PENDAHULUAN
keahlian peserta didik. ATKP (Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan) merupakan
salah satu pendidikan tinggi yang ditujukan untuk mencetak taruna berkeahlian khusus di
Secara historis, ATKP pada awalnya merupakan lembaga yang memang fokus pada
keahlian peserta didik. Namun demikian, dalam perkembangannya, ATKP dituntut untuk
menyetarakan kurikulumnya dengan perguruan tinggi lain yang berada di bawah naungan
Pendidikan Tinggi (DIKTI). Oleh karena itu, diperlukan evaluasi atas model pendidikan
vokasi yang diterapkan di ATKP dalam rangka mengakomodasi kebijakan yang dikeluarkan
Secara umum, pembelajaran vokasi yang ada pada ATKP Surabaya dilaksanakan
dengan menitikberatkan pada proporsi praktik yang lebih besar daripada pembelajaran
teoretis, dimana hal ini ditujukan untuk dapat menanamkan pemahaman mendalam kepada
mahasiswa atas materi yang dipelajari. Melalui proporsi praktik yang lebih besar daripada
pengajaran teoretis ini, maka mahasiswa memiliki kesempatan untuk melakukan eksplorasi,
diskusi dengan rekan belajar, dan menelaah materi ajar hingga menemukan makna-makna
yang terkadung di dalamnya. . Melalui proporsi praktik yang lebih besar daripada pengajaran
teoretis ini, maka mahasiswa memiliki kesempatan untuk melakukan eksplorasi, diskusi
dengan rekan belajar, dan menelaah materi ajar hingga menemukan makna-makna yang
terkadung di dalamnya. Model pembelajaran vokasi ini dapat dikategorikan sebagai model
pembelajaran Student Centered Learning (SCL) karena dalam praktik pembelajaran yang
dilakukan lebih banyak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk secara aktif belajar
dan pengajar berperan sebagai fasilitator dan pembimbing kegiatan belajar tersebut.
Dalam kajian empiris terdahulu, kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah
akan mempengaruhi kebijakan dan ketentuan akademis yang ditetapkan oleh pendidikan
vokasi dan pada akhirnya berdampak pada pengembangan model pendidikan vokasi (Malley
& Keating, 2000). Di dalam melakukan pengembangan model pendidikan vokasi, maka
terdapat beberapa hal yang dipertimbangkan sebagai model pengembangannya yaitu action
theoretical bases yang dikembangkan oleh Hacker (Bunning, 2007), pembelajaran aktif dan
pengembangan personal (Leung & McGrath, 2010), integrasi struktural (Malley & Keating,
2000). Dimana ada lima komponen dalam pembelajaran vokasi yang dikembangkan yaitu
teaching methods, learning skills, employability skills dan technical skills (Idris et al, 2014).
pendidikan yang berkeahlian tinggi dengan standar keahlian global (Yu, 2013), employability
skill (Leung & McGrath, 2010), dan empat keahlian dalam kehidupan yaitu keahlian
akademis, keahlian sosial, keahlian personal, dan keahlian vokasi (Suminar et al., 2016).
Mengacu pada konsep model pengembangan action theoritical bases yang dikembang
oleh Hacker yang mana salah satu indikator utama untuk dapat mengembangkan
pembelajaran vokasi adalah pengembangan personal yang nantinya akan berkaitan dengan
Pembentukan karakter pada diri tiap individu peserta didik merupakan hal penting yang harus
menjadi perhatian para pemangku pendidikan dan terlibat langsung dalam mengawal dan
arus informasi seperti yang dialami Indonesia saat ini sebagai multi civilization world, yang
ditandai dengan fenomena the post cold war world, the most important distinction among
people are not ideological, political or economics, They are cultural. People and nations are
attempting to answer the most basic question human and face; who are we? (Huntington.
1996:43). Analisis Huntington memberikan ruang harapan bagi Pendidikan Indonesia untuk
memainkan peran secara signifikan bagi pembentukan karakter bangsa. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Luther king yang menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan yang benar
adalah membentuk peserta didik yang cerdasa secara intelektual dan berkarakter “intelegence
Menurut Elkind & Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya-upaya untuk
membantu peserta didik memahami, peduli dan berprilaku sesuai nialai-nilai etika yang
berlaku. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan akhlak dimana pengembangan karakter dilakukan melalui kegiatan pendidikan karakter
positif dalam menghadapi berbagai kondisi atau situasi tertentu. Pendidikan dan
diri bukan hanya sebagai instansi pendidikan yang mampu menciptakan dan membentuk
penerbangan saja melainkan ATKP juga merupakan sebuah instansi pendidikan tinggi yang
mampu mencetak lulusan-lulusannya dengan bekal character building yang baik sehingga
nantinya diharapkan lulusan-lulasan ATKP Surabaya mampu menjadi contoh dan teladan
Pendidikan vokasi merupakan subsistem pendidikan yang khusus membantu peserta didik
dalam mempersiapkan diri untuk terjun di dunia pekerjaan. Finch & Crunkilton (1997
persiapan untuk pekerjaan. Model pendidikan vokasi secara langsung berhubungan dengan
cara memberdayakan potensi keseluruhan peserta didik agar memiliki kompetensi tertentu.
Menurut Wenrich (1974) semua kompetensi yang dimiliki peserta didik dapat dikembangkan,
yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap, sedangkan potensi peserta didik terasuk perasaan,
penglihatan, pikiran dan tindakan. Pada proses pembelajarannaya menurut Varga (2000)
Sedangkan Boarding school dapat diartikan sebagai sekolah yang menyediakan asrama
untuk tempat tinggal sekaligus mendidik peserta didiknya selama kurun waktu tertentu
(Hendriyenti, 2014). Hal serupa juga diungkapkan Moris (2013) dalam Laiser & Makewa
(2016) yang menyatakan bahwa sebuah sekolah berasrama adalah sekolah yang paling tidak
atau semua siswanya tinggal selama beberapa tahun selama masa pembelajaran.
Dari penjelasan diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa model pendidikan vokasi
berbasis boarding school sistem adalah pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan
Boarding school merupakan sistem pendidikan 24 jam, yang mana institusi pendidikan
menerapakan pendidikan 100% dimana rangkaian kegiatan dimulai pada pagi sampai siang
hari peserta didik berada dilingkungan akademi dan disore sampai malam hari peserta berada
karena boarding school merupakan sistem pendidikan yang sangat relevan untuk institusi
pendidikan yang bertujuan mencetak para pemimpin serta mencetak aspek kemandirian dan
kepribadian yang utuh sesuai dengan visi dan misi institusi pendidikan yang bersangkutan.
Selain itu sistem pendidikan berbasis boarding school mampu merancang program
membawa wawasan global. Selain itu pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis,
akan tetapi mampu diimplementasikan dalam konteks belajar ilmu maupun belajar hidup
(Hendriyenti, 2014).
