Anda di halaman 1dari 8

“Menjaga Profesionalitas Tenaga Pendidik Dalam Tahun Politik 2024”

Keynote Speech Ketua KASN


dalam Webinar
“Mencegah Politisasi Kampus dan Sekolah Dalam Pemilu dan Pemilihan 2024”
27 Juli 2023
Assalamu’alaikum Wr Wb
Selamat Pagi
Salam Sejahtera
Salam INSPIRASI
ASN BERAKHLAK
BANGGA MELAYANI BANGSA
Yth. Inspektur IV Inspetorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Yth. Dekan Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada, Dr. Wawan Mas'udi
Yth. Direktur Eksekutif Perludem, Khairunnisa Nur Agustyati.
Yth. Para Pimpinan Instansi Vertikal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Yth. Para Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota
Yth. Para Dosen, Guru dan Tenaga Kependidikan
Serta seluruh peserta webinar yang berbahagia,

Pada kesempatan yang baik ini marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan YME atas segala limpahan
nikmat-Nya kita dapat mengikuti Webinar yang bertema “Mencegah Politisasi Kampus dan Sekolah Dalam Pemilu dan
Pemilihan 2024”.
Para peserta webinar yang berbahagia,
Sebagai perwujudan dari upaya pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran netralitas ASN, Komisi Aparatur Sipil Negara
berupaya untuk memberikan sosialisasi secara luas kepada para ASN dengan berbagai latar belakang jabatan. Pada kesempatan
terdahulu, KASN telah memberikan sosialisasi netralitas terkait dengan Penjabat Kepala Daerah dan dilanjutkan dengan sosialisasi
netralitas untuk para ASN yang memangku jabatan Camat dan Lurah.

Pada kesempatan kali ini KASN bersama narasumber akan mengupas tentang upaya pencegahan pelanggaran netralitas di
kalangan tenaga pendidik yaitu guru dan dosen.
Berdasarkan penelitian World Bank tahun 2015 terdapat 3 (tiga) permasalahan guru di Indonesia, yang meliputi :
1. Kualitas guru;
2. Kesejahteraan guru;
3. Politisasi guru.

Bahasan mengenai politisasi guru menjadi fokus webinar bahasan kita hari ini. Permasalahan ini merupakan efek dari politik lokal
dan kebijakan desentralisasi pendidikan. Fakta adanya politisasi guru terlihat pada data KASN dalam Pilkada Serentak Tahun 2020
yang lalu, dimana kelompok jabatan ASN yang paling banyak ditemukan pelanggaran adalah jabatan fungsional (26,5%). Padahal
sejatinya pejabat fungsional tidak berada dalam struktur organisasi, memiliki keahlian khusus dan bersifat mandiri. Situasinya
berbeda dengan pejabat struktural yang memiliki akses luas terhadap sumber daya birokrasi.
Lebih jauh, diantara jabatan fungsional tersebut, maka kelompok jabatan guru dan dosen menjadi kelompok jabatan
fungsional yang terbanyak melakukan pelanggaran (70%) dibandingkan jabatan fungsional lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok jabatan fungsional guru dan dosen sangat rentan turut serta dalam kancah politik praktis.
Adapun jenis pelanggaran netralitas yang banyak dilakukan oleh tenaga pendidik adalah: kampanye/sosialisasi di media
sosial seperti posting/like/komentar (34,9%), mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan (27,8%), foto
bersama calon/bakal calon (14,5%), menghadiri deklarasi bakal calon/calon (7,5%), dan menjadi peserta kampanye
(4,5%).

