Anda di halaman 1dari 39

Pamong Budaya Ahli Muda

Adiyanto, S.Sn, MM

TINJAUAN TEMBANG MACAPAT PADA SENI


KARAWITAN

A. Tinjauan Unsur Pokok Tembang Macapat

Dalam pengertiannya, selain menyiratkan


gambaran hidup manusia sejak lahir sampai mati,
tembang macapat juga mempunyai unsur pokok,
karena sebelumnya tembang memiliki arti karangan
dengan aturan tertentu dan cara membacanya
dilakukan dengan menggunakan seni suara. Dalam
pengertian tersebut, unsur pokok yang dimiliki
adalah sebagai berikut.

1. Karangan
Tembang adalah karangan. Karangan
sebagai karya manusia seperti para pujangga,
sastrawan, guru, dosen, mahasiswa,
pembelajar, petani, buruh. Siapa saja
diperbolehkan membuat tembang, asal
mampu dan mau mentaati aturan (guru
gatra, guru lagu guru wilangan).

1
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

2. Aturan tertentu
Aturan dalam tembang telah ditentukan
dan tidak dapat dirubah. Merubah aturan
tembang berarti merusak tatanan tembang.
Akibatnya, tembang sulit dilagukan nada,
irama, dan lagunya, baik dilagukan dengan
vokal saja (accapela) maupun dilagukan
dengan iringan gamelan.

3. Cara membaca tembang dilagukan


Cara membaca tembang dilagukan
dengan seni suara. Jika tidak dilagukan bukan
nembang, tetapi membaca tembang. Agar
dapat dilagukan dibuatlah rangkaian nada.
Nada-nada ini yang melambangkan tinggi
rendahnya suara. Menurut Padmopuspito
(Suwardi, 2010: 13) Tembang macapat
merupakan tembang yang berasal dari kata
“mocone papat papat” (membacanya empat-
empat). Hal ini dapat dinalar, karena dalam
melagukan macapat hampir selalu sama dalam
setiap orang. (empat suku kata).

2
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Ada beberapa pengertian tentang


tembang macapat yang menyatakan bahwa
tembang macapat iku tembang anggone maca
papat-papat “tembang macapat itu tembang
yang dilagukan empat-empat (jeda pada
setiap empat suku kata)”, dari suku kata larik,
dan suku kata selanjutnya sisa dalam setiap
lariknya. (Suwarna, 2008: 70).

Contoh tembang Mijil :

Dhek samana / durung ana / mijil / : 4-4-2


Pangkur miwah / sinom / : 4-2
Dhandhanggula / pocung kinan- / thine / : 4-4-2
Gambuh mega- / truh lawan mas / kintir / : 4-4-2
Durung ana / lair / : 4-2
Kabeh tembang / kidung / : 4-2

4. Konvensi Struktural Tembang Macapat


Konvensi struktural tembang macapat
meliputi aspek sastra dan aspek lagu.
Konveksi struktural tembang macapat adalah

3
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

kaidah atau ketentuan terkait dengan aspek


bahasa atau sastra dalam teks tembang
macapat. Kaidah dalam tembang macapat
meliputi: guru gatra, guru lagu, atau guru
wilangan.

B. Tinjauan Struktur Tembang Macapat

Menurut para ahli, tembang macapat ada


bermacam-macam jumahnya, di dalam Widyaswara,
tembang macapat terdapat delapan jenis, antara
lain: pucung, dandanggula, sinom, pangkur,
asmaradana, kinanti, durma, dan mijil
(Sastrasuwignya dan Moelyono, 1981 :23-25).
Menurut Sarining Kasusastran Djawa, tembang
macapat terdiri atas sembilan jenis, yaitu semua
jenis tembang yang terdapat di dalam Widyaswara
ditambah maskumambang (Subalidinata, 1968: 89).
Di samping itu, menurut "Serat Purwaukara",
Kasusaslran Djawi I (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 1946:29), Ngengrengan Kasusastra
Djawa I (Padmosoekotjo, 1958: 17), dan Pengantar

