Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MEWUJUDKAN ORGANISASI IDEAL YANG HAKIKI


Makalah ini disusun sebagai syarat pendaftaran LKMM-TM Universitas
Diponegoro

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RAZAN ALIF SIREGAR
ILMU PEMERINTAHAN
14010121130080

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas kehidupan yang terjadi hari ini tidaklah hadir begitu saja
tanpa adanya sebab-akibat. Keadaan sosial saat ini adalah akibat dari suatu
hukum dialektis dari subjek-subjek yang menghasilkan suatu rangkaian
sejarah. Perkembangan kehidupan sosial tidak dapat diterjemahkan dengan
cara pandang yang atomistik. Sebab masyarakat sebagi subjek dari realitas
sosial bukanlah sekadar kumpulan dari berbagai individu atomik yang
tergabung secara kebetulan melainkan indivu-indivu tersebut adalah bagian
dari masyarakat yang integral saling berkaitan dan memengaruhi. Demikian
dengan mahasiswa sebagai irisan dari civitas akademik yang juga
merupakan irisan dari masyarakat secara dialektika historis juga memiliki
peranan yang memengaruhi realitas yang terjadi di masyarakat saat ini. Oleh
karena itu mengkaji mahasiswa tidaklah dapat dilakukan secara parsial
terpisah dari masyarakat, tetapi mestilah dikaji secara integral sebagai
bagian dari masyarakat.
Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang
memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi.1 Secara
populis mahasiswa dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi dari
kelompok pelajar lain. Penempatan mahasiswa pada posisi tersebut
tentunya meninggalkan suatu konsekuensi yang menjadi beban moral
bahwa mahasiswa sebagai calon cendekiawan dalam suatu lapisan
masyarakat dirasa perlu untuk memberikan keberdampakan positif untuk
masyarakat tersebut. Hal tersebut selaras dengan Tridharma Perguruan
Tinggi yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia.
Meyakini Tridharma artinya meyakini bahwa sejatinya mahasiswa
menempuh pendidikan dan diharapkan dapat menemukan suatu kebaharuan
bermanfaat untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai suatu
bentuk pengabdian.
Peran yang terkandung dalam Tridharma Perguruan tinggi mestilah
ditafsirkan secara taktis oleh mahasiswa. Mahasiswa meyakini dirinya
sebagai kaum intelektual yang dalam hal ini merupakan kelompok yang
tidak pernah merasa puas terhadap suatu kondisi begitu saja, untuk itu
mahasiswa dinilai merupakan kelompok dengan kecenderungan selalu
mengejar kebenaran yang lebih luas.2 Namun, pada akhirnya titel kaum
1
Nuryatin, “Analisis Perilaku Belajar Mahasiswa Fkip Universitas Kuningan”. Equilibrium: Jurnal
Penelitian Pendidikan Dan Ekonomi.
2
Mardianti, “Gerakan Mahasiswa Dalam Pusaran Tiga Orde Kekuasaan : Antara Gerakan Moralis
Atau Gerakan Politis”. 2(2), 82–103.
intelektual itu belumlah cukup untuk melahirkan suatu kekuatan yang
berdampak. Seorang mahasiswa yang sangatlah pintar belumlah tentu dapat
memberikan suatu perubahan bermakna bilamana ia tidak memiliki kawan
taktis dan kawan strategis untuk membersamai upayanya. Pada akhirnya
mahasiswa sadar bahwa segala perubahan tidaklah dapat ia perjuangkan
sendirian melainkan harus terwadahi dalam suatu bentuk perjuangan
kelompok. Oleh karena itu,dapat digaris bawahi bahwa corak yang menjadi
kekuatan utama mahasiswa adalah semangat kolektifitas.
Kesadaran bahwa mahasiswa memerlukan suatu kebersamaan
kolektif, maka apapun bentuk kelompok yang ada di lingkungan
kemahasiswaan adalah suatu hal yang diperlukan untuk membangun suatu
kekuatan. Lalu dengan adanya kesadaran atas kekuatan kolektif tersebut,
maka mahasiswa tidaklah dapat dipandang dengan pendekatan atomis
semata mengingat fakta bahwa tindakan mahasiswa satu dengan yang
lainnya serta mahasiswa dan masyarakat selalu berkaitan. Artinya untuk
dapat memahami perananannya, mahasiswa tidak hanya perlu dikaji sebagai
subjek integral dari kelompok masyarakat. Namun, lebih dalam dalam lagi,
individu-individu mahasiswa sendiri juga merupakan subjek integral dari
kelompok mahasiswa. Oleh karena itu, perlulah adanya penyamaan persepsi
bahwa tindakan tiap mahasiswa secara individu juga akan memengaruhi
kelompok mahasiswa.
Salah satu bentuk kelompok kolektif yang paling populis di tataran
kemahasiswaan sendiri adalah organisasi kemahasiswaan (Ormawa). Di
Undip sendiri Ormawa sendiri telah memiliki ketentuan hukum, seperti
yang dijelaskan pada Pasal 69 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 52 Tahun 2015 Tentang Statuta Universitas Diponegoro:
1) Untuk melaksanakan peningkatan kemampuan kepemimpinan,
penalaran, minat, kegemaran, dan upaya perbaikan
kesejahteraan Mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswaan
dibentuk organisasi kemahasiswaan.
2) Organisasi kemahasiswaan diselenggarakan oleh, dari, dan
untuk mahasiswa.
3) Organisasi kemahasiswaan di Undip dimaksudkan sebagai
upaya terciptanya Mahasiswa yang bertakwa, cerdas, kritis,
santun, bermoral, demokratis, bertanggung jawab, dan memiliki
daya saing.
Dengan adanya ketentuan hukum tersebut sebagai landasan yuridis dan
fakta bahwa kekuatan utama mahasiswa adalah semangat kolektif yang
dapat diwujudkan melalui Ormawa, membangun sebuah hipotesis awal
bahwa organisasi mahasiswa merupakan suatu hal yang penting. Selain itu
mengingat Tridharma Perguruan Tinggi sebagai suatu landasan filosofis,
setidaknya ketiga dharma di dalamnya dapat menjadi suatu tolak ukur
apakah suatu Ormawa telah mengakomodir dasar penyelenggaraan
pendidikan tinggi di Indonesia. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 49
Undang-Undang No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, ketentuan
mengenai ruang lingkup, kedalaman, dan kombinasi pelaksanaan Tridharma
diatur dalam Peraturan Menteri. Dalam hal ini, Peraturan Menteri yang
dijadikan acuan adalah PP No.52 Tahun 2015 Tentang Statuta Undip
sebagaimana konteks makalah ini adalah sebagai syarat mengikuti LKMM-
TM Universitas sehingga Peraturan Menteri tersebut dirasa cukup relevan.
Berikut merupakan analisis aktualisasi Tridharma Perguruan Tinggi oleh
Ormawa di Universitas Diponegoro:
1. Pendidikan dan Pengajaran

