Anda di halaman 1dari 12

KASUS PARTISIPASI

POLITIK

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Dadi Mulyadi Nugraha S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 12

1. Awad Nursahid 2304622


2. Hesti Ferika 2300714
3. Nisa Naylul Fauzah 2301204
4. Rizkya Abadya 2301913
5. Wildi Nurbani Aulia 2303658
6. Amanda Olivia 2300618
7. Luthfi Pebriansyah 2304267

POGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIPERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa karena dengan rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Kasus Partisiasi Politik; Kampus sebagai tempat
kampanye” dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Tujuan yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas mata kuliah umum
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Makalah ini membahas tentang kempus sebagai
tempat kampanye

Pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan terimakasih serta rasa hormat
kepada pihak pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini:

1. Dosen Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan; Pak Dadi Mulyadi Nugraha
S.Pd., M.Pd.
2. Rekan Rekan Kelompok 2 yang telah bekerja sama dengan baik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Kami tau makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan bahasa
maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Khususnya dari dosen pengampu mata kuliah umum ini guna menjadi acuan bagi
kami untuk lebih baik lagi dalam menyusun makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca khususnya dan bagi masyarakat umumnya.

Bandung, 26 September, 2023

Kelompok 2..........................
DAFTAR ISI

COVER .........................................................................................................1

KATA PEMGANTAR ........................................................................................2

DAFTAR ISI ....................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................4


A. LATAR BELAKANG .............................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................4
C. TUJUAN ............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................6

BAB III PENUTUP ...........................................................................................7

BAB IV ...........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................10


Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang kita tahu baru baru ini menjelng pemilu 2024 terdapat putusan
Mahkama Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa kampanye boleh dilakukan di
kampus atau tempat pendidikan lainnya atas izin penanggung jawab perguruan tinggi
sebagai mana yang tertera pada website kpu.go.id : Ketua KPU Hasyim Asy'ari,
Anggota KPU August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, dan Yulianto Sudrajat menerima
audiensi Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia dalam rangka koordinasi
implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 tentang
kampanye di tempat pendidikan, di Kantor KPU, Rabu (6/9/2023).

Tentunya hal itu menuain pro dan kontra dari berbagia elemen masyarakat, baik dari
mahasiswa maupun dari para pengajar. Oleh beberapa kalangan hal ini dinilai tepat,
dikarnakan dapat mengantisipasi sifat apatisme dikalangan mahasisiwa. Dengan
adanya kampanye ini diharapakan para mahasiswa dapa memberikan perhatian lebih
terkait terselenggaranya pemilu yang demoktatis sehingga dapat mengurangi angka
golput. Selain itu, tidak sedikit pula beberapa kalangan masyarakat kampus yang tidak
setuju, dikarnakan dapat mengganggu aktivitas pembelajaran yang berlangsung.

Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih pada pemilu 2024
didominasi oleh kelompok Generasi Z dan milenial, yakni sebanyak 56% dari total
keseluruhan pemilih. Para pemilih muda pun menjadi incaran suara para peserta pemilu.
Dari data tersebut tentunya kampus kampus akan menjadi target para peserta pemilu
untuk menjalankan kampanye. Sehingga menjadikan kampus kampus di Indonesia
sebagai ajang kegiatan politik. Hal itulah yang membuat masyarakat kampus tidak
setuju. Selain mengganggu aktivitas pembelajaran, kegiatan kampanye di kampus juga
ditakutkan akan terjadinya persaingan tidak sehat antara peserta pemilu yang dapat
membahayakan lingkungan kampus.

Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk mengantisipasi dampak buruk tersebut,
yang diharapkan putusan kampanye di kampus dapat direvisi. Adapun bila putusan
kampanye di kampus tetap berlaku, maka diharapkan para rektor dapat menolak
kampusya sebagai ajang kampanye. Selain itu, untuk menanggulangi sifat apatisme di
kalangan pemilih pemula atau para mahasiswa diharapkan dapat dilaksanakannya
kegiatan edukasi politik.