Sistem Boarding school (asrama) juga merupakan salah satu sistem yang diterapkan
pada pengasuhan taruna/taruni ATKP Surabaya, yang mana taruna/ taruna selama menempuh
pendidikan dan pelatihan diwajibkan bertempat tinggal di asrama yang disediakan oleh
ATKP Surabaya. Penerapan sistem pendidikan vokasi berbasis Boarding school berkaitan
pembentukan dan pengembangan potensi taruna sehingga memiliki kompetensi (hard skill
dan soft skill) selain itu melalui model pendidikan berbasis Boarding school diharapkan
mampu menumbuhkan karakter individu taruna ATKP yang memiliki sikap sesuai norma
yang ada dan didukung moral yang baik, memiliki loyalitas yang tinggi pada bangsa dan
mengambarkan dampak negatif yang ditimbilkan dari penerapan sistem boarding school pada
individu peserta didik. Melalui kajian empiris yang dilakukan Laiser & Makewa (2016)
menunjukkan bahwa selain membawa dampak postif bagi perkembangan peserta didik dalam
mengenal lebih dalam membangun kemandirian, menjalin kehidupan sosial, Laiser dan
Makewa dalam analisisnya menemukan bahwa pendidikan berbasis asrama tidak selalu
menjadi tempat yang baik bagi anak muda. Karena kehidupan asrama mampu mempengaruhi
timbulnya pengalaman traumatis yang dapat berpengaruh pada kepribadian pesert didik.
Merujuk pada hasil analisis kajian empris diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaannya pendidikan berbasis boarding school tidak selalu membawa dampak positif
bagi peserta didik, begitu pula dengan pelaksanana pendidikan berbasis boarding school yang
ada di ATKP Surabaya dimana dalam pelaksanaannya sistem ini masih memiliki banyak
Fakta yang ditemukan peneliti pada pelaksanaan pendidikan vokasi berbasis boarding
school di ATKP Surabaya ditamukan bahwa masih adanya tindakan kekerasan atau bullying
yang didasarkan pada senioritas dimana taruna yang pada tingkatan lebih tinggi melakukan
tindakan sewenang-wenang pada taruna baru terutama dimasa orientasinya, selain itu
penerapan sistem asrama di ATKP juga menimbulkan sosial gap diantara taruna hal ini
terjadi karena taruna yang seluruhnya tinggal di asrama berasal dari berbagai beckground
terbentuknya komunitas atau perkumpulan taruna yang berasal dari background ekonomi atas
Mangacu pada temuan peniliti diatas maka penerapan model pendidikan vokasi
berbasis boarding school system pada ATKP Surabaya dalam meningkatkan karakter taruna
perlu dikaji ulang bagaimana kelayakannya, hal ini dikarenakan masih adanya banyak
kekurangan yang harus dibenahi dalam penerapan sistem tersebut, misalnya belum adanya
fasilitas yang memadai untuk mendukung taruna yang bertempat tinggal di asrama selain itu
belum adanya dosen pengajar yang memiliki spesialisasi atau tersertifikasi berdasarkan
kompetensi keahlian yang dibutuhkan dalam pengajaran sesuai kurikulum yang digunakan
pada pengajaran mata kuliah terntentu mengakibatkan kurangnya pendalaman pada materi
Berpijak pada latar belakang penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian
3. Bagaiamana keaktifan model pendidikan vokasi (BSS) yang saat ini diterapkan di
ATKP Surabaya?
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat besar, khsususnya bagi semua
pihak yang memiliki hubungan dengan objek penelitian. Manfaat-manfaat tersebut dapat
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga
pendidikan vokasi untuk menerapkan model pendidikan vokasi yang efektif, yang
Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi pengambil kebijakan baik
tingkat nasional, regional, dan tingkat akademis untuk menyusun kebijakan yang
1. Peningkatan karakter taruna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan
3. Boarding school dalam pendidikan ini juga merujuk pada pelaksanaan BSS yang
berkecenderungan lebih tinggi dan meluas serta mendalam yang secara menyuluruh
2. Model Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang bertujuan untuk mencapai satu dari
beberapa tujuan pendidikan, yang ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik untuk
memasuki dunia kerja, sehingga di dalam pendidikan vokasi, peserta didik dibekali
sikap, kebiasaan kerja, dan penghargaan untuk melakukan pekerjaan di sektor tertentu,
baik keahlian fisik, ekonomi, sosial, budaya, bermasyarakat. Dimana dalam hal ini,
sekolah.
3. Boarding school adalah sekolah yang menyediakan asrama untuk tempat tinggal
sekaligus mendidik peserta didiknya selama kurun waktu tertentu (Hendriyenti, 2014).
4. Pendidikan vokasi berbasis boarding school adalah adalah pendidikan yang dirancang
5. Karakter taruna dalam penelitian ini adalah karakter individu taruna ATKP yang
memiliki sikap sesuai norma yang ada dan didukung moral yang baik, memiliki
loyalitas yang tinggi pada bangsa dan negara serta di dukung sikap disiplin dan
KAJIAN PUSTAKA
maupun proses, sebagai suatu produk teknologi pendidikan lebih mudah untuk
dipahami dari sifatnya yang kongkrit sedangkan sebagai suati proses, teknologi
Istilah teknologi pendidikan mulai digunakan sejak tahun 1963, dan secara
(AECT) dalam Seels dan Richey (1994) menyatakan “instructional technology is the
Semantara itu definisi lain dari AECT dalam Januszewski dan Molenda (2008)
praktek etis untuk menfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja dengan menciptakan,
dan terpadu, yang mencari jalan pemecahan, melaksanakan, menilai dan mengelolah
pemecahan masalah yang berhubungan pada semua aspek dalam proses pembelajaran.
berkecenderungan lebih tinggi dan meluas serta mendalam yang secara menyuluruh
dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar
kehidupan menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya. Dalam Undang-
undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
satu cara yang dilakuakan dalam peningkatan mutu atau standar mengarah ke tingkat
20% dari APBN untuk membangun sumber daya manusia kita melalui pendidikan,
salah satu pilar utama membangun SDM adalah melalui pendidikan, ketika
pendidikan formal tenaga kerja meningkat maka kualitasnya pun akan meningkat.
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional. Peningkatan mutu dan standart hidup dapat
mampu mnecetak SDM yang berdaya saing dan memiliki ketrampilan dan
kemampuan yang kompeten yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri saat ini.
benda atau suatu sistem yang sebenarnya, yang dairahkan untuk keperluan
untuk membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat dan dialami secara
langsung, selain itu model juga adalah sebuah representasi realitas yang disajikan
dengan suatu derajat struktur dan urutan (Seels & Richey, 1994).
