Anda di halaman 1dari 114

GAMELAN RINDIK DI DESA SEDANG

KECAMATAN ABIAN SEMAL


KABUPATEN BADUNG

OLEH :
I MADE SUDIATMIKA
NIM 2009 02 025

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN


JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2014
SKRIPSI

GAMBELAN RINDIK DI DESA SEDANG


KECAMATAN ABIAN SEMAL
KABUPATEN BADUNG

Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan guna melengkapi tugas-tugas

dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S-1)

Nama : I Made Sudiatmika

NIM : 2009 02 025

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN


JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2014

i
GAMBELAN RINDIK DI DESA SEDANG
KECAMATAN ABIAN SEMAL
KABUPATEN BADUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


Memperoleh gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs.I Ketut Muryana,M.Si Drs.I Nengah Sarwa,M.Pd


NIP.1961 1231 1989 03 1014 NIP. 1950 1231 1975 03 1005

ii
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni
Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:

Hari, tanggal : Senin, 12 Mei 2014

Ketua : I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si (…………………..)

NIP. 19630703 199002 1 001

Anggota : Dr. I Nyoman Astita., MA (…………………..)

NIP. 19520924 197703 1 001

Anggota : Drs.I Ketut Muryana,M.Si (…………………..)

NIP. 19611231 1989 03 1 014

Anggota : Drs.I Nengah Sarwa,M.Pd (…………………..)

NIP. 19501231 1975 03 1 005

Disahkan pada tanggal: …………………………

Mengesahkan : Mengetahui :
Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan
Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,
Dekan,

I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si Wardizal, S.Sen.,M.Si.


NIP. 19630703 199002 1 001 NIP. 19660624 199303 1 002

iii
MOTTO

Semangat, kerja keras, dan usaha mencerminkan seniman yang

penuh tanggung jawab

iv
KATA PENGANTAR

Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa Ida

Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat rahmat-Nya segala kesulitan yang dihadapi

dalam penyusunan skripsi ini dapat diatasi. Adapun judul dari skripsi ini adalah:

Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu

persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Program S1 Program Studi Seni

Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

Menyadari bahwa sepenuhnya skripsi ini dapat diselesaikan karena

bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sepatutnyalah

melalui kesempatan ini diucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada :

1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, selaku Rektor Institut

Seni Indonesia Denpasar, atas segala motivasi dan fasilitas yang diberikan

kepada kami selama menjadi mahasiswa;

2. Bapak I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si selaku Dekan Fakultas Seni

Pertumjukan Institut Seni Indonesia Denpasar;

3. Bapak I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum, selaku pembantu Dekan

I Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar;

4. Bapak Wardizal, S.Sen., M. Si selaku Ketua Program Studi Seni

Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar;

v
5. Bapak Drs. I Ketut Muryana, M.Si, selaku Pembimbing Akademik,

segaligus sebagai pembimbing 1 yang selalu memberikan dukungan serta

saran-saran maupun bimbingannya dari semester I sampai dengan

semester X;

6. Bapak Drs. I Nengah Sarwa, M.Pd, selaku pembimbing 2 yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan;

7. Bapak/Ibu Dosen dalam lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar

yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini;

8. Seluruh teman-teman angkatan 2009 sudah banyak memberikan semangat

serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga kebersamaan dan

persaudaraan kita akan terjalin sepanjang hayat;

9. I Ketut Suparna selaku pengajin rindik di Desa Sedang yang telah banyak

memberikan informasi mengenai objek yang diteliti.

10. Orang tua tercinta yang sudah dengan sabar serta berusaha sangat keras

untuk menyekolahkan serta menguliahkan dari bangku SD sampai

jenjang perguruan tinggi seperti sekarang;

11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga

dengan ikhlas membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulisan skripsi ini, sangat diharapkan agar dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan. Disadari dalam skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan berupa kritik dan saran sangat

vi
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini agar bisa dijadikan referensi bagi

pembaca.

Denpasar, 28 April 2014

Penulis

vii
ABSTRAK
Rindik sebagai salah satu gamelan yang berkembang di Bali memiliki
beberapa faktor yang mendukung untuk berkembang sebagai seni pariwisata.
Faktor tersebut seperti perangkat instrument yang sangat simpel, menarik, suara/
nada yang menawan enak didengar menjadikan suasana yang nyaman, gending-
gendingnya sederhana mudah dilagukan, dapat dijadikan pajangan yang artistik,
dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, murah untuk dijadikan
cendramata. Penelitian Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian
Semal, Kabupaten Badung bertujuan untuk mengetahui (1) Bentuk Karawitan
Rindik di Desa Sedang, (2) Estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang, (3) Fungsi
Gambelan Rindik di Desa Sedang.
Penelitian ini berpendekatan kualitatif dengan obyek instrumen Gambelan
Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi
dan pengolahan data menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Bentuk Karawitan Rindik di Desa Sedang
adalah: bentuk instrumentasi dan bentuk komposisi gending, dalam bentuk
komposisi gending ini terdapat: bentuk nada, bentuk laras, bentuk melodi, bentuk
irama, dan teknik permainan. (2) Estetika Karawitan Rindik di Desa Sedang
adalah: Wujud (bentuk dan struktur), Bobot (suasana, ide dan ibarat/pesan), dan
Penampilan (bakat, ketrampilan dan media/sarana). (3) Fungsi gambelan rindik
yang ada di Desa Sedang meliputi: fungsi ritual keagamaan, fungsi secara
ekonomi, dan fungsi secara sosial.

Kata kunci : Rindik, Bentuk, Estetika dan Fungsi

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………….………..……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………...……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI …………………….. iii

MOTTO ………………………………………………...…………….. iv

KATA PENGANTAR …………………………………..………….. v

ABSTRAK …………………………………….…….………….. viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………...……….. ix

DAFTAR FOTO …………………………………………………...….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………..………….. xiv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………..………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………..……………….. 4

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ………………………………………. 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ………………………………………. 6

1.4.2 Manfaat Praktis ………………………………………. 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………. 7

BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI ….………..… 8

2.1 Kajian Sumber ………………………………….……..……. 13

2.2 LandasanTeori ………………………………………………. 13

ix
2.2.1 Bentuk Karawitan ……………………………………… 13

2.2.1.1 Bentuk Instrumentasi ……………………………… 13

2.2.1.2 Bentuk Komposisi Gending ……………………… 16

2.2.1.2.1 Bentuk Nada ……………………… 17

2.2.1.2.2 Bentuk Laras ……………………… 17

2.2.1.2.3 Bentuk Melodi ……………………… 19

2.2.1.2.4 Bentuk Irama ……………………… 19

2.2.1.2.5 Teknik Permainan ……………………… 19

2.2.2 Estetika Karawitan ……………………………………… 20

2.2.2.1 Wujud …………....………………………………… 20

2.2.2.2 Bobot ……………………………………………… 21

2.2.2.3 Penampilan ……………………………………… 22

2.2.3 Fungsi Karawitan ……………………………………… 23

2.2.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan ……………………… 23

2.2.3.2 Fungsi Sosial .…...………………...……… 24

2.2.3.3 Fungsi Ekonomi ……………………………… 25

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………… 27

3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………… 27

3.2 Lokasi Penelitian ……………………………………………… 28

3.3 Jenis dan Sumber Data ……………………………………… 28

3.3.1 Data Primer ……………………………………………… 28

3.3.2 Data Sekunder ………………………..……………… 29

x
3.4 Instrumen Penelitian ……………………………………… 29

3.5 Metode Pengumpulan Data ……………………………… 29

3.5.1 Teknik Observasi ……………………………………… 30

3.5.2 Teknik Wawancara …………………………………...…. 31

3.5.3 Teknik Dokumentasi ……………………………… 31

3.5.4 Metode Pengumpulan Dokumen ……………………… 32

3.6 Analisis Data ……………………………………………… 32

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………… 34

4.1 Bentuk Rindik Di Desa Sedang ……………………………… 34

4.1.1 Bentuk Instrumentasi Rindik ……………………… 34

4.1.2 Bentuk Komposisi Gending Rindik ……………… 53

4.1.2.1 Teknik Permainan Rindik ….…………………… 57

4.1.2.2 Laras Gambelan Rindik ……….……………… 58

4.1.2.3 Irama Gambelan Rindik ……….……………… 58

4.1.2.4 Melodi Gambelan Rindik ……….……………… 60

4.1.2.5 Nada Gambelan Rindik ……….……………… 60

4.2 Estetika Gamelan Rindik .…………………………….………... 61

4.2.1 Wujud ………………………..………….……….… 62

4.2.1.1 Keindahan Bentuk …………………...……….… 63

4.2.1.2 Struktur Rindik………………………..……….… 65

4.2.2 Bobot ……………………………………………… 71

4.3.3 Penampilan …………………………………….………… 72

xi
4.3 Fungsi Gambelan Rindik ………………………………….…… 73

4.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan ……………………………… 75

4.3.2 Fungsi Sosial ……………………………………… 76

4.3.3 Fungsi Ekonomi …………………………………….… 77

BAB V PENUTUP ……………………………………………………… 81

5.1 Kesimpulan ……………………………………………… 81

5.2 Saran ……………………………………………………… 83

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 84

LAMPIRAN ……………………………………………………………… 86

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Bambu yang Dipotong untuk Bahan Rindik ………………… 37

2. Susunan Bambu dari Nada Rendah ke Nada Tinggi ………… 39

3. Pengambilan Nada Pertama ……………………………….… 44

4. Bilah Rindik sebagai Nada Pertama ………………………… 45

5. Pola Tangga pada Rindik di Desa Sedang ……………….... 46

6. Menentukan Lubang pada Bilah Rindik ………………… 47

7. Pembuatan Lubang pada Bilah Rindik ………………… 48

8. Penentuan Lubang Pada Pelawah ………………………… 49

9. Pemasangan Tali Dan Penyuluban ………………………… 51

10. Kancing ………………………………………………… 51

11. Pemasangan Tali pada Bilah ………………………………… 52

12. Panggul Rindik ………………………………………… 53

13. Rindik yang Menggunakan Pelawah Bambu ………………… 64

14. Pementasan Rindik dengan Tambahan sebuah Suling … 69

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Informan …...………………………………...…… 87

2. Glosarium …………...…………………………………...… 89

3. Instrumen penelitian ………………………………………..… 91

4. Notasi Gending Rindik ………………………………………..… 92

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bali merupakan salah satu daerah pariwisata di Indonesia yang memiliki

daya tarik yang sangat tinggi. Selain dari segi panorama alam yang eksotik, salah

satu yang menjadi daya tarik wisatawan adalah kebudayaan Bali. Perkembangan

pariwisata Bali yang mengedepankan kebudayaan sebagai fondasi utama

mengakibatkan Bali dikenal sebagai Pariwisata Budaya. Unsur-unsur kebudayaan

terdiri atas tujuh bagian pokok salah satu diantaranya adalah kesenian. Selain

dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Bali juga sering dijuluki Pulau

Kesenian. Hal ini dikarenakan Bali memiliki berbagai macam kesenian baik yang

bersifat sakral ataupun hiburan. ”Sejak Bali dibuka menjadi salah satu daerah

tujuan wisata di Indonesia pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak kesenian

Bali dikembangkan menjadi seni pertujukan wisata yang disajikan untuk para

wisatawan”. (Ruastiti, 2005 : 1). Kesenian itu diantaranya seni suara, seni lukis,

seni pedalangan, seni tari, dan seni tabuh. Salah satu kesenian yang memiliki daya

pikat bagi wisatawan adalah seni tabuh atau yang sekarang dikenal dengan istilah

karawitan.

