Anda di halaman 1dari 24

Pamong Budaya Ahli Muda

Adiyanto, S.Sn, MM

TINJAUAN BENTUK, STRUKTUR GENDING


KARAWITAN JAWATIMURAN

A. Bentuk dan Struktur Gending

Bentuk memiliki beberapa pengertian


diantaranya gambaran, rupa, sistem susunan, dan
wujud yang ditampilkan. Pengertian lebih khusus
mengenai bentuk pada karawitan, menurut
Martapangrawit. Bentuk adalah susunan nada-nada
yang diatur dan apabila dibunyikan terdengar enak
gending. Istilah tersebut hanya ditujukan atau
dikhususkan untuk gending yang berbentuk kethuk
kalih ke atas. Pengaturan nada-nada tersebut
berkembang ke arah suatu bentuk, dan bentuk
inilah yang kemudian disebut gending
(Martopangrawit, 1972:3-7).
Tradisi karawitan terutama lingkup para
pengrawit, gending digunakan untuk menyebut
struktur komposisi musikal karawitan Jawa yang
mempunyai bentuk dan ukuran mulai dari bentuk
giro, gagahan, sak Cokro/ ketawang, sak Samirah/
ketawang, sak Luwung/ ladrang, ayak kempul

1
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

kerep, ayak kempul arang, krucilan dan jenis


bentuk gending yang lainnya.
Kebiasaan dalam karawitan Jawa, Gending
karawitan Jawatimuran terdiri dari beberapa
macam bentuk yang ciri fisiknya dapat dilihat dari
jumlah sabetan balungan dalam satu kenongan,
jumlah tabuhan kenong dalam satu gongan, jumlah
tabuhan kethuk-kempyang dalam satu kenongan,
dan ciri fisik lainnya tergantung bentuk dari gending
tersebut.
Bentuk gending pada karawitan Jawatimuran
didalamnya terdapat struktur untuk membedakan
bentuk gending satu dengan bentuk gending yang
lain. Struktur dalam karawitan Jawatimuran
merupakan susunan atau bangunan pembentuk
suatu gending.
Bentuk gending dari beberapa pengertian di
atas merupakan pengaturan nada-nada atau lagu
yang disusun secara struktur dalam satu kesatuan
musikal yang utuh. Berikut beberapa macam
bentuk gending beserta strukturnya.

2
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

1. Gending Giro
Gending Giro ini dalam karawitan gaya
Surakarta adalah sak Lancaran, untuk garap
sajiannya pada jaman dahulu menggunakan
kendangan penanggulan, dan tanpa
menggunakan rician halus seperti, gender,
rebab, gambang dan yang lainnya. Akan tetapi
dalam perkembangannya ada daerah daerah
tertentu yang para senimannya dalam tafsir
garap sajiannya menggunakan ricikan halus,
sehinggga yang terjadi dalam sajian gending
Giro ini ada yang menggunakan rician halus
dan ada yang tidak. Contoh gending Giro ini
adalah : Giro Endro, Giro Coro Balen, Giro
Kejawen dan yang lainnya.

2. Gending Gagahan
Gending Gagahan ini dalam karawitan
gaya Surakarta adalah gending Soran atau
gending Bonangan, untuk garap sajiannya
pada jaman dahulu menggunakan kendangan
penanggulan, dan tanpa menggunakan rician

3
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

halus seperti, gender, rebab, gambang dan


yang lainnya. Akan tetapi dalam
perkembangannya ada daerah daerah tertentu
yang para senimannya dalam tafsir garap
sajiannya menggunakan ricikan halus, bahkan
ada yang menggunakan vocal sinden,
sehinggga yang terjadi dalam sajian gending
Gagahan ini bisa digarap dengan garap sajian
garap Soran, garap instrumentalia dan garap
instrumental vocal. Contoh gending Gagahan
ini adalah : Gagahan Loro-Loro, Gagahan Gejig
jagung, gagahan sengkleh dan yang lainnya.

3. Gending sak Cokro Negoro/ ketawang cilik


Gending Ketawag Cilik ini mempunyai
skema gending dalam satu gongan terdiri
dari satu baris, dengan skema gatra satu
kempul, gatra kedua kenong, gatra ke tiga
kempul dan gatra ke empat gong. Untuk
seniman karawitan Jawatimuran, gending ini
di sebuk gending sak Cokro Negoro karena
menggunakan tafsir garap kendangan sak

4
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Cokro Negoro. Contoh gending sak Cokro


Negoro : Alas Kobong, Ijjo-Ijo, Pantang,
Rangsang dan yang lainnya.