Dari kedau pendapat diatas dapat diartikan bahwa model adalah sebuah
perwakilan atau abtraksi sari sebuah obyek atau situasi aktual, yang memperlihatkan
hubungan yang saling terkait. Model dikembangkan dengan tujuan untuk studi
tingkah laku sistem melalui analisis rinci akan komponen atau proses unsur yang
menyusun sistem dan interaksinya antara satu dengan yang lain. Jadi pengembangan
model adalah suatu pendekatan yang tersedia untuk mendapatkan pengetahuan yang
berperan penting dalam pengembangan teori karena berfungsi sebagai konsep dasar
(Hawking:1993).
proses rekayasa desain dan konseptual dalam upaya peningkatan fungsi dari model
dan yang terakhir adalah analisis model yang dapat digambarkan dalam bentuk
mengikutsertakan dunia usaha dan dunia industri untuk menghasilkan lulusan yang
akademik.
proses persiapan yang efektif dan proses transisi bagi peserta didik ke dalam jenis
pekerjaan atau profesi tertentu yang diperlukan oleh masyarakat (Billet, 2011:61),
dimana proses pendidikannya akan melibatkan aktivitas di dalam dan di luar sekolah
vokasi dapat dikembangkan oleh pemerintah sampai program magister terapan atau
bawah tanggung jawab kementrian. Pengertian lain dari pendidikan vokasi menurut
(Sudira dalam Hamid, 2013) adalah pendidikan yang menuju proses inkulturasi dan
kulturasi yaitu proses memperadabkan suatu generasi baru masa depan yang
berlangsung di sekolah, keluarga, industri, dunia usaha dan masyarakat yang terbuka.
Arti pendidikan vokasi dapat didefinisikan bervariasi menurut
sebagai bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar mampu
bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang dari pada bidang pekerjaan
lainnya. Dalam definisi ini terdapat pengertian bahwa setiap bidang studi adalah
preparing young people and adults for working life, a process often regarded as of
rather technical and practical nature”. Clark & Winch menjelaskan bahwa
pendidikan vokasi adalah pendidikan untuk memasuki dunia lapangan kerja dan
diperuntukan bagi siapa saja yang menginginkannya, yang membutuhkan, dan yang
training (Al Djufri & B Syarif, 2006). Penafsiran pendidikan vokasi lain muncul
untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
progran sarjana”. Pada tingkat Undang-undang, rumusan arti pendidikan vokasi masih
sangat luas, setelah sampai pada peraturan pemerintah rumusan arti pendidikan vokasi
bentuk pendidikan yang bersifat keteknikan dan vokasional dan diselenggarakan oleh
disimpulkan bahwa pendidikan teknik dan vokasi berorientasi pada pendidikan dan
pada pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan oleh pekerja untuk memasuki dan
dan prodktivitas. Dalam hal ini, pendidikan vokasi merupakan bagian integral dari
yang baik dengan mengembangkan kompetensi fisik, sosial, civic, budaya, dan
Tujuan Pendidikan
Pendidikan
Vokasi
Fisik, ekonomi,
sosial, budaya,
bermasyarakat
Penyelenggaraan Outcome
pendidikan
unuk belajar dan bersiap guna terikat dalam pekerjaan sebagai bagian dari cara hidup
sebagaimana juga dalam instruksi informal bagi peserta didik di tingkat menengah
vokasi merupakan pendidikan yang bertujuan untuk mencapai satu dari beberapa
memasuki dunia kerja, sehingga di dalam pendidikan vokasi, peserta didik dibekali
tertentu, baik keahlian fisik, ekonomi, sosial, budaya, bermasyarakat. Dimana dalam
pendidikan vokasi terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: (1).
Efisien, karena lingkungan pembelajar yang dilatih merupakan replika dimana tempat
kerja peserta didik. (2). Pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan
kebiasaan berfikir yang sesuai seperti yang diperlukan dalam pekerjaan. (3).
Keterlibatan isntruktur din kampus dan mentor ditempat kerja akan mempengaruhi
secara positif dalam penerapan ketrampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses
kerja yang akan dilakukan. (4).pendidikan vokasi mengaci pada akan mengacu pada
pasar kerja. (5). Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada
suatu okupsi tertentu adalah pengalaman para ahli pada okupasi tersebut.
sebagai berikut: (a). Diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia
lapangan kerja, (b). Didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja), (c).
sikap, dan yang lainnya yang dibutuhkan oleh dunia kerja, (d). Penilaian yang
sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta didik harus pada “hand-on” atau performa
dalam dunia kerja, (e). Hubungan yang erat pada dunia kerja merupakan kunci sukses
pendidikan vokasi, (f). Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi, (g)
fasilitas yang mutakhir untuk praktik, (i). Memerlukan biaya investasi dan operasional
pendidikan vokasi yaitu: (a). Mempersiapkan peserta didik untuk bekerja secara lebih
efisien, (b). Memberikan pelatihan khusus dalam hal ketrampilan dan pengetahuan
yang berdaya guna dalam setiap pekerjaan tertentu, (c). Pembelajaran diberikan pada
peserta didik yang memiliki kesiapan dalam jenis pekerjaan tertentu, (d).
pekerjaan, (e). Pendididkan vokasi merupakan dasar dari konsep psikologi yang
membentuk kebiasaan yang diajarkan melalui pemeberian praktek dari tindakan dan
Karakteristik lain yang ada pada pendidikan vokasi adalada sasaran utama dari
pendidikan vokasi yakni mempersiapkan anak didik untuk memasuki suatu lapangan
pekerjaan dan meningkatkan karir yang mereka pilih. Ervans mengidentifikasikan tiga
karakteristik dari pendidikan vokasi yang terpenting adalah komitmen yang tinggi
untuk selalu berorientasi ke dunia kerja (Sukanto, 1988:54). Hal ini mengandung
makna berupa kepekaan atau daya saing yang tinggi terhadap perkembangan
3) Model pasar, yaitu pendidikan vokasi yang yang dikelola tanpa adanya
vokasional di Indonesia terdiri atas tiga jenis, yaitu pendidikan kejuruan, vokasi dan
profesional.
negara. Di Amerika Serikat digunakan istilah Career and Technical Education (CTE),
Vocational and Technical Education (VTE), dan di tingkat menengah disebut Career
Centre (CC); Further Education and Training (FET) digunakan di United Kingdom
dan South Africa); Vocational and Technical Education and Training (VTET) untuk
South-East Asia, serta Vocational Education and Training (VET) dan Vocational and
Istilah-istilah yang digunakan memberi makna yang hampir sama dimana pendidikan
teknologi dan kejuruan/vokasi adalah pendidikan karir untuk peserta didik dewasa
“vocational education was training less than college grade to fit for useful
Kemudian pada tahun 1979 pemerintah mendirikan lima politeknik negeri di lima
Palembang (BNSP:2011).
program akademik, profesi, atau vokasi. Perguruan tinggi tersebut dapat berbentuk
pekerjaan atau meningkatkan kemampuan bekerja. Dalam ungkapan ini jelas bahwa
diperuntuhkan bagi anak didik yang memiliki minat khusus terhadap suatu jenis
oleh masyarakat atau dalam kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif.
