Anda di halaman 1dari 25

TUGAS TELAAH KURIKULUM

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. I Putu Suka Arsa,. S.T., M.T

Disusun Oleh:
Tiara Elok Riskyta (2215061008)
Pendidikan Teknik Elektronika (S1)
Teknik Dan Kejuruan

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


2023
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum 2013!
Pengertian kurikulum sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Yunani –yang
semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu curir yang artinya pelari dan
curere yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari start hingga
finish. (Muhaimin, 2010:1) Ada juga yang mengatakan dari bahasa Perancis yaitu
couriar yang berarti berlari, sehingga hal ini ketika diintepretasikan memiliki
makna bukan sebagai resource tapi lebih dimaknai sebagai running of the race.
(Abdullah Idi, 2007:48) Ketika istilah ini masuk dalam ranah pendidikan, maka ia
memiliki tatanan makna sebagai circle of instruction yaitu suatu lingkaran
pengajaran di mana guru dan peserta didik terlibat di dalamnya. Ada pula yang
mengartikan dengan suatu kumpulan subjek yang diajarkan di sekolah, atau arah
suatu proses belajar. Secara komplementer dikatakan sebagai rencana tertulis
tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi
yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai
kemampuan tersebut, dan evaluasi yang diperlukan untuk menentukan tingkat
pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan
dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya
pada satuan pendidikan tertentu. ( Oemar Hamalik, 2010:91)
Sedangkan dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj
yang berarti jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada
berbagai bidang kehidupannya. Sehingga istilah ini memiliki suatu tatanan makna
bahwa ia merupakan jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan peserta
didik yang di dalamnya memuat tentang tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan alat untuk membantu dan memberikan
acuan bagi pendidik dalam
melaksanakan tugasnya. Hal ini karena kurikulum secara umum didefinisikan
sebagai rencana yang dikembangkan untuk memperlancar proses pembelajaran.
(Muhaimin, 2011:223). Dengan demikian, kurikulum bisa dikatakan sebagai

2
konstruksi satuan pengalaman peserta didik yang di dalamnya terdapat muatan-
muatan kompetensi dan karater yang akan diinternalisasikan pada diri peserta
didik.

Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum pendidikan nasional yang


diperkenalkan pada tahun 2013 di Indonesia. Kurikulum ini merupakan
pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
digunakan sebelumnya.Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakteristik utama,
yaitu: Berbasis kompetensi: Kurikulum 2013 menekankan pada pengembangan
kompetensi siswa, baik kompetensi intelektual, sosial, emosional, maupun
spiritual. Berorientasi pada pembelajaran: Kurikulum 2013 menempatkan siswa
sebagai pusat dari proses pembelajaran, sehingga guru berperan sebagai fasilitator
dan motivator.

Terintegrasi: Kurikulum 2013 memadukan beberapa mata pelajaran, sehingga


siswa dapat mempelajari berbagai topik yang terkait dengan suatu tema atau
masalah tertentu.Kontekstual: Kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran
yang kontekstual dan relevan dengan kehidupan nyata siswa. Menggunakan
metode pembelajaran yang aktif: Kurikulum 2013 menekankan pada penggunaan
metode pembelajaran yang aktif, seperti diskusi, tanya jawab, eksperimen, dan
pengalaman langsung.

Kurikulum 2013 diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan


dasar hingga pendidikan menengah. Kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi
tantangan masa depan. Kurikulum 2013 juga mengakomodasi perkembangan
teknologi dan informasi dengan memperkenalkan pembelajaran berbasis teknologi
dan media sosial.

LANDASAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM

1. Landasan Yuridis

Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan


masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara

3
pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan
untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar
yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki
kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum
adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan
keputusan yuridis di bidang pendidikan.

Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,


Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.

2. Landasan Filosofis

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Untuk
mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat,
pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional).

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan


kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini,

dan kehidupan bangsa di masa mendatang.

Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses
pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris
dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan
keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan
menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman
dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan

4
menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik
apabila pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan
sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai
individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia.

Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa


dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa
kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa
prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat
kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru
dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat,
bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan
dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu
terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan,
kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik,
dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya,
dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan
memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu
untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.

Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang
diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12
tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka
konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa
kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik
menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah
menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk
kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten
pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan
dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk
dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi,
anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di
masa mendatang.