Berdasarkan bunyi Pasal 16 Ayat (1) Statuta Undip, “Undip


menyelenggarakan pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan
pendidikan vokasi.”, dalam konteks pendidikan, pihak Universitas
(akademisi dan birokrat kampus) memegang peranan sabagai
penyelenggara pendidikan yang didasarkan berdasarkan kurikulum
yang dikembangkan berdasarkan tujuan pendidikan dan Program
Studi, jati diri Undip, kompetensi lulusan, tantangan lokal, regional,
dan global serta paling sedikit memenuhi Standar Nasional
Pendidikan Tinggi dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
Menilik tanggung jawab yang lebih dibebankan kepada kampus
untuk penyelenggarakan pendidikan, dalam hal ini Ormawa
memiliki peran chek and balance untuk dapat memonitoring dan
memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut telah
terlaksana dengan baik.

Organisasi Kemahasiswaan di Undip sendiri diamanatkan


oleh Pedoman Pokok Organisasi Universitas Diponegoro (PPO
Undip) melalui Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro (SM
Undip) untuk melakukan pengawalan terhadap penyelenggaran
pendidikan sebagaimana bunyi Pasal 22 Ayat (1) Huruf F:

“memberikan usulan, pendapat, dan saran kepada Pimpinan


Universitas terutama berkaitan dengan fungsi pencapaian tujuan
pendidikan nasional”.
Demikian dengan Senat Mahiswa Fakultas/Vokasi (SMF/V) yang
memiliki tugas yang sama pada tataran Fakultas yang dituangkan
pada Pasal 38 Ayat (1) Huruf H.
Kemudian, disebutkan pula pada Pasal 25 Ayat (3) Huruf C
bahwa BEM Undip berwenang untuk:
“mengajukan dan berhak mendapatkan tanggapan, jawaban serta
tindak lanjut atas usul, saran dan rancangan kebijakan kepada
Pimpinan Universitas yang berkaitan dengan kepentingan
mahasiswa”.
Demikian dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas/Sekolah
Vokasi (BEMF/SV) yang memiliki tugas yang sama pada tataran
Fakultas yang dituangkan pada Pasal 43 Ayat (3) Huruf C
Kendati demikian, tugas dan wewenang yang dimiliki oleh
Ormawa-Ormawa terkait tersebut belumlah terlaksana dengan
tuntas. Sebab masih ada banyak permasalahan Undip dalam koridor
pendidikan yang masih belum dituntaskan seperti persamalahan
pada kampus-kampus Program Studi di Luar Kampus Utama
(PSDKU). Berdasarkan hasil liputan yang dilakukan oleh LPM
Manunggal, permasalahan-permasalah yang ada pada PSDKU
meliputi permasalahan tenaga pendidik, sistem akademik, tidak
adanya kepastian terkait kaderisasi, tidak adanya sistem pembagian
dana riset, organisasi, dana reward yang jelas bahkan ada
mahasiswa yang datanya tidak terdapat di database Forlap
Dikti.3Permasalahan tersebut tentunya menjadi salah satu hal yang
penting untuk diselesaikan sebab penyelenggaraan pendidikan di
daerah merupakan tanggung jawab kampus dalam rangka
mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana yang tertuang
pada Permenristekdikti Nomor 1 Tahun 2017.
2. Penelitian dan Pengembangan

Mengacu pada muatan Pasal 24 Ayat (1) Statuta Undip


“Undip menyelenggarakan penelitian yang diarahkan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu
menghasilkan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan daya saing bangsa.” Artinya merupakan suatu hal
yang jelas bahwa riset yang dikembangkan oleh universitas mestilah
berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat. Namun,
faktanya banyak sekali penyimpangan yang dilakukan kampus pada
koridor research. Seperti yang digaungkan oleh rektorat bahwa
tujuan Undip adalah menjadi Kampus Riset Unggul, akan tetapi
perhitungan untuk menjadi unggul tersebut hanyalah berdasarkan

3
LPM Manunggal Undip, “Infrastruktur Undip menjamur, bagaimana Nasib pembangunan
PSDKU?”.
perhitungan kuantitatif pada Index Scopus. Artinya semakin banyak
riset atau jurnal yang diterbitkan maka semakin tinggi pula peringkat
Undip. Peringkat itulah yang secara bersamaan dapat meningkatkan
peringkat Undip dalam World Class University.

Sebenarnya, dalam koridor akademis sama sekali tidak ada


riset yang salah. Tetapi perlu diingat bahwa tujuan utama dari riset
dan pengembangan adalah untuk kepentingan masyarakat. Lalu,
akan menjadi salah apabila civitas akademik di Undip didorong
untuk melakukan riset hanya untuk kepentingan beberapa pihak
semata. Sederhananya, khalayak mestilah bertanya-bertanya, Ketika
peringkat Undip terus meningkat siapakah pihak yang paling
diuntungkan? Apakah itu berdampak pada kesejahteraan mahasiswa
dan masyarakat?