B. Rumusan Masalah
Dari kasus kasus tersebut tentunya kegiatan politik di kampus sangat berpengaruh bagi
terselenggaranya pemilu yang demokratis. Adapun hal hal yang menjadi permasalahan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana solusi untuk mengsterilkan kampus dari kegiatan politik seperti
kampanye.
2. Bagaimana solusi untuk menanggulangi dampak negatif dari kegiatan kampanye di
kampus.
3. Bagaimana solusi agar pemilu di lingkungan kampus dapat terselenggara dengan
domokratis.
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah mencegah terselenggaranya kampus sebagai
ajang kampanye dan mencegah para pemilih pemula agar tidak terjerumus pada
persaingan politik yang tidak sehat, serta menanggulangi terjadinya sifat apatisme di
kalangan mahasiswa yang mengakibatkan tingginya angka golput.
Bab II Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kampus sebagai tempat kampanye :
1. Penerbitannya Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang kampanye. Isi PKPU
Nomor 15 Tahun 2023 tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang
Kampanye Pemilu adalah sebagai berikut:
• Pelaksanaan kampanye
• Materi kampanye pemilihan umum
• Metode kampanye
• Pemberitaan dan penyiaran
• Kampanye pemilu oleh pejabat negara
• Kampanye dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Putaran kedua
• Larangan kampanye Pemilu
• Koordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah daerah, Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
penyelenggaraan Pemilihan Umum
• Sosialisasi dan pendidikan politik.

Peraturan-peraturan ini menjadi landasan bagi partai politik dan calon legislatif dan
presiden dalam melakukan kampanye pemilu. Pengaruh dari penerbitan peraturan
tersebut yang menyebabkan banyaknya kampanye di dalam kampus.

2. Kampanye bisa dilakukan di kampus karena di kampus juga terdapat pemilih.


Dimana para pemilih tersebut berpotensi menjadi faktor penentu dan indikator
keberhasilan pemilu.

Kampanye pemilu 2024 diperbolehkan dilakukan di kampus, sebagaimana Pasal


280 UU Nomor 7 Tahun 2017 mengatur bahwa penyelenggara pemilu, peserta, dan
kelompok kampanye tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas pemerintahan,
tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Sedangkan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu menyatakan, “Fasilitas
pemerintah, tempat Ibadah, dan tempat Pendidikan dapat digunakan jika peserta
pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung
jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.

3. Berkurangnya jumlah golput. Yang dimaksud dari berkurangnya jumlah golput


adalah banyaknya mahasiswa yang tidak menggunakan hak suaranya dari tahun ke
tahun, sehingga jika dilakukannya kampanye di kampus mendapatkan
kemungkinan berkurangnya jumlah golput tersebut.

Dapat dilihat melalui data tahun-tahun sebelumnya, banyaknya jumlah golput dari
tahun ke tahun. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat golput pada
Pilpres 2004 adalah 23,30%, pada tahun 2009 sebesar 27,45%, dan pada tahun 2014
sebesar 30,42%. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 presentase golput semakin
tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
4. Visi misi tentang pengembangan di dunia akademik yang perlu diketahui para
mahasiswa karna pengembangan dalam bidang akademik mementingkan peran
mahasiswa dengan manfaat yang dirasakan untuk mahasiswa.

kampus menjadi salah satu tempat pelaksanaan kampanye, maka dalam konsepsi
yang ideal hal tersebut dapat menciptakan suatu kondisi di mana akan terjadi
pertarungan visi, misi, program dan/atau citra diri yang dapat terukur secara
akademik. Kampus pada akhirnya juga dapat menjadi tempat untuk menguji sejauh
apa urgensi dan relevansi visi, misi, program peserta pemilu untuk membawa kita
semua kepada tujuan akhir negara Indonesia.

5. Para mahasiswa memiliki hak suara untuk memilih dan memiliki hak untuk
mengkritik janji kampanye yang di lontarkan peserta karna setiap janji yang di
lontarkan akan kembali untuk tujuan kepada mahasiswa. Janji yang di lontarkan
terhadap peserta untuk kepentingan mahasiswa akan dipertanggungjawabkan oleh
peserta dan peserta harus berpendirian teguh terhadap gagasan yang diucap kepada
mahasiswa.

6. Kampus menjadi ruang yang strategis untuk menguji gagasan peserta pemilihan
yang akan dipertentangkan dalam komunikasi dua arah secara demokratis. Gagasan
para peserta yang menjadi tanggung jawab peserta dan hak mahasiswa untuk
mengkaji dan menelusuri lebih dalam bahwa seberapa penting dan jujurnya gagasan
yang dilontarkan peserta terhadap mahasiswa.

Seperti diketahui, pada pemilu-pemilu sebelumnya, kawasan kampus universitas dalam bidang
pendidikan merupakan tempat “sakral” yang belum pernah disentuh untuk melakukan
kampanye politik. Selain faktor-faktor di atas, terdapat juga pro dan kontra mengenai
kampanye yang diadakan di dalam kampus.