Indonesia, terdapat dua istilah pendidikan yang digunakan, yaitu: pendidikan kejuruan
dan pendidikan vokasi. Dalam Pasal 15 Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal
Era globalisasi dan keterbukaan telah mengubah wajah dunia dalam berbagai
secara bebas dalam lingkungan interaksi lintas negara telah membawa berbagai
globalisasi adalah pendidikan yang berorientasi pada dunia industri dengan penekanan
pada pendekatan pembelajaran dan didukung oleh kurikulum yang sesuai. Masalah
pendidikan vokasional saat ini tidak boleh dianggap sepele, mengingat pada 2015
yaitu C-AFTA, I-AFTA, AEC, dan WTO. Selain itu sejak tahun 2015 akan mulai
terjadi pasar tunggal pada tingkat ASEAN yang menyebabkan terjadinya pasar bebas
dalam bidang barang, jasa, investasi, modal, tenaga profesional dan tenaga kerja
terlatih. Apabila hal tersebut terjadi pada 2015 kemudian diikuti WTO pada tahun
2020, maka mulai saat itu tenaga kerja Indonesia harus mampu bersaing secara global
(bps.go.id).
semakin ketatnya persaingan tenaga kerja, merupakan hal yang mendasari mengapa
pendidikan berbasisi vokasi menjadi sangat penting dan dibutuhkan saat ini, Indonesia
yang menghasilkan sumber daya siap pakai akan menjadi senjata ampuh untuk
(dikti.go.id)
dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri atau perusahaan (link and match),
sehingga lulusan pendidikan vokasi memiliki daya saing tinggi untuk mendapatkan
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu yang mampu memenuhi tuntutan dunia
usaha dan industri Indonesia. Dalam era industrialisasi yang bercirikan ekonomi,
undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan vokasi
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program Sarjana.
Perubahan paradigma pendidikan dari supply driven ke demand driven
termasuk dalam hal mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Pendidikan tidak hanya
berfungsi sebagai pemasok tenaga kerja, namun dituntut menghasilkan lulusan yang
memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja, hal ini yang
keunggulan yang ada pada keahlian penguasaan praktek dari ilmu pengetahuan yang
bersangkutan. Ini sebabnya lulusan pendidikan vokasional lebih mudah diserap pasar,
(kemenperin.go.id).
diperlukan oleh dunia usaha dan industri terhadap kemampuan tenaga kerja saat ini.
dibutuhkan pada suatu bidang pekerjaan tertentu. Ketatnya daya saing pada dunia
usaha dan industri yang mempengaruhi konfigurasi tenaga kerja, terdapat delapan
faktor yang mempengaruhi daya saing terhadap tenaga kerja saat ini, yakni: (1)
keterbukaan, (2). Pemerintah, (3). Keuangan, (4). Insfrastruktur, (5). Teknologi, (6).
profesional yang ada di Indonesia dapat diatasi dengan intergrasi antara lembaga
perbandingan angkatan kerja lulusan sarjana, vokasi, dan menengah atas (15,3% :
11,3 % : 73,4 %). Tampak ada ketimpangan jumlah lulusan pendidikan tinggi vokasi
harus lebih besar dibandingkan dengan lulusan sarjana. Setelah kurang lebih 30 tahun
karena antara lain: 1). Masih adanya persepsi masyarakat bahwa pendidikan vokasi
bukan merupakan pilihan utama. 2) masih banyak dosen pendidikan vokasi belum
memenuhi kualifikasi dan kompetensi; 3) masih banyak dosen yang mengajar tidak
sesuai dengan bidang keahlian; 4) masih banyak dosen pendidikan vokasi yang belum
(Hidayati:2015).
Rendahnya mutu pendidikan tersebut di atas disebabkan antara lain sarana dan
prasarana yang belum memadai. Kondisi ini terjadi karena belum adanya kriteria
minimal sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang menjadi acuan dari setiap
prasarana pendidikan tinggi merupakan salah satu dari delapan standar pendidikan
yang harus disiapkan oleh penyelenggara pendidikan vokasi dan juga pemerintah
Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Saat ini masih ada kesan bahwa lulusan pendidikan berbasis Vokasional,
tingkat keterampilannya masih belum baik dan dikhawatirkan kalah bersaing dengan
tenaga-tenaga kerja asing yang ada. Dengan kualitas lulusan pendidikan berbasis
Vokasional yang baik diharapkan mereka tidak hanya bekerja di Indonesia diharapkan
pendidik. Hasil dari proses pendidikan adalah kemampuan lulusan, sedang kriteria
mutu lulusan adalah deskripsi kemampuan (kinerja) yang dituntut dunia kerja.
kurikulum, pembelajaran, fasilitas pendidikan, peserta didik, dan pendidik. Hasil dari
proses pendidikan adalah kemampuan lulusan, sedang kriteria mutu lulusan adalah
mutu.
vokasi yang mana untuk mencetak lulusan pendidikan vokasi yang dapat berperan
sebagai berikut : (1) Menjembatani atau sebagai supervisor antara perencana dengan
bagi masyarakat. (3) Menghasilkan para wirausaha yang mandiri, tangguh dan
terampil untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu yang mampu
memenuhi tuntutan dunia usaha dan industri Indonesia. Pendidikan vokasi juga
Selain mengacu pada tujuan awal pendidikan vokasi diatas, alasan lain yang
Goals), kedua, pemenuhan 58 juta tenaga kerja terampil sampai 2030, ketiga,
menyiapkan generasi emas 2045, kelima, memperbaiki struktur tenaga kerja dan
Supply-driven ke demand-driven (start from the end). Untuk lebih jelas dapat di lihat
Sementara dilain pihak muncul kebutuhan lulusan vokasi pada jenjang yang
lebih tinggi seperti halnya kebutuhan dosen vokasi yang harus memiliki kualifikasi
lebih tingi.
mutu dan perluasan akses pendidikan vokasi dengan cara mengembangkan tempat uji
kompetensi pada institusi pendidikan vokasi yang bekerja sama dengan organisasi
acuan nasional bagi semua pihak yang berkepentingan dalam upaya meningkatkan
tinggal dalam satu asrama dan menetap disana selama waktu yang telah ditentukan
(Ningtias & Sholeh, 2013). Alexander-Snow, Mia (2010), definisi boarding school
adalah : “ Unlike most other schools, historically Black boarding schools serve as the
interaction of all segments of the school's social system and its curricula.” Yang
fungsi dari interaksi semua segmen sistem sosial lembaga penyelenggara pendidikan
institusi pendidikan di mana peserta didik tidak hanya belajar, tetapi peserta didik
juga bertempat tinggal dan hidup menyatu dalam institusi tersebut. Boarding school
yang juga menyertakan pengajaran berbasis agama dan kebangsaan dalam rangka
untuk tempat tinggal sekaligus mendidik peserta didiknya selama kurun waktu
tertentu (Hendriyenti, 2014). Hal serupa juga diungkapkan Moris (2013) dalam Laiser
& Makewa (2016) yang menyatakan bahwa sebuah sekolah berasrama adalah sekolah
yang paling tidak atau semua siswanya tinggal selama beberapa tahun selama masa
pembelajaran.
