DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RAZAN ALIF SIREGAR
ILMU PEMERINTAHAN
14010121130080
3
LPM Manunggal Undip, “Infrastruktur Undip menjamur, bagaimana Nasib pembangunan
PSDKU?”.
perhitungan kuantitatif pada Index Scopus. Artinya semakin banyak
riset atau jurnal yang diterbitkan maka semakin tinggi pula peringkat
Undip. Peringkat itulah yang secara bersamaan dapat meningkatkan
peringkat Undip dalam World Class University.
a. Pengabdian Masyarakat
B. Rumusan Permasalahan
C. Tujuan
Tujuan umum dari ditulisnya makalah ini adalah untuk menambah
kekayaan intelektualitas mahasiswa. Harapannya melalui makalah ini dapat
ditemukan suatu kebaharuan yang dapat menjadi solusi bagi Organisasi
Mahasiswa dalam melakukan tugas dan kewajibannya. Kemudian, tujuan
khusus dari makalah ini adalah sebagai syarat pendaftaraan LKMM-TM
Universitas Diponegoro.
BAB II
PEMBAHASAN
Merumuskan suatu bentuk dan system organisasi mahasiswa yang ideal merupakan
suatu hal yang sangatlah kompleks. Diperlukan begitu banyak variabel untuk
mendapatkan permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar dari proses berpikir
dialektis demi terwujudnya suatu solusi konkrit.
Sejarah Pengorganisiran Mahasiswa di Indonesia
Mahasiswa yang berkelompok dapat menghimpun intelektualitas
sebagai suatu kekuatan besar. Kekuatan tersebut dapat kita lihat dari
peristiwa-peristiwa sejarah mahasiswa sebagai kelompok intelektual yang
berhimpun untuk memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
Contoh peristiwa pertama adalah terbentuknya Boedie Oetomo yang
tercatat dalam sejarah sebagai pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
Sejarah perjuangan Boedie Oetomo menjadi memori kolektif bangsa,
karena menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat untuk melakukan
perubahan.4 Kalimat tersebut merupakan pengantar makalah yang ditulis
oleh Warto yang berjudul Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia
Baru:Belajar dari Budi Utomo. Boedie Oetomo sendiri didirikan pada 20
Mei 1908 oleh para mahasiswa kedokteran School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen (STOVIA). Boedie Oetomo memiliki tujuan utama untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, sebab bagi mereka
pendidikan merupakan alat perjuangan yang sangat penting dan ampuh
untuk dapat memajukan bangsa. Lahirnya Boedie Oetomo oleh para
mahasiswa tidak hanya berpengaruh terhadap dinamika di kehidupan
mahasiswa saja, tetapi juga memantik pergerakan nasional dalam skala yang
lebih besar. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa, sekalipun bangsa Indonesia
telah terjerat dalam kerangkeng kolonialisme dan imperialisme yang begitu
lama, kaum cendekia yang bersatu, bergerak, dan terorganisir dapat
menciptakan suatu perubahan yang besar pada pergerakan nasional.
Kedua, contoh (romantisasi) peristiwa yang memposisikan
mahasiswa sebagai suatu kelompok penekan penekan (pressure group) yang
memberikan pengaruh terhadap dinamika sosial pada kehidupan
masyarakat adalah gerakan mahasiswa di tahun 1966. Pada saat itu
pemerintahan negara sedang berada pada kondisi yang tidak stabil akibat
gerakan-gerakan politis dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
ketidakstabilan harga barang. Mahasiswa-mahasiswa yang terpantik oleh
keadaan negara tersebut berhimpun menjadi suatu kelompok yang disebut
KAMI pada 25 Oktober 1965. Kendati KAMI berumur singkat, kurang
lebih hanya 4 bulan, tujuan dari terdirikannya KAMI telah terlaksana yaitu
menurunkan Presiden Soekarno. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
suatu gerakan yang taktis dan terorganisir dengan baik.