5
3. Landasan Teoritis

Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan


teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil
belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut
adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar
Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor
19 tahun 2005). Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK.
Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu
kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan
konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan
memproses konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi
kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan.
Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana
kompetensi tersebut digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan
pendidikan dengan satuan pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan
khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).

Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan


pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah,
masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta
didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar
tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan
kualitas yang dinyatakan dalam SKL.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,


isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum

6
berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk
dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten
dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada
Standar Kompetensi Lulusan.

Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan


pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan
kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis,
kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal
dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan
bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis, konten kurikulum
tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi konten
terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan
dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan.
Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan
berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.

Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum
menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang
mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran.
Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana
Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan
pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan
guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta
didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan
menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya
menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam
Standar Kompetensi Lulusan.

Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh


karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum
diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai

7
pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh
peserta didik.

Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:

(1) Isiataukontenkurikulumadalahkompetensiyangdinyatakandalambentuk

Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam

Kompetensi Dasar (KD).

(2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai

kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,

kelas, dan mata pelajaran

(3) KompetensiDasar(KD)merupakankompetensiyangdipelajaripesertadidik

untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.

(4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan

psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran
ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan
sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.

(5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep,


generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based
curriculum” atau “content-based curriculum”.

(6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,


saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.

(7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada


tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi
dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan
kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat
dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih
sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.

8
(8) Penilaianhasilbelajarmencakupseluruhaspekkompetensi,bersifatformatif dan
hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan
penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan
Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

4. Landasan Empiris

Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang


resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008
berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4%
(www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-
negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat
Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif,
ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul
karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang
satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.

Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi
ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah
lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum
harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan
kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari
bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa
Indonesia.

Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus


pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga
menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal.
Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari
kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan
bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu
menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang

9
belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena
itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan
kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini. Berbagai elemen
masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan
beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan
secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran
yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah
dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca,
tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.

Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi,


termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan
mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan
pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu
memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.

2. Apa yang dimaksud kurikulum merdeka?

Beberapa penelitian sudah menuliskan bahwa pendidikan di Indonesia sudah lama


mengalami krisis pembelajaran yang berdampak pada sistem pendidikan di
Indonesia. Tentu saja hal ini akan berdampak pada kualitas dan mutu pendidikan.
Belum lagi persoalan masih belum meratanya pendidikan di wilayah Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan Kemenristekdikti untuk mengejar ketertinggalan
literasi dan numerasi dalam dunia pendidikan ialah memunculkan kurikulum baru
yang dapat menyempurnakan dan melengkapi kurikulum sebelumnya. Kurikulum
merdeka merumuskan dua perangkat penting untuk mendukung, memperbaiki,
dan memulihkan proses belajar mengajar (Priantini et al., 2022).

Perancangan Kurikulum Merdeka yang diluncurkan oleh Kemenristekdikti


berfungsi untuk mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia dalam hal literasi
dan numerasi. Dalam implementasinya, kurikulum tidak serta merta langsung
digunakan di seluruh sekolah di Indonesia, prosesnya dilakukan secara bertahap,
tergantung kesiapan dari masing-masing sekolah. Pada tahun ajaran 2021/2022
Kurikulum Merdeka sudah mulai diterapkan di beberapa sekolah, tercatat kurang

10
lebih sudah 2.500 sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum merdeka diberlakukan untuk pendidikan paling dasar hingga jenjang
SMA. Bagi sekolah yang sudah memiliki kesiapan, maka sekolah tersebut dapat
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka untuk tahun ajaran berikutnya. Hal
yang menarik lainnya dari Kurikulum Merdeka ialah, adanya angket yang
disediakan pemerintah untuk mendukung satuan pendidikan dalam menilai tahap
kesiapan penerapan dan pemberlakuan Kurikulum Merdeka.

Terdapat tiga pilihan keputusan dari masing-masing satuan pendidikan terhadap


implementasi dan pemberlakuan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran
2022/2023 yaitu:

1) Menerapkan sebagian Kurikulum Merdeka tanpa menghapus total kurikulum


yang lama.

2) Penerapan Kurikulum Merdeka dengan penggunaan media ajar yang sudah


disiapkan.

3) Menerapkan Kurikulum Merdeka dengan pengembangan merdeka


menggunakan berbagai perangkat ajar.