Pemelihara, dan Penguasa alam semesta dan menjauhkan diri dari segala
2. Ibadah yang benar Terbiasa dan gemar melaksanakan ibadah yang meliputi
: sholat, shaum, tilawah Al-Qur’an, dzikir, dan doa sesuai petunjuk Al-
3. Pribadi yang matang Menampilkan perilaku yang santun, tertib dan disiplin,
peduli terhadap sesama dan lingkungan serta sabar, ulet, dan pemberani
harinya dan memiliki bekal yang cukup dalam pengetahuan, kecakapan, dan
6. Sehat dan Kuat Memiliki raga yang sehat dan bugar, stamina, dan daya
tahan tubuh yang kuat, serta keterampilan beladiri yang cukup untuk
8. Tertib dan Cermat Tertib dalam menata segala pekerjaan, tugas dan
kewajiban; berani dalam mengambil resiko namun tetap cermat dan penuh
10. Bermanfaat Peduli kepada sesama dan memiliki kepekaan untuk membantu
boarding school “I discuss elite boarding schools a long five dimensions. Expanding
schools elite by describing how they are (a) typologically elite, based on their
expansive and sophisticated curricular they offer and their particular pedagogical
approaches; (c) historically elite, based on the role of elite social networks in their
and location; and lastly, (e) demographically elite, based on the population that
dimensi dalam sistem sekolah yang berbasis asrama (boarding school) yakni: (a).
yang ditawarkan, (c). Didasarkan pada jaringan sosial dalam perkembangan sejarah,
(d). Berdasarkan karakter sekolah dan lokasinya, (e). Berdasarkan populasi yang
Adapun karakteristik yang lainnya dari boarding school antara lain: (1)
dilengkapi fasilitas hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah, olahraga,
dll); (2) Jadwal kegiatan harian teratur; (3) sistem pendidikan menerapkan Pengajaran
belajar dan tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah ; (5) Kurikulum standar
School; (6) pemanfaatan waktu Tidak terbatas di jam belajar, juga di jam pelajaran;
menerapkan konsep Islam integrated (hal ini berdasar konsep ajaran islam yang
meliputi bidang sosial, budaya, politik, science); (7) Nuansa religius yaitu terlihat dari
berikut:
Jenisi ini dibedakan lagi menjadi (a). All boarding school adalah seluruh siswa
bermukim di sekolah, (b). Boarding day school adalah sebagian siswa tinggal di
asrama dan sebagian lagi tinggal di sekitar asrama, (c). Day boarding adalah
mayoritas siswa tidak tinggal di asrama meskipun sebagian ada yang tinggal di
asrama .
Jenis dibagi kedalam tujuh tipe, yaitu: (a). Junior boarding yaitu sekolah yang
menerima murid dari tingkat SD sampai SMP, namun umumnya tingkat SMP
saja, (b). Co-education school yaitu sekolah yang menerima siswa laki-laki dan
perempuan, (c). Boys school yaitu sekolah yang menerima siswa laki-laki saja,
(d). Girls school yaitu sekolah yang menerima siswa perempuan saja, (e). Pre-
professional arts school yaitu sekolah khusus untuk seniman, (f). Relegius
school, (g). Special-needs boarding school yaitu sekolah untuk anak-anak yang
Jenis diklasifikasikan lagi kedalam 2 tipe boarding school, yaitu: (a) military
school yaitu sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan
seragam khusus, (b). 5 day boarding school yaitu sekolah dimana siswa dapat
(www.boardingschool.com)
untuk tempat tinggal sekaligus mendidik peserta didiknya selama kurun waktu
school) sejak pertengahan tahun 1990 di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh
harapan yang ideal. Boarding school yang pola pendidikannya lebih komprehensif-
dan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau memiliki nilai-nilai hidup yang
terpantau karena semua kegiatan siswa telah terjadwal dan terpantau 24 jam.
pesantren telah diadopsi ke dalam sistem pendidikan nasional. Gejala ini terlihat jelas
pada kemunculan “sekolah-sekolah unggul” atau boarding school sejak 3 dasawarsa
“sistem pesantren” meskipun dibungkus dengan nama lain seperti boarding school,
asrama kental dengan pendidikan yang berbasis keislaman yang biasa disebut dengan
pesantren. Pondok pesantren ini ialah cikal bakal boarding school di Indonesia
(Qomar:2006).
formal. Adapun karakteristik dari boarding school antara lain: (1) dilengkapi fasilitas
hunian dan berbagai fasilitas pendukung (sarana ibadah, olahraga, dll); (2) Jadwal
ekstrakurikuler, pendidikan khusus /informal (keagamaan dll) ; (4) Siswa belajar dan
tinggal di sekolah, kehidupan siswa ada di sekolah ; (5) Kurikulum standar Nasional,
kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum tambahan khas Boarding School; (6)
pemanfaatan waktu Tidak terbatas di jam belajar, juga di jam pelajaran; menerapkan
konsep Islam integrated (hal ini berdasar konsep ajaran islam yang meliputi bidang
sosial, budaya, politik, science); (7) Nuansa religius yaitu terlihat dari segi berpakaian
Tujuan dari adanya sistem sekolah yang berbasis boarding school adalah
untuk membina peserta didik agar lebih mandiri salah satu pengelolaan pendidikan
yang mengarah pada mutu. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana
peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada
dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu, dengan guru sebagai
pengasuhnya yang memberikan bantuan kepada para siswa dalam proses
budaya. Karena itu segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan belajar disediakan
oleh sekolah.
Proses interaksi sosial yang sehat dan baik akan memberikan kesempatan
bagi remaja untuk bekerja sama dan saling menjalin hubungan yang harmonis. Proses
inilah yang dibidik secara tepat oleh sekolah berasrama atau lebih dikenal dengan
boarding school.
dapat membentuk peserta didik yang memiliki karakter unggul. Sistem pendidikan
boarding school merupakan perpaduan antara sistem pendidikan asrama dengan pola
sekolah. Pola dasarnya adalah dengan memadukan pola ilmu agama dan ilmu umum
dan dalam hubungan sosial peserta didik. Selain itu dimaksudkan untuk menyiapkan
melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama. Selain itu manfaat dari Boarding
saja melainkan juga watak, moral, sosial, dan fisik peserta didik, atau dengan kata lain
meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia dan mutu pendidikan. Hal ini
karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah proses
sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti
sebagai makhluk individu, sosial, dan sebagai mahluk Tuhan (Siswoyo, 2007).