Para peserta webinar yang berbahagia,


Guru dan dosen merupakan pasar yang sangat potensial untuk kepentingan pendulangan suara dalam kontestasi politik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2022), jumlah guru -baik ASN maupun non ASN- pada Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam tahun ajaran 2022/2023 mencapai 3.367.793 orang.
Sementara jumlah guru yang bekerja di bawah Kementerian Agama sebanyak 874.685 orang. Data BPS juga mencatat
bahwa jumlah dosen sebanyak 316.912 orang. Dengan demikian terdapat 4.559.390 orang guru dan dosen pada tahun
ajaran 2022/2023 dan jumlah ini akan kian meningkat bila ditambahkan entitas tenaga kependidikan yang bekerja di
sekolah dan kampus.
Tidak berhenti hanya pada kuantitas guru dan dosen semata. Pesona tenaga fungsional ini akan semakin memikat bagi para kontestan
politik bila melihat potensi yang dimiliki guru dan dosen.
• Profesi guru dan dosen dipandang memiliki citra yang terpuji di mata publik.
• Berdasarkan data KPU (2023) bahwa generasi milenial (lahir 1981-1996) dan Generasi Z (lahir 1997-2012) yang mempunyai hak pilih
pada Pemilu 2024 nanti berjumlah lebih dari 115 juta orang. Sebagian besar generasi Z ini kini berada dalam fase menempuh
pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Lanjutan Atas dan perguruan tinggi. Mereka umumnya adalah pemilih-pemilih pemula yang
dalam kesehariannya berinteraksi dengan dosen dan guru.
• Para dosen dan guru pun kerap aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di lingkungannya.Preferensi politik mereka dapat menjadi referensi
publik.
• Dengan kompetensi keilmuwan yang dimiliki, dosen dapat melakukan kajian, riset dan rekomendasi kebijakan yang sangat dibutuhkan
kaum politisi untuk kepentingannya.
Para peserta webinar yang berbahagia,
Terdapat beberapa faktor yang mendorong guru dan dosen melakukan pelanggaran netralitas. Pertama, faktor ikatan persaudaraan antara
guru dan dosen dengan calon peserta Pemilu dan Pemilihan. Kedua, adanya kepentingan pragmatis pada sebagian kalangan guru untuk
berpindah ke jabatan struktural pada Dinas Pendidikan atau perangkat daerah lainnya sehingga mencoba untuk memenangkan salah satu
kontestan. Sementara di kalangan dosen, ada keinginan untuk mendapatkan posisi pada struktural kampus atau jabatan lain yang tersedia di
luar kampus, baik pada struktur pemerintahan maupun swasta.
Dalam penanganan pelanggaran netralitas KASN juga menemukan bahwa pelanggaran di kalangan dunia Pendidikan selain dilakukan
secara personal, juga memiliki kecenderungan bersifat terstruktur dimana mobilisasi dukungan dilakukan oleh pejabat struktural atau kepala
sekolah.
Para peserta webinar yang berbahagia,
Dosen dengan keahliannya jangan sampai terseret pada pemenangan politisi tertentu. Jadikan keahlian yang kita miliki
untuk mempengaruhi pikiran para politisi untuk memanfaatkan gagasan kita. Siapapun yang menang, substansi gagasan
kita akan diterjemahkan menjadi kebijakan publik. Oleh karena, tidak perlu kita menjadi tim sukses politisi tertentu kalau
niat kita menebar gagasan untuk bangsa. Kalau niatnya secara terbuka hanya untuk memenangkan calon tertentu, maka
di situ terjadi pelanggaran netralitas.

Sekolah dan kampus hendaknya menjadi ruang dimana peserta didik menerima cakrawala ilmu yang yang rasional dan
bebas dari kepentingan. Sekolah dan kampus hendaknya tidak dijadikan wadah propaganda berbasis sentimen politik
tertentu. Diskusi politik di wilayah kampus hendaknya terbuka untuk semua kontestan dan tidak memberi privilese pada
kepentingan politik tertentu. Para dosen dapat saja memberikan analisa terhadap suatu hasil survey politik, dengan
catatan tanpa memiliki kecenderungan untuk berpihak pada kontestan tertentu. Dan tentu saja para tenaga pendidik ini
tidak dibenarkan menjadi bagian dari dewan pakar atau tim pemenangan peserta pemilu dan pemilihan. Para dosen dan
guru bisa saja berada dalam wilayah abu-abu (grey area), namun sepanjang para tenaga pendidik ini menjalankan
tugasnya dengan profesional tanpa mengusung kepentingan politik tertentu, maka pelanggaran netralitas akan dapat
dihindari.
Politisasi guru dan dosen pada akhirnya akan berpengaruh pada profesionalisme para guru dan dosen, iklim pendidikan
dan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Tentunya kepedulian berbagai instansi terkait menjadi sangat dibutuhkan.
Kami mengharapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Kementerian Agama dapat
memberikan supervisi tentang pembinaan netralitas untuk para dosen dan guru sehingga fungsi perlindungan terhadap
ASN dan pencegahan terhadap pelanggaran netralitas dapat diminimalisir. Aktivasi instrumen internal menjadi penting
untuk dilaksanakan secara intensif.

Kami berharap para pejabat struktural dinas pendidikan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan jajaran, para kepala
sekolah dan fungsional pengawas sekolah hendaknya menjadi garda terdepan dalam mengawal profesionalisme guru di
masa tahun politik. Pembinaan netralitas terhadap para guru yang ada dalam lingkungannya perlu untuk terus
disampaikan agar mereka tidak hanya memahami netralitas dari kulit luarnya saja.
Netralitas tidak hanya berlaku bagi ASN semata. Prinsip ini juga perlu ditanamkan kepada unsur non ASN yang bekerja di
lingkungan kampus dan sekolah sebagaimana ketentuan dalam Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No.1 Tahun 2023.

Perlu kami ingatkan kepada para dosen dan guru yang pernah dikenai sanksi akibat pelanggaran netralitas pada Pemilu
atau Pilkada pada masa terdahulu, bahwa sesuai Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil pada pasal 35 ayat (2) disebutkan bahwa “PNS yang pernah dijatuhi Hukuman Disiplin, kemudian melakukan
Pelanggaran Disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis Hukuman Disiplin yang lebih berat dari Hukuman
Disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya”.
Para peserta webinar yang berbahagia,
Dalam kesempatan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para narasumber yang akan
berbagi kebijakan dan pemikiran terkait pencegahan politisasi di lingkungan kampus dan sekolah, yaitu kepada :
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, yang diwakili oleh inspektur IV Subiyantoro
Dekan FISIPOL UGM, Dr. Wawan Mas'udi
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati

Kami mengakhiri sambutan ini dengan sebait pantun.


Murid sekolah menggambar memakai pensil
Gambar yang dibuat orang berdasi
Pemilu hendaklah berjalan jujur dan adil
Jaga kampus dan sekolah dari politisasi

Selamat mengikuti webinar ini dengan seksama.


Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om santi-santi om.

Anda mungkin juga menyukai