4
Djoko Marihandono, dkk. “Makna organisasi Boedi Oetomo untuk hari ini dan
esok”. Museum Kebangkitan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.Hal.V
Kedua, contoh peristiwa sejarah organisasi mahasiswa adalah pada
masa diberlakukannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan
Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang menjadi fase awal
maraknya organisasi intrakampus. Sebelum lebih jauh membahas peristiwa
yang timbul akibat kebijakan yang disahkan pada 19 April 1978 tersebut
adalah suatu hal yang penting untuk memahami dinamika organisasi
mahasiswa pada masa sebelum kebijakan tersebut hadir. Pada masa orde
baru, mahasiswa-mahasiswa seringkali memberikan kritikan terhadap
keberjalanan pemerintahan rezim Soeharto atas dasar kepemimpinannya
yang dirasa otoriter dan penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pada
saat itu, mahasiswa memiliki banyak wadah untuk berkelompok dan
bergerak seperti Kelompok Cipayung yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI),
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI). Kendati perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa sangatlah
masif, pemerintah orde baru tidak kehilangan akal untuk meredam
pergerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan melakukan
represifitas melalui aparat penegak hukum dan juga militer. Pereduksian
gerakan mahasiswa tersebut diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan
NKK/BKK oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef
melalui SK 0156/U/1978. Pada intinya NKK/BKK merupakan kebijakan
untuk mengembalikan semua aktivitas akademik secara wajar dan normal 5
Kebijakan NKK/BKK membiaskan makna normal dalam kehidupan
kampus. Normal bagi pemerintah rezim orde baru hanyalah keadaan dimana
mahasiswa hanya menjadi semacam “robot textbook” yang hanya belajar
tanpa memperdulikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Alhasil
organisasi-orgasinasi seperti kelompok cipayung dan organisasi yang
melawan lainnya mulai terpojokan dan dipaksa untuk fokus pada ranah
akademis semata. Akan tetapi untuk mengadakan diskusi kritis pada saat itu
sangatlah sulit oleh sebab pengawasan birokrat kampus yang sangat ketat.
Seakan-akan para pendidik pada saat itu menggunakan pola bank yang
merupakan pendekatan yang membuat mahasiswa tidak memahami bahwa
pengetahuan yang mereka dapatkan di kampus itu kontradiktif dengan
realitas yang ada.6 Artinya, menjadu suatu hal yang kontradiksi apabila
mahasiswa difokuskan pada ranah akademis tapi segala fakta akademis
malah dibiaskan oleh pemerintah. Dalam koridor organisasi
kemahasiswaan, Mahasiswa (Dema) yang telah ada sejak tahun 1950-an
dibekukan hingga tidak ada lagi organisasi kampus yang berdiri
5
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.47
6
Paulo Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”, Hal. 56-57
independent dan tak terikat struktur birokrasi. 7 Pada saat itu, ormawa yang
eksis hanyalah Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Badan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) yang hanya eksis pada tataran fakultas saja.8
Pembekuan terhadap kegiatan mahasiswa pada masa itu tentunya
memantik api perlawanan mahasiswa. Sebab, pada saat itu bukan lagi hak-
hak masyarakat secara umum yang mereka perjuanngkan melainkan hak-
hak mereka sendiri sebagai seorang mahasiswa. Dimulai dari Universitas
Indonesia (UI) yang melakukan protes melalui Forum Komunikasi
Mahasiswa UI, disusul oleh Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
(UGM), hingga mahasiswa dari Universitas Padjajaran dan Intitut
Teknologi Bandung-pun menyusul untuk menyatakan penolakannya
terhadap NKK/BKK. Dari penolakan-penolakan tersebut munculah solusi
alternatif yang ditawarkan oleh UGM yaitu konsep lembaga kemahasiswaan
yang mereka ssun sendiri. Struktur organisasi itu meliputi Badan
Musyawarah Universitas, Dewan Pembina, Dewan Kemahasiswaan
Fakultas, Badan Musyawarah Mahasiswa, Lembaga Eksekutif
Kemahasiswaan Universitas, Lembaga Eksekutif Kemahasiswaan Fakultas,
Biro Penelitian, dan Pengembangan Profesi.9 Lambat laun semangat
tersebut menyebar ke kampus-kampus lain hingga terbentuknya kelompok-
kelompok studi yang menjadi ruang gerak bawah tanah mahasiswa untuk
menyadarkan mahasiswa dan masyarakat tentang kondisi pengekangan
yang terjadi.