formal sepanjang hidup dan pendididan informal (Stoll & Beller, 2000), Karakter
terbentuk dari hubungan tiga antara: pengetahuan, nilai, dan sesuatu tindakan yang
membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
nyata (praksis), ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam
diri peserta didik, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk
mengamalkan nilai.
peserta didik, tapi dikembalikan pada “pasar”, Pendidikan Nasional belum mampu
(Muslich:2011).
karakter hal ini didukung oleh Al-Ghazali (1995), menyatakan bahwa budi pekerti
atau karakter adalah suatu kekuatan yang sanggup menjaga manusia dari perbuatan-
perbuatan yang rendah dan nista, serta mendorong terhadap perbuatan yang baik dan
mulia. Terdapat bebrapa budi pekerti atau karakter yang perlu untuk dikembangkan
dan ditanmakan pada peserta didik, pendidikan tersebut berupa penanaman nilai-niai
persaudaraan, persatuan,pergaulan, kasih sayang, ilmu dan akal serta menenai hal
yang berhubungan dengan manajemn waktu. Hal ini penting untuk dikembangkan
karena nilai-nilai karakter tersebut tidak akan pernah lenyap dan hilang di telan
zaman.
dan bernegara yang harmonis dan demokratis yang tetap memperhatikan norma-
pembanguna karakter peserta didik menjadi cerdas dan berbudi pekerti, sopan santun
membangun karakter,
baik,
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
yang meliputi: (1) jujur, (2) tanggung jawab, (3) visioner, (4) disiplin, (5) kerja sama,
(6) adil dan (7) peduli. Saptono (2011) mengemukakan 10 kebajikan Esensial yang
meliputi: (1) kebijaksanaan (wisdom), (2) keadilan (justice), (3) ketahanan (fortitude),
(4) pengendalian diri (self-control), (5) kasih (love), (6) sikap positif (positive
attitude), (7) kerja keras (hard work), (8) integritas (integrity), (9) penuh syukur
pendidikan didasarkan pada 4 (empat) sumber, yaitu: yaitu ; Agama, Pancasila, budaya
bangsa, dan tujuan Pendidikan Nasional itu sendiri (Koesuma:2007). Dari keempat
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Pendidikan karakter
juga diartikan sebagai pendidikan budi pekerti plus, yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut
menurut Lickona, pendidikan karakter tidak akan efektif (Minhaji & Hariyanto:2015)
Dari ketiga aspek tersebut, dapat dikembangkan menjadi lima aspek dengan
argumentasi yang berbeda yaitu : 1) Knowing the good, mengenal dengan jernih
mengenai apa yang baik dan bernilai; 2) Feeling the good, setelah tahu akan kebaikan
maka diimprovisasi menjadi merasakan kebaikan itu; 3).Loving the good, dinaikkan
lagi pada tingkat mencintai kebaikan itu; 4). Desiring the good (keinginan yang kuat
untuk berbuat baik; 5). Acting the good, kebiasaan untuk melakukannya
(Koesuma:2007).
bercorak agama, nasionalis-religius, dan ada yang nasionalis. Untuk yang bercorak
agama terbagi dalam banyak corak ada yang fundamentalis, moderat sampai yang
agak liberal. Hal ini merupakan representasi dari corak keberagamaan di Indonesia
yang umumnya mengambil tiga bentuk tersebut. Kemudian yang bercorak militer
posisi pada pendidikan semi militer yang dipadu dengan nuansa agama dalam
perkembangan :
sosial.
dari pendidikan yang benar adalah membentuk peserta didik yang cerdasa secara
intelektual dan berkarakter “intelegence plus character, that isi the true education”
(Lickona, 2004). Menurut Elkind & Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya-
upaya untuk membantu peserta didik memahami, peduli dan berprilaku sesuai nialai-
nilai etika yang berlaku. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
Pembinaan pendidikan karakter yang optimal, tidak dapat ditangani oleh salah
satu pihak, akan tetapi harus dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh kalangan,
memiliki kompetensi (hard skill dan soft skill) selain itu melalui model pendidikan
ATKP yang memiliki sikap sesuai norma yang ada dan didukung moral yang baik,
memiliki loyalitas yang tinggi pada bangsa dan negara serta didukung sikap disiplin
ATKP Surabaya dapat dijabarkan dalam diagram alir prosedur penerimaan calon
Panitia
Menyiapkan
Membuka pendaftaran
penerimaan taruna Panitia
Menyerahkan formulir
pendaftaran Panitia
Panitia
Meneliti berkas
Melengkapi pendaftaran
berkas Calon Taruna
lengkap
Panitia
A
A
Pelaksanaan seleksi
akademik Panitia
Pelaksanaan seleksi
Panitia
akademik
Lulus Gugur
KaBadan Pegembangan
SDM Phb
Membayar biaya seleksi Stop
lanjutan ke bank
Calon Taruna
Pelaksanaan seleksi
kesemaptaan
Panitia
Pelaksanaan
seleksi
Lulus Gugur
KaBadan Pegembangan
SDM Phb
B Stop
penetapan jumlah penerimaan calon taruna dalam tahun tertentu yang kemudian
dan wawancara.
(atkpsby.ac.id):
(atkpsby.ac.id):
5. Melampirkan pas photo terbaru ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar berwarna latar
belakang merah dan foto copy STTB, nilai UN, akte kelahiran dan surat
lain:
1. Berasal dari daerah yang menjalin kerjasama pola pembibitan dengan STTD
3. Rata-rata nilai raport minimal 7 (tujuh) untuk mata pelajaran matematika dan
Sikap yang harus dimiliki taruna ATKP adalah sikap saling menghargai dan
senantiasa menjunjung tinggi nilai budaya bangsa dan memgang teguh pancasila,
2.6 Pendekatan Vokasi Berbasis Boarding School Sytem (BBS) untuk Meningkatkan
Karakter Taruna
Di Indonesia pendidikan vokasi dimulai pada tahun 1972, saat Institut Teknologi
teknik yang mampu menerjemahkan konsep ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam
tugas-tugas praktis yang diperlukan di lapangan. Kemudian pada tahun 1979 pemerintah
mendirikan lima politeknik negeri di lima perguruan tinggi, yaitu: Politeknik ITB di
persiapan yang efektif dan proses transisi bagi peserta didik ke dalam jenis pekerjaan
atau profesi tertentu yang diperlukan oleh masyarakat (Billet, 2011:61), dimana proses
pendidikannya akan melibatkan aktivitas di dalam dan di luar sekolah (Hill, dalam
Rashtriya, 2008:7). Salah satu tujuan didirikan pendidikan vokasi di Indonesia adalah
untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai
dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri atau perusahaan (link and match),
sehingga lulusan pendidikan vokasi memiliki daya saing tinggi untuk mendapatkan
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu yang mampu memenuhi tuntutan dunia usaha
Pendidikan vokasi memiliki peran yang sangat strategis dalam menyiapkan SDM. Di era
globalisasi dan industrialisasi merupakan sebuah tantangan dan peluang bagi pendidikan
vokasi untuk membangun karakter sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan
di dunia usaha dan industri tetapi di sisi lain membawa tantangan persaingan yang
berkarakter dilatar belakangi oleh persaingan para lulusan dari sarjana, sekolah tinggi,
akademi maupun politeknik untuk terjun di dunia usaha dan industri yang semakin ketat.