Karawitan adalah seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian

(instrumen) tradisional. Instrumen tradisional di Bali dikenal dengan istilah

Gamelan. Di Bali terdapat berbagai jenis gamelan yang terdiri dari berbagai

1
instrumen pendukung seperti contoh gamelan Gong Kebyar, Gamelan Angklung,

Gamelan Semar Pagulingan, Gamelan Rindik dan masih banyak lagi yang

lainnya.

Salah satu gamelan yang memiliki keunikan yaitu gamelan rindik.

Seperangkat gamelan rindik yang biasa dipentaskan terdiri dari dua instrumen

yaitu rindik dan sebuah suling bambu. Secara organologi yaitu ilmu yang

mempelajari tentang alat-alat musik, kedua instrumen ini tergolong kedalam dua

kelas yang berbeda. Rindik merupakan instrumen yang tergolong kedalam kelas

Idiophone. Sedangkan suling tergolong kedalam kelas aerophone. Pada penelitian

ini lebih ditekankan pada pengkajian instrumen rindik.

Rindik sebagai salah satu gamelan yang berkembang di Bali memiliki

beberapa faktor yang mendukung untuk berkembang sebagai seni pariwisata.

Faktor tersebut seperti perangkat instrumen yang sangat simpel, menarik,

suara/nada yang menawan enak didengar menjadikan suasana yang nyaman,

gending-gendingnya sederhana mudah dilagukan, dapat dijadikan pajangan yang

artistik, dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, dan murah untuk

dijadikan cendramata.

Gamelan rindik merupakan instrumen gamelan yang keseluruhan

instrumennya terbuat dari bambu, kecuali panggul (alat pukul dari instrumen

rindik) yang terbuat dari bahan karet. Proses pembuatan gamelan rindik tergolong

mudah, hanya saja yang menjadi poin utama adalah menentukan nada pertama

ketika merangkai satu tungguh (rangkaian) instrumen rindik. Pada umumnya

2
bambu yang digunakan untuk membuat rindik adalah tiing santong atau tiing

tabah. Pembuatan rindik dimulai dengan menjemur bambu yang telah ditebang

yang akan dijadikan bahan instrumen. Panjang bambu yang akan dijadikan bilah

rindik mulai dari 45 cm sampai 95 cm. Penyangga atau pelawah tempat bilah

diletakkan dibuat dari kayu atau bambu,berbentuk trapesium berkaki empat

seperti kaki meja. Satu instrumen rindik memiliki dua buah panggul (alat pemukul

rindik) kiri dan kanan yang tangkainya terbuat dari bambu yang dibelah, dimana

bentuknya menyerupai stik pancing dan pada bagian ujungnya dikaitkan dengan

karet berbentuk bulat pipih.

Alternatif gamelan rindik dapat menjadi seni pariwisata dalam menunjang

pariwisata budaya Bali dimasa yang akan datang. Pengembangan instrumen rindik

merupakan salah satu cara untuk melestarikan kesenian tradisional Bali yang

masih ada sampai saat ini. Keberadaan gamelan ini tidak hanya bermanfaat bagi

seniman, melainkan masyarakat pendukung serta peminat seni secara keseluruhan,

oleh karena gamelan rindik memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Gamelan rindik

dapat dijadikan sebagai barang komoditi yang memiliki daya jual yang tinggi,

selain itu dari segi pementasan iringan gambelan rindik juga mampu menarik

minat wisatawan untuk menyaksikan sehingga mampu memberikan kontribusi

bagi masyarakat seni.

Keberadaan gamelan rindik seperti yang kita ketahui selama ini adalah

berfungsi sebagai pengiring dalam pementasan joged bumbung. “Tarian joged

bumbung merupakan salah satu tari pergaulan dimana setiap penonton yang

menyaksikan pertunjukan dapat ikut serta menari dengan sang penari”. (Aryasa,

3
1984/1985 : 58) Melalui media ini pengembangan gamelan rindik bisa sampai

pada kaum generasi muda. Seperti yang kita ketahui selama ini pengembangan

gamelan ini hanya terbatas pada pengrajin rindik serta sekaa rindik. Dimana yang

mendominasi peran dalam hal ini adalah kaum tua-tua.

Untuk itulah gamelan rindik perlu diadakan penelitian sebagai ilmu

pengetahuan yang dapat mendukung perkembangan seperti tersebut di atas. Pada

penelitian ini yang menjadi fokus pembahasan adalah gamelan rindik di Desa

Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. Gamelan Rindik di Desa

Sedang memiliki ciri khas seperti diuraikan sebelumnya sehingga menarik minat

peneliti untuk melakukan penelitian di daerah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah deskripsi setiap masalah penelitian dalam bentuk

satu kalimat pertanyaan atau kalimat tanya. Perumusan ini sangat penting, karena

akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah penelitian selanjutnya, seperti

sangat berkaitan dengan landasan teori, analisis data, maupun kesimpulan yang

akan diperoleh.

Dalam menelaah permasalahan-permasalahan yang timbul dari uraian di

atas, maka dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang ingin mendapat suatu

jawaban, antara lain :

(1) Bagaimanakah bentuk dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang,

Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung ?

4
(2) Bagaimanakah nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa

Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung?

(3) Bagaimanakah fungsi dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang,

Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai kesenian tradisional

khususnya dalam bidang seni karawitan, dalam rangka melestarikan kebudayaan

Indonesia yang merupakan warisan dari leluhur.

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana

penyelesaian atau jawaban dari rumusan masalah, sebagai berikut:

(1) Untuk mengetahui bagaimana bentuk dari instrumen Gamelan Rindik

di Desa Sedang, Kabupaten Badung.

(2) Untuk mengetahui nilai estetis gamelan rindik di Desa Sedang,

Kabupaten Badung.

(3) Untuk mengetahui fungsi dari keberadaan gamelan rindik di Desa

Sedang, Kabupaten Badung.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian yaitu menjelaskan kegunaan yang akan diberikan

setelah masalah itu terjawab. Uraian manfaat penelitian ini akan menjadi dasar

informasi untuk mengajukan saran dan rekomendasi kepada pihak lain yang

5
berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Beberapa manfaat yang diharapkan

baik secara teoritis maupun manfaat praktis diantaranya:

1.4.1 Manfaat Teoritis

(1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai

pengetahuan karawitan secara umum dan instrumen karawitan yang

ada di desa Sedang.

(2) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan mengenai

bentuk, estetika dan fungsi dari gamelan rindik di desa Sedang.

1.4.2 Manfaat Praktis

(1) Memberikan gambaran tentang gamelan rindik khususnya yang berada

di desa Sedang.

(2) Memberikan gambaran bentuk dari gamelan rindik secara khusus dari

segi bentuk instrument yaitu bentuk fisik dari gambelan rindik itu

sendiri ataupun dari segi bentuk gending yang merupakan melodi yang

membangun suara atau nada dalam pementasan rindik

(3) Memberikan gambaran mengenai estetika atau keindahan dari gamelan

rindik. Estetika dalam gamelan rindik meliputi wujud, bobot dan

penampilan dari gamelan rindik.

6
(4) Memberikan gambaran mengenai fungsi dari gamelan rindik bagi

masyarakat, baik dari segi fungsi sakral, fungsi sosial dan fungsi

ekonomi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan batasan penelitian, serta untuk

menghindari perluasan penafsiran sehubungan obyek penyelidikan yang

dilakukan. Adapun fokus daripada penelitian Gamelan rindik Di Desa Sedang

Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah : (1) Bentuk karawitan

dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal,

Kabupaten Badung. (2) Nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa

Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. (3) Fungsi dari Gamelan

Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung

7
BAB II

KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Sumber

Kajian sumber merupakan telaah dari referensi-referensi yang mempunyai

relevansi terkait dengan penelitian. Referensi yang ditelaah akan dijadikan acuan

baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan penelitian ini. Dalam

kaitannya dengan kajian sumber, penulis berusaha mengumpulkan serta

mempelajari berbagai hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat memberi

arahan pemecahan masalah terhadap penelitian yang akan dilakukan. Adapun

beberapa buah sumber tertulis yang penulis gunakan sebagai acuan serta pedoman

dalam penelitian antara lain:

Buku Ajar Estetika Karawitan, oleh I Wayan Suweca, Fakultas Seni

Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini disebutkan

bahwa definisi estetika adalah: Ilmu pengetahuan tentang pengamatan suatu

obyek yang bersifat indrawi, renungan mengenai filsafat seni, pengetahuan

tentang keindahan, keindahan karya seni, sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai

keindahan dan karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni

sehubungan dengan makna karya seni dengan kehidupan, hal inilah yang akan

dipakai pedoman untuk mengkaji estetika dalam Gambelan Rindik di Desa

Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung.