Perjuangan mahasiswa untuk memperjuangkan kebebasan mimbar
akademiknya di dalam kampus tentunya menuai banyak permasalahan yang
timbul akibat kontrol berlebih negara dan birokrat kampus. Akhirnya,
bentuk-bentuk perjuangan mulai diarahkan di luar lingkungan kampus yang
selain bertujuan untuk mengefektifkan gerakan tetapi juga memantik
semangat perjuangan mahasiswa-mahasiswa di kampus lain. Hingga lambat
laun mulai muncul wacana “back to campus” untuk mengajak mahasiwa-
mahasiswa di luar kampus untuk kembali ke kampus menerobos kebekuan
relasi antara mahasiswa dengan kekuasaan.10 Perjuangan terus dilakukan
hingga akhirnya kebijakan NKK/BKK dicabut pada 28 Juli 1990. Dengan
dicabutnya NKK/BKK mahasiswa mendapatkan kembali haknya untuk
berpikir kritis. Tentunya hal tersebut dapat diraih dengan segenap
7
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.58
8
Edy Budiyarso, “Menentang Tirani”, Hal.241
9
Harian Kompas, “15 Mahasiswa UGM diterima Pimpinan DPR:Menolak NKK/BKK, Tapi Juga
Ajukan Alternatif Penyelesaian”, 7 Desember 1979
10
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.103
perjuangan kolektif yang terorganisir melalui organisasi-organisasi
mahasiswa yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya.
11
Mulyadi dan Prakoso, “Optimasi Nilai-Nilai Pancasila di Era VUCA”. Jurnal Inovasi
Penelitian, 2(2), Hal. 415–426.
12
Sullivan, J. (2012). Talent strategies for a turbulent VUCA world–shifting to an adaptive
approach. Ere. Net, 22.
mengakses informasi terkait hal tersebut. Pada akhirnya, mahasiswa dipaksa
untuk mengikuti arus dan hanya bisa memberikan kritik, saran, dan gerakan
dengan sangat terbatas.
Kedua Uncertainity artinya ketidakpastian, atau kurangnya
prediktabilitas dalam isu dan peristiwa13 Masa-masa yang tidak menentu ini
membuat organisasi sulit untuk menggunakan masalah dan peristiwa masa
lalu sebagai prediktor hasil masa depan. Hal ini sangat memengaruhi peran
mahasiswa dan masyarakat secara umum. Sebagaimana beban moral
mahasiswa untuk terus mengawal isu-isu yang beredar di masyarakat,
nampaknya mahasiswa sendiripun masih kesulitan untuk melakukan
pembacaan-pembacaan terhadap isu-isu yang akan muncul. Kendati dalam
suatu Ormawa sekalipun memiliki kelengkapan seperti Bidang Sosiap dan
Politik, Bidang Pengabdian Masyarakat, ataupun Biro Statistika,
ketidakpastian ini masih menjadi suatu permasalahan besar untuk
menentukan suatu pengawalan yang bereskalasi dan bertujuan akhir jelas.
Akhirnya, pengawalan isu yang seringkali dilakukan oleh Ormawa hanya
bersifat isidental saja tanpa adanya pengeskalasian jangka panjang dan
siginifikan
Ketiga Complexity artinya banyak sekali faktor yang menjadi sebab
dari suatu masalah. Selain itu permasalahan tersebut juga seringkali sangat
sulit dipahami. Keadaan ini membuat kesulitan dalam mengambil
keputusan meningkat apalagi dengan kedua faktor Volalitas dan
Ketidakpastian sebelumnya. Bahkan, untuk Ormawa sekalipun yang pada
umumnya di awal kepengurusan sudah memetakan kondisi organisasi baik
dari faktor eksternal dan internal sekalipun masih kesulitan untuk menarik
satu kesimpulan yang dapat menjadi solusi. Hal tersebut disebabkan oleh
kompleksitas-kompleksitas yang ada dari segi kebijakan, ekonomi, politik,
dan hal-hal lain yang seringkali tidak terbaca. Contoh nyata dari kegagalan
mahasiswa membaca kompleksitas ini adalah ketika mahasiswa melakukan
pengawalan terhadap permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Di tiap
audiensi mahasiswa seringkali berujung pada suatu kegagalan dalam
menyampaikan gagasannya. Hal tersebut dikarenakan kurang adanya
pemetaan menyeluruh yang multidimensi. Sebab, dalam konteks UKT,
banyak sekali variabel-variabel yang memengaruhi biaya dan harga UKT.