Menanggapi problematika tersebut, Ormawa di Undip pada


umumnya telah memiliki bidang yang terfokus untuk permasalahan
dalam koridor riset. Bidang tersebut biasanya disebut Riset dan
Keilmuan (Riskel). Akan tetapi hingga saat ini penulis belum
menemukan satupun bentuk pengawalan terhadap ambisi Undip
untuk menjadi kampus riset unggul tersebut di Riskel pada Ormawa
apapun. Seakan, bidang ini terjebak dalam suatu “Kesadaran Palsu”
dalam konsep Karl Marx. Tiap tahun Riskel selalu mendorong
mahasiswa untuk mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa serta
memberikan info beasiswa dan info lomba. Hal-hal tersebut tidaklah
salah, akan tetapi akan lebih maksimal apabila Riskel memiliki
pemetaan yang luas terhadap ambisi Undip untuk menjadi kampus
riset unggul. Jangan sampai pada akhirnya ada permasalahan-
permasalahan seperti plagiasi, pengklaiman secara sepihak oleh
tenaga pendidik atas karya mahasiswa, dan manipulasi riset yang
semua itu dilakukan hanya untuk mengejar pemeringkatan semata.

a. Pengabdian Masyarakat

Perihal Pengabdian telah diatur dalam Statuta Undip pada


Pasal 26. Konteks pengabdian memiliki pemaknaan yang sangat
mendalam. Bagi Ormawa, penafsiran terhadap Pengabdian
Masyarakat tidak hanya semata-semata dengan
mengimplikasikannya pada Bidang Pengabdian Masyarakat/Sosial
Masyarakat. Pemaknaan terhadap konteks pengabdian masyarakat
sebenarnya lebih mendalam lagi. Sebab, sebagaimana yang
dimaksudkan pada UU 12 Tahun 2012, “Pengabdian kepada
Masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteraan
masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.” Artinya
pengabdian yang dilakukan tidak hanya sebatas mengunjungi panti
asuhan dan menaman mangrove di tiap tahun. Melainkan mestilah
ada suatu pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang konkrit
sebagai beban moral pemegang titel “kaum intelektual”

Menjadi suatu bahaya laten apabila Ormawa merasa telah


melakukan pengabdian masyarakat hanya dengan kegiatan-kegiatan
seperti yang disebutkan pada paragraf sebelumnya. Sebab, yang bisa
menilai apakah Undip telah mengabdi atau belum adalah masyarakat
itu sendiri. Bahkan bila kita telisik, faktanya Undip pernah
meninggalkan suatu kesan yang buruk di masyarakat seperti kasus
salah satu guru besar di Undip yang menjadi Saksi Ahli dalam
persengketaan Tanah Wadas. Hal tersebut tentunya menimbulkan
suatu pertanyaan besar tentang berada di sisi manakah keberpihakan
Undip, apakah di sisi penguasa atau di sisi masyarakat.
Berkaca dari ketiga aspek Tridharma Perguruan Tinggi, terdapat
suatu temuan menarik yaitu tugas Ormawa pada hakikat lebih besar dan
lebih berat dari realitas ormawa saat ini. Di Tengah banyaknya khalayak
yang memandang Ormawa tak lebih dari sekadar “Event Organizer” karena
hanya menjadi Kumpulan mahasiswa yang melakukan hal yang sama di tiap
tahunnya tanpa mempertimbangkan landasan-landasan yang ada,
pandangan tersebut tidak mengubah hipotesis bahwa mahasiswa saat ini
masih memerlukan kehadiran Ormawa. Sebab saat ini Ormawa masih
merupakan suatu entitas legal yang dapat memberikan akses untuk
menyelesaikann berbagai macam permasalahan di lingkungan kampus dan
masyarakat.
Penyusunan makalah ini menggunakan metode berpikir dialektis
sebagai “pisau analisis” yang memerlukan landasan historis sebagai tesis
awal yang menggambarkan bentuk ormawa ideal di masa lalu serta fakta
realitas masa kini yang berhubunngan dengan dinamika kehidupan
mahasiswa dan sosial masyarakat. Penggunaan sejarah sabagai objek
analisis selaras dengan pandangan bahwa, berbicara mengenai realita hari
ini tidaklah dapat mengenyampingkan komponen-komponen
pembentuknya yang dalam hal ini merupakan rentetan peristiwa lampau.
Kedua hal tersebut akan diolah secara komparatif untuk dapat ditemukannya
suatu sintesis sebagai suatu kesimpulan untuk menemukan permasalahan-
permasalahan pada ormawa saat ini. Sintesis yang telah ditemukan akan
kembali menjadi tesis, sesuai hukum dialektis, yang akan dibenturkan
dengan antitesis yang merupakan gagasan-gagasan untuk mewujudkan
suatu ormawa yang ideal.

B. Rumusan Permasalahan

1. Bagaimana sejarah pengorganisiran mahasiswa dari waktu ke waktu?


2. Permasalahan apa saja yang mesti dihadapi organisasi mahasiswa saat
ini?
3. Bagaimana sistem organisasi mahasiswa yang ideal di masa kini?

C. Tujuan
Tujuan umum dari ditulisnya makalah ini adalah untuk menambah
kekayaan intelektualitas mahasiswa. Harapannya melalui makalah ini dapat
ditemukan suatu kebaharuan yang dapat menjadi solusi bagi Organisasi
Mahasiswa dalam melakukan tugas dan kewajibannya. Kemudian, tujuan
khusus dari makalah ini adalah sebagai syarat pendaftaraan LKMM-TM
Universitas Diponegoro.