4
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Puisi Djawa (Darnawi, 1964: 13) tembang macapat


berjumlah sembilan jenis.
Selanjutnya, menurut buku yang berjudul
Purwakanthi, tembang macapat terdiri atas sepuluh
jenis, yaitu semua jenis tembang yang terdapat di
dalam Sarining Kasusastran Djawa dilambah dengan
megatruh atau dudukwuluh (Mangunwidjaja, 1992:
(19). Hal itu terdapat juga di dalam Panglipur
(Sasrasumarta, 1931 :3-21) dan kasusatran djawa I
(Samidjo, 1975: 13).
Menurut buku yang berjudul Himpunan
Tembang Mataraman, tembang macapat terdiri atas
sebelas jenis, yaitu seperti pada jenis tembang yang
terdapat di dalam Purwakanthi ditambah dengan
gambuh (Madukusuma, 1980:3-54). Hal itu terdapat
juga dalam Mbombong Manah I (Tedjohadisumarto,
1958:5), Serat Sekar Macapat (Bratadipura dkk .),
Dasar Kasusastran Jawi (Soetetarno dan
Hadisubrata, 1974:27), "Serat Kasusastran Jawa"
(Hadisubrata, 1974:73), dan "Sekar Alit/ Macapat,
Sekar Tengahan, Sekar Ageng, Lagon-Lagon".

5
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Menurut Tata Sastra, tembang macapat terdiri


atas lima belas jenis, yaitu seperti pada jenis
tembang yang terdapat di dalam Himpunan
Tembang Mataraman ditambah dengan balabak,
jurudemung, wirangrong. dan gurisa atau girisa
(Hadiwidjana. 1967:54). Hal itu terdapat juga di
dalam Pathokaning Nyekaraken (Hardjowirogo.
1952: 9-12, 18-19). "Teori Tembang Jawi" (Sugiyo.
1978:9-10) dan Sekar Macapat (Arintoko. 1981:3).
Untuk saat ini pada umumnya tembang
macapat yang berkembang di Jawa Timur, untuk
gaya Surakarta sebanyak sebelas (11) tembang
yaitu,
1. Maskumambang
2. Mijil
3. Kinanti
4. Sinom
5. Asmarandana
6. Gambuh
7. Dandanggula
8. Durma
9. Pangkur

6
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

10. Megatruh
11. Pucung

Sedangkan untuk gaya Malangan sebanyak tujuh


(7) tembang, yaitu :
1. Durma
2. Gambuh
3. Dangdanggula
4. Asmarandana
5. Pangkur
6. Mijil
7. Sinom

Sedangkan untuk gaya Madura sebanyak sembilan


(9) tembang, yaitu :
1. Mijil
2. Maskumambang
3. Selangit (kinanti)
4. Pocung
5. Durma
6. Kasmaran (Asmarandana)
7. Pangkor
8. Artate (Dandanggula)

7
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

9. Sinom

Sedangkan untuk gaya Gresik sebanyak Sepuluh


(10) tembang, yaitu :
1. Pocung
2. Maskumambang
3. Kinanti
4. Mijil
5. Pangkur
6. Durma
7. Asmarandana
8. Sinom
9. Dandanggula
10. Balabak
Tembang Macapat disajikan dalam beberapa
jenis yang mana masing-masing tembang tersebut
dibedakan dengan aturan-aturan yang
membentuknya. Adapun aturan-aturan dalam sekar
macapat adalah :
1. Terikat Guru Wilangan, yaitu banyaknya suku
kata pada tiap-tiap baris.
2. Terikat Guru Lagu, yaitu dong-dingnya suara (
suara akhir pada tiap baris : a,i,u,e,o).