Hal tersebut tentunya akan memberikan dampak yang cukup besar yang
dapat memperlemah argumentasi mahasiswa.
Keempat Ambiguity yang berarti ketidakjelasan makna dari suatu
peristiwa. Hal ini seringkali terjadi karena adanya keterbatasan informasi
yang membuat seseorang kesulitan untuk menentukan apakah hal ini bai
Kinsinger, P., & Walch, K. (2015). Living and leading in a VUCA world. Thunderbird
13
Magazine. 2016.
kata buruk bagi dirinya. Ketidakmampuan untuk mengkonseptualitasan
sesuatu sebagai peluang atau ancaman juga seringkali dihadapi oleh
Ormawa. Terlebih secara umum Ormawa diisi oleh seseorang yang masih
berumur remaja yang seringkali memiliki sikap “nekat” untuk berbuat
sesuatu. Hal tersebut dapat menjadi suatu hal yang sangat berbahaya bagi
keberlangsungan organisasi. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
dapat menyebabkan kerugian secara finansial, psikologis, dan lain-lain.
14
Balai Buku Progresif. (2004). Pokok-Pokok Ajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno. Media
Pressindo.
Konsep Organisasi Autentik
Adanya kondisi VUCA mengharuskan organisasi-organisasi untuk
menemukan solusi sebagai kunci untuk dapat resilien ditengah situasi yang
tidak pasti. Tak jarang penerapan-penerapan konsep baru diberlakukan pada
suatu organisasi baik saat awal kepengurusan atau di tengah kepengurusan.
Dalam rangka menemukan solusi untuk menghadapi era VUCA maka
diperlukanlah pemahaman mendalam terkait VUCA itu sendiri hingga pada
akhirnya ditemukanlah suatu antitesis yang dapat menjadi solusi dari
keadaan tersebut. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah konsep
Organisasi Autentik yang dicetuskan oleh Sus Budiharto, Fathul Hitmam,
Bagus Riyono, dan Arief Fahmi dalam jurnalnya yang berjudul
“Membangun Konsep Organisasi Autentik:Kajian Meta-Etnografi”
Konsep Organisasi Autentik memiliki aspek-aspek tertentu yaitu
kejujuran (truthfulness), keramahan terhadap ketidakpastian (uncertainty
friendly), ketangguhan (resilience), dan keunggulan (eminence). Yang
pertama adalah kejujuran yang mengandung makna bahwa organiasi
mestilh dilandasi suatu nilai sejati yang abadi seperti kesetaraan, keadilan,
kebenaran, kepercayaan, kesetiaan, kesetiaan, konsistensi, transparansi,
etika yang kuat, serta tidak manipulatif.15Hal-hal esensial tersebut berkaitan
dengan Nurani yang dilandaskan pada nilai dan norma. Ketika kita mampu
mengupayakan nilai-nilai tersebut maka organasisasi akan menjadi suatu
wadah yang bersih dan nyaman. Aspek tersebut sangat layak untuk
diaplikasikan pada Ormawa mengingat sejatinya mahasiswa merupakan
kaum intelektual yang berbasiskan pada moral.
Kedua, aspek keramahan terhadap ketidakpastian merupakan suatu
konsep yang mengharuskan organisasi harus memiliki system yang terbuka,
memfasilitasi, dan mendorong anggota untuk saling belajar, berkembang,
dan bekerjasama. Ormawa yang notabenya anggotanya adadalah mahasiswa
tentulah sangat selaras dengan konsep ini mengingat mahasiswa merupakan
seorang pelajar yang mesti menerima kebaharuan. Dengan adanya sistem
tersebut, ormawa akan menjadi lebih fleksibel dan mampu menerima
ketidakpastian. Malahan, ketidakpastian tersebut akan dikonversikan
menjadi sebuah peluang yang menghasilkan ide dan inovasi.
Ketiga, aspek ketangguhan memaknakan bahwa organisasi yang
autentik ialah organisasi yang Tangguh, membuat anggota merasa bahagia
dan bersyukut, serta mampu menjaga relasi yang berkualitas dan
15
Sus Budiharto dkk. (2019). “Membangun Konsep Organisasi Autentik. Kajian metaetnografi”.