BAB II
PEMBAHASAN
Merumuskan suatu bentuk dan system organisasi mahasiswa yang ideal merupakan
suatu hal yang sangatlah kompleks. Diperlukan begitu banyak variabel untuk
mendapatkan permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar dari proses berpikir
dialektis demi terwujudnya suatu solusi konkrit.
Sejarah Pengorganisiran Mahasiswa di Indonesia
Mahasiswa yang berkelompok dapat menghimpun intelektualitas
sebagai suatu kekuatan besar. Kekuatan tersebut dapat kita lihat dari
peristiwa-peristiwa sejarah mahasiswa sebagai kelompok intelektual yang
berhimpun untuk memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
Contoh peristiwa pertama adalah terbentuknya Boedie Oetomo yang
tercatat dalam sejarah sebagai pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
Sejarah perjuangan Boedie Oetomo menjadi memori kolektif bangsa,
karena menumbuhkan kesadaran kolektif masyarakat untuk melakukan
perubahan.4 Kalimat tersebut merupakan pengantar makalah yang ditulis
oleh Warto yang berjudul Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia
Baru:Belajar dari Budi Utomo. Boedie Oetomo sendiri didirikan pada 20
Mei 1908 oleh para mahasiswa kedokteran School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen (STOVIA). Boedie Oetomo memiliki tujuan utama untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, sebab bagi mereka
pendidikan merupakan alat perjuangan yang sangat penting dan ampuh
untuk dapat memajukan bangsa. Lahirnya Boedie Oetomo oleh para
mahasiswa tidak hanya berpengaruh terhadap dinamika di kehidupan
mahasiswa saja, tetapi juga memantik pergerakan nasional dalam skala yang
lebih besar. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa, sekalipun bangsa Indonesia
telah terjerat dalam kerangkeng kolonialisme dan imperialisme yang begitu
lama, kaum cendekia yang bersatu, bergerak, dan terorganisir dapat
menciptakan suatu perubahan yang besar pada pergerakan nasional.
Kedua, contoh (romantisasi) peristiwa yang memposisikan
mahasiswa sebagai suatu kelompok penekan penekan (pressure group) yang
memberikan pengaruh terhadap dinamika sosial pada kehidupan
masyarakat adalah gerakan mahasiswa di tahun 1966. Pada saat itu
pemerintahan negara sedang berada pada kondisi yang tidak stabil akibat
gerakan-gerakan politis dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
ketidakstabilan harga barang. Mahasiswa-mahasiswa yang terpantik oleh
keadaan negara tersebut berhimpun menjadi suatu kelompok yang disebut
KAMI pada 25 Oktober 1965. Kendati KAMI berumur singkat, kurang
lebih hanya 4 bulan, tujuan dari terdirikannya KAMI telah terlaksana yaitu
menurunkan Presiden Soekarno. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
suatu gerakan yang taktis dan terorganisir dengan baik.

4
Djoko Marihandono, dkk. “Makna organisasi Boedi Oetomo untuk hari ini dan
esok”. Museum Kebangkitan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.Hal.V
Kedua, contoh peristiwa sejarah organisasi mahasiswa adalah pada
masa diberlakukannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus dan
Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang menjadi fase awal
maraknya organisasi intrakampus. Sebelum lebih jauh membahas peristiwa
yang timbul akibat kebijakan yang disahkan pada 19 April 1978 tersebut
adalah suatu hal yang penting untuk memahami dinamika organisasi
mahasiswa pada masa sebelum kebijakan tersebut hadir. Pada masa orde
baru, mahasiswa-mahasiswa seringkali memberikan kritikan terhadap
keberjalanan pemerintahan rezim Soeharto atas dasar kepemimpinannya
yang dirasa otoriter dan penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pada
saat itu, mahasiswa memiliki banyak wadah untuk berkelompok dan
bergerak seperti Kelompok Cipayung yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI),
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI). Kendati perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa sangatlah
masif, pemerintah orde baru tidak kehilangan akal untuk meredam
pergerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan melakukan
represifitas melalui aparat penegak hukum dan juga militer. Pereduksian
gerakan mahasiswa tersebut diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan
NKK/BKK oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef
melalui SK 0156/U/1978. Pada intinya NKK/BKK merupakan kebijakan
untuk mengembalikan semua aktivitas akademik secara wajar dan normal 5
Kebijakan NKK/BKK membiaskan makna normal dalam kehidupan
kampus. Normal bagi pemerintah rezim orde baru hanyalah keadaan dimana
mahasiswa hanya menjadi semacam “robot textbook” yang hanya belajar
tanpa memperdulikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Alhasil
organisasi-orgasinasi seperti kelompok cipayung dan organisasi yang
melawan lainnya mulai terpojokan dan dipaksa untuk fokus pada ranah
akademis semata. Akan tetapi untuk mengadakan diskusi kritis pada saat itu
sangatlah sulit oleh sebab pengawasan birokrat kampus yang sangat ketat.
Seakan-akan para pendidik pada saat itu menggunakan pola bank yang
merupakan pendekatan yang membuat mahasiswa tidak memahami bahwa
pengetahuan yang mereka dapatkan di kampus itu kontradiktif dengan
realitas yang ada.6 Artinya, menjadu suatu hal yang kontradiksi apabila
mahasiswa difokuskan pada ranah akademis tapi segala fakta akademis
malah dibiaskan oleh pemerintah. Dalam koridor organisasi
kemahasiswaan, Mahasiswa (Dema) yang telah ada sejak tahun 1950-an
dibekukan hingga tidak ada lagi organisasi kampus yang berdiri

5
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.47
6
Paulo Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”, Hal. 56-57
independent dan tak terikat struktur birokrasi. 7 Pada saat itu, ormawa yang
eksis hanyalah Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Badan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) yang hanya eksis pada tataran fakultas saja.8
Pembekuan terhadap kegiatan mahasiswa pada masa itu tentunya
memantik api perlawanan mahasiswa. Sebab, pada saat itu bukan lagi hak-
hak masyarakat secara umum yang mereka perjuanngkan melainkan hak-
hak mereka sendiri sebagai seorang mahasiswa. Dimulai dari Universitas
Indonesia (UI) yang melakukan protes melalui Forum Komunikasi
Mahasiswa UI, disusul oleh Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
(UGM), hingga mahasiswa dari Universitas Padjajaran dan Intitut
Teknologi Bandung-pun menyusul untuk menyatakan penolakannya
terhadap NKK/BKK. Dari penolakan-penolakan tersebut munculah solusi
alternatif yang ditawarkan oleh UGM yaitu konsep lembaga kemahasiswaan
yang mereka ssun sendiri. Struktur organisasi itu meliputi Badan
Musyawarah Universitas, Dewan Pembina, Dewan Kemahasiswaan
Fakultas, Badan Musyawarah Mahasiswa, Lembaga Eksekutif
Kemahasiswaan Universitas, Lembaga Eksekutif Kemahasiswaan Fakultas,
Biro Penelitian, dan Pengembangan Profesi.9 Lambat laun semangat
tersebut menyebar ke kampus-kampus lain hingga terbentuknya kelompok-
kelompok studi yang menjadi ruang gerak bawah tanah mahasiswa untuk
menyadarkan mahasiswa dan masyarakat tentang kondisi pengekangan
yang terjadi.
Perjuangan mahasiswa untuk memperjuangkan kebebasan mimbar
akademiknya di dalam kampus tentunya menuai banyak permasalahan yang
timbul akibat kontrol berlebih negara dan birokrat kampus. Akhirnya,
bentuk-bentuk perjuangan mulai diarahkan di luar lingkungan kampus yang
selain bertujuan untuk mengefektifkan gerakan tetapi juga memantik
semangat perjuangan mahasiswa-mahasiswa di kampus lain. Hingga lambat
laun mulai muncul wacana “back to campus” untuk mengajak mahasiwa-
mahasiswa di luar kampus untuk kembali ke kampus menerobos kebekuan
relasi antara mahasiswa dengan kekuasaan.10 Perjuangan terus dilakukan
hingga akhirnya kebijakan NKK/BKK dicabut pada 28 Juli 1990. Dengan
dicabutnya NKK/BKK mahasiswa mendapatkan kembali haknya untuk
berpikir kritis. Tentunya hal tersebut dapat diraih dengan segenap