8
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

3. Terikat Guru Gatra, yaitu baris pada tiap


pupuh tembang.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini :

Untuk aturan-aturan seperti guru gatra, guru


lagu dan guru wilangan, berlaku untuk tembang
macapat gaya Surakarta, gaya Madura dan gaya
Gresik. Untuk gaya malangan tidak terikat oleh
aturan- aturan tersebut, Contohnya :

9
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Macapat Sinom 1 (gaya Malangan)

Golar Galir keno guna 8a


Wong mbatik sinambi nagis 8i
Malam wutah belabaran 8a
Geni murup den damoni 8i
Cantinge den uring-uring 8i
Gawangan sinandung putung 8u
Rujak gadung mas pangeran 8a
Kecubung lara mendemi 8i
Eman-eman wong ayu yen keno guna 12a

Macapat Sinom 2 (gaya Malangan)

Edan manira kusuma 8a


Lamun ora aningali 8i
Sedina jangkep ping sang 8a
Atemahan lara brangti 8i
Sawengi datanpa guling 8i
Tang ana ingkang kaetok 8a
Mider ingsun kusuma 7a
Negara sabrang lan jawi 8i
Tembe tuwuh duh wong ayu kang kaya ndika 13a

10
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Perhatikan contoh tembang macapat Sinom


gaya malangan ini untuk aturan guru gatra, guru
lagu dan guru wilangan, Macapat Sinom 1 (8a-8i-
8a-8i-8i-8u-8a-8i-12a) dan Macapat Sinom 2 (8a-8i-
8a-8i-8i-8a-7a-8i-13a). Cari contoh kedua tembang
Sinom tersebut, tidak sama dengan aturan pada
umunya yaitu, (8a-8i-8a-8i-7i-8u-7a-8i-12a). Dan
hal itu terjadi untuk tembang macapat yang lain
pada gaya Malangan. Seperti Durma, Gambuh,
Dangdanggula, Asmarandana, Pangkur dan Mijil.

C. Tinjauan Jenis Tembang Macapat

Secara umum ada beberapa jenis tembang


macapat yang berkembang sampai saat ini ada
sebelas (11). Tembang macapat tersebut, adalah:
Maskumambang, Mijil, Kinanti, Sinom,
Asmarandana, Gambuh, Dandanggula, Durma,
Pangkur, Megatruh dan Pucung. Jenis-jenis
tembang macapat menurut beberapa ahli, yaitu:

11
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

1. Macapat Dandanggula,
Istilah Dangdanggula diambil dari nama
Raja Kediri yang terkenal setelah Prabu
Jayabaya yakni Prabu Dhangdhanggendhis.
Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng
kasaean, bermakna menanti-nanti kebaikan
(Serat Purwaukara).

2. Macapat Sinom,
Sinom bisa dikaitkan dengan istilah
Sinoman yang memiliki arti perkumpulan
pemuda untuk membantu orang punya hajat.
Pendapat lain menyatakan bahwa Sinom ada
kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-
anak muda zaman dahulu. Dalam Serat
Purwaukara, Sinom diberi arti sekaring rambut
yang berarti anak rambut. Selain itu, Sinom
juga diartikan daun muda sehingga kadang-
kadang diberi isyarat dengan lukisan daun
muda.

12
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

3. Macapat Asmarandana,
Asmaradana merupakan dua gabungan
kata yakni Asmara dan Dhana. Asmara sendiri
bisa diartikan sebagai dewa percintaan,
sedangkan Dhana mewakili api. Penamaan
tembang Asmaradana sering dikaitkan dengan
peristiwa hangusnya Dewa Asmara oleh sorot
mata ketiga Dewa Siwa seperti disebutkan
dalam kakawin Smaradhana karya Mpu
Darmaja. Dalam Serat Purwaukara,
Smarandana diberi arti remen ing paweweh,
berarti suka memberi.

4. Macapat Pangkur,
Dikatakan bahwa istilah Pangkur berasal
dari nama punggawa dalam kependetaan yang
biasa tercantum pada piagam – piagam
bahasa jawa kuno. Pangkur diartikan sebagai
Buntut atau Ekor (Serat Purwaukara). Identik
dengan sasmita atau isyarat tut pungkur
berarti mengekor dan tut wuntat berarti
mengikuti.

13
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

5. Macapat Kinanti,
Kinanti berarti bergandengan, teman,
nama zat atau benda, nama bunga. Sesuai arti
itu, tembang Kinanthi berwatak atau biasa
digunakan dalam suasana mesra dan senang.