Menurut Hasyim Asy’ari, “Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Yang dilarang itu
apa, menggunakan fasilitas, bukan kampanyenya”. Menurutnya penjelasan pada pasal 280
ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut
menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan
untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Kampanye
juga diperbolehkan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat
ibadah dan tempat pendidikan.
Sedangkan menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI),
Ubaid Matraji, kepada Medcom.id,” Akan berdampak buruk terhadap ekosistem pendidikan”.
Ubaid juga mengatakan, kejadian politisasi dan pengangkatan kepala sekolah sebagai kepala
sekolah telah menggerogoti integritas Pendidikan ia khawatir jika kampanye politik dibiarkan
terjadi di sekolah dan kampus, keadaan akan semakin buruk.
Kampanye kampus dapat menimbulkan banyak dampak negatif, seperti memecah belah
komunitas universitas, kampanye pemerasan, mengganggu netralitas kampus, dan dapat
membahayakan keselamatan peserta didik.
Fasilitas pendidikan harusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Hal ini
disampaikan Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam siaran persnya pada Senin, 21
Agustus 2023.

KPU menyatakan kampanye di tempat pendidikan hanya boleh berlangsung di perguruan


tinggi, yang meliputi universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, dan atau
akademisi komunitas.

Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 72A ayat (3) draf atau rancangan Peraturan Komisi
Pemilihan Umum (PKPU) tentang perubahan atas Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2023
tentang Kampanye Pemilihan Umum. Kemudian pada ayat (4) menyebutkan kampanye pemilu
di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu.

Bab III Solusi untuk mencegah kasus terjadi lagi


Terdapat sisi positif dan negatif dengan dilaksanakannya kampanye di dalam
kampus. Sisi positifnya akan muncul pikiran-pikiran serta gagasan akademis yang
didasarkan pada kajian-kajian akademik. Hal tersebut akan memberi sumbangan bagi
upaya dalam menjadikan pemilu yang berkualitas. Dampak negatifnya takut rawan
disalahgunakan dan nanti kampus akan sibuk keranah politik kemudian mengganggu
proses belajar mengajar, pertengkaran karena perbedaan pendapat antar mahasiswa pun
tidak bisa dipungkiri pasti akan terjadi.
Misalnya Prabowo datang ke UPI, Beliau bercerita tentang gagasannya mengenai
bangsa Indonesia, bagaimana kemajuan Indonesia ke depan. Untuk hal tersebut
mengapa tidak boleh? Tetapi kalau dia sudah bilang pilih nomor 2 nah itu salah
makanya harus ada aturan yang lebih detail mengenai hal tersebut
Solusinya agar kampanye didalam kampus terlaksana dengan baik maka diperlukan
adanya batasan batasan atau diberlakukan aturan aturan yang diantara isi dari peraturan
tersebut yaitu, Peserta pemilu dalam kondisi pasif kecuali diundang oleh penanggung
jawab lembaga pendidikan. Kampanye dikampus harus berdasarkan undangan atau izin
rektor atau penyelenggara jadi bukan karena keinginan dari calon peserta datang ke
kampus. Yang mengundang dari peserta pemilu adalah pimpinan dari kampus itu
sendiri. Calon tidak boleh asal memasuki kampus tanpa persetujuan pimpinan kampus
tersebut. Penanggung jawab atau otoritas kampus harus tahu. Untuk pimpinan dari
kampus harus bersikap netral tidak boleh memihak kepada salah satu calon. Pihak
kampus yang mengundang harus memperlakukan hak yang sama ke seluruh peserta
pemilu mengenai apakah peserta pemilu memenuhi undangan itu atau tidak hal tersebut
diserahkan ke masing-masing peserta pemilu itu sendiri.
Kemudian untuk durasi kampanye itu harus sama antara peserta satu dengan yang
lain. Dibatasi maksimal 2 jam dan berlaku untuk seluruh calon. Mau dikurangi satu jam
boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang nggak boleh. Tapi sekali lagi inisiatifnya
dari pemimpin kelembagaan atau pengelola fasilitas pemerintah tersebut. Jika ada tiga
orang calon yang melakukan kampanye maka seluruh calon tersebut diberikan ruang
yang sama untuk berkampanye di lingkungan kampus. Harus bersikap adil tidak boleh
membeda bedakan calon. Hal itu bisa dilakukan mengingat seluruh warga kampus
merupakan pemilih.
Pihak kampanye dilarang menggunakan atribut partai apapun contohnya baju
ataupun bendera partai.Sebab, tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah menjadi
ruang netral untuk kepentingan publik sehingga dilarang dijadikan tempat kampanye.
Ini harus dipatuhi agar tidak ada potensi masalah dikemudian hari. Walaupun demikian
potensi pelanggaran masih bisa terjadi jika kampanye di kampus hanya diatur dalam
PKPU. Oleh karena itu realisasi pelaksanaan kampanye di kampus perlu dilakukan
secara hati-hati agar tidak dinilai melanggar ketentuan dalam UU Pemilu. Makannya
harus dilakukan pengawasan yang benar benar ketat. Jika ada calon yang melanggar
dari hal tersebut maka bisa dikenakan sanksi atau jika pelanggarannya sudah sangat
besar maka bisa didiskualifikasi.
Ada beberapa poin peran kampus untuk pemilu 2024 agar berjalan secara
demokratis, yang pertama Election Observer yaitu sebagai kontrol,
pemantau/pengawas, penjaga etika dan sistem demokrasi agar tidak tercederai. Yang
kedua adalah sebagai fasilitator, kampus tidak anti-politik dan kampus sebagai wadah
pendidikan politk, kemudian yang ketiga adalah Advokasi, Kampus sebagai pembela
hak-hak rakyat dan membantu masyarakat untuk hak-hak dalam demokrasi. Dan yang
terakhir adalah edukator, Dosen dan Mahasiswa (kampus merdeka) ambil bagian dalam
pendidikan politik bagi masyarakat dan pemilih pemula.
Agar terselenggara secara demokratis kita juga sebagai mahasiswa harus melihat
dan mengetahui dari segi sebagai berikut;