4. Gending sak Samirah/ ketawang


Gending Ketawag ini mempunyai skema
gending dalam satu gongan terdiri dari dua
baris, dengan skema gatra kedua kempul,
gatra ke empat kenong, gatra ke enam
kempul dan gatra ke delapan gong. Untuk
seniman karawitan Jawatimuran, gending ini di
sebut gending sak Samirah karena
menggunakan tafsir garap kendangan sak
Samirah. Contoh gending sak samirah adalah:
Opak Apem, Rembe, Sontoloyo, Slukat dan
yang lainnya.

5. Gending sak Luwung/ Ladrang


Gending ladrang ini mempunya skema
gending dalam satu gongan terdiri dari dua
baris, dengan skema gatra kesatu kempul,
gatra kedua kenong, gatra ke tiga

5
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

kempul,gatra ke empat kenong, gatra ke lima


kempul, gatra ke enam kenong, gatra ke tujuh
kempul, dan gatra kedelapan gong. Bagi
seniman karawitan Jawatimuran untuk
gending ini disebut gending sak Luwung,
karena menggunaan tafsir garap kendangan
sak gending Luwung. Contoh gending sak
Luwung :adalah: Dendang, Engklek, Gagak
setro, Cokek dan lain sebagainya.

6. Gending sak Jonjang/ Ketawang Gede


Gending Ketawang gedhe ini mempunyai
skema balungan sama dengan ketawang Cilik
(sak Cokro Negoro), akan tetapi untuk skema
kendangannya berbeda serta garap sajiannya
juga bebeda yaitu masalah teknik tabuhan,
tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman
karawitan Jawatimuran kadang menyebutnya
gending sak Jonjang, karena skema
kendangannya menggunakan kendangan sak
Jonjang. Contoh gending sak Jonjang adalah:
Brang Wetan dan yang lainnya.

6
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

7. Gending sak Lambang/ ketawang gending


Ketawang gending ini mempunyai skema
balungan sama dengan ketawang (sak
samirah), akan tetapi untuk skema
kendangannya berbeda serta garap sajiannya
juga bebeda yaitu masalah teknik tabuhan,
tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman
karawitan Jawatimuran kadang menyebutnya
gending sak lambang, karena skema
kendangannya menggunakan kendangan sak
Lambang. Contoh gending sak lambang
adalah: Bingung, Ganda Kusuma, .Sekar
Cinde, Ramyang dan lain sebagainya.

8. Gending Gede
Gending Gede yang dimaksud dalam
karawitan Jawatimuran adalah gending yang
skema balungan diatas gending sak lambang.
pada jaman dahulu gending gede ini tidak
menggunakan kempul seperti gending gede
gaya Surakarta maupun gaya Jogjakarta, akan
tetapi pada perkembangannya ada juga para

7
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

seniman pengrawit Jawatimuran yang


menggunakan kempul pada gending gede ini,
sehingga yang terjadi ada yang menggunakan
kempul dan ada yang tidak menggunakan
kempul pada sajian gending gede ini. Sedangkan
gending gede pada karawitan Jawatimuran ini
juga dibedakan menjadi beberapa bentuk,
seperti :
a. Gending Gede sak Sekartejo, contohnya:
Titipati, Liwung dan yang lainnya.

b. Gending Gede sak Gambir sawit,


Contohnya: Onang-Onang, layon Kintir,
Bango-Bango dan yang lainnya.

c. Gending Gede sak Nara Sala

d. Gending Gede sak Kutut Manggung

9. Gending Gedog
Gending gedog yang dimaksud adalah
gending yang terdiri dari ayak kempul arang,
ayak kempul kerep, krucilan dan gemblak.
Dalam karawitan gaya Surakarta gending

8
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Gedog ini bisa di samakan dengan ayak ayak,


srepek dan sampak. Ciri- ciri gending gedog ini
terletak pada tabuhan saron, dimana saron
satu dan saron dua menggunakan tehnik
tabuhan imbal dan nginthili.

B. Komposisi atau Sususnan Gending

Menurut kamus besar bahasa Indonesia,


komposisi adalah susunan, tata susunan
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000 :
585).
Penjelasan komposisi secara khusus juga
dipaparkan oleh Martapangrawit. Komposisi adalah
susunan bagian sebuah gending dapat terdiri dari
buka, merong, ngelik, umpak, umpak inggah,
umpak-umpakan, inggah, sesegan, suwukan
(Martapangrawit, 1975 : 10).
Penyajian komposisi sebuah gending.
diantaranya dapat dirangkaikan dengan gending
lain sebagai berikut.