6. Macapat Mijil,
Mijil memiliki arti keluar. Bisa juga
dihubungkan dengan Wijil yang bersinonim
dengan lawang atau pintu. Kata Lawang juga
berarti nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang
bunganya berbau wangi. Bunga tumbuh-
tumbuhan itu dalam bahasa latin disebut
heritiera littoralis.

7. Macapat Pucung,
Pucung merupakan nama biji kepayang,
yang dalam bahasa latin disebut Pengium
edule. Dalam Serat Purwaukara, Pucung
berarti kudhuping gegodhongan (kuncup
dedaunan) yang biasanya tampak segar.

14
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Ucapan cung dalam Pucung cenderung


mengacu pada hal-hal yang bersifat lucu, yang
menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan
kacung. Sehingga tembang Pucung berwatak
atau biasa digunakan dalam suasana santai.

8. Macapat Gambuh,
Gambuh berarti ronggeng, tahu, terbiasa,
nama tetumbuhan. Berkenaan dengan hal itu,
tembang Gambuh berwatak atau biasa
digunakan dalam suasana tidak ragu-ragu.

9. Macapat Megatruh,
Megatruh berasal dari awalan am, pega
dan ruh. Pegat berarti putus, tamat, pisah,
cerai. Dan ruh berarti roh. Dalam Serat
Purwaukara, Megatruh diberi arti mbucal kan
sarwa ala ( membuang yang serba jelek ).
Pegat ada hubungannya dengan peget yang
berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau
pamegat yang berarti jabatan. Samgat atau

15
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

samget berarti jabatan ahli, guru agama.


Dengan demikian, Megatruh berarti petugas
yang ahli dalam kerohanian yang selalu
menghindari perbuatan jahat.

10. Macapat Maskumambang,


Istilah Maskumambang dihasilkan dari
gabungan dua kata yakni Mas dan
Kumambang. Kata Mas berasal dari Premas
yang berarti punggawa dalam upacara
Shaministis. Sedangkan Kumambang bisa
diartikan dengan terapung yang juga bisa
berarti kembang. Selanjutnya Maskumambang
membawa pengertian bahwa punggawa yang
melaksanakan upacara Shamanistis. Mengucap
mantra atau lafal dengan menembang disertai
sajian bunga. Dalam Serat Purwaukara,
Maskumambang diberi arti Ulam Toya yang
berari ikan air tawar, sehingga kadang-kadang
di isyaratkan dengan lukisan atau ikan
berenang.

16
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

11. Macapat Durma,


Durma (Jawa Klasik) bisa diartikan
sebagai Harimau. Seperti namanya, Macapat
Durma identik dengan watak atau digunakan
dalam suasana seram.

Ada pula yang memasukkan tembang gede


dan tembang tengahan ke dalam macapat.
Tembang-tembang tersebut antara lain :

1. Macapat Wirangrong,
berarti trenyuh (sedih), nelangsa (penuh
derita), kapirangu (ragu-ragu), Namun dalam
teks sastra, Wirangrong digunakan dalam
suasana berwibawa.

2. Macapat Jurudemung,
Macapat Jurudemung berasal dari kata
juru yang berarti tukang, penabuh, dan
demung yang berarti nama sebuah
perlengkapan gamelan. Dengan demikian,
Jurudemung dapat berarti penabuh gamelan.

17
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Dalam Serat Purwaukara, Jurudemung diberi


arti lelinggir kang landep atau sanding (pisau)
yang tajam.

3. Macapat Girisa,
Macapat Girisa, berarti arik (tenang),
wedi (takut), giris (ngeri). Girisa yang berasal
dari bahasa Sansekerta, Girica adalah nama
dewa Siwa yang bertahta di gunung atau
dewa gunung, sehingga disebut Hyang
Girinata. Dalam Serat Purwaukara, Girisa
diberi arti boten sarwa wegah, bermakna tidak
serba enggan, sehingga mempunyai watak
selalu ingat.

4. Macapat Balabak,
Macapat Balabak dalam Serat
Purwaukara diberi arti kasilap atau terbenam.
Apabila dihubungkan dengan kata bala dan
baka, Balabak dapat berarti pasukan atau
kelompok burung Bangau. Apabila terbang,
pasukan burung Bangau tampak santai. Oleh

18
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

karena itu tembang Balabak berwatak atau


biasa digunakan dalam suasana santai.