Lulusan dalam jalur vokasi diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu
menjadi tenaga kerja terlatih dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja
yang dapat memberikan kontribusi produktif kepada masyarakat dan dunia usaha dan
pengembangan karakter dalam rangka menciptakan SDM yang berkualitas dan unggul
Timur. ATKP Surabaya merupakan lembaga pendidikan setingkat Diploma yang fokus
mendidik taruna/taruni yang menjadi individu yang cerdas, terampil, kompeten dan
baik secara oral dan tertulis, berjiwa enterpreneurship, mampu mengakses dan
menganalisis informasi, memiliki rasa ingin tahu dan mampu berimajinasi, serta
memiliki jaringan yang dapat membantu diri mahasiswa mendapatkan pekerjaan yang
pendidikan berbasis Boarding school, yang mana sistem pendidikan dan pola pengasuhan
mewajibkan peserta didiknya bertempat tinggal di asrama yang telah disediakan selama
supaya dapat membentuk peserta didik yang memiliki karakter unggul. Sistem
dengan pola sekolah. Pola dasarnya adalah dengan memadukan pola ilmu agama dan
ilmu umum dan diharapkan para peserta didik dapat mengimplementasikan dalam
pembelajaran dan dalam hubungan sosial peserta didik. Selain itu dimaksudkan untuk
Sistem boarding school dipilih didasarkan pada aspek pembentukan karakter taruna
sesuai dengan visi dan misi yang di emban oleh institusi pendidikan ATKP Surabaya,
aspek lain yang mendasari pemilihan sistem boarding school adalah dalam rangka
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan karakter, sehingga tidak ada kesenjangan yang ada
skill dan soft skill) selain itu melalui model pendidikan berbasis Boarding school
diharapkan mampu menumbuhkan karakter individu taruna ATKP yang memiliki sikap
sesuai norma yang ada dan didukung moral yang baik, memiliki loyalitas yang tinggi
pada bangsa dan negara serta didukung sikap disiplin dan berintegritas (BPSP:2014).
bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu,
(habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-
Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan
yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan
perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan
sikap hidup peserta didik. (Lickona, 1991; 50-63). Sesuai dengan pedoman pola
diawali dengan tahap orientasi. Tahap orientasi ini merupakan langkah awal pengasuhan
sumber daya manusia dalam rangka pembentukan SDM taruna yang mampu beradaptasi
dengan kehidupan di asrama dan memiliki gambaran utuh tentang tujuan kegiatan
dikaitkan dengan berbagai tugas, tanggung jawab dan tantangan yang akan dihadapi di
dunia kerja.
Tahap kedua pola pengasuhan dimulai setelah selesainya tahap orientasi dengan
pengasuhan secara ketat agar taruna/taruni memahami dengan baik, memiliki kesadaran
menjaga tata cara berhubungan dengan dengan orang lain, mampu menerapkan sifat-sifat
Tahap yan terakhir adalah tahap pematangan, yang merupakan tahap pengasuhan
yang lebih bersifat kemitraan dengan mengembangkan kedewasaan tinggi yang mampu
dan tindakan, pendidikan vokasi dilihat dari sisi konsep pedagogikal vokasional,
2. Idris et al (2014), melakukan kajian empiris dengan metode survei yang bertujuan
employability skills dan technical skills. Penelitian ini juga menghasilkan model
sejak zaman Federasi, tetapi lebih menekankan pada penerapan kebijakan pada
tahun 1980-an sampai 1990-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak tahun
dengan tujuan ekonomi sampai akhirnya pada tahun 1999, terdapat pembagian
tanggung jawab antara pemerintah Federal dan perwakilan Federal, serta otoritas
tujuan perekonomian, pendidikan, dan sosial yang selama ini tidak selalu ada
pendidikan dan kerja, vokasi dan akademik yang saat ini mulai dikembangkan.
4. Leung & McGrath (2010) melakukan kajian empiris mengenai pendidikan vokasi
di Hong Kong. Kajian ini menjelaskan bahwa secara global, reformasi pendidikan
vokasi saat ini lebih ditekankan pada employability skill dan bukan sekedar pada
technical skill. Kajian ini meninjau ulang kurikulum pendidikan vokasi di salah
Hasil analisis data yang dikumpulkan melalui berbagai sumber, mulai dari
perlunya strategi pembelajaran baru yang inovatif baik di dalam maupun di luar
yaitu pembelajaran pola sintaktis; sistem sosial dan norma yang terungkap dalam
wawancara, dan dokumentasi. Uji validitas dilakukan melalui diskusi dengan para
dalam program pendidikan keahlian, yaitu academic skill, vocational skill, social
German Dual System, Singaporean Vocational Model, dan U.S. Career and
budaya, ekonomi, dan politik yang unik, maka tidak layak ketika harus
mengadopsi sistem pendidikan vokasi dari negara lain. Namun demikian, elemen-
elemen dalam setiap sistem tersebut masih bisa digunakan untuk melakukan
reformasi sistem pendidikan vokasi di China. Dimana dukungan dan upaya dari
Pengembangan Model
Pendidikan Vokasi
Aktif
Leung & McGrath (2010)
METODE PENELITIAN
dalamnya terdapat proses desain, pengembangan, dan evaluasi dengan tujuan untuk
menyelenggarakan basis empiris untuk menciptakan produk dan alat instruksional maupun
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian dan
pengembangan Research and Development (R&D) (Borg & Gall, 1983) dan dilanjutkan
ekperimen. Model pengembangan dalam penelitian ini melalui tahap model konseptual.
Model teoritik, model hipotetik, dan model final. Model konseptual adalah model yang
secara rinci, dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan. Model
teoritik adalah model yang mengambarkan kerangka berpikir yang didasarkan pada teori-teori
yang relevan dan didukung oleh data empirik. Model hipotetik adalah model yang sudah
mendapat masukkan pakar dan praktisi melalui fokus group discussion (FGD). Model final
vokasi Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya yang dapat
diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian berbasis tindakan, yaitu action-theoretical
bases di pendidikan vokasi dan teknis, seperti yang dikembangkan oleh Hacker (1996).
ATKP Surabaya
Landasan
Hukum
PermenHub DIKTI
Design +
Decide
Pengujian Model
Operat
e
Gambar 3.1 Desain Penelitian Pengembangan Pendidikan Vokasi di ATKP Surabaya
meliputi melakukan studi pendahuluan dengan melihat realitas empirik dan mengakaji teori-
teori yang relevan, menentukan prototip dan membuat rancangan produk, menampilkan
rancangan, melakukan uji coba, evaluasi dan revisi, mengembangan lanjutan atas produk
Uji coba dilakukan pada kelompok quasi-eksperimen dan berbagai standar ukuran
peningkatan kualitas hasil belajar adalah kelompok kontrol. Desain ujicoba adalah
Informan atau subjek penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian tersebut diharapkan menguasai permasalahan yang diamati dalam penelitian ini.