•Pemilwa sebagai Media Character Building


Mahasiswa akan menjadi pemilih yang rasional. Bagi calon presiden mahasiswa dan
pendukung calon yang menang, harus mampu menghormati serta merangkul calon
yang kalah, tidak menyombongkan diri, tetap berkomitmen menjadi pemimpin yang
bertanggung jawab, membuka ruang partisipasi, serta memastikan adanya akses dan
manfaat yang sama atas program-program kegiatan bagi seluruh warga kampus. Bagi
calon presiden mahasiswa dan pendukung calon yang kalah, harus berani menerima
kekalahan dengan senang hati dan tetap mendukung yang menang untuk menyukseskan
program-programnya.
“Pemilwa dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil di lingkungan universitas,” ucap Musnif. “Prinsip pelaksanaan Pemilwa ada 2.
Pertama, sederhana. Pelaksanaan pemilu sejak tahapan awal hingga akhir memerlukan
waktu yang panjang. Pemilwa dilaksanakan dengan durasi waktu yang pendek tetapi
memuat pokok-pokok tahapan pemilu. Kedua, Murah. Pemilu memerlukan biaya yang
tinggi sedangkan Pemilwa dirancang menggunakan perlengkapan yang ada di kampus
dan meminimalkan biaya sehingga anggaran kampus bisa disesuaikan.”

•Bentuk Partisipasi Aktif Mahasiswa


Musnif mengatakan, terdapat beberapa bentuk partisipasi aktif mahasiswa. Pertama,
sebagai peserta ialah calon/pasangan calon presiden, gubernur, dan bupati mahasiswa,
selain peserta ada juga sebagai saksi TPS. Kedua, sebagai penyelenggara Pemilwa yaitu
KPUM, pengawas, dan mahkamah Pemilwa. Ketiga, sebagai pemilih ialah mahasiswa
yang terdaftar di UAD dibuktikan dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan jumlah
pemilih setiap TPS maksimal 600 pemilih. Keempat, sebagai pemantau Pemilwa ialah
mahasiswa yang bertugas untuk memantau tahapan Pemilwa.
“Ada beberapa tipologi pemilih di Indonesia, di antaranya ialah memilih karena
persamaan suku, ras, agama, dan golongan atau status sosial. Selanjutnya, memilih
berdasarkan kesamaan ideologi, visi, dan pandangan, serta pada afiliasi partai politik.
Kontestan yang didukung partai politik pilihannya, akhirnya kepada dialah pilihan
dijatuhkan. Kemudian, memilih karena berdasarkan pragmatisme politik, seperti
memilih karena diberi hadiah atau politik uang,” tutur Musnif.