D. Tinjauan Filosofi Tembang Macapat

Dibalik keindahan ritme bahasa ataupun


kesyahduan tembang macapat, tersimpan sebuah
kedalaman pemikiran dari sang pembuatnya.
Sebuah filosofi kehidupan yang sering terkandung
dalam kebiasaan dan adat Jawa tertanam juga
dalam tembang-tembang Macapat.

Tembang Macapat merupakan harmoni antara


keindahan dan khasanah kearifan. Ajaran keluhuran
budi dan sebuah gambaran perjalanan hidup
manusia sejak lahir hingga sampai dengan
meninggalnya.

Berikut ini adalah detail penjelasan Filosofi


Tembang Macapat yang terkandung dalam setiap
metrumnya :

19
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

1. Macapat Maskumambang
Maskumambang berasal dari kata mas
dan kumambang. Mas atau emas berarti
sesuatu yg sangat berharga, yang bermakna
bahwa Anak meskipun masih dalam
kandungan merupakan harta yang tak ternilai
harganya. Mambang atau kemambang artinya
mengambang. Maskumambang
menggambarkan Bayi yang hidup
mengambang dalam rahim ibunya. Selama 9
bulan tumbuh dan hidup dalam dunianya yaitu
rahim ibunda

2. Macapat Mijil
Mijil bisa dikatakan sebagai sebuah
ilustrasi proses kelahiran manusia, dimana
telah jelas jenis kelaminnya, Mijil bisa diartikan
sudah lahir atau keluar.

3. Macapat Kinanti
Berasal dari istilah “Kanthi” yang berarti
dituntun supaya bisa berjalan. Menjadi

20
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

lambang hidupnya anak kecil atau bayi yang


perlu tuntunan lahir dan batin supaya bisa
berjalan di dalam samudra alam dunia.
Gambaran sebuah proses pembentukan jati
diri dan meniti jalan menuju cita-cita.

4. Macapat Sinom
Berasal dari tembung “Sinoman” atau
bisa di maknai sebagai para pemuda. Dimana
manusia yang masih muda itu memiliki arti
penting dalam babak kehidupannya.
Karena itu perlu banyak belajar untuk
mempersiapkan diri hidup berumah tangga.
Sebuah lukisan dari masa muda, masa yang
indah, penuh dengan harapan dan angan-
angan.

5. Macapat Asmarandana
Mewakili sebuah proses dimana manusia
telah memiliki rasa cinta pada lawan jenis.
Telah menjadi kehendak sang Khalik, dimana
ini merupakan awal untuk membangun

21
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

kehidupan rumah tangga. Masa-masa


dirundung asmara, dimabuk cinta,
ditenggelamkan dalam lautan kasih. Asmara
artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati.

6. Macapat Gambuh
Berasal dari kata “Jumbuh” yang bisa
dimaknai telah didapati kecocokan antara pria
dan wanita yang didasari cinta (Asmaradana).
Sebuah komitmen untuk membangun
kehidupan rumah tangga. Saling melengkapi
dan bersinergi secara harmonis.

7. Macapat Dandanggula
Ilustrasi hidup seseorang ketika
keinginannya terkabul yang intinya semua itu
menjadikan dia bahagia (Punya Istri, Punya
Anak, Rumah serta cukup sandang dan
pangan). Sebuah tahap kemapanan sosial,
dimana dalam tahap ini dibutuhkan
kedewasaan berfikir, karena kunci hidup
bahagia adalah rasa syukur.

22
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

8. Macapat Durma
Berasal dari kata “darma” yang bisa
diartikan dengan berbakti, manusia jika sudah
hidup kecukupan harus melihat kanan kirinya.
Melihat keadaan saudaranya dan tetangga
yang masih dalam kesengsaraan, lalu memberi
pertolongan pada sesamanya.

9. Macapat Pangkur
Berasal dari kata “Mungkur”. Dimaknai
dengan manusia yang musti menghindari sifat
angkara murka, selalu berfikir dan bergerak
dengan niat berbuat baik dan bermanfaat bagi
sesama.