7
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.58
8
Edy Budiyarso, “Menentang Tirani”, Hal.241
9
Harian Kompas, “15 Mahasiswa UGM diterima Pimpinan DPR:Menolak NKK/BKK, Tapi Juga
Ajukan Alternatif Penyelesaian”, 7 Desember 1979
10
Andika Febriansah, “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak NKK/BKK Sampai
Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”, Hal.103
perjuangan kolektif yang terorganisir melalui organisasi-organisasi
mahasiswa yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya.

Dinamika Sosial sebagai Tantangan Bagi Organisasi Mahasiswa


Menurut Floyd D. Ruch, dinamika sosial merupakan bentuk
hubungan-hubungan atau relasi yang terjadi dalam kelompok sosial terkait
dengan tindakan atau pola perilaku setiap individu dalam sebuah situasi
sosial tertentu. Mengingat konsep awal yang disajikan oleh makalah ini
bahwa mengkaji mahasiswa tidaklah dapat dilakukan secara atomistik
semata, melainkan perlu dilakukan dengan mengintegralkan posisi
mahasiswa di dalam tatanan masyarakat. Sederhananya, permasalahan di
lingkup masyarakat juga akan memengaruhi kehidupan mahasiswa. Oleh
karena itu diperlukan suatu kajian terhdap dinamika sosial itu sendiri
sebagai salah satu landasan untuk mengukur tugas dan tanggung jawab
mahasiswa yang selanjutnya juga menjadi tanggungan Organisasi
Mahasiswa.
Dalam mengkaji dinamika sosial di tengah masyarakat akan
digunakan alat bantu berupa teori VUCA yang merupakan akronim dari
Volatility (volatilitas), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleks
itas), dan Ambiguity (ambiguitas). Era VUCA muncul sebagai akibat dari
ekspansi pesat globalisasi, yang memungkinkannya menyebar ke
seluruh dunia, mempengaruhi kegiatan pemerintahan, sosial ekonomi,
dan pendidikan.11Konsep VUCA ini dirasa cukup relevan untuk menjadi
dasar menentukan konsep Ormawa ideal karena pemetaannya yang luas dan
multisektor.
Pertama Volality artinya sifat, kecepatan, volume, dan besarnya
perubahan yang tidak dalam pola yang dapat diprediksi.12Volatil dalam hal
ini menggambarkan suatu situasi yang sering terjadi dengan cepat dan
memiliki dampak besar. Dalam kontek Ormawa, seringkali mahasiswa
dihadapkan dengan adanya perubahan kebijakan yang tak menentu.
Terlepas dari luaran dari suatu kebijakan tersebut baik atau buruk, tiap
adanya perubahan tentunya diperlukan persiapan untuk menghadapinya.
Seperti kejadian di Bulan Juni 2023, mahasiswa Se-Undip dibuat
kebingungan dengan adanya perubahan timeline pemilihan rektor periode
2024-2029 yang sangat mendadak. Ormawa-pun yang sepatutnya lebih
mudah mendapatkan informasi terlebih dahulu pun kesulitan untuk

11
Mulyadi dan Prakoso, “Optimasi Nilai-Nilai Pancasila di Era VUCA”. Jurnal Inovasi
Penelitian, 2(2), Hal. 415–426.
12
Sullivan, J. (2012). Talent strategies for a turbulent VUCA world–shifting to an adaptive
approach. Ere. Net, 22.
mengakses informasi terkait hal tersebut. Pada akhirnya, mahasiswa dipaksa
untuk mengikuti arus dan hanya bisa memberikan kritik, saran, dan gerakan
dengan sangat terbatas.
Kedua Uncertainity artinya ketidakpastian, atau kurangnya
prediktabilitas dalam isu dan peristiwa13 Masa-masa yang tidak menentu ini
membuat organisasi sulit untuk menggunakan masalah dan peristiwa masa
lalu sebagai prediktor hasil masa depan. Hal ini sangat memengaruhi peran
mahasiswa dan masyarakat secara umum. Sebagaimana beban moral
mahasiswa untuk terus mengawal isu-isu yang beredar di masyarakat,
nampaknya mahasiswa sendiripun masih kesulitan untuk melakukan
pembacaan-pembacaan terhadap isu-isu yang akan muncul. Kendati dalam
suatu Ormawa sekalipun memiliki kelengkapan seperti Bidang Sosiap dan
Politik, Bidang Pengabdian Masyarakat, ataupun Biro Statistika,
ketidakpastian ini masih menjadi suatu permasalahan besar untuk
menentukan suatu pengawalan yang bereskalasi dan bertujuan akhir jelas.
Akhirnya, pengawalan isu yang seringkali dilakukan oleh Ormawa hanya
bersifat isidental saja tanpa adanya pengeskalasian jangka panjang dan
siginifikan
Ketiga Complexity artinya banyak sekali faktor yang menjadi sebab
dari suatu masalah. Selain itu permasalahan tersebut juga seringkali sangat
sulit dipahami. Keadaan ini membuat kesulitan dalam mengambil
keputusan meningkat apalagi dengan kedua faktor Volalitas dan
Ketidakpastian sebelumnya. Bahkan, untuk Ormawa sekalipun yang pada
umumnya di awal kepengurusan sudah memetakan kondisi organisasi baik
dari faktor eksternal dan internal sekalipun masih kesulitan untuk menarik
satu kesimpulan yang dapat menjadi solusi. Hal tersebut disebabkan oleh
kompleksitas-kompleksitas yang ada dari segi kebijakan, ekonomi, politik,
dan hal-hal lain yang seringkali tidak terbaca. Contoh nyata dari kegagalan
mahasiswa membaca kompleksitas ini adalah ketika mahasiswa melakukan
pengawalan terhadap permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Di tiap
audiensi mahasiswa seringkali berujung pada suatu kegagalan dalam
menyampaikan gagasannya. Hal tersebut dikarenakan kurang adanya
pemetaan menyeluruh yang multidimensi. Sebab, dalam konteks UKT,
banyak sekali variabel-variabel yang memengaruhi biaya dan harga UKT.
Hal tersebut tentunya akan memberikan dampak yang cukup besar yang
dapat memperlemah argumentasi mahasiswa.
Keempat Ambiguity yang berarti ketidakjelasan makna dari suatu
peristiwa. Hal ini seringkali terjadi karena adanya keterbatasan informasi
yang membuat seseorang kesulitan untuk menentukan apakah hal ini bai

