Anda di halaman 1dari 2

Nama : Heboh Hegar Prayudha

NIM : 2501422150
Prodi : Pendidikan Seni Musik

Tembang Jawa

Macapat merupakan karya sastra berbentuk puisi menggunakan bahasa Jawa baru diikat
persajakan meliputi guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Persebaran macapat meliputi wilayah-
wilayah yang sekarang disebut: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Madura, dan Lombok, juga
Bali (Saputra, 2001:2). Pada dasarnya macapat merupakan puisi yang terikat oleh persajakan dan
mengandung nada membentuk lagu. Pola persajakan macapat ada beberapa macam, masing masing
mempunyai guru gatra, guru lagu, guru wilangan, dan lagu sendiri. Dalam tulisan ini pola persajakan
tersebut juga disebut jenis tembang macapat.
Istilah tembang dalam bahasa Jawa halus (krama) disebut sekar. Sekar juga sebagai tembung
(kata) krama dari kembang (bunga). Apabila dihubungkan kedua kata itu terdapat satu aspek yang
memiliki sifat mirip. Kembang memiliki sifat indah mempesona, demikian pula tembang. Barangkali
karena adanya kemiripan sifat itulah maka kemudian keduanya dapat disebut sekar. Para ahli
membuat definisi tembang bermacam-macam. Padmo Soekotja, (1960: 25) menyabutkan bahwa
tembang adalah reriptan utawa dhapukaning basa mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang
pamacane (olehe ngucapake) kudu dilagokake nganggo kagunan swara. ( Karangan atau rangkaian
bahasa menggunakan patokan-patokan tertentu yang cara membacanya dilagukan dengan seni
suara) Mawardi (1992) mengatakan bahwa sekar utawi tembang inggih punika reroncening swanten
ingkang mawi titilatas slendro lan pelog sarta kinanthenan rumpakaning basa sumawana sastra
ingkang gumathok. (Sekar atau tembang ialah penataan suara yang menggunakan titilaras slendro
dan pelog disertai susunan bahasa serta sastra tertentu).

1) Maca papat-papat: membaca teks (menembangkan) dengan pemenggalan (pedhotan)


empatempat suku kata, seperti: ngelmu iku (4), kalakone (4) kanthi laku (4), setya budya (4)
pangekese (4) durangkara (4). 2) Manca-pat: isi teks macapat menceriterakan kejadian di pusat bumi
dan empat penjuru angin (keblat papat lima pancer) 3) Manca–pat dari panca-arpat, lima
sandhangan atau guru lagu, yaitu: a (legena), i (wulu), u (suku), e (taling), dan o (taling tarung). Huruf
e (pepet) jarang dipakai pada akhir gatra. 4) Maca cepet: membaca cepat (dengan tempo cepat),
tidak banyak luk, wilet dan bunga-bunga musikal. Dalam pembacaan lebih mementingkan teks
terdengar jelas. 5) Macakep (metatesis menjadi macapat) dari maca cakepan, yaitu membaca syair
tembang atau cakepan tembang. 6) Maca mat (maca kanthi dimatake: membaca dengan perhatian
penuh), atau maca maat (membaca dengan irama dan lagu. 7) Maca-pat, yakni membaca tembang
yang keempat: 1) tembang pertama; maca-sa- lagu digolongkan tembang gedhe ( kawi, kekawin); 2)
tembang kedua; maca ro lagu digolongkan tembang gedhe; 3) tembang ketiga; maca-tri-lagu
digolongkan tembang tengahan; dan 4) tembang keempat: maca-pat-lagu, disingkat macapat
digolongkan tembang cilik. Dari ketujuh alasan penyebutann macapat, alasan butir yang ke tujuh
lebih logis. Macapat merupakan bacaan tembang keempat tembang cilik.

Kaidah membawakanya

a. Melakukan grambyangan Grambyangan adalah menyuarakan urutan nada dan


atau unit musikal untuk memasuki suasana rasa patet tertentu. Grambyangan
dalam konteks tembang dilakukan untuk pengambilan ngeng agar nada yang
hendak disuarakan tepat tinggi rendahnya. Grambyangan dilakukan sebelum
penembang menyajikan tembang.
Grambyangan slendro pathet manyura : 6 1 2 3 5 6 1 2 3 Grambyangan slendro
pathet sanga : 5 6 1 2 3 5 6 1 2 Grambyangan pelog pathet barang : 6 7 2 3 5 6 7 2
3Grambyangan pelog pathet nem : 6 1 2 3 5 6 1 2 3
b. Membaca notasi Kehadiran notasi dalam dunia karawitan Jawa termasuk
tembang amat bermanfaat untuk mendokumentasikan lagu atau gending karya
karawitan. Selain itu kehadiran notasi juga mempermudah proses belajar
mengajar karawitan dan tembang.
c. Melagukan cakepan (teks, syair) lagu Biasanya pada setiap notasi lagu macapat di
bawahnya tertera cakepan yang ditulis terputus-putus untuk setiap wanda sesuai
dengan wilet lagu masing-masing. Apabila dalam satu wanda dilagukan dengan
lebih dari satu nada dalam sistem notasi kepatihan, di bawah notasi lagu diberi
tanda garis lengkung untuk menunjukkan bahwa wanda tersebut dilagukan
dengan wilet lagu sesuai nada yang diberi garis.
d. Sambungan pada kata-kata tertentu luluh Penyambungan kata-kata tertentu pada
cakepan tembang sering dilafalkan secara luluh (menyambung) agar suara yang
terucap lebih terasa indah

Anda mungkin juga menyukai