10. Macapat Megatruh


Bermula dari kata “Megat Ruh” atau telah
terpisahnya Ruh dari Raga. Kehendak sang
Khalik yang tidak bisa dielakkan, setiap
manusia akan menghadapi kematian.

23
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

11. Macapat Pucung


Gambaran manusia yang telah mati,
sesuai dengan syariat Islam, dimana jasad
manusia dibungkus kain mori putih, diusung
dipanggul laksana raja-raja. Itulah prosesi
penguburan jasad kita menuju liang lahat,
rumah terakhir kita didunia

E. Tinjauan Watak Tembang Macapat

Tembang macapat pada umumnya apabila di


tinjau berdasarkan wataknya, yaitu:

1. Tembang macapat Mijil


Tembang macapat Mijil berwatak
himbauan dan mengasihi. Cocok digunakan
untuk menyampaikan nesehat.

2. Tembang macapat Kinanthi


Tembang macapat Kinanthi mempunyai

24
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

watak gembira, senang, cinta kasih. Tembang


ini biasanya digunakan untuk menyampaikan
piwulang, cerita cinta.

3. Tembang macapat Sinom


Tembang macapat Sinom berwatak
lincah dan bermasyarakat. Cocok untuk
nasehat dan pendidikan atau pengajaran.

4. Tembang macapat Asmaradana


Tembang macapat Asmarandana
mempunyai watak sedih karena cinta,
biasanya digunakan dalam cerita cinta.

5. Tembang macapat Dhandhanggula


Tembang macapat Dhandanggula
berwatak luwes, indah dan menyenangkan.
Tembang ini cocok untuk menyampaikan
suasana apapun.

6. Tembang macapat Gambuh


Tembang macapat Gambuh berwatak

25
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

cocok, senang bergaul. Melukiskan


kesenangan karena telah menemukan
kecocokan.

7. Tembang macapat Maskumambang


Tembang macapat Maskumambang
berwatak memilukan. Tembang ini melukiskan
perasaan sedih dan memilukan.

8. Tembang macapat Durma


Tembang macapat Durma berwatak
keras, marah. Tembang ini biasanya
digunakan untuk menyampaikan suasana
marah, dan cerita perang.

9. Tembang macapat Pangkur


Tembang macapat Pangkur berwatak
keras. Tembang ini digunakan untuk
menceritakan sesuatu yang keras, cinta yang
menyala-nyala atau membara.

26
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

10. Tembang macapat Megatruh


Tembang macapat Megatruh berwatak
prihatin, sedih, biasanya digunakan untuk
menceritakan sesuatu penyesalan dan
kesedihan.

11. Tembang macapat Pocung


Tembang macapat Pocung berwatak
menggemaskan. Biasanya digunakan untuk
menyampaikan sesuatu yang lucu dan sesuka
hati.

12. Tembang macapat Wirangrong


Tembang macapat Wirangrong
berwatak: Wibawa berwibawa Kegunaan:
kemuliaan keagungan, Menjelaskan
Kebesaran.

13. Tembang macapat Balabak


Tembang macapat Balabak berwatak:
Sembrana, Saenake, Lucu Kegunaan:
Sembrono, Bercanda

27
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

14. Tembang macapat Girisa


Tembang macapat Girisa berwatak:
Gagah, wibawa, wanti-wanti/ Pengingat,
Kegunaan: Piwulang/ Pelajaran.

15. Tembang macapat Jurudemung


Tembang macapat
Jurudemung berwatak: Kenes, Kasmaran/
Genit, Kegunaan: Mancing Asmara/
Memancing Cinta.