Adapun subjek penelitian ini meliputi informan kunci (key informan) dan informan tambahan
(additional informan). Informan kunci dalam penelitian ini adalah Direktur ATKP Surabaya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi atau
lapangan serta mengungkapkan keadaan atau kejadian yang didapatkan dari hasil
mengkombinasikan seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil
penelitian dan sumber data lain yang berkenaan dengan unit analisis penelitian.
2. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi adalah pencarian data berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan penelitian. Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui
foto, dokumen, atau catatan-catatan lapangan peneliti pada saat penelitian dilakukan.
Teknik pengumpulan data yang terakhir adalah wawancara (indepth interview). Indept
interview digunakan untuk memperdalam data-data yang terkait langsung dengan topik
penelitian. Selain itu, teknik ini digunakan untuk mengetahui respon dari berbagai
pendapat tentang kebijakan yang akan datang. Untuk memperoleh data dan informasi
wawancara, kamera foto dan video, serta check list pengambilan data.
3.3.3. Teknik Analisis Data
telah disebutkan dalam desain penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dalam
penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu analisis data kualitatif dan analisis data
Hays & Singh (2012:295) mengutip pendapat Miles & Huberman bahwa analisis data
kualitatif merupakan proses siklus yang terdiri atas aktivitas reduksi data, menyajikan
teks atau bahan visual yang telah dikumpulkan mulai awal penelitian, bahkan
sebelum tahap pengumpulan data sekalipun. Pada tahap ini kegiatan yang
dilakukan adalah melakukan klasifikasi data dengan memberikan kode atau simbol
b. Penyajian data, yaitu proses penyajian data berdasarkan kategori yang telah dibuat
pada tahap reduksi data. Melalui penyajian data dapat dilakukan eksplorasi,
Penyajian data ini dilakukan mulai setiap kategori dan setiap informan, yang
korelasi-korelasi antar kategori dan antar informan. Kombinasi data ini dapat
dilakukan melalui penyusunan matriks atau jaringan baik dalam bentuk tabel
maupun gambar (Hays & Singh, 2012:318). Melalui penyajian data ini maka dapat
digunakan sebagai bahan untuk menarik kesimpulan dari temuan dan hasil
Hasil analisis data kualitatif ini adalah model pendidikan vokasi yang saat ini
diterapkan di ATKP Surabaya dan keahlian taruna ATKP. Dengan demikian, dapat
dijadikan sebagai pijakan untuk menentukan desain model pendidikan vokasi yang
terdiri atas:
didasarkan pada fakta dari hasil analisis kualitatif yang dilakukan sebelumnya dan
b. Direct, yaitu mengarahkan motif dan tujuan model pendidikan vokasi yang akan
dikembangkan.
c. Orientate, yaitu menentukan metode dan pola pengujian serta evaluasi model
e. Control, yaitu pengendalian atas setiap tahap yang dilakukan selama pelaksanaan
pengembangan model pendidikan vokasi supaya hasil atau output yang dihasilkan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan solusi atas
vokasi yang telah diputuskan untuk dikembangkan di ATKP. Pada tahap ini,
diperlukan partisipasi dari pakar pendidikan vokasi, taruna ATKP, dosen ATKP,
Bateman, Thomas S. & Scott A. Snell. 2008. Manajemen, Edisi 7: Kepemimpinan dan
Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif, Buku 1. Alih Bahasa: Christian Sungkono &
Ali Akbar Yulianto. Jakarta: Salemba Empat.
Billett, Stephen. 2011. Vocational Education: Purposes, Traditions and Prospects. New
York: Springer Science+Business Media B.V.
Bunning, Frank. Approaches to Action Learning in Technical and Vocational Education and
Training (TVET). InWEnt – Internationale Weiterbildung und Entwicklung gGmbH,
Capacity Building International, Germany.
Caulfield, J. (2011). How To Design And Teach A Hybrid Course: Achieving Student-
Centered Learning Through Blended Classroom, Online And Experiential Activities.
USA: Stylus Publishin, LLC.
Downing, Skip. 2014. On Course, Study Skills Plus Edition. Boston, MA: Wadsworth,
Cengage Learning.
Halil Dundar, Tara Béteille, Michelle Riboud, Anil Deolalikar. 2014. Student Learning in
South Asia: Challenges, Opportunities, and Policy Priorities. Washington DC:
International Bank for Reconstruction and Development (The World Bank).
Idris, Ali, Muhammad Rashid Rajuddin, & Audu Rufai. 2014. Conceptual Model on the
Implementation of Technical and Vocational Education in Nigeria. Sains Humanika 1:1
(2014), 1–9.
Jacobs, G. M., Renandya, W. A., & Power, M. (2016). Simple, Powerful Strategies For
Student Centered Learning. USA: Springer.
Leung, Anita Sui Man & Simon McGrath. 2010. An Effective Learning Model to Support
People Development: The Emerging Approach of The Hong Kong Institute for
Vocational Education. International Education Studies Vol. 3, No. 4; November
(2010), 94-106.
Malley, Jeff & Jack Keating. 2000. Policy Influences on the Implementation of Vocational
Education and Training in Australian Secondary Schools. Journal of Vocational
Education and Training, Volume 52, Number 4, (2000), 627-625.
Rao, M. S. 2010. Soft Skills: Enhancing Employability: Connecting Campus with Corporate.
New Delhi: L. K. International Publishing House Pvt. Ltd.
Rashtriya, Tarun. 2008. Vocational Education. New Delhi: S.B Nangia (A P H Publishing
Corporation).
Richey, Rita C. & James D. Klein. 2010. Design and Development Research: Methods,
Strategies, and Issues. New York: Routledge (Taylor & Francis Group).
Schultz, Garry. 2002. The Customer Care and Contact Center Handbook. Wisconsin:
Ameican Society for Quality.
Suminar, Tri, Titi Prihatin, & Muhammad Ibnan Syarif. 2016. Model of Learning
Development on Program Life Skills Education for Rural Communities. International
Journal of Information and Education Technology, Vol. 6, No. 6, June (2016), 496-499.
Verma, Dhirendra. 2001. Administration of Vocational Education. New Delhi: Ashok Kumar
Mittal (Concept Publishing Company).
Wenrich Ralph C, J Willian Wenrich, J Calloway, 1988, Administrasi of Vocational
Education. American Technical Publisher Inc Homewood Hlinois 60430
Yu, Xi. 2013. A Comparative Review on Chinese Vocational Education and Training
System. The Online Journal of New Horizons in Education Volume 3, Issue 2 (2013),
1-7.