8
Belajar Karawitan Dasar, oleh Yohanes Mardimin diterbitkan oleh Satya

Wacana Semarang 1991. Dalam buku ini tersirat beberapa hal yang terkait dengan

karawitan, seperti: Pengertian karawitan, sistem nada baik yang berlaras pelog

maupun selendro, dan juga menjelaskan tentang irama. Hal-hal tersebut

merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui

nada-nada serta irama pada ensamble gambelan Rindik Di Desa Sedang

Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung.

Komposisi Karawitan IV, oleh I Ketut Garwa, yang diterbitkan oleh

Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini

membahas mengenai media ungkap yaitu tentang gamelan, karena sebelum

munculnya istilah karawitan istilah gong dan gamelanlah yang dipakai. Gamelan

sebenarnya memiliki arti sendiri yaitu perangkat instrumen untuk menyajikan

karawitan. Karawitan, baik vokal maupun instrumental merupakan musik tradisi

Indonesia yang berlaras pelog dan selendro. Yang dimaksud dengan laras adalah

urutan nada – nada di dalam satu oktaf dengan jarak nada – nada atau jarak nada

tertentu. Karawitan merupakan sebutan dari perangkat gamelan yang terbatas pada

daerah Jawa dan Bali. Selain itu dalam buku ini juga dibahas mengenai bentuk

gending yang juga akan dikaji dalam gending (musik) rindik yang memang media

ungkapnya adalah gamelan.

Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika Instrumental oleh

Dr.A.A.M. Djelantik yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)

Denpasar 1990. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa “estetika adalah ilmu yang

mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, yang mempelajari

9
semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan”. (Djelantik, 1990 : 6) .Selain

membicarakan tentang estetika, buku ini juga menjelaskan tentang tiga aspek

yang mendasar dalam kesenian yaitu : wujud, bobot dan penampilan. Di dalam

wujud juga terdapat dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan. Dalam bobot juga

terdapat tiga aspek utama yaitu suasana, gagasan, dan pesan. Di dalam

penampilan terdapat tiga unsur yakni bakat, ketrampilan, dan sarana.

Sekelumit Cara–Cara Pembuatan Gamelan Bali oleh I Nyoman Rembang,

dkk diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral

Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali Th. 1981/1985. Materi yang

dilaporkan dalam buku ini yaitu tentang teknik pembuatan gamelan baik yang

terbuat dari kerawang, besi, bambu dan kayu. Disini dijelaskan pembuatan rindik

dilakukan dengan dua cara : “Apabila lapis buku dari ruas bambu itu cembung ke

bagian pucuk (ke atas), maka bagiannya yang ke atas dijadikan bilah dan yang

kearah bawah menjadi bumbungannya (resonator) dan apabila kalau lapis buku

penutup ruasnya cembung ke bagian bawah (kearah pangkal), maka bagian yang

ke bawah dijadikan bilah, sedangkan yang ke atas menjadi bumbungannya”.

(Rembang, dkk 1981/1985 : 33). Jadi, arah bilah mengikuti arah cembungnya

lapis penutup bukunya dari pada ruas bambu. Maksudnya, supaya ujung bawah

bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku dan tidak menyentuh

cembung lapis penutup buku dari pada ruas bambu.

Pengetahuan Karawitan Bali. oleh Drs. I W.M. Aryasa, dkk diterbitkan

oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan

Proyek Pengembangan Kesenian Bali 1984, Di dalam buku ini membahas

10
beberapa pengetahuan karawitan Bali yaitu antara lain pengertian karawitan

vokal, pengertian karawitan instrumental, alat–alat karawitan instrumental,

barungan gamelan/ensambel, fungsi dan bentuk karawitan instrumental, dan tata

penyajian tetabuhan. Dalam penyajian fungsi dan bentuk karawitan instrumental

ini dikatakan bahwa fungsi karawitan instrumental dapat diklarifikasikan menjadi

tiga jenis yaitu : (1). Berfungsi sakral/suci. Alat gamelan yang masih disakralkan

oleh masyarakat pemiliknya dihubungkan dengan acara–acara upacara suci, antara

lain adalah gamelan selonding yang ada di beberapa desa di kabupaten

Karangasem : desa tenganan, desa asak dan desa bungaya. Gong beri juga masih

disakralkan, seperti ada di desa Renon, kabupaten Badung. (2). Berfungsi ikut

menunjang kekhidmatan suasana berupacara. Alat musik/instrumen tetap ada

dipakai sebagai penunjang khusus kekhidmatan, keagungan, kemegahan dan

kesucian suasana berupacara. Sebagian besar dari ke 28 jenis barungan gamelan

tersebut di atas dipakai untuk hidangan musik dalam upacara. (3). Berfungsi

sebagai hiburan. Musik hiburan ini berkaitan dengan tari–tarian hiburan itu

sendiri. Karena musik menghidupkan ekspresi tarian, maka musik iringannya ikut

dinikmati penonton, akhirnya ikut menghibur dan kemudian musik–musik yang

selalu berkaitan dengan tarian hiburan menjadilah juga sebagai musik hiburan.

Betuk daripada karawitan dapat dilihat dari dua unsur, yaitu bentuk fisik dan

bentuk gending/komposisi. Dalam bentuk fisik dapat ditinjau adanya tiga

kelengkapan yaitu : (1) Don gamelan atau bungan gamelan ialah alat–alat

gamelan yang umumnya berbentuk bilah dan pencon. (2) Trampan, tatakan atau

pelawah gamelan yaitu tempat meletakkan don atau bungan gamelan. (3) Panggul

11
gamelan adalah alat–alat untuk memukul gamelan. Sedangkan bentuk

gending/komposisi dapat dibedakan menjadi dua motif tetabuhan. Kedua motif itu

dikenal dengan istilah lelambatan dan gegancangan.

Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Bali, oleh Ida Bagus

Gede Yudha Triguna dkk yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan dan

kebudayaan, direktorat sejarah dan nilai tradisional, proyek inventaris dan

dokumentasi kebudayaan daerah 1985/1986. Dalam buku ini menjelaskan tentang

proses pembuatan gamelan rindik yaitu proses pengeringan dan penghalusan sama

seperti pembuatan suling, sedangkan cara pembuatannya jelas berbeda. Bambu

yang dipergunakan adalah tiing santong dan panjangnya satu ruas sampai tiga

ruas, atau antara 45 cm sampai 95 cm dari nada tinggi sampai dengan nada

terendah.

Skripsi yang berjudul Gamelan Joged Bumbung Di Banjar Kaje Kauh

Desa Tulikup, oleh I Wayan Muliada, 1985. Skripsi ini juga menjelaskan

instrumen yang terbuat dari tiing dan sangat erat hubungannya dengan gamelan

rindik, dimana dalam barungan gamelan joged bumbung yang menjadi ciri

khasnya adalah instrumen rindiknya. Adapun fungsi instrumen rindik yang

dipakai dalam barungan joged bumbung ini adalah berfungsi sebagai pembawa

melodi pokok. Pada pementasannya rindik yang dipergunakan sebagai pengiring

tarian joged bumbung mempunyai teknik pukulan sejenis gender wayang yang

mempergunakan kedua tangan dengan memakai pukulan ngotek pada tangan

kanan dan pukulan nyacah pada tangan kiri.

12
2.2 Landasan Teori

“Teori adalah seperangkat konsep definisi dan proposisi yang menyajikan

gejala secara sistematis, merinci hubungan variable-variabel, dengan tujuan

meramalkan dan menerangkan gejala tersebut”. (Tim Penyusun Kamus Pusat

Pembina dan Pengembangan Bahasa 1989 : 932)

“Teori dibutuhkan sebagai pegangan-pegangan pokok secara umum dan

dibangun dengan data yang tersusun dalam satu sistem pemikiran yang sistematik.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa teori tidak dapat disamakan dengan

pengertian semacam metafisik yang tidak praktis, justru segala tindakan praktis di

dalam kehidupan didasarkan atas satu sudut pandangan dan teori tertentu”.

(Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2009 : 28)

Landasan teori dalam hal ini berfungsi untuk memberikan arahan yang

lebih jelas tentang upaya menjawab masalah yang dikaji. Sebagai landasan teori

dalam tulisan ini meliputi :

2.2.1 Bentuk Karawitan

Bentuk adalah unsur-unsur dasar dari semua perwujudan dalam seni, baik

itu seni karawitan, seni tari, seni pedalangan, seni rupa, dan sebagainya. Dalam

bentuk karawitan ini dapat dilihat dari dua unsur, yaitu unsur bentuk fisik/

instrumentasi dan unsur komposisi/gending.

2.2.1.1 Bentuk instrumentasi

Secara umum mengenai bentuk instrumen dalam gamelan bali meliputi

satu barung gamelan dan satu tungguh gamelan. Yang dimaksud dengan satu

barung gamelan itu adalah seluruh perangkat gamelan yang ada, misalkan barung

13
gamelan gong kebyar. Kalau yang dimaksud dengan satu tungguh gamelan bali

adalah satu buah instrumen yang didalamnya ada bilah atau pencon dan pelawah

gamelan. Barung gong kebyar itu meliputi : empat tungguh gangsa pemade,

empat tungguh kantilan, dua tungguh giying (ugal), dua tungguh jegogan, dua

tungguh jublag, dua tungguh penyahcah, satu tungguh reyong, satu tungguh

terompong, dua buah kendang lanang wadon, satu pangkon ceng–ceng rincik, dua

buah gong besar lanang wadon, satu buah kemong/kempur (gong kecil), satu buah

bende, satu buah kempli, dan satu buah kajar.