F. Tinjauan Pengertian Fungsi Tembang


Macapat

Beberapa fungsi tembang macapat yang


berkembang dan masih eksis di kalangan
masyarakat, diantaranya adalah:
1. Sebuah karya sastra yang lokal genius
a. Karya sastra istimewa, menyampaikan
pesan-pesan moral yang mengandung
nilai Pendidikan etik, estetik, religi,
menjadi inspirasi seniman kreatif (seni
sastra)adalah sebuah nilai puisi jawa

28
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

(sastra dan lagu) yang mencerminkan


nilai-nilai yang adiluhung, dapat
membangun dan mengembangkan
imaginasi.
b. Berbentuk seni sastra ( susastra jawa
yang indah) disenangi oleh orang jawa
sepanjang masa.
c. Berbentuk metrum yang waton dan
beragam, terdiri dari judul/ jenis/ pupuh/
pada/ pedhotan/ gatra/ wilangan/ lagu
yang beragam cengkok lagu dan
wiletannya.
2. Macapat dalam fungsi waosan (lagu winengku
sastra) yang artinya lagu sangat dibatasi oleh
sastra atau kejelasan sastranya lebih
diutamakan daripada keindahan lagunya.
a. Membaca harus benar (maca kudu bener
kedaling lesan)
b. Keindahan (ngesing kata)harus dapat
diluluhkan, misalnya ngenes ing tyas
menjadi ngenesing tyas.
3. Macapat dalam pertunjukan (sastra winengku

29
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

lagu) yang artinya sastra sangat dibatasi oleh


lagu atau keindahan lagu seperti cengkok
gregel, luk dan sebagainya sangat diutamakan
daripada sastranya.
a. Dalam sekar gending macapat menjadi
gerongan, palaran, sindenan, laras
madya, suluk dalang dan sebagainya.
b. Dalam bentuk drama tembang macapat
menjadi langen driyan, langen
mandrawanaran, drama gong di Bali dan
sebagainya.
c. Dalam bentuk upacara adat macapat
menjadi hastungkara, macapatan mantra
wedha, nebus kembar mayang dan
sebagainya
4. Macapat dalam edukatif, tembang
mengandung nilai-nilai pendidikan (estetik,
etik, religi, spiritual dan kearifan lokal).
a. Nilai estetik, keindahan tembang
tercermin pada penyusunan penciptaan
suku kata (sastra) kalimat lagu suasana
lagu dalam metrum tembang macapat,

30
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

sebagaimana tercipta puisi sastra jawa


yang menarik, elok indah dalam
sajiannya. Serta Teknik vokal melalui
cengkok, wiletan, luk gregel menjadi
sesuatu yang mengesankan.
b. Nilai etik, makna yang tersirat dalam
syair tembang menyampaikan pesan-
pesan yang penting, unggah-ungguh,
sopan santun dan sebagai kata-kata
pesan moral dalam kearifan lokal.
c. Nilai Religi, nilai ketuhanan tercermin
pada bentuk tembang yang isinya
tentang ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga menjadi
hastungkara.

G. Tinjauan Macapat dalam berbagai etnik dan


cengkok

Tembang macapat yang berkembang di


daerah jawa timur, diantaranya adalah gaya
Surakarta, gaya Madura, gaya Gresik dan gaya
Malangan dengan berbagai cengkok yang berbeda

31
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

sesuai dengan etnik yang berkembang di


daerahnya: diantaranya adalah :

32
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

33
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

DAFTAR PUSTAKA

_________. 1967. Tetembangan, Surakarta: A.S.K.I.


Surakarta.
Djelantik, A.A.M. 2004. “Estetika Sebuah Pengantar”.
Bandung: Masyarakat seni Pertunjukan
Indonesia Bekerja sama Dengan Arti.
Djojokoesoemo, G.P.H. 1959. “Kesenian Selayang
Pandang”. Surakarta: Udan Mas
Fananie, Zainuddin. 2000. “Telaah Sastra”. Surakarta:
Muhammadiyah Universityperss.
Kartiman. 2018. “Fungsi Seni Karawitan dalam Kehidupan
Masyarakat Jawa”. Yogyakarta
Liliweri, Alo. 2003. “Makna Budaya Dalam Komunikasi
Antar Budaya”. Yogyakarta: LkiS.
Martopangrawit. 1975. “Pengetahuan karawitan I”.
Surakarta: ASKI Surakarta.
Murgiyanto, Sal. 2002. Kritik Tari Bekal & Kemampuan
Dasar. Jakarta: Ford Foundation & Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).
Palgunadi, Bram. 2002. “Serat Kandha Karawitan Jawi”.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.