Kinsinger, P., & Walch, K. (2015). Living and leading in a VUCA world. Thunderbird
13

Magazine. 2016.
kata buruk bagi dirinya. Ketidakmampuan untuk mengkonseptualitasan
sesuatu sebagai peluang atau ancaman juga seringkali dihadapi oleh
Ormawa. Terlebih secara umum Ormawa diisi oleh seseorang yang masih
berumur remaja yang seringkali memiliki sikap “nekat” untuk berbuat
sesuatu. Hal tersebut dapat menjadi suatu hal yang sangat berbahaya bagi
keberlangsungan organisasi. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
dapat menyebabkan kerugian secara finansial, psikologis, dan lain-lain.

Permasalahan di Tubuh Mahasiswa yang Menjadi Tantangan bagi Organisasi


Mahasiswa
1. Mahalnya Kuliah di Indonesia

Biaya kuliah yang mahal menjadi permasalahan bagi dunia


pendidikan tinggi di Indonesia. Seolah-olah permasalahan ini
mengisyaratkan bahwa pendidikan hanya dapat didapatkan oleh orang yang
memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi. Hal ini sekaligus
memarginalisasikan dunia pendidikan. Tak jarang ditemui mahasiswa yang
tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik karena dibebani dengan
tanggung jawab untuk bekerja demi bisa membayar uang kuliah. Hal itu
juga dapat berpengaruh terhadap kesempatan mereka untuk dapat menjadi
seorang anggota Ormawa.

Banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa Ormawa tidak


menghasilkan keuntungan apapun dalam konteks keuangan, bagi Sebagian
orang mengikuti Ormawa malah dipandang sebagai pemborosan uang. Hal
tersebut tidak dapat disalahkan selain karena pembiayaan Ormawa di Undip
yang seringkali minim juga karena permasalahan mahalnya biaya kuliah
yang secara tidak langsung mengurangi keuangan seseorang untuk dapat
dikeluarkan ke kegiatan lainnya. Bahkan, seringkali kita melihat anggota-
anggota Ormawa hanyalah mereka yang memang memiliki kelebihkan
ekonomi. Karena di satu sisi mereka yang kurang secara ekonomi tentunya
akan memprioritaskan kondisi mereka terlebih dahulu alih-alih mengikuti
Ormawa yang notabenya mengurusi kehidupan orang lain.
Kompleksitas ini jarang sekali terkaji bahkan disadari oleh
organisasi mahasiswa. Padahal sebenarnya hal ini cukup berpengaruh
terhadap Ormawa itu sendiri. Luputnya permasalahan ini dapat
mengarahkan anggota Ormawa pada suatu orientasi yang cukup
menyimpang. Akan menjadi suatu yang berbahaya apabila anggota Ormawa
berorientasi pada keuntungan semata. Artinya aka nada pergeseran persepsi
bahwa mengikuti Ormawa haruslah memberikan keuntungan ekonomis
bukan lagi perihal mengabdi dan melayani. Ormawa pada akhirnya hanya
akan menjadi lumbung padi mahasiswa, bukan lagi menjadi wadah untuk
berjuang. Hal tersebut tak lebih dari pandangan borjuisme yang semata-
mata hanyalah mencari akumulasi kapital untuk kepentingan individu

2. Pembrangusan Kebebasan Mimbar Akademik


Konstitusi telah menjamin kebebasan warga negaranya untuk dapat
berpikir dan menyampaikan pendapat melalui Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28. Kemudian kampus sebagai sebuah lingkungan suci bagi segala
bentuk pikiran akademis juga telah memberikan jaminan terhadap hal
tersebut melalui Pasal 8 Ayat (3) UU No.12 Tahun 2012. Akan tetapi pada
realitanya kampus seringkali melakukan pembungkaman terhadap pikiran-
pikiran civitas akademiknya. Seringkali mahasiswa yang melakukan kritik
terhadap kampus malah mendapatkan intimidasi. Hal itu dirasakan oleh
beberapa stakeholder yang menjadi narasumber untuk bahan makalah ini.
Narasumber seringkali mendapatkan pesan di media sosialnya
ketika hendak melakukan suatu gerakan yang menyinggung kampus. Tak
hanya itu beberapa kali Ormawa yang menjadi wadahnya untuk
mengkritikpun diberikan teguran oleh birokrat kampus. Permasalahan ini
adalah suatu bukti bahwa amanat konstitusi belumlah sepenuhnya
dilaksanakan. Apalagi, kampus yang seharusnya memberikan dorongan
kepada para civitas akademiknya untuk berpikir kritis malah memberikan
batasan-batasan untuk tidak terlalu kritis.