Berbicara mengenai bentuk fisik karawitan instrumental dalam buku

pengetahuan karawitan yang disusun oleh I WM. Aryasa mengatakan bahwa

bentuk fisik karawitan dapat ditinjau adanya sumber kelengkapan yakni :

(1) Don gamelan atau bungan gamelan adalah bagian gamelan yang

mengeluarkan bunyi atau sebagai sumber bunyi. Ditinjau dari bahan

sumber bunyi meliputi idiophone, aerophone, memberanophone, dan

kordophone. Yang dimaksud dengan Idiophone adalah alat musik yang

sumber bunyinya berupa kayu, besi, perunggu, dan bambu. Sumber

bunyinya berasal dari alat musik itu sendiri dan cara memainkannya

dengan dipukul menggunakan alat bantu. Aerophone adalah alat musik

yang sumber bunyinya dari udara yang masuk melalui pipa melalui alat

musik itu sendiri. Membranophone adalah musik yang sumber bunyinya

dari selaput kulit atau plastik. Dan Kordofoone adalah alat musik yang

sumber bunyinya dari tali senar, kawat. Dilihat dari bahan don/bungan

gamelan dapat berupa bahan bambu, kerawang, kayu dan lain-lain. Jenis

14
gamelan yang terbuat dari kerawang adalah gamelan gong gede, gamelan

gong kebyar, gamelan angklung, gamelan semar pagulingan, dan lain –

lain. Jenis gamelan yang terbuat dari kayu sangat sulit untuk ditemukan.

Jenis gamelan yang terbuat dari bambu adalah gamelan jegog, angklung

kocok, instrument suling, juga rindik. Don gamelan dengan bahan kayu

sudah sulit lagi ditemukan. Ditinjau dari segi bentuk sumber bunyi maka

pada umumnya berbentuk bilah dan pencon. Cara memasang don/bungan

gamelan yang berbilah maupun berpencon biasanya dengan cara

menggantungkan memakai tali (jangat) dan ada juga yang dipasak dengan

paku atau ada yang diletakkan di atas dua utas tali yang dibentangkan.

Sistem pembuatan lobang pada don atau bungan gamelan, ada yang

dilobangi pada bagian badan (pada beberapa alat bilah). Ada yang

dilobangi pada bagian kaki (pada alat instrument gong, kempul, bende,

reyong, trompong, kempli, klenang). Sedangkan ceng-ceng dilobangi pada

bagian ujung pencon. Untuk memperkeras bunyi, sumber bunyi dilengkapi

dengan resonator. Misalnya pada gong gede, gong kebyar, gender wayang

dan lain-lain, yang resonatornya terpisah dengan bilah. Ada pula yang

resonatornya menyatu dengan bilah, seperti pada gamelan jegog, angklung

kocok, juga rindik.

(2) Trampan gamelan, tatakan gamelan atau pelawah gamelan ialah tempat

meletakkan don atau bungan gamelan agar sumber suara dapat bergetar

secara alami sehingga memberikan bunyi yang alami. Trampan bisa

terbuat dari kayu atau bambu yang biasanya diberi hiasan ukiran supaya

15
kelihatan lebih indah. Bentuk tatakan dapat berupa balok seperti pada

gamelan salunding, berupa selinder seprti pada kempluk/ kajar, berupa

prisma seperti pada tatakan reyong, berupa balok pada gender wayang dan

berupa trapesium pada tatakan rindik.

(3) Panggul gamelan adalah alat untuk memukul gamelan. Bagian dari

panggul adalah kepala, dan tangkai (katik). Bagian kepala panggul, yaitu

bagian yang langsung dipukulkan pada instrumen gamelan. Bagian kepala

ada yang berbentuk lonjong, juga bulat. Bagian kepala ada yang terbuat

dari kayu, karet, kain, sesuai dengan suara yang diinginkan dari gamelan

tersebut. Bagian tangkai digunakan untuk memegang panggul. Menurut

sifatnya, ada yang keras dan ada yang lentur. Kalau yang sifatnya keras

dipakai pada gamelan yang membutuhkan tutupan yang segera (kerep,

padat dan mati) setelah dipukul. Kalau yang lentur atau kenyal, dipakai

pada alat-alat gamelan yang tidak membutuhkan tutupan yang segera.

Menurut bahannya, terbuat dari kayu dan umumnya terbuat dari kayu

kemoning yang baik untuk panggul gangsa, supaya suara gamelan

indah/lembut. Kalau bambu, paku, benang, kain, kapuk, jangat, dan karet

hanya untuk kelengkapan panggul saja.

2.2.1.2 Bentuk komposisi gending

“Dalam bentuk komposisi/gending ada 2 (dua) motif tetabuhan yang

masing–masing dapat dilihat ciri–cirinya sebagai memiliki ke-khasannya yang

khusus, namun tetap kedua motif itu sama-sama berciri umum. Kedua motif itu

dikenal dengan istilah lelambatan dan gegancangan”. (Aryasa, 1984/1985 : 64)

16
1. Motif lelambatan : ukuran lagu/gendingnya panjang, suasana lagu

umumnya tenang, sistem permainan didominir oleh sistem kekenyongan,

sifat gendingnya metris, suasana khidmat agung suci dan ikatan komposisi

dalam pola yang ketat.

2. Motif gegancangan : ukuran lagu/gendingnya umumnya pendek, suasanya

lagu umumnya gelisah, sistem permainan didominir oleh sistem ubit-

ubitan dan bentuk-bentuk angsel, sifat gendingnya umumnya ritmis,

suasana sibuk cermat semangat, dan ikatan pola komposisinya kurang

ketat.

2.2.1.2.1 Bentuk nada

Nada adalah tinggi rendahnya bunyi yang diukur dengan frekuensi yaitu

jumlah getaran per satuan waktu. Nada sebagai suatu bunyi yang teratur, yang

ditangkap oleh teling yang bersala dari suatu sumber bunyi, dalam hal ini sumber

bunyi yang dimaksud ialah : alat-alat gambelan dan juga vokal.

2.2.1.2.2 Bentuk laras

“Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu

gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi

rendahnya. Karawitan bali memiliki 2 (dua) macam laras yakni : laras selendro

dan laras pelog”. (Dibia, 1977/1978 : 4). Pada umumnya masing-masing laras ini

dipergunakan secara terpisah dan menyendiri sesuai dengan bentuk-bentuk yang

telah ada.

1. Laras selendro

17
Laras selendro adalah susunan nada-nada di dalam satu gembyangan atau

oktaf/ bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak dapat dikatakan sama.

Susunan nada-nada dapat dimulai dari nada mana saja, ndang, nding,

ndung dan lain sebagainya. Umpama nada pertama adalah nding, maka

susunan nadanya menjadi : nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding. Di

dalam kenyataannya sungguhpun laras selendro ini mempunyai 5 (lima)

nada pokok, namun beberapa instrument atau bagian karawitan Bali

lainnya yang hanya mempergunakan 4 buah nada yakni : ndeng, ndung,

ndang, nding. Selendro yang memakai empat nada ini disebut selendro

cumbang kirang sedangkan selendro yang memakai lima nada dinamakan

selendro panca nada (selendro lima). Yang menggunakan laras selendro

biasanya pada gending-gending gamelan semar pagulingan, gender

wayang, juga rindik.

2. Laras pelog

Laras pelog adalah susunan nada-nada dalam satu gemyangan,

angkep atau oktaf yang bersruti 5 (lima) tidak sama, terdiri dari panjang

dan pendek. Dalam pemakaiannya, selain yang memang tetap memakai

lima nada pokok, pada variasinya yang lain, karawitan Bali ada juga yang

menampilkan laras pelog tujuh nada. Pelog tujuh nada ini dinamakan

pelog saih pitu sedangkan yang memakai lima nada disebut pelog panca

nada atau pelog lima. Mengenai nada awalnya dapat dimulai dari mana

saja sesuai dengan patet-patet yang ada dalam karawitan bali, kususnya

dalam laras pelog yang terdiri dari patet : baro, selisir, sundaren, tembung

18
dan pangenter. Pada laras selendro juga terdapat patet yakni : patet sekar

kemoning dan pudak sategal. Yang biasanya menggunakan laras pelog

adalah gending-gending gamelan gong gede, gong kebyar, gamelan

balaganjur

2.2.1.2.3 Bentuk melodi

Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan

tangga nada sehingga menjadi kalimat lagu. Melodi merupakan elemen musik

yang terdiri dari pergantian berbagai suara yang menjadi satu kesatuan, di

antaranya adalah satu kesatuan suara dengan penekanan yang berbeda, intonasi

dan durasi yang hal ini akan menciptakan sebuah musik yang enak didengar.

2.2.1.2.4 Bentuk irama

Irama adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam

sebuah lagu. Perulangan bunyi-bunyian ini juga menimbulkan keindahan dan

membuat sebuah lagu menjadi enak didengar. Irama juga dapat disebut sebagai

gerakan berturut secara teratur.Irama keluar dari perasaan seseorang sehubungan

dengan apa yang dia rasakan.

2.2.1.2.5 Teknik permainan

Teknik permainan merupakan apratus utama dalam gamelan Bali dan

teknik–teknik itu menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style)

gamelan itu sendiri. (Mustika dkk, 1996 : 3). Melalui teknik permainan dan

menyajikan jenis–jenis pukulan atau disebut juga dengan istilah gegedig/gegebug.

Tentunya di dalam gamelan Bali memiliki teknik permainan yang berbeda–beda.

19
Teknik tersebut yang menyebabkan setiap kelompok instrumen memiliki bunyi

dan warna suara yang berlainan. Ada yang disebut dengan polos dan nyangsih.

2.2.2 Estetika Karawitan

Dalam buku Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I : Estetika Instrumental

yang disusun oleh A.A.M. Djelantik tahun 1990, menjelaskan bahwa estetika

adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,

yang mempelajari semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan.

Dalam teori ini dikatakan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian

mengandung tiga aspek yang mendasar yakni : wujud, bobot, dan penampilan.

2.2.2.1 Wujud

Wujud dimaksudkan kenyataan yang nampak secara kongkrit di depan kita

(dapat dipersepsi mata atau telinga) dan juga kenyataan yang tidak nampak secara

kongkrit, tetapi secara abstrak wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu yang

diceritakan atau yang kita baca dalam buku. Kalau dalam karya seni karawitan

berwujud lelambatan, kebyar, pelegongan, tabuh telu, dandang gendis dan

sebagainya. Wujud mempunyai dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan.

(1) Bentuk adalah kumpulan beberapa titik yang ditempatkan di area tertentu

sehingga akan mempunyai arti. Dalam seni musik atau karawitan bentuk–

bentuk dasar yang berbeda–beda. Kita akan menjumpai not, nada, kempul,

ketukan dan sebagainya.