Kurikulum Merdeka dalam penerapannya harus didukung dengan penyediaan


pelatihan, penyediaan sumber bahan belajar guru dan perangkat ajar yang inovatif,
didukung oleh kepala sekolah dan dinas setempat. Satuan pendidikan dalam
penyediaan perangkat ajar yang dimaksud adalah berupa buku teks, bahan ajar
pendukung, contohnya rancangan dan skema tujuan pembelajaran, kurikulum
operasional sekolah, modul ajar serta proyek penguatan profil pelajar Pancasila
yang tersedia pada platform digital bagi guru. Sekolah dapat menyediakan dan
melakukan pengadaan bahan ajar dan perangkat pembelajaran secara merdeka
dengan Biaya Operasional Sekolah (BOS), atau reguler atas dukungan pemda
dan/atau yayasan, kemudian penerapan kurikulum ini didukung dengan pelatihan
dan penyediaan media belajar bagi guru, dan kepala sekolah.

Hal ini dapat didukung dengan berbagai kegiatan di antaranya pengembangan


potensi bagi guru dan kepala sekolah melalui micro learning dengan
menggunakan platform digital. Penyediaan narasumber yang mumpuni dalam

11
pelaksanaan edukasi Kurikulum Merdeka, penyediaan berbagai sumber belajar
untuk guru dalam bentuk buku elektronik, podcast, dan sejenisnya yang dapat
diakses secara daring dan dapat disalurkan melalui perangkat penyimpanan. Guru
juga dapat membentuk komunitas belajar untuk saling memberi bantuan dan
dukungan praktis dalam adopsi kurikulum.

Penerapan kurikulum ini juga sangat mendukung jaminan jam mengajar guru dan
tunjangan profesi guru. Selain mendukung jaminan jam dan tunjangan profesi
guru dalam menerapkan Kurikulum Merdeka juga didukung dengan platform
merdeka mengajar. Dengan adanya platform merdeka mengajar, guru terbantu dan
dipermudah dalam menemukan inspirasi, referensi, literasi dan pemahaman dalam
upaya penerapan Kurikulum Merdeka. Platform merdeka mengajar berperan
sebagai teman penggerak untuk guru dalam membentuk pelajar Pancasila.
Terdapat tiga fungsi platform merdeka mengajar, yaitu mengajar Kurikulum
Merdeka secara lebih efektif, belajar konsep- konsep baru, dan berkarya untuk
menciptakan suatu karya atau produk.

Sistem pendidikan di Indonesia terus melakukan perbaikan kurikulum untuk


mengejar ketertinggalannya dalam dunia pendidikan. Kurikulum yang awalnya
disusun dalam bentuk tulisan yang begitu banyak dan tebal, kini mulai
disederhanakan. Mulai muncul dan diterapkannya Kurikulum Merdeka
menunjukkan bahwa guru dan siswa lebih bebas menentukan sistem belajar
dikelas. Poin penting dari perubahan kurikulum seharusnya tidak membebani guru
dalam hal pembelajaran dan juga administrasi pembelajaran.

Kurikulum Merdeka sebenarnya didasarkan pada semangat kemerdekaan


Indonesia yang menekankan pada kemandirian, keberanian, dan kebebasan dalam
bertindak. Kurikulum ini juga diharapkan dapat membantu siswa untuk
memahami nilai-nilai dan makna kemerdekaan Indonesia serta mempersiapkan
mereka untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab.

Salah satu prinsip penting dari Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran yang
berpusat pada siswa, yang memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan

12
kemampuan dan minat mereka sendiri. Dalam kurikulum ini, siswa diberikan
kebebasan untuk memilih mata pelajaran dan kegiatan yang ingin mereka pelajari,
sehingga mereka dapat memperdalam minat mereka sendiri dan mengembangkan
kreativitas mereka.

Kurikulum Merdeka juga menekankan pada pengembangan keterampilan sosial,


seperti kerjasama, komunikasi, dan kepemimpinan, sehingga siswa dapat menjadi
warga negara yang aktif dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Dalam hal ini,
guru memiliki peran penting untuk membimbing siswa dalam proses
pembelajaran dan memberikan dukungan yang dibutuhkan.

Secara keseluruhan, Kurikulum Merdeka adalah konsep kurikulum yang inovatif


dan kreatif dalam pendekatan pembelajaran yang mempromosikan kemandirian,
kreativitas, dan keterampilan sosial siswa. Kurikulum ini diharapkan dapat
membantu menghasilkan generasi muda Indonesia yang berkualitas dan siap
untuk menghadapi tantangan masa depan.