34
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Pradjapangrawit, 1990. “Serat Sujarah Utawi Riwayating


Gamelan Wedhapradangga (Serat Saking
Gotek)”. Surakarta: STSI Surakarta kerjasama
dengan The Ford Foundation.
Prawiroatmojo, S. 1985. “Bausastra Jawa-Indonesia”.
Jakarta: P.T. Gunung Agung.
Riyadi, Slamet. 2013. Estetika Kendhangan Dalam
Karawitan Jawa. Gelar. 11(2) : 232-240.
Soedarso SP. (ed.). 1987. “Beberapa Catatan tentang
Perkembangan Kesenian Kita”. Yogyakarta: BP
ISI Yogyakarta.
Soedarsono, RM. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di
Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Soekanto, Soerjono. 1990. “Sosiologi Suatu Pengantar”.
Jakarta: Rajawali Pers.
Soeroso. 1985. “Pengetahuan Karawitan” Laporan
Pelaksanaan Penulisan Buku/Diktat
Perkuliahan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, Yogyakarta: Proyek Peningkatan
Pengembangan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.

35
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Sugiyarto, A., et al. 1997. Gendhing-Gendhing Karya Ki


Nartosabda Jilid 4, Semarang: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sukistono, Dewanto. 2014. “Pengaruh Karawitan
Terhadap Totalitas Ekspresi Dalang dalam
Pertunjukan Golek Menak Yogyakarta”
dalamRESITAL: JURNAL SENI PERTUNJUKAN,
Vol 15, No. 2- Desember 2014: 179-189.
Sumarsam. 2002. Hayatan Gamelan
Kedalaman
Sumarsam. 2003. “Gamelan Interaksi Budaya dan
Perkembangan Musikal di Jawa”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Supanggah, Rahayu. 2002. Bothekan Karawitan I.
Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.
Suparno, T.S. 1990. ”Pemunculan dan Pengembangan
Karawitan Mangkunegara: Kronologi Peristiwa
Karawitan di Mangkunegaran 1757-1881”
(Tesis) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suyoto. 2016. Estetika Bawa Pada Karawitan Gaya
Surakarta. Resital. 16(1) : 36-51.

36
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Tasman, A. (1987). Karawitan tari, Sebuah pengamatan


tari gaya Yogyakarta, STSI: Surakarta.
Trimanto, 1984. “Membuat dan Merawat Gamelan”.
Yogyakarta: Depdikbud.
Trustho. 2005. Kendhang dalam Tradisi Tari Jawa.
Surakarta: STSI Press.

37
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

BIODATA PENULIS

Adiyanto dilahirkan di Semarang pada


tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah
diajari oleh orang tuanya di bidang seni,
diantaranya, seni karawitan, pedalangan
dan seni tatah sungging wayang. Setelah
remaja Ia mematangkan ketrampilan olah
seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan
Karawitan pada tahun 1998, kemudian
melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada
tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke
STKW Surabaya lulus pada tahun 2006.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada
tahun 2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai
sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga
aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan
pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa
maupun media cetak.

PENGALAMAN BERKESENIAN

3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang


dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di
Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita
pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur
tahun 1999 di Surabaya. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade
Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili
provinsi Jawa Timur. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan
Festival Kesenian Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di
Surabaya. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City,
Vietnam pada tahun 2005. Komposer dalam Festival Gegitaan
tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan
Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional
pada tahun 2013 di Jogjakarta. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari
Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari

38
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi Jawa Timur di


Surabaya. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama
dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional pada tahun 2016 di
Surabaya. Menjadi Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral
tahun 2019 dengan Judul “ Babar Sastra Pamucang” Juara Penata
Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional
Tahun 2019. Menjadi Ketua Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa
Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d
berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan,
pedalangan dll.

BUKU YANG TELAH DITULISNYA

Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan Gending


Jawa Timuran. Karawitan Jawatimuran. Pengetahuan Vokal
Jawatimuran. Campursari Sekar Melati. Profil Sekar Melati.
Kebudayaan Dalam Opini

39
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020

Anda mungkin juga menyukai