Pembatasan terhadap mimbar akademik juga merembet terhadap


pembatasan pada hak-hak lainnya seperti hak berserikat. Mahasiswa saat ini
memerlukan banyak sekali perizinan terhadap kegiatan berkumpul mereka
kendati kegiatan tersebut sebenernya secara administratif bukan merupakan
urusan kampus. Tak hanya itu, bahkan kegiatan kaderisasi yang sifatnya
resmi dan mendidik sekalipun dibatasi oleh kampus. Alasan yang seringkali
digunakan adalah kekhawatiran berlebihan dari para birokrat kampus akan
keamanan dari para mahasiswa.
Mewujudkan Organisasi Mahasiswa yang Resilien
Pemahaman terhadap sejarah organisasi mahasiswa dan realitas masa kini
menjadi sebuah dasar untuk dirumuskannya suatu konsep organisasi ideal. Variabel-
variabel yang telah dijabarkan sebelumnya diolah dalam suatu kerangka dialektis
hingga pada akhirnya membentuk sintesis-sintesis yang merupakan solusi atas
permasalahan yang dihadapi oleh organisasi mahasiswa adalah sebagai berikut:
Mengembalikan Ormawa pada Hakikatnya
Pada masa sebelum orde baru, Ormawa dijadikan sebagai salah satu
wadah pergerakan untuk dapat memengaruhi dinamika politik pada
pemerintahan hingga pada akhirnya memengaruhi banyak lini kehidupan
bernegara. Lalu, pada masa orde baru pada saat itu terdapat kebijakan yang
sangat membatasi gerak mahasiswa untuk berorganisasi hingga pada
akhirnya mahasiswa melakukan perlawanan untuk dapat meraih kembali
kebebasan mimbar akademik mereka. Permasalahan-permasalahan di masa
lampau merujuk pada suatu kesimpulan bahwa pada hakikatnya Ormawa
bukanlah sekadar organisasi yang berorientasi pada program kerja semata,
melainkan pada suatu keberdampakan untuk mencapai kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
Pada masa sekarang, nampaknya mulai terdapat pembiasan terhadap
hakikat tersebut seperti apa yang dibahas sebelumnya. Variabel-variabel
yang memengaruhipun juga turut andil dalam mencekik dan membatasi
peran Ormawa. Memang benar bahwa saat ini mahasiswa belum
dihadapkan pada situasi yang sepanas dulu. Namun, satu hal yang tak
pernah berubah, tiap masa punya tantangannya sendiri. Sebab, mahasiswa
bukanlah sekadar objek hasil dari suatu perubahan melainkan juga
merupakan subjek yang merubah keadaan.
Mengutip pendefinisian asas menurut Soekarno, “Azas ini tidak
boleh kita lepaskan, tidak boleh kita buang,”. 14 Asas adalah suatu hal yang
mesti diamini dan tidak boleh diganti sebab ia akan menjadi landasan utama
dalam berpikir dan berbuat. Lalu yang kedua, setelah asas, taktik adalah
metode untuk mewujudkan asas. Taktik bersifat dinamis, dapat berubah-
ubah sesuai dengan kebutuhan. Kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan
Ormawa yang pada hakikatnya memiliki asas sebagaimana yang tertuang
pada Pasal 1 Ayat (1) Pedoman Pokok Organisasi Universitas Diponegoro,
“Ormawa Undip berasaskan Pancasila dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.”
Maka menjadi jelas bahwa kedua asas tersebutlah yang menjadi pedoman
utama bagi mahasiswa untuk berorganisasi di Universitas Diponegoro.
Ormawa perlu memahami asas apa yang mereka bawa. Sebab, hal
tersebut akan berpengaruh terhadap bagaimana taktik yang akan digunakan
oleh Ormawa dalam mewujudkan asas tersebut. Seperti yang disebutkan di
paragraf awal bahwa tiap masa memiliki permasalahannya masing-masing.
Oleh karena itu, penyusunan taktik juga perlu disesuaikan dengan kondisi
zaman.

14
Balai Buku Progresif. (2004). Pokok-Pokok Ajaran Marhaenisme Menurut Bung Karno. Media
Pressindo.
Konsep Organisasi Autentik
Adanya kondisi VUCA mengharuskan organisasi-organisasi untuk
menemukan solusi sebagai kunci untuk dapat resilien ditengah situasi yang
tidak pasti. Tak jarang penerapan-penerapan konsep baru diberlakukan pada
suatu organisasi baik saat awal kepengurusan atau di tengah kepengurusan.
Dalam rangka menemukan solusi untuk menghadapi era VUCA maka
diperlukanlah pemahaman mendalam terkait VUCA itu sendiri hingga pada
akhirnya ditemukanlah suatu antitesis yang dapat menjadi solusi dari
keadaan tersebut. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah konsep
Organisasi Autentik yang dicetuskan oleh Sus Budiharto, Fathul Hitmam,
Bagus Riyono, dan Arief Fahmi dalam jurnalnya yang berjudul
“Membangun Konsep Organisasi Autentik:Kajian Meta-Etnografi”
Konsep Organisasi Autentik memiliki aspek-aspek tertentu yaitu
kejujuran (truthfulness), keramahan terhadap ketidakpastian (uncertainty
friendly), ketangguhan (resilience), dan keunggulan (eminence). Yang
pertama adalah kejujuran yang mengandung makna bahwa organiasi
mestilh dilandasi suatu nilai sejati yang abadi seperti kesetaraan, keadilan,
kebenaran, kepercayaan, kesetiaan, kesetiaan, konsistensi, transparansi,
etika yang kuat, serta tidak manipulatif.15Hal-hal esensial tersebut berkaitan
dengan Nurani yang dilandaskan pada nilai dan norma. Ketika kita mampu
mengupayakan nilai-nilai tersebut maka organasisasi akan menjadi suatu
wadah yang bersih dan nyaman. Aspek tersebut sangat layak untuk
diaplikasikan pada Ormawa mengingat sejatinya mahasiswa merupakan
kaum intelektual yang berbasiskan pada moral.
Kedua, aspek keramahan terhadap ketidakpastian merupakan suatu
konsep yang mengharuskan organisasi harus memiliki system yang terbuka,
memfasilitasi, dan mendorong anggota untuk saling belajar, berkembang,
dan bekerjasama. Ormawa yang notabenya anggotanya adadalah mahasiswa
tentulah sangat selaras dengan konsep ini mengingat mahasiswa merupakan
seorang pelajar yang mesti menerima kebaharuan. Dengan adanya sistem
tersebut, ormawa akan menjadi lebih fleksibel dan mampu menerima
ketidakpastian. Malahan, ketidakpastian tersebut akan dikonversikan
menjadi sebuah peluang yang menghasilkan ide dan inovasi.
Ketiga, aspek ketangguhan memaknakan bahwa organisasi yang
autentik ialah organisasi yang Tangguh, membuat anggota merasa bahagia
dan bersyukut, serta mampu menjaga relasi yang berkualitas dan

