Anda di halaman 1dari 24

INSPIRASI BRAWIJAYA

KHOSY ZUFAR ANNAAFI & ALIYYA Z.E. KAKIAY


193140914111071 & 19314141411106
Ringkasan
Mahasiswa sebagai pelaku utama serta agent of chage dalam gerakan
pembaharuan memiliki makna dimmana sekumpulan manusia intelektual yang
memandang segala sesuatu dengan pikiran jernih, positif, kritis yang bertanggung
jawab dan dewasa secara moril. Mahasiswa akan dituntun dengan tanggung jawab
akademisnya dalam menghasilkan sebuah asa yang diharapkan bagi kehidupan
lingkungan sekitar, dari ruang lingkup terkecil hingga terbesar. Disinilah peran
mahasiswa sangatlah sentral di kampus maupun negeri tercinta ini.
Mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai peran
strategis dalam kancah pembangunan bangsa karena mahasiswa merupakan
sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia. Mahasiswa sebagai
cendekiawan mempunyai tanggung jawab yang harus senantiasa dilaksanakan.
Menurut Julian Benda dalam La Trahison des Clercs (1972), tanggung jawab
kecendekiaan didasarkan pada tiga tolak ukur, yaitu keadilan, kebenaran, dan
rasio. Nampak jelas bahwa mahasiswa dituntut untuk senantiasa mengupayakan
tegaknya kebenaran dan keadilan yang dilandaskan rasionalitas.
Organisasi mahasiswa merupakan laboratorium miniature Negara yang
mengunakan sistem trias politica yang memiliki unsur eksekutif, legislatif dan
yudukatif selanjut direpresentasikan di Brawijaya dengan eksekutif mahasiswa
sebagai lembaga eksekutif dan dewan perwakilan mahasiswa sebagai lembaga
legislatif dan kongres mahasiswa sebagai lembaga yudikatif. Dalam BEM Vokasi
UB tentu memperjuangkan nasib dan kebutuhan mahasiswa, dibutuhkan sinergitas
yang kuat untuk menguatkan peran sebagai lembaga eksekutif yang memiliki
fungsi dan kewenangan secara umum melayani mahasiswa Brawijaya.
BEM Vokasi UB sebagai lembaga eksekutif tingkat fakultas mempunyai
tiga landasan utama dalam menjalankan setiap kegiatan yaitu pelayanan,
pengabdian dan pergerakan. Sifat seperti itu menjadi penguatan dan modal utama
dalam menjalankan seluruh rangkain program selama satu periode pengabdian
dengan pertimbangan seluruh elemen mahasiswa.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu fungsi dari organisasi kemahasiswaan adalah sebagai sarana
penunjang Pendidikan, mengembangkan kemampuan diri (Soft Skill) termasuk di
dalamnya paradigma berpikir dan peningkatan kompetensi serta sarana pergerakan
mahasiswa dalam pengabdian dan penyikapan kondisi sosial, ekonomi dan politik.
Masa menjadi mahasiswa merupakan masa dimana seseorang berada di
titik yang krusial. Pada tahap ini, setiap orang berlomba untuk
mengaktualisasikan dirinya dan terus berusaha mencapai prestasi tertinggi.
Namun dalam perjalanannya, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Salah satu
permasalahan yang sering dihadapi mahasiswa saat ini adalah fenomena
Mental Block. ‘Mental’ adalah sesuatu yang berkaitan dengan keadaan
psikologis manusia, sedangkan ‘block’ mempunyai arti sesuatu yang
menghalangi, menghambat, atau merintangi. Dari pengertian kata per kata
tersebut secara singkat bisa dikatakan bahwa mental block merupakan
penghambat psikologis manusia dalam mengembangkan pemikiran positif.
Pola pikir semacam ini dapat membelenggu pikiran, membentuk tembok,
benteng atau kotak yang membuat pandangan dan pikiran mahasiswa terbatas
sehingga menghambat potensinya untuk berkembang mejadi lebih besar lagi
dan menumbuh kembangkan rasa pesimisme pada diri. Terlebih lagi, saat ini
Indonesia sedang memasuki era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, yang
mana kedua fenomena ini mengharuskan mahasiswa untuk senantiasa
mengembangkan Soft Skill dan terus meningkatkan kapasitas diri.
Unit Aktivitas Mahasiswa Vokasi di Universitas Brawijaya saat ini
terdiri dalam beberapa pembidangan. Beberapa bidang tersebut terdiri dari
bidang penalaran, bidang olahraga, bidang kesenian, bidang khusus dan
bidang kesejahteraan mahasiswa. Hal ini dirasa menjadi peluang untuk
mengoptimalkan peran dan fungsi mahasiswa. Kemudian ditambah lagi
dengan kehadiran organisasi-organisasi yang hadir di fakultas. Hal inilah
yang kemudian menjadi dasar kekuatan pergerakan mahasiswa dari dalam
kampus.
Dalam rangka mewujudkan konsep good student governance
Universitas Brawijaya (UB) dan mengaplikasikan Trias Politica di tingkat
universitas menjadikan BEM Vokasi sebagai lembaga eksekutif tertinggi
sehingga mampu merespon segala fenomena kemahasiswaan dan fenomena
isu-isu regional dan nasional, eksekutif mahasiswa memiliki posisi sesuai
peran mahasiswa sebagai agent of change dan social control dalam
mewujudkan kehidupan kampus yang intelektual dan berintegritas. Dengan
adanya unit kegiatan mahasiswa sinergisitas antara UKM, BEM dan
Himpunan sebagai lembaga yang menaungi aspirasi mahasiswa akan
terbentuk sebuah konstruksi sistem yang saling membangun. Pembangunan
yang optimis demi pengembangan dan pelayanan kepada masyarakat dapat
dari pergerakan yang bersinergis.
Sinergisitas antar semua pihak dalam merespon dan menyikapi
permasalahan yang ada secara tepat sangat diperlukan. Berbagai permasalahan
kemahasiswaan yang muncul di Vokasi Universitas Brawijaya perlu dikaji dan
direspon dengan insentif yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang
dimiliki. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas dan pokok fungsinya, sejauh
ini Badan Eksekutif Mahasiswa Vokasi masih kurang dalam merangkul
berbagai pihak yang ada di Universitas Brawijaya untuk bersinergi dalam
pergerakan dan pengabdian, hal tersebutlah yang kami rasa menjadi akar
permasalahan terhadap kurang komprehensifnya riset mahasiswa terhadap
suatu masalah yang berujung pada rendahnya responsifitas dan progresifitas.
Kemudian jika kita melihat sedikit lebih keluar dari ranah kampus,
maka kita juga akan menemukan bahwa fenomena-fenomena yang terjadi
belakangan ini mengharuskan kita untuk terus bisa berpikir kritis adaptif.
Banyaknya fenomena sosial, ekonomi dan politik yang terjadi tentu saja akan
berdampak, baik positif maupun negatif, baik secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Terkhusus pada fenomena politik yang terjadi pada tahun
2020 ini, polarisasi yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat, kepastian
hukum yang semakin tidak pasti dan banyak hal lainnya semakin
mengharuskan mahasiswa untuk kembali menunjukkan ‘Taring” nya
walaupun dikala kondisi pandemi ini. Dengan demikian BEM Vokasi UB
dituntut untuk terus menerus mempersiapkan dirinya mengantisipasi dan
menyesuaikan diri dengan perubahan.
Pengalaman yang dialami berbagai organisasi di negara maju
menunjukkan bahwa hanya organisasi yang secara konsisten terus
meningkatkan dirinya melalui pengembangan organisasi yang dapat bertahan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap perubahan yang terjadi dapat membawa
dampak yang cukup signifikan, baik mengarah pada peningkatan maupun
penurunan kualitas organisasi. Kondisi ini tergantung dengan responsivitas,
konsistensi, dan kualitas organisasi dalam menyikapi dan menyelesaikan
problema sehingga dapat menawarkan alternatif dan solusi terbaik di
kemudian hari.
Melihat permasalahan baik di dalam kampus maupun di luar kampus,
sudah seharunsya kualitas yang tumbuh dalam perilaku dan gerak organisasi
memang harus responsif dan adaptif di setiap kondisi yang terus mengalami
perubahan. Tuntutan tersebut nantinya dijadikan tolak ukur dan parameter
suatu organisasi sebagai pembawa solusi alternatif. Setiap perubahan yang ada
tak pelak akan mengarah pada pengembangan organisasi apabila direspon
dengan tepat, pengembangan organisasi sebagai proses terencana untuk
mengembangkan kemampuan organisasi dalam kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berubah, sehingga dapat mencapai kinerja yang
optimal dalam menyongsong millenial optimis untuk kampus dan bangsa yang
lebih.