•Menjadi Pemilih yang Berdaulat, Cerdas, dan Mandiri


“Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar menjadi pemilih yang berdaulat, cerdas,
dan mandiri. Cara yang pertama adalah menggali rekam jejak, pemilih mampu
menggali rekam jejak calon pemimpin. Telusuri riwayat calon pemimpin tersebut, di
dalamnya terkait latar belakang keluarga, pendidikan, dan bagaimana aktivitasnya di
masyarakat serta menilai derajat integritasnya. Cara yang kedua adalah rasional,
mengedepankan rasionalitas dalam memilih pemimpin berdasarkan penilaian yang
objektif dan komprehensif. Dan cara yang terakhir adalah orientasi program, rajin
mencari dan mempelajari informasi program serta visi misi yang ditawarkan. Apakah
relevan dengan kebutuhan masyarakat, terukur, dan realitas atau tidak,” tutup Musnif

Bab IV. Kesimpulan

Dalam menjelang Pemilu 2024, kebijakan yang mengizinkan kampanye di


Universitas menjadi perdebatan yang cukup rumit. Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang memungkinkan kampanye di tempat pendidikan dengan izin penanggung
jawab perguruan tinggi telah menciptakan beberapa pro dan kontra di kalangan
masyarakat, khususnya mahasiswa dan pengajar.
Salah satu hal yang mendukung kampanye di kampus adalah keyakinan bahwa ini
dapat mengurangi tingkat apatisme politik di kalangan mahasiswa. Dengan
melibatkan mahasiswa dalam proses kampanye, diharapkan mereka akan lebih peduli
dan aktif dalam pemilihan umum, sehingga dapat mengurangi angka golput.
Namun, pandangan yang berlawanan juga tidak dapat diabaikan. Kekhawatiran
utamanya adalah potensi gangguan terhadap aktivitas pembelajaran di kampus. Selain
itu, ada kekhawatiran akan terjadinya persaingan politik yang tidak sehat antara
peserta pemilu, yang dapat membahayakan integritas lingkungan kampus sebagai
tempat pendidikan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah perlunya mempertimbangkan
beberapa aspek. perbaikan kebijakan terkait kampanye di kampus adalah hal yang
penting. Keputusan ini harus mengemukakan keseimbangan antara partisipasi politik
mahasiswa dan kelancaran pendidikan kuliah.
Peran rektor dan pimpinan universitas dalam menentukan penggunaan kampus
sebagai tempat kampanye juga penting. Mereka harus menjaga integritas kampus
sebagai lembaga pendidikan. Pendidikan politik yang intensif di dalam kampus dapat
membantu mengatasi apatisme di kalangan pemilih pemula. Kerjasama dengan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan kampanye di luar kampus
dapat menghindari gangguan terhadap proses pembelajaran di kampus.
Pengawasan ketat pada etika kampanye perlu ditekankan untuk mencegah
persaingan politik yang tidak sehat. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat
mencapai keseimbangan yang memungkinkan partisipasi politik mahasiswa tanpa
mengorbankan pendidikan tinggi, yang tetap menjadi landasan bagi masyarakat yang
sadar politik dan partisipatif.

REFERENSI

Awad N., Hesti F., Nisa N. F., Rizkya A., Wildi N. A., Amanda O., Luthfi P. (2023). Pengantar mata
kuliah umum pendidikan kewarganegaraan kasus partisipasi politik. Universitas Pendidikan Indonesia

https://www.kpu.go.id/berita/baca/11866/kampanye-boleh-dilakukan-di-tempat-
pendidikan-atas-izin-penanggung-jawab-perguruan-tinggi

https://www.bbc.com/indonesia/articles/ce4vx4nlllpo.amp

https://k-radiojember.com/berita/read/kampanye-di-kampus-bisa-dilakukan-dengan-syarat-
dan-ketentuan-berlaku

https://www.kpu.go.id/berita/baca/11866/kampanye-boleh-dilakukan-di-tempat-
pendidikan-atas-izin-penanggung-jawab-perguruan-
tinggi#:~:text=%E2%80%9CPada%20dasarnya%20kampanye%20di%20tempat,pemerintah%2
C%20tanpa%20menggunakan%20atribut%20kampanye

https://news.republika.co.id/berita/rfkwm6328/pakar-kampanye-di-kampus-adalah-tempat-yang-
tepat
https://www.suarapemredkalbar.com/read/ponticity/02082022/pro-kontra-masuknya-
kampanye-politik-di-kampus

https://k-radiojember.com/berita/read/kampanye-di-kampus-bisa-dilakukan-dengan-syarat-
dan-ketentuan-berlaku

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230911123157-12-997439/ketua-mk-soal-putusan-
kampanye-di-kampus-pro-kontra-pasti-ada

https://identitasunhas.com/jalan-mulus-kampanye-politik-di-lingkungan-kampus/

Anda mungkin juga menyukai