Hal. 166
berkelanjutan.16Hal ini bagi Ormawa tentunya akan sangat berpengaruh
utamanya dari segi regenerasi. Sebab, seringkali terdengar bahwa seorang
anggota merasa cukup setahun kepengurusan menjalani ormawa atas dasar
ketidakbetahan. Bilamana semangat untuk terus berorganisasi dalam jangka
panjang tersebut di jaga maka anggota-anggota akan memiliki keterikatan
batin yang kuat dengan suatu organisasi hingga pada akhirnya akan bekerja
dengan sepenuh hati untuk kepentingan bersama.
Keempat, aspek keunggulan menunjukan bahwa organisasi autentik
memiliki reputasi yang baik, peduli, bertanggung jawab, bermartabat, serta
menginspiraasi. Hal ini merupakan hal penting untuk diakomodir oleh
Ormawa. Sebab, melalui sikap-sikap tersebut dapat terbentuk perwajahan
Ormawa yang baik khususnya dari pihak eksternal organisasi.
Untuk dapat lebih memahami konsep Organisasi Autentik, berikut
tabel ciri perilaku dari keempat aspek:
16
Op cit Hal.167
Mahasiswa mesti sadar akan pentingnya kaderisasi, sebab kaderisasi yang
distigmai sebagai perpeloncoan itu hanyalah sebuah stigma belaka. Apabila
kaderisasi dirumuskan dengan benar maka luaran yang didaat juga akan maksimal.
Oleh karena itu, ini juga menjadi suatu kewajiban bagi Organisasi Mahasiswa untuk
dapat mengakomodit keterbutuhan tersebut baik dari segi perumusan hingga
pelaksaan agar tercipta seorang kader yang mampu mengemban amanah atas
hakikat menjadi mahasiswa.
BAB III
KESIMPULAN
Simpulan
Mengkonsepsikan bentuk Organisasi Mahasiswa Ideal di Masa Kini tidak
dapat lepas dari hakikat dari mahasiswa itu sendiri. Perlu diingat bahwa mahasiswa
yang berorganisasi memiliki sejarah tersendiri di Indonesia. Hal tersebut hendaknya
dijadikan pembelajaran untuk dapat didialektikakan dengan realitas kehidupan
mahasiswa sekarang ini. Apalagi, saat ini digadang-gadang sebagai era VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang penuh dengan
ketidakpastian. Selain itu terdapat variabel-variabel kompleks lainnya yang
menjadi permasalahan bagi dinamika Organisasi Mahasiswa. Oleh karena itu
mahasiswa perlu kembali mengingat hakikat mereka menjadi mahasiswa dengan
berdasar pada asas-asas yang ada.
Saran
Organisasi mahasiswa sebenarnya tidak perlu merombak total bentuknya.
Melainkan cukup mengingat dan menjalankan tupoksi utama dari Ormawa yaitu
melayani, mengabdi, dan bergerak. Ormawa juga perlu untuk melakukan pemetaan
yang kompleks untuk dapat mengetahui tantangan-tantangan apa yang akan
menjadi penghambar bagi organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2020, June 6). Infrastruktur Undip menjamur, bagaimana Nasib
pembangunan PSDKU? - LPM Manunggal Undip. LPM Manunggal Undip.
Diakses pada 05/09/2023 Pukul 00.15.
https://manunggal.undip.ac.id/infrastruktur-undip-menjamur-bagaimana-
nasib-pembangunan-psdku/
Budiharto, S., Himam, F., Riyono, B., & Fahmi, A. (2019). Membangun
KONSEP Organisasi Autentik. Kajian metaetnografi. Buletin Psikologi,
27(2), 159.
Budiyarso, Edy. (2000). “Menentang Tirani: Aksi Mahasiswa ‘77/78’”. Jakarta. PT.
Grasindo
Freire, Paulo. (2008). “Pendidikan Kaum Tertindas”. Jakarta: LP3ES.
Harian Kompas, “15 Mahasiswa UGM diterima pimpinan DPR: Menolak NKK,
Tapi Juga Ajukan Alternatif Penyelesaian, 7 Desember 1979.
Kinsinger, P., & Walch, K. (2015). “Living and leading in a VUCA world.
Thunderbird Magazine”. 2016.