9
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

1. Buka
Buka dalam masyarakat Jawa sering
digunakan sebagai istilah untuk
membatalkan puasa yaitu mengawali/
memulai makan dan minum setelah
menjalankan ibadah puasa. Jadi kata buka
dapat diartikan sebagai permulaan atau
awalan ketika akan melakukan sesuatu,
awalan untuk melakukan pekerjaan, untuk
makan dan minum, dan seterusnya. Dalam
kehidupan sehari-hari kata buka ini jarang
digunakan, yang sering dijumpai adalah
kata buka-en (disuruh membuka), dibukak
(dibuka), dan seterusnya. Pada buku
Bausastra Jawa diberikan makna mulai,
mulai makna (bagi orang puasa), mulai
suatu pekerjaan, miwiti.

Pada karawitan Jawa kata buka


memiliki keterkaitan, kata buka merupakan
salah satu bagian dari komposisi sajian
sebuah gending. Buka adalah suatu bagian

10
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

lagu yang disajikan untuk memulai sajian


gending yang disajikan oleh suatu ricikan
atau vokal (Martopangrawit, 1975:10).
Jadi, buka dalam sajian gending
adalah bagian dari komposisi gending yang
merupakan kesatuan melodi lagu, yang
digunakan untuk mengawali sajian gending
atau mbukani sebuah gending. Pada tradisi
karawitan Jawa Jawatimuran buka suatu
gending dapat dilakukan oleh beberapa
ricikan (instrumen). Ricikan yang biasanya
berperan sebagai penyaji buka adalah
rebab, kendang, gender, bonang, gambang,
dan siter (buka menggunakan siter tersebut
digunakan dalam perangkat gamelan
cokekan atau siteran). Selain buka dengan
ricikan, buka juga dapat dilakukan dengan
vokal (suara manusia). Buka vokal dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan
dengan bawa dan buka celuk. Bawa adalah
vokal tunggal yang diambil dari sekar

11
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

ageng, sekar tengahan yang dilakukan


sebelum sajian gending dimulai.
Macapat dilakukan sebelum sajian
gending pokok dimulai. Buka celuk adalah
buka yang dilakukan oleh vokal tunggal
dengan menyajikan satu atau dua kalimat
lagu yang kemudian ditampani, dilanjutkan
dengan sajian sebuah lagu.
Perbedaan antara bawa dan buka
celuk adalah pada bawa seorang vokal
harus menyajikan satu tembang (sekar
macapat, tengahan, macapat) secara utuh,
tetapi pada buka celuk adalah vokal yang
hanya menyajikan satu atau dua kalimat
lagu pokok dari gending yang akan disajikan
kemudian ditampani dan dilanjutkan pada
sajian suatu gending. Menurut sifatnya,
buka merupakan bagian komposisi yang
harus disajikan kecuali gending tersebut
merupakan kelanjutan dari gending lain.
Bagian buka ini merupakan tahapan
awal dari sajian suatu gending yang

12
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

kemudian dilanjutkan dengan beberapa


bagian komposisi lainnya. Bagian-bagian
lain tersebut mempunyai kesinambungan
antara satu dengan yang lainnya. Melalui
buka ini dapat teridentifikasi jenis dari suatu
gending yang kan disajikan. Suatu gending
dapat diklasifikasikan menurut buka yang
digunakan, misalnya gending yang diawali
dengan buka rebab, yang diawali dengan
buka bonang disebut gending bonang, dan
seterusnya.

2. Gedukan
Gedukan dalam seni karawitan berarti
suatu komposisi gending Jawatimuran setelah
buka yang mempunyai garap halus dan tenang
dengan teknik tabuhan kendangan gedukan.
sedangkan untuk instrumen yang lain
menggunakan tehnik garap tabuhan yang
halus juga.

13
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

3. Minggah Kendang
Minggah kendang hampir sama dengan
gedukan akan tetapi penyajiannya di sajikan
setelah gedukan. Dan biasanya minggah
kendang di gunakan dalam gending sak
jonjang/ ketawang gede, sak Lambang/
ketawang gending, gending gede. Ciri cirinya
biasanya untuk balungan gending mempunyai
mbok-mbokan dan anak-anakan, sehingga
untuk mbok-mbokan menggunakan kendang
gedukan sedangkan minggah kendang
menggunakan anak-anakan, ciri balungan
untuk minggah kendang yang menggunakan
balungan anak-anakan yaitu menggunakan
balungan pancer.
4. Gambyak
Gambyak dalam seni karawitan berarti
suatu komposisi gending yang mana
menggunakan Jenis kendangan Jawatimuran
kelanjutan dari kendangan gedugan yang
suasananya lebih dinamis dan ugal. ciri
balungan untuk gambyak kendang sama