Visi untuk pengembangan organisasi adalah:


Mewujudkan mahasiswa yang mempunyai jiwa SATRIA (Spritual, Adaptif,
Tanggap, Rasional, Inovatif, dan Aktif).
Misi adalah:
1. Menumbuhkan sikap spritual pada mahasiswa terhadap dinamika
perubahan di dalam dan luar kampus
2. Mewujudkan mahasiswa yang dapat beradaptasi dalam perubahan zaman
3. Tanggap dalam sinergitas antara mahasiswa dan masyarakat dalam
pengabdian untuk menjalankan amanah tri dharma perguruan tinggi
4. Memperluas relasi kepada seluruh civitas akademik serta mengedepankan
rasionalitas dalam menghadapi tantangan
5. Mewujudkan mahasiswa yang inovatif dalam menumbuhkan kompetensi
dibidang akademik maupun non akademik
6. Mendorong mahasiswa untuk aktif dalam aksi pergerakan yang dapat
membawa perubahan

Disamping itu, untuk mengembangkan BEM Vokasi UB diperlukan kerjasama


antara elemen organisasi untuk menentukan cara yang lebih baik demi tercapainya tujuan
individu dalam organisasi dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Pengembangan
organisasi yang efektif memiliki ciri-ciri:
1. Merupakan strategi terencana dalam mewujudkan perubahan
organisasional, yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa
yang tepat tentang permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
2. Bersinergi berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan
yang akan terjadi.
3. Meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja
dalam organisasi.
4. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan
efektivitas organisasi.

Perkembangan manajemen telah mengenal pembelajaran organisasi (learning


organization), yang secara sederhana dapat diartikan sebagai: organisasi yang secara
terus menerus melakukan perubahan diri agar dapat mengelola pengetahuan lebih baik
lagi, memanfaatkan teknologi, memberdayakan sumber daya, dan memperluas area
belajarnya agar mampu bertahan di lingkungan yang selalu berubah.
Organisasi maju dan berhasil apabila ada orang yang menggerakkannya.
Orang yang mampu menggerakkan organisasi kearah tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai disebut pemimpin. Pemimpin diperlukan untuk merencanakan,
mengorganisir. mengarahkan dan melakukan pengawasan sumber daya organisasi
dalam rangka mencapai sasarannya. Kepemimpinan adalah inti dari manajemen
dan organisasi. Pemimpin yang baik menurut Kenneth Blanchard adalah
pemimpin yang berusaha “memergoki” bawahan pada saat mereka berprestasi dan
memberikan pujian secara tulus. Bukan yang berusaha memergoki bawahan pada
saat berbuat kesalahan dan menghukumnya.
Tugas seorang pemimpin dapat dilakukan oleh manajer. Dengan demikian
seorang manajer mampu memerankan tugas seorang pemimpin. Sebaliknya
seorang pemimpin belum tentu bisa memerankan tugas tugas manajerial. Untuk
itu sebelum mendalami dan mengetahui perbedaan antara pemimpin dan manajer
lebih baik perlu memahami dulu apa yang disebut manajemen. Dengan kombinasi
hal yang spesifik ditambah dengan hal yang normatif diharapkan mampu untuk
mengembangkan BEM Vokasi UB semakin lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan berbagai asumsi yang telah dikemukakan di dalam latar belakang,
maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana cara untuk mengembangkan BEM UB menjadi Spiritual,
Adaptif, Tanggap, Rasional, Inovatif dan Aktif.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penulisan ini adalah: Mengetahui cara untuk
mengembangkan BEM Vokasi UB menjadi Spiritual, Adaptif, Tanggap, Rasional,
Inovatif dan Aktif terhadap perkembangan Indonesia dengan Mensinergiskan Asa
Vokasi Brawijaya yang memiliki berbagai harapan dan potensi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang mendapatkan


pendidikan tertinggi, mempunyai perspektif luas untuk bergerak diseluruh aspek
kehidupan serta merupakan generasi yang bersingungan langsung dengan
kehidupan akademis dan politik.
Mahasiswa merupakan cendikiawan masa depan yang nanti nya terjun
kedalam dunia masyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa berorganisasi dengan
membentuk student government dalam rangka pengembangan diri nya. Seperti
disampaikan oleh M. Rusli Karim (1985.318) bahwa berorganisasi mahasiswa
adalah proses dalam menyiapkan diri untuk memasuki arganisasi yang lebih besar
setelah keluar dari perguruan tinggi. Dimana organisasi dapat memberikan ilmu
dan pengalaman pada kemudian hari.
Keikutsertaan mahasiswa dalam sebuah perkumpulan/organisasi
kemahasiswaan (ormawa) merupakan hak individu para mahasiswa yang diatur
dalam peraturan pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang perguruan tinggi pasal
109 ayat 1 point (h) dan (i) Pada pasal 111 ayat (2) menyatakan organisasi
kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan dari, oleh dan untuk
mahasiswa menyiratkan mahasiswa ditugas kan untuk menciptakan pembelajaran
demokrasi Dengan ide dasar konsep dari rakyat untuk rakyat (demokrasi)
organisasi mahasiswa dijadikan miniature state atau student government dalam
tingkat mahasiswa ada pembagian kekuasaan sesuai denga trias politica
pembagian tersebut terdiri atas eksekutif mahasiswa sebagai pemegang peran
eksekutif, dewan perwakilan mahasiswa sebagai pemegang peran legislatif dan
kongres mahasiswa sebagai pemegang peran yudikatif .
Organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat.
Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan
bersama. Dalam ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai
bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan
manajemen. Kajian mengenai organisasi sering disebut studi organisasi
(organizational studies),perilaku organisasi (organizational behaviour) atau
analisa organisasi (organization analysis).
Pengertian Organisasi menurut Money (1974) organisasi adalah bentuk
perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Davis (1951)
organisasi adalah sesuatu kelompok orang yang sedang bekerja kearah tujuan
bersama di bawah kepemimpinan. Menurut Millet (1954) organisasi adalah orang
orang yang bekerjasama dan mengandung ciri ciri hubungan-hubungan manusia
yang tumbuh dalam aktivitas kelompok. Pengertian lain diungkapkan oleh Grifith
(1959) organisasi adalah orang-orang yang melaksanakan fungsi fungsi yang
berbeda tetapi saling berhubungan dan dikoordinasikan supaya sebuah tugas atau
lebih dapat diselesaikan. Sedangkan Messie (1964) organisasi merupakan struktur
dan proses kelompok orang yang bekerjasama yang membagi tugas tugasnya
diantara para anggota, menetapkan hubungan dan menyatukan aktivitas
aktivitasnya kearah tujuan bersama. Namun sebenarnya masih banyak lagi
pengertian organisasi dan secara lengkap bisa dilihat pada dasar dasar organisasi,
(Sutarto, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut arti organisasi sekurang kurangnya meliputi
sekumpulan orang, yang berinteraksi, atau bekerjasama, memiliki tujuan bersama,
dan mampu melakukan koordinasi. Untuk menjalankan organisasi perlu seseorang
yang mampu menggerakkannya, yang telah diuraikan di atas yaitu pada bagian
pemimpin ataupun manajer.
Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana
orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana,terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber
daya (uang,material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan
lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek
seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan
eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang
dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh
masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi yang baik, seperti
pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggotanya
sehingga menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu
keterkaitan yang terus menerus. Keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan
seumur hidup melainkan sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang
konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi
anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.
Dalam berorganisasi setiap individu dapat berinteraksi dengan semua
struktur yang terkait baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung
kepada organisasi yang mereka pilih. Supaya interaksi berjalan secara efektif
setiap individu bisa berpartisipasi pada organisasi yang bersangkutan. Dengan
berpartisipasi setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus
dilakukan dan hal apa yang sebaiknya dihindari.
Definisi partisipasi adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau
perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.
Dalam berorganisasi para anggotanya dituntut untuk aktif berperan serta.
Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah
semata, melainkan juga dapat berpartisipasi dalam bentuk keterlibatan mental,
pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Profesionalisme berasal dari akar kata “profesi”. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), profesionalisme adalah “tindak tanduk yang merupakan ciri
suatu profesi.” Sedangkan profesi merupakan suatu kelompok yang memiliki
kekuasaan tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Suatu
profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama serta memiliki
keahlian yang tertutup dari orang lain (Bertens, 2005).
Amanah menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa
pendapat, diantaranya menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Amanah adalah
sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak
memilikinya.
Sedangkan menurut Ibn Al-Araby, amanah adalah segala sesuatu yang
diambil dengan izin pemiliknya atau sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya
untuk diambil manfaatnya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa amanah
adalah menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu
melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun
jasa.
Amanah merupakan hak bagi mukallaf yang berkaitan dengan hak orang
lain untuk menunaikannya karena menyampaikan amanah kepada orang yang
berhak memilikinya adalah suatu kewajiban.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi membagi amanah kepada 3 macam, yaitu:
Amanah manusia terhadap Tuhan, yaitu semua ketentuan Tuhan yang
harus dipelihara berupa melaksankan semua perintah Tuhan dan meninggalkan
semua laranganNya. Termasuk di dalamnya menggunakan semua potensi dan
anggota tubuh untuk hal-hal yang bermanfaat serta mengakui bahwa semua itu
berasal dari Tuhan. Sesungguhnya seluruh maksiat adalah perbuatan khianat
kepada Allah Azza wa Jalla.
Amanah manusia kepada orang lain, diantaranya mengembalikan titipan
kepada yang mempunyainya, tidak menipu dan berlaku curang, menjaga rahasia
dan semisalnya yang merupakan kewajiban terhadap keluarga, kerabat dan
manusia secara keseluruhan. Termasuk pada jenis amanah ini adalah pemimpin
berlaku adil terhadap masyarakatnya, ulama berlaku adil terhadap orang-orang
awam dengan memberi petunjuk kepada mereka untuk memiliki i'tikad yang
benar, memberi motivasi untuk beramal yang memberi manfaat kepada mereka di
dunia dan akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menyuruh berusaha yang
halal serta memberikan nasihat-nasihat yang dapat memperkokoh keimanan agar
terhindar dari segala kejelekan dan dosa serta mencintai kebenaran dan kebaikan.
Amanah dalam katagori ini juga adalah seorang suami berlaku adil terhadap
istrinya berupa salah satu pihak pasangan suami-istri tidak menyebarkan rahasia
pasangannya, terutama rahasia yang bersifat khusus yaitu hubungan suami istri.
Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu berbuat sesuatu yang
terbaik dan bermanfaat bagi dirinya baik dalam urusan agama maupun dunia,
tidak pernah melakukan yang membahayakan dirinya di dunia dan akhirat.
Dengan memperhatikan pendapat Ahmad Musthafa Al-Maraghi tersebut, amanah
melekat pada diri setiap manusia sebagai mukallaf dalam kapasitasnya sebagai
hamba Allah, individu dan makhluk sosial.
Disamping 3 macam amanah tersebut di atas, terdapat satu macam amanah
lagi yakni Amanah terhadap lingkungan. Amanah terhadap lingkungan hidup
berupa memakmurkan dan melestarikan lingkungan (Q.S. 11:61), tidak berbuat
kerusakan di muka bumi (Q.S.7:85). Eksploitasi terhadap kekayaan alam secara
berlebihan tanpa memperhatikan dampak negatifnya yang berakibat rusaknya
ekosistem, ilegal loging, ilegal maning dan pemburuan binatang secara liar
merupakan sikap tidak amanah terhadap lingkungan yang berakibat terjadinya
berbagai bentuk bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir serta
bencana lainnya yang mempunyai dampak rusak bahkan musnahnya tatanan sosial
kehidupan manusia.
Maka, BEM Vokasi Universitas Brawijaya sebagai lembaga eksekutif
memang sepatutnya amanah terhadap seluruh mahasiswa Vokasi Brawijaya.
Karena dengan begitu segala bentuk agregasi aspirasi, proses anggaran dan
kontrol semua berorientasi pada mahasiswa. Kemanfaatan bagi mahasiswa
merupakan sebagai suatu basis utama dalam menjalankan peran BEM Vokasi UB
sebagai lembaga Eksekutif.

a. Membangun spiritual dalam perubahan


Mahasiswa yang pada dasarnya adalah agen perubahan diharapkan
menjadi melalui ide, pengetahuan, dan keterampilan. Tentu dengan
hadirnya jiwa spiritual yang mumpuni dapat menjadikan pengetahuan
yang diraihnya dapat digunakan semestinya. Dapat dilihat dinegeri kita
sendiri, para pejabat kotor yang sekarang menjadi pejabat publik adalah
orang yang sangat tinggi ilmu pengetahuannya, tetapi pengetahunnya tidak
digunakan semestinya yang seharusnya mensejahterakan rakyat tetapi
mengsengsarakan rakyat maka dari itu jiwa spiritual yang mumpuni harus
dimiliki setiap orang agar ilmu pengetahuan dan kepercayaan yang
diberikan dapat memiliki dampak bagi masyarakat luas.
b. Advokasi Mahasiswa yang terpadu dan terdepan
Salah satu hal yang perlu dibenahi ialah berkaitan dengan alur
koordinasi advokasi antara BEM, DPM, dan Stakeholders lainnya. Selain
itu, program- program yang sudah berjalan setiap tahunnya akan dievaluasi
untuk mengetahui beberapa kelemahannya sekaligus mencari solusinya.
Evaluasi akan dilakukan dengan melibatkan aspirasi-aspirasi mahasiswa
agar pelayaan kepada mahasiswa menjadi lebih responsif, tepat sasaran,
dan rapi-terpadu.
c. Menghidupkan gerakan mahasiswa yang progresif dan intelektual
Setahun belakangan ini, muncul keresahan akan semakin
meredupnya diskusi, kajian, atau aksi berbau pergerakan dan progresifitas
mahasiswa. Pada akhirnya, banyak isu-isu baik skala fakultas, himpunan,
internal, bahkan eksternal menjadi kurang mendapat perhatian yang cukup.
Padahal, seharusnya di kampuslah mahasiswa harus mengasah nalar kritis
dan kepekaan sosialnya. Maka, menghidupkan gerakan mahasiswa yang
progresif dan intelektual akan menjadi salah satu concern utama selama
satu tahun kepengurusan kedepan.
d. Menciptakan karya social yang bermanfaat
Selama ini, banyak lembaga kemahasiswaan di Vokasi UB,
termasuk Himpunan , BEM di tingkat universitas, memiliki program-
program berbasis pengabdian masyarakat. Akan tetapi, banyak dari
program tersebut yang tidak tepat sasaran, dalam arti tidak menjadi bagian
dari solusi atas masalah yang ada. BEM Vokasi UB kedepan perlu untuk
menyusun suatu program yang tepat sasaran dan membawa manfaat
langsung sehingga menjadi solusi atas persoalan yang ada. Salah satu
tindakan nyata yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah dengan
membuat sebuah program pendampingan dan pengajaran dalam
membangun optimisme masa depan anak bangsa. Prinsipnya ialah bahwa
suatu program harus dapat menjadi solusi atas persoalan yang ada.
e. Mendorong pemberdayaan mahasiswa yang inklusif
Selama ini, dunia mahasiswa mudah sekali terguncang oleh
perkara-perkara internal sendiri. BEM Vokasi UB seharusnya menawarkan
model kepemimpinan yang mengedepankan dialog, kepemimpinan yang
hadir ditengah-tengah mahasiswa, kepemimpinan yang empatik atas
masalah yang ada, terutama dengan optimalisasi dalam mendorong
pemberdayaan mahasiswa yang inklusif. Mendorong pemberdayaan
mahasiswa ini juga dapat dimaknai dengan memberikan apresiasi dan
dukungan atas potensi apa yang dimiliki mahasiswa Vokasi Universitas
Brawijaya. Salah satunya dapat diwujudkan dengan sebuah program untuk
memfasilitasi pengembangan minat bakat mahasiswa Vokasi Universitas
Brawijaya secara rutin, sebagai sarana untuk berekspresi dan menyuarakan
pendapat, serta ruang interaksi baru bagi mahasiswa Universitas
Brawijaya. Pendekatan lain ialah dengan memfasilitasi mahasiswa yang
berkeinginan dalam bidang apapun yang minat bakat mahasiswa
Universitas Brawijaya. Kami yakin bahwa penyusunan tenaga bersama
adalah strategi utama untuk mencapai kejayaan.
METODE PENULISAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penulisan


Dalam penulisan ini penulis menggunakan jenis penulisan kualitatif,
artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka yang dilakukan
perhitungan statistika, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo, dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penulisan kualitatif ini adalah
menggambarkan realita empiris dibalik fenomena secara mendalam, rinci, dan
tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif dalam penulisan ini
adalah dengan mencocokkan antara realita empiric dengan teori yang berlaku
dengan menggunakan metode diskriptif.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu teknik
dokumen. Teknik dokumen adalah pengambilan data melalui dokumen tertulis
maupun elektronik dari lembaga atau institusi. Dokumentasi yaitu teknik
pengumpulan data dengan cara meneliti, mempelajari, serta menelaah studi
dokumen, arsip-arsip yang ada. Dokumen-dokumen ini diperlukan untuk
mendukung kelengkapan data yang lain.
3.3 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data kualitatif dalam penulisan ini akan melalui tiga kegiatan
analisis yakni sebagai berikut: 1) Reduksi Data. Reduksi data adalah suatu
proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data,
pengabstrakan data, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Dalam kegiatan reduksi data dilakukan pemilahan-
pemilahan tentang: bagian data yang perlu dijadikan bahan penulisan, bagian
data yang harus dihilangkan dan pola yang harus dilakukan peringkasan. Jadi
dalam kegiatan reduksi data dilakukan: penajaman data, penggolongan data,
pengarahan data, pembuangan data yang tidak perlu, pengorganisasian data
untuk bahan menarik kesimpulan. Kegiatan reduksi data ini dapat dilakukan
melalui: seleksi data yang ketat, pembuatan ringkasan, dan menggolongkan
data menjadi suatu pola yang lebihluas dan mudah dipahami. 2) Penyajian
Data Penyajian data dapat dijadikan sebagai kumpulan informasi yang
tersusun sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Penyajian ini nantinya dapat berupa tabel, grafik,
dan sebagainya. 3) Menarik Kesimpulan atau Verifikasi Sejak langkah awal
pengumpulan data, peneliti sudah mulai mencari arti tentang segala hal yang
telah dicatat atau disusun menjadi suatu konfigurasi tertentu. Pengolahan data
kualitatif tidak akan menarik kesimpulan secara tergesa-gesa, tetapi secara
bertahap dengan tetap memperhatikan perkembangan perolehan data.
3.4 Analisis Data
Setelah penulis mendapatkan data dan informasi, kemudian mengolah
data-data tersebut. Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis dengan
beberapa metode analisis data, yakni sebagai berikut: (1) Analisa Kualitatif,
yaitu mengamati memahami, dan menafsirkan setiap data yang ada kaitannya
dengan rumusan masalah. (2) Analisa Deskriptif, yaitu setelah data dan
informasi terkumpul maka akan dilanjutkan dengan penyusunan dan,
penghimpunan dan membahasnya serta menginterprestasikan berdasarkan
logika dan teori yang relavan untuk menarik kesimpulan.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan umum Amanah


Amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dilaksanakan (Q.S. 32 : 72) yang tercakup di dalamnya khilafah ilahiyah
(khalifat allah, ibad allah), khilafah takwiniah (al-taklif al-syar'iah) dalam
kaitannya dengan hablun min allah dan hablun min al-nas.
Dalam ajaran Al-Qur'an manusia adalah makhluk yang memikul beban
(mukallaf). Pembebanan (taklif) meliputi hak dan kewajiban. Setiap beban
yang diterima manusia harus dilaksanakan sebagai amanah.
Amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman,
sehingga mu'min berarti yang beriman, yang mendatangkan keamanan, juga yang
memberi dan menerima amanah. Orang yang beriman disebut juga al-mu'min,
karena orang yang beriman menerima rasa aman, iman dan amanah. Bila orang
tidak menjalankan amanah berarti tidak beriman dan tidak akan memberikan rasa
aman baik untuk dirinya dan sesama masyarakat lingkungan sosialnya. Dalam
sebuah hadis dinyatakan "Tidak ada iman bagi orang yang tidak berlaku amanah".
Dalam kontek hablun min allah, amanah yang dibebankan Allah kepada manusia
adalah Tauhid artinya pengakuan bahwa hanya Allah yang harus disembah,
hanya Allah yang berhak mengatur kehidupan manusia dan hanya Allah yang
harus menjadi akhir tujuan hidup manusia, sehingga pelanggaran terhadap tauhid
adalah syirik dan orang musyrik adalah orang khianat kepada Allah. Termasuk
dalam kontek ini pula adalah mengimani seluruh aspek yang termuat dalam
rukun iman dan melaksanakan ubudiyah yang termaktub dalam rukun islam.
Manusia diperintah Allah untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya (Q.S. 4:58), hal ini berkaitan dengan tatanan berinteraksi sosial
(muamalah) atau hablun min al-nas. Sifat dan sikap amanah harus menjadi
kepribadian atau sikap mental setiap individu dalam komunitas masyarakat agar
tercipta harmonisasi hubungan dalam setiap gerak langkah kehidupan. Dengan
memiliki sikap mental yang amanah akan terjalin sikap saling percaya, positif
thinking, jujur dan transparan dalam seluruh aktifitas kehidupan yang pada
akhirnya akan terbentuk model masyarakat yang ideal yaitu masyarakat aman,
damai dan sejahtera.
Amanah secara etimologis (pendekatan kebahasaan/lughawi) dari bahasa
Arab dalam bentuk mashdar dari (amina- amanatan) yang berarti jujur atau dapat
dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah,
keterangan atau wejangan.

3.2 Trias politica


Konsep Trias Politika merupakan ide pokok dalam Demokrasi Barat, yang
mulai berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVIII . Trias Politika adalah
anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan : pertama,
kekuasaan legislatif atau membuat undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau
kekuasaan melaksanakan undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan
mengadili atas pelanggaran undang-undang.
Trias Politica menganggap kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak
diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan
kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak
asasi warga negara dapat lebih terjamin. Konsep ini pertama kali
diperkenalkan dibukunya yang berjudul, L’Esprit des Lois (The Spirit of
Laws). Sebelumnya konsep ini telah diperkenalkan oleh John Locke. Filsuf
Inggris mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on
Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan
absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi
Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah
dimenangkan oleh Parlemen Inggris.
Montesquieu mengemukakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi-bagi
dalam tiga kekuasaan yang terpisah-pisah (la separation des pouvorius =
pemisahan kekuasaan-kekuasaan). Dimana tiga kekuasaan itu adalah:
a. Kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif)
b. Kekuasaan menjalankan undang-undang (eksekutif)
c. Kekuasaan mengadili pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang
(yudikatif).
Menurut Montesquieu, ketiga kekuasaan tersebut harus di bagi-bagi sedemikian,
sehingga yang satu terpisah dari yang lainnya, dan pembagian itu perlu, supaya kekuasaan
pemerintahan tidak berpusat pada satu tangan saja (raja).
Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, dimaksudkan
untuk memelihara kebebasan politik, dengan tujuan mencegah tindakan
sewenang- wenang penguasa. Konsep ini tidak akan terwujud kecuali bila terdapat
keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa seseorang
akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan
masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat pada tangannya. Oleh karenanya, dia
berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada
pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan
terhadap kekuasaan lainnya
Pada mulanya, doktrin pemisahan kekuasaan seperti yang dibayangkan
oleh Montesquieu itu dianggap pandangan yang kurang realistis dan jauh dari
kenyataan oleh para ahli. Pandangannya itu dinilai sebagai kekeliruan dalam
memahami sistem ketatanegaraan inggris yang dijadikannya obyek telaah untuk
mencapai kesimpulan mengenai konsep trias politicanya itu dalam bukunya
L’Espirit des Lois (1748).
Karya Montesqiueau ini hampir diterapkan diseluruh Negara didunia yang
menganut Demokrasi termasuk juga Indonesia. Di Negara Komunis yang hanya
mempunya satu partai cenderung menjauhi konsep Trias Politica terlihat jelas
bahwa bentuk pemerintahan hanya dipegang oleh kalangan partai tunggal tersebut
saja atau kekuasaan hanya ada di tangan pemerintah atau penguasa, sebut saja
China, Korea Utara dan Uni Soviet (masa perang dingin) adalah sejumlah Negara
yang menjauhi Trias Politica tak heran jika bentuk pemerintahannya bersifat
otoriterian karna tidak adanya pembagian kekuasaan.
Berbeda dengan Negara Demoratis yang mengenakan sistem Trias
Politica yang membagi kekuasaan menjadi Legislatif, Eksekutif dan yudikatif.
Dimana dengan adanya lembaga Legislatif, kepentingan rakyat dapat terwakili
secara baik karma merupakan cermin kedaulatan rakyat. Selain itu lembaga ini
juga mempunyai fungsi sebagai check and balance terhadap dua lembaga lainnya
agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dengan begitu jalannya
pemerintahan bisa berjalan efektif dan efisien. Sehingga konsep ini lebih terkesan
mensejahterakan kepentingan rakyatnya karna kekuasaan penuh berada di tangan
rakyat.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program.
Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno
Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978:77), yaitu:
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah
dan tujuan organisasi dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi
adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya
dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para
implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan
artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan
usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan
sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab
apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman
bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator
efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif.
Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan
oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwasanya banyak sekali pro dan kontra yang
timbul di kalangan para sarjana mengenai pandangan Montesquieu dilapangan ilmu
politik dan hukum. Oleh karena itu, dengan menyadari banyaknya kritik terhadap teori
trias politica Montesquieu ini. Para ahli hukum di Indonesia sering kali menarik
kesimpulan seakan-akan pemisahan (separation of power) yang dipakai oleh
Montesquieu itu sendiri pun tidak dapat dipergunakan. Kesimpulan demikian terjadi,
karena penggunaan istilah pemisahan kekuasaan itu hanya dipakai oleh Montesquieu.
Padahal sebenarnya istilah pemisahan kekuasaan itu sendiri merupakan konsep yang
bersifat umum. Seperti halnya konsep pembagian kekuasaan juga dipakai oleh banyak
sarjana dengan pengertian-pengertian yang berbeda yang berbeda-beda satu sama lain
namun tetap memiliki substansi yang sama.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BEM Vokasi UB membutuhkan peran dan dukungan dari semua pihak


supaya dapat menjalankan fungsi dan peran dimana aspirasi–aspirasi yang
ditampung dapat menjadi landasan kita untuk bergerak demi kebaikan brawijaya.
BEM Vokasi UB sejatinya dapat mengayomi dalam artian sempit yaitu
melindungi akan tetapi dalam artian luas memiliki makna memelihara,
melindungi, menjaga dan memayungi kepentingan dan hak mahasiswa. Hal-hal
seperti itu menjadi basis utama dalam keberlangsungan manfaat bagi mahasiswa.
Rekomendasi:
1. BEM Vokasi UB harus mengakomodir dan memperjuangkan
aspirasi dan kebutuhan mahasiswa secara berkesinambungan.
2. BEM Vokasi UB menjalin hubungan kemitraan yang padu dengan
lembaga kedaulatan mahasiswa Vokasi Universitas Brawijaya.
3. BEM Vokasi UB meningkatkan perannya dalam menumbuhkan jiwa
progesfitas, intelektualitas dan mendorong pemberdayaan
mahasiswa yang inklusif serta optimis.
4. BEM Vokasi UB mengembangkan isu-isu strategis guna
menumbuhkan jiwa kritis dan partisipasi aktif mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, A.M. 1985 M. Kitab Al-Maraghi. Arab: Daru ihya’i al turats


Al‘arabi.pro
Anonymous.http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional, diakses pada tanggal 20
Desember 2020
Anonymous. http://id.wikipedia.org/wiki/Transparansi (politik), diakses pada
tanggal 20 Desember 2020
Anonymous. http://www.semangat pemuda.net/utama/index.php, diakses pada
tanggal 20 Desember 2020
Anonymous. http://ptphutomo.wordpress.com/2009/03/22/kepemimpinan-efektif-
untuk-menciptakan-roda-organisasi-efisien-dan-unggul-oleh-prihatin-
tiyanto-ph/, diakses pada tanggal 20 Desember 2020
Anonymous, https://ub.ac.id/id/campus-life/student-activity-unit/diakses pada
tanggal 20 Desember 2020
Bertens. 2005. Beberapa Catatan tentang Etika Profesi dan Kode Etik Profesi,
Khususnya Dalam Konteks Profesi Wartawan (dalam Diskusi Kongres
Masyarakat Media Aliansi Jurnalis Independent, 16 Maret 2005).
Jakarta: Pusat Pengembangabern Etika Unika Atma Jaya.
Depdiknas. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas
Handayaningrat, Soewarno. 1994. Pengantar Study Administrasi Dan
Manajemen.Jakarta: CV Haji Masagung
Siagian, S. P. 1998.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara

Anda mungkin juga menyukai