Perbedaan antara kurikulum k13 dengan k. Merdeka

a) K-13 dan Kemerdekaan adalah dua konsep yang berbeda dalam konteks
pendidikan di Indonesia. Berikut adalah perbedaan antara K-13 dan
Kemerdekaan:
b) K-13 adalah kurikulum baru yang diperkenalkan pada tahun 2013 untuk
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedangkan
Kemerdekaan merujuk pada kemerdekaan politik Indonesia yang dideklarasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945.
c) K-13 adalah kurikulum yang diterapkan di semua jenjang pendidikan,
mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, sedangkan Kemerdekaan
adalah suatu keadaan politik di mana suatu negara telah memperoleh
kemerdekaan dari penjajahan.
d) K-13 merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia dengan menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa,
sedangkan Kemerdekaan adalah suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk
memperoleh kemerdekaan dari penjajahan.
e) K-13 lebih berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran, sedangkan

13
Kemerdekaan lebih berkaitan dengan sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia
untuk memperoleh kemerdekaan.
f) Dalam kesimpulannya, K-13 dan Kemerdekaan adalah dua konsep yang
berbeda dalam konteks pendidikan di Indonesia, meskipun keduanya sama-sama
penting bagi perkembangan bangsa Indonesia.
3. Apa bagian – bagian dari taksonomi bloom

Taksonomi Bloom memiliki penjelasan dan bagian seperti berikut:

1. Ranah Kognitif

Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang
telah dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi
memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan
dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) atau yang
menurut Bloom merupakan segala aktivitas yang menyangkut otak dibagi menjadi
6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi yang dilambangkan
dengan C (Cognitive) (Dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational
Objectives. Handbook 1 : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New
York. Benyamin Bloom pada tahun 1956) yaitu:

♦ C1 (Pengetahuan/Knowledge)

Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi
yang telah dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi,
kecenderungan dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi.
Tingkatan atau jenjang ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi
prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di jenjang ini, peserta didik menjawab
pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengutip,
menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan, membilang, mengidentifikasi,
mendaftar, menunjukkan, memberi label, memberi indeks, memasangkan,
menamai, menandai, membaca, menyadari, menghafal, meniru, mencatat,
mengulang, mereproduksi, meninjau, memilih, menyatakan, mempelajari,
mentabulasi, memberi kode, menelusuri, dam menulis.

14
♦ C2 (Pemahaman/Comprehension)

Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami


materi tertentu

yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :

1. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu bentuk ke bentuk lain)

2. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)

3. Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti).

Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri


dan dengan memberikan contoh baik prinsip maupun konsep. Kata kerja
operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : memperkirakan,
menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan,
membandingkan, menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan,
menguraikan, menjalin, membedakan, mendiskusikan, menggali, mencontohkan,
menerangkan, mengemukakan, mempolakan, memperluas, menyimpulkan,
meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.

♦ C3 (Penerapan/Application)

Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi


pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya
dengan cara menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut
untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang
belum pernah diberikan sebelumnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menugaskan,
mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi,
memodifikasi, mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan,
mencegah, menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan,
mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan,
melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses, mengaitkan, menyusun,
mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.

15
♦ C4 (Analisis/Analysis)

Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan
suatu materi

menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :

1. Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi)

2. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)

3. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip organisasi (identifikasi

organisasi)

Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam


beberapa bagian menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta
menemukan hubungan sebab akibat.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah :
menganalisis, mengaudit, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis,
menyeleksi, memerinci, menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan,
merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjelajah, membagankan,
menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan, memerintahkan,
mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.

♦ C5 (Sintesis/Synthesis)

Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan


mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik.
Kemampuan ini dapat berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau
kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak. Di jenjang ini, peserta
didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan
berbagai ilmu dan pengetahuan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah :
mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan,
mengkode, mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun,
menanggulangi, menghubungkan, menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi,

16
merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi,
membentuk, merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan, memadukan,
membatas, mereparasi, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum,
dan merekonstruksi.