14
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

dengan minggah kendang yaitu menggunakan


balungan anak-anakan dengan ciri
menggunakan balungan pancer.
C. Bentuk Gending yang Non Konvensional

Bentuk non konvensional merupakan bentuk


yang tidak berdasarkan kesepakatan umum seperti
bentuk-bentuk lain seperti yang telah dijelaskan di
atas. Bentuk ini memiliki keistimewaan tersendiri,
baik dalam penyajian maupun alat yang digunakan.

1. Langgam
Langgam Jawa merupakan lagu yang
mempunyai gaya dengan nuansa Jawa
dalam bentuk kalimat lagu A- A1-B-A1 dan
diiringi dengan instrumen keroncong yang
digarap sedemikian rupa sehingga
merupakan imitasi karawitan Jawa
(Wasono, 1999 : 39). Untuk memahami
perbedaan antara satu bentuk dengan
bentuk lain yang perbedaannya pada
instrumen dan permainan, bentuk kalimat

15
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

lagu dan penyajiannya, langgam Jawa


sebagai jalinan antara bentuk kalimat lagu
(langgam keroncong) dengan tangga nada,
instrumen, dan permaianan gaya Jawa.
Perkembangan langgam Jawa yang
tadinya konvensional dalam
perkembangannya disertai pula dengan
pembentukan langgam Jawa yang non
konvensional (bukan A-A1-B-A1) yang
disertai pula dengan penambahan
instrumen, pembentukan laras baru,
perkembangan garapan atau aransemen,
perkembangan syair lagu serta
keanekaragaman bentuk sajian. Instrumen
yang digunakan adalah bas, selo, gitar, cuk,
biola, dan flute ditambah cak dan elekton
(Wasono, 1999 : 60).
Penjelasan lebih khusus mengenai
langgam pada dunia karawitan khususnya
gaya Surakarta, langgam-langgam yang
terdapat pada keroncong disajikan
menggunakan gamelan. Untuk struktur

16
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

langgam ada yang teratur sama dengan


ketawang, namun ada juga yang tidak
memiliki aturan tertentu. Pada topik penulis
bahwa ternyata terdapat gending-gending
yang berbentuk langgam digunakan dalam
sajian gending yang memiliki kaseling
seperti contoh ladrang Ayun-ayun kaseling
langgam Yen Ing Tawang.

2. Dangdut
Musik dangdut merupakan musik
rakyat, karena benar-benar lahir dari nurani
rakyat yang mengekpresikan kehiupan
sehari-hari dengan musik dangdut. Musik
dangdut berasal dari musik melayu, atau
lebih tepatnya musik tradisional melayu
yang mendapat pengaruh sangat kuat dari
musik India dan Arab (Gambus) (Dhanie,
2007:1)
Penjelasan lebih khusus mengenai
dangdut pada dunia karawitan gaya
Surakarta berbeda dengan dangdut pop

17
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

pada umumnya. Dangdut dalam dunia


karawitan ini menggunakan gamelan yang
dalam penyajiannya kendang alit / kendang
ketipung yang berperan sebagai ciri sajian
dangdut.
Dangdut pop pada umumnya
menggunakan kendang ketipung yang
menyerupai gambus sebagai ciri khasnya.
Sajian gending dangdut memiliki susunan
struktur yang tidak menentu. Banyak
gending yang bernuansa dangdut namun
untuk gaya Surakarta ternyata terdapat
pada gending karya Nartosabdo.

18
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

DAFTAR PUSTAKA

_________. 1967. Tetembangan, Surakarta: A.S.K.I.


Surakarta.
Djelantik, A.A.M. 2004. “Estetika Sebuah Pengantar”.
Bandung: Masyarakat seni Pertunjukan
Indonesia Bekerja sama Dengan Arti.
Djojokoesoemo, G.P.H. 1959. “Kesenian Selayang
Pandang”. Surakarta: Udan Mas
Fananie, Zainuddin. 2000. “Telaah Sastra”. Surakarta:
Muhammadiyah Universityperss.
Kartiman. 2018. “Fungsi Seni Karawitan dalam Kehidupan
Masyarakat Jawa”. Yogyakarta
Liliweri, Alo. 2003. “Makna Budaya Dalam Komunikasi
Antar Budaya”. Yogyakarta: LkiS.
Martopangrawit. 1975. “Pengetahuan karawitan I”.
Surakarta: ASKI Surakarta.
Murgiyanto, Sal. 2002. Kritik Tari Bekal & Kemampuan
Dasar. Jakarta: Ford Foundation & Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).
Palgunadi, Bram. 2002. “Serat Kandha Karawitan Jawi”.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.

