberatkan pada keterampilan manajerial dibandingkan muatan
IKM atau muatan lain yang terdapat pada pembinaan. Hal ini jelas membuat pertanyaan besar
mengapa urusan yang terdapat di awal tahun (pembinaan awal), yang menanamkan muatan-
muatan tertentu, menyuruh berkenalan dengan banyak kakak tingkat, dengan serentetan tugas-
tugas lainnya dapat mempengaruhi kebebasan kehidupan kampus dan berorganisasi selama
berada di kampus, padahal seseorang memiliki kapabilitas yang cukup dalam mengelola
organisasi? Apa hubungannya? Hubungan ini akan saya jelaskan pada paragraf selanjutnya.
Apabila memang hal tersebut yang dimandatkan, maka seharusnya organisasi atau
lembaga kemahasiswaan pun by design dibentuk berdasarkan hal tersebut. Bergerak bukan
hanya untuk menjalankan program-program kerja yang sudah ada sebelumnya, menjalankan
inovasi-inovasi yang diusulkan namun juga kembali pada filosofi awalnya, seperti yang
tersebut pada paragraf sebelumnya. Dibutuhkan komitmen dari berbagai pihak jika ingin
2
Pembukaan UUD IKM UI Perubahan 2015, 1.
kembali pada koridor yang sebenarnya digariskan. DPM sebagai pengawas dapat mengawasi
penyusunan grand design masing-masing lembaga kemahasiswaan, dan dapat terus dipantau
selama proses perencanaannya, disesuaikan dengan mandat UUD IKM UI Perubahan 2015
sekaligus dengan tantangan zaman yang ada. Selain itupun, lembaga kemahasiswaan lainnya
pun perlu untuk berkomitmen mengarahkan organisasinya menuju tujuan IKM UI itu sendiri,
berdasarkan yang terdapat pada pembukaan UUD IKM UI Perubahan 2015. Arah gerak
organisasi yang direncanakan untuk selama kepengurusannya, kemudian harus disokong
dengan sumber daya manusia yang memiliki semangat mencapai tujuan-tujuan IKM
sebagaimana ditanamkan pada pembinaan tingkat universitas maupu fakultas yang
dicerminkan dari persyaratan menjadi pengurusnya yaitu memiliki status keanggotaan aktif di
IKM UI.
Dengan begitu, dapat ditarik suatu benang merah terkait urgensi status keanggotaan
terhadap partisipasi menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan di tingkat UI. Yaitu dimulai
dari pembinaan yang baiknya diintegrasikan antara tingkat universitas dan tingkat fakultas
agar dapat optimal dalam mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai di IKM UI juga
disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing fakultas, karena setiap anggota IKM UI
tentu selalu membawa identitas fakultasnya kemanapun ia berada. Kemudian proses
pembinaan itu sendiri yang baiknya signifikan membekali mahasiswa baru yang
mengikutinya sehingga memang terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang
lulus menyelesaikan proses pembinaan dengan baik, dengan yang tidak mengikuti proses
pembinaan dengan baik. Namun bukan hanya materi dan muatan yang diperhatikan dalam
proses pembinaan, tapi perlu juga adanya penyesuaian metode pembinaan agar tetap dapat
dimaknai secara rasional oleh mahasiswa baru, yang memang generasinya sudah berubah,
sehingga tetap dapat diterima dalam metodenya, namun tidak menghilangkan esensi dan
muatan dari pembinaan yang dilakukan. Terakhir, lembaga kemahasiswaan yang akan
menjadi user atau pengguna sumber daya manusia mahasiswa UI (baik yang menyelesaikan
proses pembinaan maupun tidak), seharusnya by design memang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan di IKM UI. Dengan arahan yang ada, lembaga kemahasiswaan secara alami
memang membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki semangat dan perhatian atas
kondisi IKM UI yang hanya dimiliki oleh para mahasiswa dengan status anggota aktif IKM
UI. Selain itu pula terdapat peran DPM UI yang memiliki fungsi pembinaan dan fungsi
pengawasan dapat selalu memantau perkembangan anggota IKM UI sejak mereka menjadi
anggota yang belum memiliki status hingga sudah memilikinya, sampai pada proses
pemanfaatan sumber daya manusia di lembaga kemahasiswaan di tingkat universitas.