♦ C6 (Evaluasi/Evaluation)

Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal
untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan
dengan nilai suatu ide, kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang
dipandu untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik,
penerapan baru serta cara baru yang unik dalam analisis dan sintesis. Menurut
Bloom paling tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :

1. Evaluasi berdasarkan bukti internal

2. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya


melakukan pembuatan keputusan dan kebijakan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah :
membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang,
memutuskan, memisahkan, memprediksi, memperjelas, menugaskan,
menafsirkan, mempertahankan, memerinci, mengukur, merangkum,
membuktikan, memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan
memproyeksikan.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi
serta derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar
mengajar. Kartwohl & Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf,
2001) membagi ranah afektif menjadi 5 kategori yaitu :

♦ Receiving/Attending/Penerimaan

Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang meliputi penerimaan

17
masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara pasif.Penerimaan adalah
semacam kepekaan dalam menerima rangsanagn atau stimulasi dari luar yang
datang pada diri peserta didik. Hal ini dapat dicontohkan dengan sikap peserta
didik ketika mendengarkan penjelasan pendidik dengan seksama dimana mereka
bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka danmereka memiliki
kemauan untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan nilai
itu.Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih,
mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.

♦ Responding/Menanggapi

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau


merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat.
Atau dapat pula dikatakan bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang
menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal
ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab,
membantu, mengajukan, mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung,
menyetujui, menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan
menolak.

♦ Valuing/Penilaian

Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan


terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai
fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur
dalam kegiatan belajar mengajar serta bertanggungjawab terhadap segala hal
selama proses pembelajaran.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah :
mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas,
memprakarsai, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan
menyumbang.

18
♦ Organization/Organisasi/Mengelola

Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta


pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan
dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan
sains terhadap kehidupan manusia.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menganut,
mengubah, menata, mengklasifikasikan, mengombinasi, mempertahankan,
membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan
merembuk.

♦ Characterization/Karakteristik

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses
internalisais nilai menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini
dicontohkan dengan bersedianya mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak
mendukung pendapatnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih,
mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.

♦ Responding/Menanggapi

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau


merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat.
Atau dapat pula dikatakan bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang
menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal
ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab,
membantu, mengajukan, mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung,
menyetujui, menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan
menolak.

19
♦ Valuing/Penilaian

Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan


terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai
fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur
dalam kegiatan belajar mengajar serta bertanggungjawab terhadap segala hal
selama proses pembelajaran.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah :
mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas,
memprakarsai, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan
menyumbang.

♦ Organization/Organisasi/Mengelola

Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta


pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan
dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan
sains terhadap kehidupan manusia.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menganut,
mengubah, menata, mengklasifikasikan, mengombinasi, mempertahankan,
membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan
merembuk.

♦ Characterization/Karakteristik

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses
internalisais nilai menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini
dicontohkan dengan bersedianya mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak
mendukung pendapatnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah :
mengalihkan, mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai,

20
menyetir, menjeniskan, menempel, mensketsa, melonggarkan, dan menimbang.

Taksonomi Bloom terbaru adalah revisi dari taksonomi Bloom yang dikenal sebagai
Taksonomi Bloom Revisi oleh Anderson dan Krathwohl pada tahun 2001. Taksonomi
Bloom Revisi mencakup enam level kognitif yang berbeda, yaitu:

1. Mengingat (Remembering)

2. Memahami (Understanding)

3. Menerapkan (Applying)

4. Menganalisis (Analyzing)

5. Mengevaluasi (Evaluating)

6. Mencipta (Creating)

Taksonomi Bloom Revisi juga menggambarkan tiga domain pembelajaran, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Setiap domain ini memiliki level-level yang berbeda untuk
menggambarkan kemampuan siswa dalam mempelajari berbagai konsep dan
keterampilan.

Taksonomi Bloom Revisi menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum dan


pembelajaran di berbagai negara di seluruh dunia.

21
Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia

Dalam sejarah perkembangannya, Indonesia mengalami perubahan kurikulum dari


waktu ke waktu. kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada
pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini
belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah
sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,
yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan
2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang
sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Kali ini, Ilmu Hexa akan membagi informasi mengenai hal tersebut. Berikut


adalah sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia yang telah
berganti-ganti dari waktu ke waktu:

1. Kurikulum 1947

Kurikulum yang mulai diaplikasikan pada 1950 ini dikenal dengan istilah leer
plan yang dalam bahasa Belanda artinya rencana pelajaran. Dikarenakan pada
masa itu Indonesia masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan, sistem
pendidikannya pun masih kental oleh pengaruh Belanda. Oleh karena itu,
kurikulum ini meneruskan yang sudah digunakan oleh Belanda sebelumnya. Ciri
utama dari kurikulum ini adalah menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain.