20
(2) Susunan adalah mengacu pada bagaimana unsur–unsur dasar masing–

masing kesenian tersusun sehingga berwujud. Dalam seni musik not–not

sendirian belum berarti. Setelah not–not yang beraneka suara disusun

dengan menggunakan irama dan nada kemudian dinyanyikan dengan

kekuatan suara tertentu dan berganti–ganti maka tersusunlah lagu yang

berarti bagi pendengar.

2.2.2.2 Bobot

Bobot dari suatu karya seni kita maksudkan isi atau makna dari apa yang

disajikan pada sang pengamat. Dalam seni musik dan karawitan tidak ada gambar

atau kata-kata yang memberi penjelasan tentang isi karya seninya, namun tidak

dapat dikatakan bahwa kesenian itu tidak berisi apa-apa. Dalam hal ini, isinya

tidak menyangkut pengertian tetapi perasaan. Nada-nada, lagu, irama, dan cara-

cara bermain yang khas dapat menciptakan rasa sedih, gembira, jengkel, marah,

kecewa, bersemangat, ragu-ragu, takut atau rasa terancam bahaya. Namun ada

pula seni musik atau karawitan dimana pencipta bermaksud menyampaikan suatu

pengertian kepada pendengar, tetapi memerlukan penjelasan dengan kata-kata

sebelumnya. Secara umum bobot kesenian dapat diamati setidak-tidaknya pada

tiga hal yakni :

(1) Suasana adalah merupakan bobot tunggal atau bobot pendukung daripada

terciptanya seni musik karawitan karena suasana merupakan pendukung

paling jelas untuk menentukan adegan-adegan dalam film, drama,

sendratari, seni tari, dan drama gong.

21
(2) Gagasan adalah suatu pemikiran, konsep atau pandangan yang bisa

dihayati dari lakon, cerita, atau juga dari suatu lukisan. Dalam hal ini

gagasan dari seni karawitan lebih susah dihayati karena lebih terkandung

dalam perasaan.

(3) Ibarat atau pesan adalah adalah anjuran sesuatu kepada sang pengamat

atau lebih sering kepada khalayak ramai.

2.2.2.3 Penampilan

Penampilan adalah cara penyajian, bagaimana kesenian itu disuguhkan

kepada yang menyaksikannya, penonton, para pengamat, pembaca, pendengar,

khalayak ramai pada umumnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan

adalah :

(1) Bakat adalah potensi kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang yang

didapatkan berkat keturunannya.

(2) Keterampilan adalah kemahiran dalam pelaksanaan sesuatu yang dicapai

dengan latihan.

(3) Sarana adalah faktor-faktor penunjang yang sangat mempengaruhi

kesenian yang ditampilkan, baik itu busana, make up, cahaya, pengeras

suara, termasuk tata panggung tempat dimana akan dipentaskannya

pagelaran bai berupa seni gerak ataupun seni suara. Sarana merupakan

faktor eksternal yang juga berperan penting dalam suatu pementasan.

22
2.2.3 Fungsi Karawitan

Fungsi dari karawitan instrumental dapat diklarifikasikan menjadi 3 tiga

jenis yaitu :

2.2.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan

Dalam buku Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali yang disusun

oleh Yudabakti dan Watra (2007) mengatakan bahwa seni yang berfungsi sakral

adalah sebuah kesenian yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk

dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi ini dapat dibagi

menjadi tiga jenis yaitu :

(1) Wali : yaitu seni yang dipertunjukkan di pura-pura dan di tempat-

tempat yang ada hubungannya dengan acara atau upacara agama.

(2) Bebali : yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan

upakara yang bertempat di pura-pura dan di luar pura, serta pada

umumnya kesenian ini mempergunakan lakon. Lakon adalah tokoh

atau penokohan yang diambil dalam suatu pementasan kesenian.

(3) Balih-balihan : yaitu segala seni yang mempunyai unsur dan dasar

dari seni tari yang luhur. Dalam hal ini tidak tergolong dalam seni

wali dan bebali. Seni ini dipentaskan untuk sarana pelestari budaya,

pementasan ini biasanya dipakai sebagai sarana hiburan untuk

masyarakat.

23
2.2.3.2 Berfungsi Sosial

Fungsi sosial merupakan suatu fungsi seni yang bermanfaat sebagai

pemenuhan kebutuhan sosial suatu individu, orang perorang maupun sebagai

keluarga, kolektif, masyarakat, organisasi dsb. “Pelaksanaan fungsi sosial dapat

dievaluasi/dinilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai

kesejahteraan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai

dengan norma sosial”. (Herman Zulkarnaen, 2011). Untuk dapat berfungsi sosial

secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan

yaitu:

(1) Faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan

bersama, dalam keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang

yang diberi kedudukan agar melakukan tugas-tugas yang pokok sebagai suatu

tanggung jawab atas kewajibannya (kompetensi). Misalnya seorang berstatus

sebagai : Ketua , Ayah, Mahasiswa, Pegawai , dsb.

(2) Faktor role sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan tertentu yang

dianggap penting dan diharapkan harus dikerjakan sebagai kosekwensi dari

status sosialnya dalam kehidupan bersama ( keluaraga, kelompok, masyarakat ).

Misalnya ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, Ibu

berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, anak berperan

sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah, dsb. Penampilan

peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan sumber dan pelakasanan

tugas sehingga individu atau kelompok, seperti keluarga, mampu

24
mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati

kehidupan. Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan

maupun dinilai normal oleh masyarakat dilingkungannya.

(3) Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan, nilai-nilai masyarakat,

adat istiadat, dan agama yang menjadi patokan apakah status sosial sudah

diperankan atau dilaksanakan sebagaiman mestinya dengan normal, wajar, dapat

diterima oleh masyarakat, bermanfaat bagi orang-orang dalam kehidupan

bermasyarakat.

2.2.3.3 Fungsi Ekonomi

Adapun pengertian dari pada fungsi ekonomi tersebut yaitu “fungsi

ekonomi mempunyai tugas menjalin hubungan dengan berbagai pihak dalam

bidang perekonomian, perdagangan, investasi, pariwisata, dan tenaga

profesional”. (vhinta, 2011).

25
BAB III
METODE PENELITIAN

“Metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang

membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian

(yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis

sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara

ilmiah”. (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2009 : 2)

Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian Gambelan Rindik di

Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah metode

penelitian kualitatif. “Metode penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang

juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data

dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di

tempat penelitian”. (McMillan & Schumacher, 2003). dalam

(http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html)

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai

suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan

penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Pada dasarnya

rancangan penelitian merupakan yang menjelaskan setiap prosedur penelitian

mulai dari awal hingga tercapainya kesimpulan dalam penelitian. Rancangan

27
penelitian dibuat dengan tujuan agar pelaksanaan penelitian dapat dijalankan

dengan baik, benar dan lancar.

Ada beberapa komponen umum yang terdapat dalam rancangan penelitian

Gambelan Rindik ini yaitu : jenis dan sumber data, instrumen penelitian, teknik

pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data.

3.2 Lokasi Penelitian

Secara umum lokasi dapat diartikan sebagai tempat, namun tempat dalam

hal ini adalah untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan proses

pengumpulan data yang diperlukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa

Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari

lapangan. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari informan yang

berkompeten dalam bidangnya. Kedua jenis data ini sangat diperlukan dalam

proses analisis data selanjutnya.

3.3.1 Data Primer

Data primer (first hand data) adalah data yang kita peroleh dari sumber

yang pertama. Jadi kita peroleh secara langsung. Misalnya : diperoleh melalui

interview pada subjek penelitian.

28
3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder (scond hand data) adalah data yang kita peroleh dari

sumber yang kedua. Jadi kita peroleh secara tidak langsung. Misalnya : diperoleh

melalui literatur–literatur ataupun dokumen-dokumen seperti : catatan sensus,

lembaran negara, buku laporan pendidikan, foto-foto, rekaman dan sebagainya.

3.4 Instrumen Penelitian

“Secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk

memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah

pengumpulan informasi di lapangan”. (Sukardi, 2012 : 75)

Sebagai instrumen penelitian adalah daftar pertanyaan yang disusun sesuai

dengan objek yang diteliti (instrumen pertanyaan terlampir). Dalam instrumen

penelitian juga digunakan alat bantu yang dipilih dan digunakan untuk kegiatan

mengumpulkan data. Alat bantu pengumpulan data tersebut adalah:

1. Alat perekam suara berupa hand phone dengan merk Nokia 5800. Sebagai

pembanding hasil suara, penulis juga merekam mempergunakan sebuah

hand phone Black Berry, sehingga wawancara yang direkam kualitasnya

bagus hal ini bertujuan untuk mempermudah mengananalisis data.

2. Alat tangkap gambar maupun video berupa camera digital merk Cannon

IXUS 105 alat ini kualitas gambarnya cukup bagus, simple dan mudah di

bawa kemana–mana.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang khusus dipergunakan

sebagai alat mencari data dalam suatu penelitian. Data dalam hal ini adalah bahan

29
mentah yang tidak mempunyai arti apa-apa apabila data tersebut tidak segera

diolah. Jenis data tersebut berupa data primer (data yang diperoleh dari sumber

yang pertama secara langsung) dan data sekunder (data yang diperoleh dari

sumber yang kedua secara tidak langsung). Dalam penelitian ini teknik yang

dipergunakan untuk mengumpulkan atau mencari data adalah:

3.5.1 Teknik Observasi

Teknik Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Teknik pelaksanaan observasi

ini dapat dilakukan secara langsung yaitu pengamat berada langsung bersama

objek yang di diteliti dan tidak langsung yakni pengamatan yang dilakukan tidak

pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang diselidiki.

Observasi juga disebutkan sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk

kuesioner dan wawancara. “Observasi akan lebih efektif jika informasi yang

hendak diambil berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja

responden dalam situasi alami”. (Sukardi, 2012 : 78)

Oleh karena itu, penelitian langsung dilakukan di Desa Sedang Kecamatan

Abian Semal Kabupaten Badung. Ada beberapa ciri yang harus dipenuhi

observasi sebagai metode ilmiah, yakni ; a) Digunakan untuk penelitian yang telah

direncanakan secara sistematik, b) Harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang

telah direncanakan, c) Harus dicatat secara sistematis dan d) Observasi dapat di

cek dan dikontrol atas validitas dan realibilitasnya.