19
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Pradjapangrawit, 1990. “Serat Sujarah Utawi Riwayating


Gamelan Wedhapradangga (Serat Saking
Gotek)”. Surakarta: STSI Surakarta kerjasama
dengan The Ford Foundation.
Prawiroatmojo, S. 1985. “Bausastra Jawa-Indonesia”.
Jakarta: P.T. Gunung Agung.
Riyadi, Slamet. 2013. Estetika Kendhangan Dalam
Karawitan Jawa. Gelar. 11(2) : 232-240.
Soedarso SP. (ed.). 1987. “Beberapa Catatan tentang
Perkembangan Kesenian Kita”. Yogyakarta: BP
ISI Yogyakarta.
Soedarsono, RM. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di
Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Soekanto, Soerjono. 1990. “Sosiologi Suatu Pengantar”.
Jakarta: Rajawali Pers.
Soeroso. 1985. “Pengetahuan Karawitan” Laporan
Pelaksanaan Penulisan Buku/Diktat
Perkuliahan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, Yogyakarta: Proyek Peningkatan
Pengembangan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.

20
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Sugiyarto, A., et al. 1997. Gendhing-Gendhing Karya Ki


Nartosabda Jilid 4, Semarang: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sukistono, Dewanto. 2014. “Pengaruh Karawitan
Terhadap Totalitas Ekspresi Dalang dalam
Pertunjukan Golek Menak Yogyakarta”
dalamRESITAL: JURNAL SENI PERTUNJUKAN,
Vol 15, No. 2- Desember 2014: 179-189.
Sumarsam. 2002. Hayatan Gamelan
Kedalaman
Sumarsam. 2003. “Gamelan Interaksi Budaya dan
Perkembangan Musikal di Jawa”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Supanggah, Rahayu. 2002. Bothekan Karawitan I.
Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.
Suparno, T.S. 1990. ”Pemunculan dan Pengembangan
Karawitan Mangkunegara: Kronologi Peristiwa
Karawitan di Mangkunegaran 1757-1881”
(Tesis) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suyoto. 2016. Estetika Bawa Pada Karawitan Gaya
Surakarta. Resital. 16(1) : 36-51.

21
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Tasman, A. (1987). Karawitan tari, Sebuah pengamatan


tari gaya Yogyakarta, STSI: Surakarta.
Trimanto, 1984. “Membuat dan Merawat Gamelan”.
Yogyakarta: Depdikbud.
Trustho. 2005. Kendhang dalam Tradisi Tari Jawa.
Surakarta: STSI Press.

22
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

BIODATA PENULIS

Adiyanto dilahirkan di Semarang pada


tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah
diajari oleh orang tuanya di bidang seni,
diantaranya, seni karawitan, pedalangan
dan seni tatah sungging wayang. Setelah
remaja Ia mematangkan ketrampilan olah
seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan
Karawitan pada tahun 1998, kemudian
melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada
tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke
STKW Surabaya lulus pada tahun 2006.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada
tahun 2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai
sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga
aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan
pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa
maupun media cetak.

PENGALAMAN BERKESENIAN

3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang


dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di
Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita
pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur
tahun 1999 di Surabaya. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade
Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili
provinsi Jawa Timur. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan
Festival Kesenian Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di
Surabaya. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City,
Vietnam pada tahun 2005. Komposer dalam Festival Gegitaan
tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan
Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional
pada tahun 2013 di Jogjakarta. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari
Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari

23
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020
Pamong Budaya Ahli Muda
Adiyanto, S.Sn, MM

Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi Jawa Timur di


Surabaya. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama
dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional pada tahun 2016 di
Surabaya. Menjadi Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral
tahun 2019 dengan Judul “ Babar Sastra Pamucang” Juara Penata
Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional
Tahun 2019. Menjadi Ketua Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa
Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d
berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan,
pedalangan dll.

BUKU YANG TELAH DITULISNYA

Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan Gending


Jawa Timuran. Karawitan Jawatimuran. Pengetahuan Vokal
Jawatimuran. Campursari Sekar Melati. Profil Sekar Melati.
Kebudayaan Dalam Opini

24
Tinjauan Seni Karawitan/ 2020

Anda mungkin juga menyukai