2. Kurikulum 1952

Tahun 1952, kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini


sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Cirinya adalah setiap isi
pelajaran harus bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

22
3. Kurikulum 1964

Pada kurikulum 1964, pemerintah menginginkan agar rakyat mendapatkan


pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Dengan begitu, mata
pelajaran diklasifikasikan menjadi lima kelompok bidang studi, yaitu moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Kelima hal tersebut
dikenal juga dengan program Pancawardhana. Ada juga yang menyebutkan
bahwa Pancawardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral.

4. Kurikulum 1968

Ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani,


mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Oleh karena itu mata pelajaran yang dibuat lebih bersifat
teoritis. Kurikulum ini juga menekankan pendekatan organisasi dalam materi
pelajaran, seperti kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.

5. Kurikulum 1975

Pengganti kurikulum 1968 ini memiliki tujuan agar pendidikan menjadi lebih
efektif dan efisien. Kurikulum ini dipengaruhi oleh konsep di bidang manajemen
yang terkenal pada masa itu, yaitu MBO (Management by Objective). Tujuan,
materi, dan metode pengajaran diatur secara rinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Masa ini dikenal dengan
istilah “Satuan Pelajaran”, yaitu rencana pelajaran dibuat untuk setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi menjadi petunjuk umum, TIK
(Tujuan Instruksional Khusus), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, dan evaluasi. Kurikulum ini banyak mendapat kritik karena setiap guru
menjadi sibuk karena harus menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.

6. Kurikulum 1984

Kurikulum ini sering disebut juga kurikulum 1975 yang disempurnakan. Salah
satu tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum ini adalah Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas tahun 1980-1986. Menggunakan
process skill approach, di mana siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok lalu
diperintahkan untuk mengamati sesuatu, mendiskusikannya, setelah itu membuat
laporan. Model ini disebut juga dengan Cara Belajar Aktif Siswa (CBSA) atau
SAL (Student Active  Learning). Namun, banyak sekolah yang merasa sistem ini

23
kurang efektif karena suasana kelas dianggap tidak kondusif untuk belajar.
Penolakan CBSA pun banyak bermunculan.

7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Merupakan perpaduan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984. Tujuannya


agar siswa lebih memahami konsep dan terampil dalam menyelesaikan soal dan
masalah. Sistem pembelajarannya satu tahun dibagi menjadi tiga caturwulan. Jadi,
diharapkan agar siswa dapat menerima materi pelajaran yang lebih banyak. Beban
belajar siswa yang dianggap terlalu berat menyebabkan bertebarannya berbagai
macam kritik terhadap kurikulum ini.

8. Kurikulum 2004

Kurikulum ini dikenal dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetisi).


Menurut Depdiknas, KBK adalah seperangkat rencana pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah. Setiap mata pelajaran memiliki rincian kompetensi apa yang
harus dicapai oleh siswa. Namun, terdapat kerancuan pada sistem ini. Alat ukur
pencapaian kompetensi siswa hanya berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional yang jawaban dari soalnya adalah pilihan ganda. Jika tujuannya adalah
mengasah kompetensi siswa, seharusnya alat ukurnya lebih banyak praktik atau
soal uraian agar pemahaman lebih terlihat.

9. Kurikulum 2006

Pada tahun 2006, KBK dihentikan dan diganti oleh KTSP (Kurikulum Tingkat


Stuan Pendidikan). Jika dilihat, kurikulum ini tidak jauh berbeda dengan
Kurikulum 2004. Hanya saja KTSP lebih memberi kebebasan kepada guru untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan, kondisi siswa, dan kondisi
sekolah. Depdiknas telah menetapkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi
kelulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) untuk setiap
mata pelajaran dalam satuan pendidikan. Jadi, sistem pembelajaran dan silabus
merupakan wewenang dari sekolah dikoordinasikan dan disupervisi oleh
pemerintah Kabupaten/Kota. Pada akhir tahun 2012, KTSP akhirnya diganti
dengan kurikulum baru karena diangap kurang berhasil.

10. Kurikulum 2013

24
Kurikulum 2013 atau biasa disebut dengan Kurtilas merupakan peralihan
pemerintahan antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi. Kurtilas memiliki empat
aspek penilaian, yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan, dan perilaku. Anies
Baswedan sempat menghentikan pelaksanaan Kurtilas di beberapa sekolah untuk
mengevaluasi ulang kurikulum ini. Pada tahun 2016, kurikulum ini telah direvisi
dan kembali diberlakukan di beberapa sekolah.

25

Anda mungkin juga menyukai