15
Sus Budiharto dkk. (2019). “Membangun Konsep Organisasi Autentik. Kajian metaetnografi”.
Hal. 166
berkelanjutan.16Hal ini bagi Ormawa tentunya akan sangat berpengaruh
utamanya dari segi regenerasi. Sebab, seringkali terdengar bahwa seorang
anggota merasa cukup setahun kepengurusan menjalani ormawa atas dasar
ketidakbetahan. Bilamana semangat untuk terus berorganisasi dalam jangka
panjang tersebut di jaga maka anggota-anggota akan memiliki keterikatan
batin yang kuat dengan suatu organisasi hingga pada akhirnya akan bekerja
dengan sepenuh hati untuk kepentingan bersama.
Keempat, aspek keunggulan menunjukan bahwa organisasi autentik
memiliki reputasi yang baik, peduli, bertanggung jawab, bermartabat, serta
menginspiraasi. Hal ini merupakan hal penting untuk diakomodir oleh
Ormawa. Sebab, melalui sikap-sikap tersebut dapat terbentuk perwajahan
Ormawa yang baik khususnya dari pihak eksternal organisasi.
Untuk dapat lebih memahami konsep Organisasi Autentik, berikut
tabel ciri perilaku dari keempat aspek:

Kaderisasi Sebagai Kunci


Sebagaimana pernyataan Bung Hatta bahwa kunci utama dari organisasi
adalah Organisasi. Sebab melalui organisasi lah penyelarasan gagasan dapat dicapai
dan melalui kaderisasilah keberlanjutan dari suatu organisasi dapat terjamin. Dalam
lingkup kampus pun, kaderisasi menjadi amanat dari Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang. Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Dalam peraturan tersebut diterangkan bahwa posisi kampus adalah sebagai
pengawas dan pemfasilitas, akan tetapi realitas hari ini kampus seringkali malah
memberikan pembatasan terhadap kaderisasi.

16
Op cit Hal.167
Mahasiswa mesti sadar akan pentingnya kaderisasi, sebab kaderisasi yang
distigmai sebagai perpeloncoan itu hanyalah sebuah stigma belaka. Apabila
kaderisasi dirumuskan dengan benar maka luaran yang didaat juga akan maksimal.
Oleh karena itu, ini juga menjadi suatu kewajiban bagi Organisasi Mahasiswa untuk
dapat mengakomodit keterbutuhan tersebut baik dari segi perumusan hingga
pelaksaan agar tercipta seorang kader yang mampu mengemban amanah atas
hakikat menjadi mahasiswa.

BAB III
KESIMPULAN
Simpulan
Mengkonsepsikan bentuk Organisasi Mahasiswa Ideal di Masa Kini tidak
dapat lepas dari hakikat dari mahasiswa itu sendiri. Perlu diingat bahwa mahasiswa
yang berorganisasi memiliki sejarah tersendiri di Indonesia. Hal tersebut hendaknya
dijadikan pembelajaran untuk dapat didialektikakan dengan realitas kehidupan
mahasiswa sekarang ini. Apalagi, saat ini digadang-gadang sebagai era VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang penuh dengan
ketidakpastian. Selain itu terdapat variabel-variabel kompleks lainnya yang
menjadi permasalahan bagi dinamika Organisasi Mahasiswa. Oleh karena itu
mahasiswa perlu kembali mengingat hakikat mereka menjadi mahasiswa dengan
berdasar pada asas-asas yang ada.
Saran
Organisasi mahasiswa sebenarnya tidak perlu merombak total bentuknya.
Melainkan cukup mengingat dan menjalankan tupoksi utama dari Ormawa yaitu
melayani, mengabdi, dan bergerak. Ormawa juga perlu untuk melakukan pemetaan
yang kompleks untuk dapat mengetahui tantangan-tantangan apa yang akan
menjadi penghambar bagi organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2020, June 6). Infrastruktur Undip menjamur, bagaimana Nasib
pembangunan PSDKU? - LPM Manunggal Undip. LPM Manunggal Undip.
Diakses pada 05/09/2023 Pukul 00.15.
https://manunggal.undip.ac.id/infrastruktur-undip-menjamur-bagaimana-
nasib-pembangunan-psdku/

Andika Febriansah.(2020). “Mahasiswa Bergerak:Perlawanan Mahasiswa Sejak


NKK/BKK Sampai Kejatuhan Rezim Orde Baru 1978-1998”. Penerbit
Semut Api: DIY Yogyakarta.

Budiharto, S., Himam, F., Riyono, B., & Fahmi, A. (2019). Membangun
KONSEP Organisasi Autentik. Kajian metaetnografi. Buletin Psikologi,
27(2), 159.
Budiyarso, Edy. (2000). “Menentang Tirani: Aksi Mahasiswa ‘77/78’”. Jakarta. PT.
Grasindo
Freire, Paulo. (2008). “Pendidikan Kaum Tertindas”. Jakarta: LP3ES.
Harian Kompas, “15 Mahasiswa UGM diterima pimpinan DPR: Menolak NKK,
Tapi Juga Ajukan Alternatif Penyelesaian, 7 Desember 1979.
Kinsinger, P., & Walch, K. (2015). “Living and leading in a VUCA world.
Thunderbird Magazine”. 2016.

Mardianti, E. (2022). “Gerakan Mahasiswa Dalam Pusaran Tiga Orde Kekuasaan:


Antara Gerakan Moralis Atau Gerakan Politis”. 2(2), 82–103.
Marihandono, Djoko and Dienaputra, Reiza D. and Pranoto, Suhartono
W. and Warto, Warto and Suprayitno, Suprayitno. (2013).“Makna
organisasi Boedi Oetomo untuk hari ini dan esok”. Museum
Kebangkitan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Mulyadi, M., & Prakoso, L. Y. (2021). Optimasi Nilai-Nilai Pancasila di Era
VUCA”. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(2).

Nuryatin, A. (2021). “Analisis Perilaku Belajar Mahasiswa Fkip Universitas


Kuningan”. Equilibrium: Jurnal Penelitian Pendidikan Dan Ekonomi.
Sullivan, J. (2012). “Talent strategies for a turbulent VUCA world–shifting to an
adaptive approach”. Ere. Net, 22
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor '5336)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang.
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 52 Tahun 2015. Tentang. Statuta
Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai