Anda di halaman 1dari 5

“Merawat Paradigma Berlembaga Menuju HMPS PTP yang

Profesional, Aspiratif, Solid, dan Inovatif”

Menilik dari perkembangan zaman, banyak sekali muncul tantangan dan bersifat
ancaman yang datangnya tidak terduga, tuntutan mahasiswa di era ini memunculkan
berbagai perubahan dan dinamika. Dalam menghadapi berbagai tantangan yang terjadi
saat ini dibutuhkan mahasiswa-mahasiwa yang berkarakter dinamis untuk mewujudkan
agent of change dan social control. Karakter dinamis sebaiknya dikawal dan digiring
oleh sebuah paradigma berfikir agar tidak mudah terjerumus dalam fatamorgana yang
dibawah oleh dampak global, olehnya itu mahasiswa harus senantiasa dibingkai oleh
beberapa nilai-nilai kearifan lokal.

Dalam disiplin intelektuan, dinamika berlembaga tidak pernah lepas dari cara pandang
atau paradigma terhadap diri maupun lingkungan yang akan mempengaruhi pola fikir,
bersikap, dan tingkah laku. Paradigma merupakan cara pandang atau pola fikir
komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu pengetahuan yang dikaji,
diteliti, atau dipersoalkan untuk dipahami (Pujileksono, 2015). Namun, menyikapi
banyak hal sebutan tersebut sering direduksi menjadi sebatas aksi heroik yang
cenderung berbau emosional.

Lembaga merupakan sesuatu yang mewarnai paradigma mahasiswa di perguruan tinggi,


Lembaga hadir karena berangkat dari kebutuhan, minat mahasiswa dalam
mengembangkan kapasitas diri terutama dalam bidang soft skill yang memang kurang
dikembangkan dalam ruang kelas. Namun, saat ini tidak sedikit yang menjadikan
sebuah Lembaga sebagai tempat meneduh dalam penyelenggaraan kegiatan semata
yang tidak terlepas dari upaya menunjang eksistensi.

Loyalitas merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang keberlangsungan


sebuah Lembaga, namun terlepas dari itu beberapa karakter harus terbentuk dalam
proses-proses berlembaga. Awal yang baik bagi seorang mahasiswa yaitu memberi
keyakinan pada bait-bait perjuangan lewat pergerakan dan bukan saja sekedar menjadi
penonton belaka.
Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) pada umumnya merupakan tempat
berkumpulnya mahasiswa-mahasiswa yang berminat mengembangkan potensi diri,
namun dalam ber-himpunan ada banyak tanggung jawab yang wajib di emban dan tidak
serta merta sebagai acuan penyelesaian program kelembagaan. Mahasiswa intelektual
umumnya lahir dari Lembaga yang progresif dalam mengawal perkembangan
mahasiswa-mahasiswa selama proses pengembangan diri. Progres setiap mahasiswa
dalam membangun eksistensi sebuah Lembaga sangat beragam, namun progresif yang
paling utama dibutuhkan sebuah Lembaga adalah mahasiswa yang profesional, aspiratif,
solid dan inovatif.

Profesionalisme berlembaga ditandai dengan kemahiran dalam mengolah bidang


Lembaga dan managemen waktu serta kemampuan memposisikan diri dalam Lembaga
dan kerja-kerja lainnya. Definisi professional adalah mutu, kualitas, dan tindakan yang
merupakan ciri suatu profesi/pekerjaan (J.S. Badudu, 2007). Loyalitas merupakan salah
satu wujud dari sikap profesionalisme dalam sebuah Lembaga, dalam sebuah proses
belajar banyak hal yang harus disesuaikan dalam bidang kemampuan agar tercapai
sebuah kesesuaian antara kemampuan dan kebutuhan dalam sebuah Lembaga.

Kesesuaian yang di dapatkan dalam bidang kelembagaan dapat menunjang


keberlangsungan Lembaga juga bisa menjadi tolak ukur keberhasilan dalam progresif
yang telah di jalani. Profesionalisme tidak hanya perlu diterapkan dalam unsur
berlembaga tapi juga di luar kegiatan-kegiatan lainnya. Bersikap menyesuaikan diri dan
tidak mencampurkan persoalan-persoalan lain diluar kelembagaan begitupun sebaliknya
semua hal yang dilakukan harus memiliki unsur frekuensi yang sama, guna melengkapi
proses-proses pembelajaran dalam berlembaga.

Bukan hanya sikap professional dalam berlembaga, Slameto (2013) mengemukakan


bahwa dalam proses perngembangan diri juga dibutuhkan sikap aspiratif, definisi
aspiratif sendiri adalah keinginan dan harapan indivitis akan suatu prestasi dan
keberhasilan. Aspirasi akan mengarahkan aktivitas individu untuk lebih berfokus pada
sebuah pencapaian-pencapaian yang baru, serta mewujudkan segala tujuan. Dalam
perjalanan belajar, tidak semua hal yang ingin dicapai berhasil dalam genggaman, hal
inilah yang bisa jadi membentuk seseorang menjadi tidak aspirasi atau bercita-cita.
Pencapaian kerja-kerja kelembagaan juga ditinjau dari sejauh mana persatuan antar
individua tau sikap solid. Solid atau solidaritas umumnya dikenal kesatuan fikiran,
kesatuan pergerakan, juga kesatuan dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Emile
Durkheim (2018) mengemukakan bahwa pengertian solid atau solidaritas adalah
perasaan saling percaya antara anggota atau individu dalam suatu kelompok, organisasi,
atau komunitas. Dapat diartikan bahwa sangat penting dibentuknya satu frekuensi yang
searah, gerakan yang disatu padukan, yang nantinya akan memperkokoh gerakan-
gerakan menuju tumbuh kembangnya suatu Lembaga. Terbentuknya suatu kepercayaan
dapat tercipta rasa persahabatan, persaudaraan, serta kekeluargaan yang akan melekat
pada tiap-tiap individu yang akan melahirkan kader-kader baru atau saudara-saudara
seperjuangan.

Tidak dipungkiri bahwa zaman dan peradaban membawa banyak perubahan dalam
dinamika berfikir maupun kenyataan bahwa bentuk-bentuk kegiatan dari tahun ketahun
akan sangat berbeda. Kajian-kajian persoalan yang dipelajari juga perlu disesuaikan
dengan siklus realitas yang ada saat ini, bukan hanya pola fikir tapi juga kemampuan-
kemampuan mengolah kerja-kerja kelembagaan juga harus di jungkir balikkan dari
stigma yang lama menuju realitas yang di hadapi saat ini. Inovatif yaitu kemampuan
seseorang dalam mendayagunakan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan karya
baru. Everett M. Rogers (2015) mengemukakan bahwa sebuah inovasi dalam berbagai
bidang adalah ide, gagasan, objek, dan praktik yang dilandasi dan diterima sebagai
suatu hal yang baru. Diberbagai lingkungan yang di hadapi individu-individu baik yang
baru belajar maupun yang sudah mengetahui banyak hal, mengemukakan ide-ide baru
serta gagasan baru patutnya wajib dihargai dan dipertimbangkan tujuan dari gagasan
tersebut. Tidak serta merta memberi penolakan tetapi setiap Lembaga sangat
membutuhkan banyaknya individu yang inovatif dalam menjalankan segala bentuk
kerja kelembagaan agar nilai sebuah Lembaga dapat diakui eksistensinya dan bukan
hanya kalimat-kalimat heroik semata yang dibawa secara emosional.
Daftar Pustaka

Emile Durkheim (2018), Pemikiran utama dan Percabangannya. Epinal : Kompas.

Everett M. Rogers (2015) , Diffusion of Innovations. Free Press.

J.S. Badudu (2007), Memahami arti dan Kiasan Pribahasa. Jakarta : Mega Aksara.

Pujileksono (2015), Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang : Intrans


Publishing.

Slameto (2013), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Anda mungkin juga menyukai