30
3.5.2 Teknik Wawancara

Wawancara atau (interview) adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi

semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara

pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal yang biasanya dilakukan dalam

keadaan saling berhadapan, namun komunikasi-komunikasi dapat juga

dilaksanakan melalui telepon. “Interview dilakukan antara dua orang atau lebih.

Wawancara diharapkan untuk mampu memperoleh gambaran yang lebih obyektif

tentang masalah yang diselidiki”. (Nasution, 2011 : 113).

Berdasarkan strukturnya, wawancara dibedakan menjadi wawancara

terstruktur dan tidak terstruktur. Pada wawancara terstruktur, hal-hal yang akan

ditanyakan telah terstruktur atau telah ditetapkan sebelumnya secara rinci. Pada

wawancara tak terstruktur yaitu hal-hal yang akan ditanyakan belum ditetapkan

secara rinci. Rincian dari topik pertanyaan pada wawancara yang tak terstruktur

disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara di lapangan. Dalam penelitian ini

jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Informan yang

diwawancarai dalam hal ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan

komprehenship tentang Rindik. Para informan tersebut tentunya memiliki

pengetahuan yang luas tentang obyek penelitian ini, yang meliputi budayawan,

seniman, kritikus dan juga informan pendukung yaitu mereka yang dapat

menyumbangkan ide serta informasi tentang penelitian ini.

3.5.3 Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan

dengan tujuan untuk dapat mengingatkan dan lebih mempertajam kajian-kajian

31
yang diinginkan, disamping itu untuk menghindari ketidak jelasan data yang

diperoleh dari pengamatan langsung. Apalagi mengamati sebuah seni pertunjukan,

data rekaman merupakan hal yang sangat penting, terutama rekaman gerak dan

suara (gending) yang tersaji dalam durasi yang terbatas. Sehingga data yang

terekam baik berupa gambar (foto-foto) di lapangan beserta rekaman hasil

dokumentasi yang telah dilaksanakan dapat dipelajari kemudian diolah sesuai

dengan kepentingan dari penelitian ini.

3.5.4 Metode Pengumpulan Dokumen

Metode Pengumpulan dokumen merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari penelitian ilmiah, karena melalui metode pengumpulan dokumen

ini dapat dipetik berbagai konsep, ide, gagasan atau teori yang relevan dengan

proses penelitian seperti dalam mengumpulkan data, mengolah maupun penyajian

hasil analisis data nantinya. Buku-buku yang telah diterbitkan, hasil penelitian-

penelitian terdahulu, majalah atau jurnal merupakan sumber-sumber yang dapat

dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian yang dilakukan.

Dokumen dalam hal ini mengacu pada buku-buku tentang seni

pertunjukan pada umumnya dan rindik pada khususnya, hasil-hasil penelitian

terdahulu tentang seni karawitan, majalah atau jurnal serta catatan-catatan yang

berkaitan dengan penelitian.

3.6 Analisis Data

Analisis data adalah pengambilan keputusan untuk menerima atau tidak

suatu hipotesis dari penelitian tersebut. Di dalam hal ini penulis akan memilih

32
analisis deskriptif karena dirasa tepat untuk penelitian kualitatif yang dilakukan.

Yang dimaksud analisis deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang

dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis data yang ada sehingga

diperoleh suatu kesimpulan umum.

“Penelitian Deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan menginterpretasi sesuai dengan apa adanya”. (Sukardi, 2012

: 157). Disamping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana

pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang

berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang.

Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu

menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik subjek atau objek yang

diteliti secara tepat. Ada dua alasan kenapa penelitian deskriptif banyak dilakukan

oleh para peneliti akhir-akhir ini. Pertama, dari pengamatan empiris didapat

bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif.

Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi

permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku

manusia.

33
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Rindik Di Desa Sedang

Karawitan adalah seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian

(instrumen) tradisional. Pengertian bentuk mengacu pada kenyataan yang tampak

secara kongkrit berarti dapat diapresiasi dengan mata atau telinga. Rindik merupakan

salah satu instrumen karawitan yang terbuat dari bambu. Bentuk dari instrumen

gamelan rindik dapat dilihat dari dua unsur, yaitu yang pertama adalah unsur bentuk

fisik instrumen dan yang kedua adalah bentuk komposisi atau bentuk gending.

4.1.1 Bentuk Instrumentasi Rindik

Rindik merupakan salah satu dari perangkat gamelan Bali yang terbuat dari

bambu. Gamelan rindik mempunyai bentuk yang sangat berbeda dan khusus jika

dibandingkan dengan gamelan lain yang terbuat dari bambu. Dari segi pembuatan,

gamelan Rindik di Desa Sedang menggunakan bambu khusus yang disebut tiing

santong. Jenis bambu ini dipilih karena memiliki kualitas yang baik. Dari segi

kekuatan bambu ini memiliki daya tahan yang kuat terhadap serangga. Dari segi

kualitas bunyi jenis bambu ini menghasilkan warna suara yang baik. Hal inilah yang

menyebabkan tiing sentong ini dipilih sebagai bahan rindik di desa Sedang. Seperti

alat-alat gamelan bambu lainnya, rindik di desa Sedang terbuat dari bambu khusus

34
dan cara pembuatan yang khusus pula. Panjang bambu yang akan dipergunakan untuk

membuat rindik di Desa Sedang ini yaitu satu ruas sampai tiga ruas, dengan panjang

45cm untuk nada tertinggi sampai 95cm untuk nada yang terendah.

Menurut I Ketut Suparta jenis bambu yang digunakan untuk membuat rindik

adalah jenis tiing santong. Bambu ini biasa ditemukan di daerah Ubud. Menurut

beliau bambu yang biasanya dibeli dari penjual bambu yang berada di Ubud adalah

bambu yang masih berbentuk batangan utuh, bukan yang sudah dipotong. Hal ini

dikarenakan beliau ingin sendiri memotong bambu dengan ukuran sendiri yang telah

biasa dilakukan.

Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan rindik adalah memotong

batang-batang bambu menjadi bagian-bagian bilah rindik. Bagian luar bambu

dibersihkan dengan menggunakan serabut kelapa. Serabut kelapa pada bagian dalam

digosokkan kebagian luar bambu. Hal ini dimaksudkan agar bagian luar bambu

terlihat halus dan bersih. Biasanya pada bagian luar bambu terdapat kotoran-kotoran

yang menempel yaitu lumut atau bekas-bekas tanah. Penampilan fisik ini juga akan

menambah daya tarik dari gamelan rindik selain dari segi suara yang dihasilkan.

Ukuran yang dijadikan patokan adalah rindik yang sudah ada. Rindik yang sudah ada

ini merupakan patokan dalam membuat rindik. Menurut I Ketut Suparna ukuran

bilah-bilah rindik ini merupakan patokan yang memang sudah diwariskan secara

turun-temurun.

35
Sebatang bambu yang akan dijadikan bahan pembuatan rindik sangat

diperhatikan dengan teliti, seperti bagian pangkal, ujungnya, serta ruas-ruasnya.

Batangan bambu sebagai bilahan instrumen atau “bumbung” juga mempunyai bagian

pangkal dan ujung, yang tidak secara otomatis mengikuti pangkal dan ujung bahan

bambu yang panjang. Bila pada ruas-ruas cembungnya ke arah ujung maka bagian

yang keatas dijadikan bilahan bumbung, dan bagian yang keaarah bawah dijadikan

bumbung (resonator). Demikian pula sebaliknya, kalau lapis buku penutup ruasnya

cembung kebagian bawah (ke arah pangkal), maka bagian yang ke bawah dijadikan

bilah. Sedangkan ke atas menjadi bumbungnya. Jadi arah bilah mengikuti arah

cembungnya lapis penutup, bukannnya mengikuti ujung pangkal bambu. Maksudnya,

supaya ujung bawah bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku (batas ruas)

dan tidak menyentuh cembung lapis penutup buku (batas ruas) daripada ruas bambu.

Teknik ini juga digunakan oleh pengrajin rindik di Desa Sedang. Penggunaan cara

ini dianggap memiliki dua keuntungan diantaranya: 1). Dari segi suara ukuran

bumbung bilah yang lebih besar akan mampu menghasilkan gema yang lebih indah,

sehingga hal ini akan mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh satu tungguh rindik.

2). Selain dari segi bunyi, jika kita lihat dari segi penampilan, penyajian atau

rangkaian rindik yang seperti ini terlihat lebih indah karena don bilah yang tersusun

terlihat sejajar dan ukurannya terlihat seimbang. Hal ini tentu akan menambah daya

tarik estetika gamelan rindik yang disajikan. Untuk mulai membuat satu rangkaian

rindih sebaiknya diketahui dulu panjang pendek rindik yang akan dibuat. Penentuan

36
bilah pertama sebagai nada pertama juga menjadi kunci utama dalam penyusunan

satu rangkaian bilah-bilah bambu yang akan dijadikan instrumen rindik.

Pada saat memotong bambu ada hal yang perlu diperhatikan. Potongan

bambu yang akan dijadikan bumbung pada bilah rindik hendaknya dipotong pada

bagian bawah buku(batas ruas). Hal ini dimaksudkan agar bagian bumbung tertutup

oleh buku (batas ruas). Bagian buku ini juga hendak diperhatikan dengan teliti karena

ini akan dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh bilah rindik. Bagian buku

(batas ruas) yang dijadikan sebagai penutup bilah haruslah baik. Baik dalam artian

tidak terdapat lubang pada bagain buku(batas ruas), baik di bagian dalam ataupun di

bagian luar. Jika pada bagian buku tesebut terdapat lubang maka suara yang

dihasilkan oleh bilah rindik akan sumbang (nada tidak tepat).

Gambar 1
Bambu yang sudah dipotong untuk bahan rindik
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

37
Bambu yang sudah dipotong sesuai dengan ukuran yaitu nada paling tinggi

berukuran 45 cm, kemudian nada berikutnya ditambah 5 cm begitu seterusnya sampai

nada terendah berukuran 95 cm. Bilah rindik pertama yang merupakan nada tinggi

dapat dibuat dengan menggunakan satu ruas bambu, hal ini dikarenakan untuk bilah

pertama memiliki ukuran yang paling pendek. Sedangkan untuk nada rendah

menggunakan dua sampai tiga ruas bambu , ini dikarenakan ukurannya yang lebih

panjang. Batang bambu ini kemudian disusun berdasarkan dua hal yaitu: (1). Dari

nada tinggi ke nada rendah, dan (2). Ukuran bilah bambu dari yang pendek sampai

yang panjang, hal ini agar memudahkan pengrajin merangkai instrumen rindik yang

akan dibuat. Hal ini dikarenakan agar ketika membentuk batang mambu yang sudah

dipotong menjadi bilah-bilah rindik tidak tertukar karena jika hal tersebut terjadi

maka satu rangkaian bambu yang sudah dipotong tidak akan berguna atau tidak

dipakai. Ini akan menyebabkan kerugian bagi sang pengerajin karena bahan yang

dimiliki terbuang sia-sia. Teknik ini umum dilakukan oleh pengrajin di Desa Sedang,

menurut mereka hal ini akan mempermudah mereka ketika akan mulai membentuk

batang bambu menjadi bilah rindik.

38
Gambar 2
Susunan bambu dari nada rendah ke nada tinggi
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

Gamelan Rindik berbentuk menyerupai sebuah tabung yang terdiri atas beberapa

bilah. Pada bagian bawah bilahnya berbentuk tabung dan bagian atas bilah berbentuk

agak melengkung yang biasa disebut metundun klipes. Banyaknya bilah pada satu

rangkaian gamelan rindik di desa Sedang bermacam-macam. Ada yang

menggunakan sebelas bilah ada juga yang memakai tiga belas bilah. Bilah-bilah yang

berbentuk tabung ini kemudian digantung sedemikaian rupa pada pelawahnya sendiri.

Penyangga atau Pelawah gamelannya dibuat dari kayu atau bambu berkaki empat

seperti kaki meja. Karena bilahannya yang terpasang dari kiri ke kanan hal ini

39
menyebabkan nadanya berubah, semakin lama semakin pendek sesuai dengan tinggi

rendah nadanya, maka baik penampang bawah maupun atas yang kita andaikan ada,

yang dibuat oleh kaki-kaki pelawah tersebut berupa trapesium. Begitu pula badannya

akan berbentuk trapesium juga.

Satu tungguh gamelan dipukul oleh satu orang sambil duduk bersila dengan

memakai panggul dua batang. Gamelan rindik di desa Sedang panjang panggul yang

dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu atau stik pancing.

Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan bentuknya bundar pipih,

dibuat dari karet yang agak keras. Rindik di desa Sedang tiap tungguh memiliki

sebelas bilah nada, yaitu berlaraskan selendro (5) lima nada. Nada pertama dimulai

dari nada : ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Dalam satu barung gamelan rindik di

desa Sedang mempunyai dua tungguh instrumen rindik yaitu pemade lanang dan

pemade wadon dan satu buah suling kecil. Rindik wadon ukuran bilahnya dari nada

tertinggi adalah 45 cm sampai nada paling rendah 95 cm. Nada rindik wadon tersebut

lebih rendah daripada rindik lanang. Rindik lanang memiliki ukuran bilah 43cm

untuk nada yang tertinggi, dan 93cm untuk nada terendah. Nada rindik lanang lebih

tinggi daripada rindik wadon. Dibuat berpasangan karena dalam permainan sering

ada yang memakai teknik pukulan polos dan yang satu lagi teknik pukulan sangsih.

Ciri khas yang menjadi daya tarik gamelan rindik di Desa Sedang ini adalah

suara yang dihasilkan hampir tidak berubah walaupun sudah lama di buat. Hal ini

disebabkan pada pemilihan bahan bambu yang digunakan, serta diolah oleh

40
pengerajin rindik sedemikian rupa hingga menjadi satu tungguh gamelan rindik yang

awet. Umumnya bambu yang akan dijadikan bahan untuk rindik setelah ditebang

kemudian dikeringkan selama beberapa hari agar benar-benar kering sehingga tidak

mudah pecah. Ada pula yang menggunakan cara lain yaitu dengan merendam bambu

yang sudah di tebang dalam air agar tidak cepat lapuk. Uniknya dari pembuatan

Gamelan Rindik di Desa Sedang adalah bambu yang dipergunakan adalah bambu

santong yang sudah tua dan kering. Menurut sumber yang penulis dapatkan di

lapangan yaitu dari seorang pengrajin asli yang berasal dari Desa Sedang, bambu

yang baik digunakan untuk bahan pembuatan rindik adalah bambu santong yang

sudah tua dan kering atau dalam istilah Bali dikenal dengan mati di punya. Alasannya

adalah bambu yang mati tua memiliki tinggkat kekeringan yang lebih baik

dibandingkan dengan bambu yang ditebang lalu dikeringkan dengan menggunakan

sinar matahari.

Alat- alat yang perlu dipersiapkan untuk memulai pembuatan bilah rindik

adalah gergaji untuk memotong, belakas(parang) untuk memotong dsn mengiris

potongan bambu, dan pengutik (pisau kecil yang memiliki ujung runcing) untuk

menghaluskan. Potongan-potongan bambu yang sudah tersusun tadi kemudian

dibenahi dengan menggunkan belakas (parang), kulit-kulit bambu yang masih

menempel pada batang bambu dibersihkan agar bilah terlihat halus. Pada bagian

dalam bakal bilah juga dibersihkan dengan sebatang kayu kecil pada bagian ujungnya

diisi serabut kelapa yang bisa masuk kedalam lubang bambu dimana. Serabut kelapa

41
inilah yang akan membantu membersihkan lubang pada bakal bilah. Jika ada bilah

bambu yang lebih dari satu ruas, maka buku (batas ruas)selain di ujung juga

dibersihkan dengan terlebih dahulu bembersihkan penutup buku (batas ruas)yang ada

di dalamnya.

Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat bakal bilah pertama yang

merupakan nada tertinggi. Pembuatan bilah ini menggunakan belakas (parang) Ini

digunakan untuk memotong bagian sisi bambu yang akan dijadikan bilah rindik.

Untuk ukuran bilah dan bumbung menggunakan patokan dari bilah yang sudah ada

(bilah yang dijadikan contoh). Menurut I Ketut Suparna ukuran untuk masing-masing

bilah yang dibuat sudah memiliki patokan yang merupakan warisan dari turun-

temurun leluhur. Sehingga sampai saat ini ukuran itu tetap digunakan, karena mampu

menghasilkan nada-nada yang sesuai dan seimbang. Begitupula dengan bilah-bilah

yang lain sudah memiliki ukuran atau patokan yang jelas.

Setelah membuat mulut bumbung menggunakan alat berupa gergaji dan

belakas (parang). Proses selanjutnya lalu menghaluskan atau menipiskan bilah

dengan menggunakan pisau kecil (pangutik). Bilah yang sudah tipis ini kemudian

dicocokkan dengan nada bumbung yang menjadi patokan dengan cara memukul bilah

rindik yang menjadi patokan dengan bilah rindik yang akan ditentukan nadanya. Bila

bilah rindik yang akan bentuk nadanya belum sesuai maka bilah bagian pinggir diiris

sedikit demi sedikit sambil kembali mencocokkan dengan nada dasar. I Made Sabar

menerangkan ketika nada yang dicari belum cocok biasanya dapat mengiris bagian

42
bumbung dari bilah tersebut. Namun hal ini hendak dilakukan dengan hati-hati karena

jika irisan pada bumbung terlalu banyak maka nada yang dihasilkan akan semakin

buruk. Bahkan ini juga dapat membuat bilah tersebut terbuang karena sudah tidak

dapat digunakan kembali. Dalam hal ini ketika pengerajin hendak merangkai nada

harus memiliki pendengaran yang tajam agar nada yang dihasilkan sesuai dengan

nada dasar atau patokan bilah yang sudah ada.

Untuk pembuatan bilah pertama tingkat kesulitannya adalah ketika

menentukan nada pertama agar sesuai dengan nada dasar yang sudah ada. Kesulitan

kedua yang ditemui oleh pengerajin menurut pengakuan I Made Sabar ialah ketika

membuat bilah untuk nada-nada yang tergolong nada rendah. Biasanya bilah yang

digunakan untuk nada dasar mempergunakan bambu dengan panjang lebih dari satu

buku (batas ruas). Lubang pada buku (batas ruas) juga dapat mempengaruhi hasil

suara yang dikeluarkan oleh bilah rindik. Biasanya lubang pada buku (batas ruas)

yang kecil tidak akan menghasilkan nada yang bagus, sehingga biasanya bahan

bambu seperti itu tidak digunakan. Selain mempengaruhi kualitas suara, bambu ini

juga akan mudah rusak dan lapuk. Untuk menghasilkan nada rendah pada bilah maka

sisi bilah diiris sedikit demi sedikit sampai pada nada yang ditentukan. Untuk

meninggikan nada pada bilah maka langkah yang dilakukan adalah memotong ujung

bilah sampai pada nada yang ditentukan. Selanjutnya untuk merendahkan nada dapat

juga dilakukan dengan cara menggunakan bambu yang lebih panjang, sedangkan

43
untuk meninggikan nada bahan bambu yang yang digunakan lebih pendek dengan

ukuran yang lebih kecil dan diameter yang lebih kecil.

Dalam wawancara bersama I Ketut Suparta, beliau mengungkapkan bahwa

kualitas bambu yang akan dijadikan rindik olehnya sangat diperhatikan dengan teliti.

Hal ini dimaksudkan agar nada yang dihasilkan nyaring dan indah. Selain itu dari segi

penampilan agar lebih indah di pandang. Kualitas bambu yang bagus akan membuat

instrumen rindik lebih awet dan tahan lama. Hal ini lah yang sangat diperhatikan oleh

I Ketut Suparna, karena kualitas yang baik akan dapat menumbuhkan rasa percaya

dari konsumen terhadap dirinya.

Gambar 3
Pengambilan nada pertama
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

44
Gambar 4
Bilah Rindik sebagai Nada Pertama
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
Pembuatan nada selanjutnya menggunakan cara sama seperti pembuatan nada

pertama. Hanya saja ada perbedaan ketika memasuki pembuatan nada-nada rendah

yang biasanya menggunakan lebih dari satu buku ( batas ruas). I Ketut Suparna

mengatakan untuk pembuatan nada rendah yang menggunakan lebih dari satu buku

(batas ruas) harus diperhatikan benar ketika membuat lobang pada ruas buku (batas

ruas) karena hal itu akan mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan oleh bilah.

45
Pola pembuatan mulut bumbung yang ada memiliki ciri khas khusu yaitu

menggunakan pola tangga. Kebanyakan pengerajin rindik khusnya yang berada di

daerah Gianyar, Singaraja dan Jembrana pola yang biasa digunakan oleh pengrajin

disana adalah pola diagonal. I Ketut Suparna menjelaskan pola tangga yang

digunakan merupakan teknik yang memang diturunkan dari leluhur terdahulu. Pola

ini dikatakan mampu memberi corak khas pada bunyi yang dihasilkan oleh bilah

rindik. Pola ini memberikan keseimbangan nada pada setiap bilah rindik.

dan satu buah suling kecil.

Gambar 5
Pola tangga pada Rindik di Desa Sedang
(koleksi: I Made Sudiatmika)

46
Bila semua bilah telah selesai dikerjakan dan nada-nada pada masing-masing

bilah sudah sesuai, selanjutnya adalah pembuatan lubang pada bilah rindik yang

fungsinya sebagai tempat mengikatkan tali yang akan digunakan untuk menggantung

bilah ke pelawah. Teknik yang digunakan untuk menentukan lubang pada bilah

dengan menggunakan dua ujung jari tangan. I Ketut Suparna menjelaskan hal teknik

penggunakan dua ujung jari tangan dengan cara menjepit pada satu titik dengan halus.

Pemeganan dengan ujung jari ini, hanya sekedar saja agar getaran bilah tidak

terhalang sehingga nada atau suara yang dihasilkan jernih (tidak sumbang). Jika nada

yang dicari belum jernih maka titik jepitan ujung jari tangan dapat dipindah kearah

atas atau ke arah bawah, hingga nada yang dicari terdengar jernih.

Gambar 6
Menentukan Lubang pada Bilah Rindik
(Koleksi: I Made Sudiatmika)

47
Titik yang telah ditemukan sebagai lubang rindik kemudian dilubagi dengan

menggunakan bor. I Ketut Suparna menjelaskan bor yang digunakan bukanlah bor

listrik. Hal ini dikarenakan bahan rindik yang terbuat dari bambu akan mudah pecah

jika menggunakan bor listrik. Berdasarkan pengalaman beliau bor yang biasa

digunakan untuk membuat lubang pada bilah rindik adalah bor yang menggunakan

tenaga manusia. Bor ini sangat sederhana, dimana cara menggunaanya dengan

memutar pedal yang ada pada bagian bor sehingga bor dapat berputar. Penggunaan

bor ini menurut I Ketut Suparna dapat mengurangi resiko bilah rindik akan pecah.

Hal ini dilakukan karena pada saat membuat lubang kita dapat merasakan tekanan

yang diberikan ke bagian bilah rindik dapat disesuaikan agar bilah tidak pecah.

Gambar 7
Pembuatan Lubang pada Bilah Rindik
(Koleksi; I Made Sudiatmika)

48
Bilah-bilah rindik yang sudah dilubangi kemudian dikumpulkan untuk

selanjutnya diletakkan pada pelawah. Pada saat penelitian dilakukan, I Ketut Suparna

sedang mengerjakan rindik dengan menggunakan pelawah yang terbuat dari bambu.

Pelawah ini dibentuk menyerupai meja dengan kaki empat. Bilah-bilah yang sudah

siap kemudian diletakkan diatas pelawah, ini dikarenakan agar dapat menentukan

lubang pada pelawah. Lubang ini nantinya akan digunakan untuk meletakkan tali

penggantung antara bilah dengan pelawah. Tali yang biasa digunakan untuk

menggantung pelawah dengan bilah adalah tali yang terbuat dari plastik. Menurut I

Ketut Suparna tali yang baik digunakan untuk menggantung bilah adalah tali yang

terbuat dari karet. Ini dikarenakan suara yang dihasilkan oleh bilah akan lebih nyaring

dan menyatu.

Gambar 8
Penentuan Lubang pada Pelawah
(Koleksi: I made Sudiatmika)

49
Lubang pada bagian pelawah ditentukan pada bagian kosong antara bilah

dengan bilah lainnya. Pemasangan tali pada pelawah ini dilakukan dengan cara

melipat tali, kemudian lipatan tali itu yang dimasukkan kedalam lubang dari pelawah.

Nantinya lipatan tali yang berada di bagian atas akan ditahan oleh potongan bambu

kecil yang dalam bahasa di daerah Sedang dinamakan penyuluban (bambu penahan

tali pada bagian atas pelawah). Batang bambu inilah yang nantinya akan menahan

lipatan tali agar tidak tertarik ke bawah, karena bilah akan diletakkan pada bagian

bawah dari pelawah. Teknik dengan menggunakan penyuluban ini digunakan untuk

meletakkan bumbung. Untuk bagian bilah atas tidak menggunakan penyuluban, yang

digunakan ialah kancing (dalam bahasa Sedang). Kancing ini adalah batang bambu

kecil yang berukuran 5 cm. Kancing ini nantinya diletakkan pada bagian bawah bilah

tepat di bawah lubang bilah. Teknik ikat yang digunakan pada bumbung dan bilah

rindik tidaklah sama. Pada bumbung bilah tali penggantung di kaitkan langsung pada

bagian penyangga pelawah. Sedangkan pada bagian bilah tali hanya dikaitkan pada

kedua kaki bilah pada bagian ujung saja. Pada bagian bilah yang berfungsi sebagai

penahan tali adalah kancing.

50
Gambar 9
Pemasangan Tali dan Penyuluban
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

Gambar 10
Kancing
(Koleksi: I Made Sudiatmika)

51
Gambar 11
Pemasangan Tali pada Bilah
(Koleksi: I Made Sudiatmika)

Bilahan bumbung rindik ini dipasang dengan cara digantung yang dilobangi

hanya bilahan bagian ujungnya saja yang cara menggantungnya sama dengan pada

rindik gandrung. Sedangkan bagian pangkal atau bumbungnya hanya diikat saja

sedemikian rupa dengan tali berupa jalinan yang teratur.

Satu set gambelan rindik yang sudah jadi biasanya diamainkan dengan

menggunakan dua buah panggul dan sebuah suling kecil sebagai pengiring melodi.

Panjang panggul yang dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu

52
atau stik pancing. Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan

bentuknya bundar pipih, dibuat dari karet yang agak keras.

Gambar 12
Panggul Rindik
(Koleksi: I Made Sudiatmika)

4.1.2 Bentuk Komposisi Gending Rindik

Bentuk gending rindik di desa sedang memiliki motif tetabuhan. Motif-

motif tersebut yaitu motif lelambatan dan motif gencangan. Gamelan rindik di desa

sedang yang menjadi motif lelambatannya adalah tabuh telu, karena melodi dalam

tabuh ini memiliki ukuran/gending yang panjang dan suasana lagu yang tenang.

Untuk lebih jelasnya pada motif ini, penulis akan lampirkan contoh notasi gending

tabuh telu dan gending putri ayu.

53
Gending Tabuh Telu

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1

. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1

. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4

. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3

. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5

54
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1

7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7

1 7

Penyalit :

. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1

. 7 . 1 3 .3 3 3 3 .7 7 7 7 7 1 1 (3)

Ngecet :

. . . 3. . . 3 . 7 . 5 . 1 . 7

. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5

. . . 5 . . . 5 . 7 . 5 . 1 . 7

. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5

. . . 5 . . . 5 . 3 . 5 . 4 . 3

. . . 1 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3

. . . 4 . . . 1 . . . 5 . 7 5 4

. . . 3 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3

55
Gending Putri Ayu

. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7

. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7

. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7

. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7

. . . . . . . . .5 5 5 . 4 3 4 5

.3 4 5 4 3 5 4 3 .7 1 7 1 3 4 1 3

.3 3 3 3 7 . 1 3 .3 3 3 3 7 . 1 3

.4 5 7 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1

3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4

. 7 . 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1

3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4

. 7 . 5 . 4 . 3 3 . 1 7 .3 1 7 3

.7 1 3 1 7 3 1 . 7 7 1 3 .3 3 3 .

4 5 7 5 . 4 . 3 . . . 5 . . . 7

56
. . . 5 . 7 5 4 . . . 1 . 3 1 7

. . . 1 . 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

.5 7 5 4 3 4 5 7

4.1.2.1 Teknik permainan rindik

Dalam konteks permainan gamelan Bali khususnya pada instrumen rindik

yang memakai dua buah alat pemukul pada satu pemain, istilah ubit-ubitan dimaksud

sebagai sebuah teknik permainan yang dihasilkan dari perpaduan antara sistem polos

dan sangsih. Pukulan polos dan nyangsih jika dipadukan akan menimbulkan

perpaduan bunyi yang dinamakan ubit-ubitan.

Terkait dengan teknik permainan instrumen rindik di Desa Sedang yang

memakai dua alat pukul dalam satu pemain. Adapun pembagian alat pemukul pada

pemain itu sendiri, tak lain tangan kiri yang memegang satu alat pemukul yang

mempunyai fungsi sebagai menjalankan melodi pokok (lagu pokok). Sedangkan

tangan dari masing-masing pemain memegang satu buah alat pemukul yang masing-

masing mempunyai tugas atau bagian sendiri-sendiri yaitu : adanya sistem polos dan

sangsih. Dalam arti masing-masing pemain pada tangan kanannya bisa menampilkan

permainan polos dan bisa juga memainkan sangsih. Sehingga kalau sudah dipadukan

57
akan terdengar warna suara yang berbeda tetapi saling berkaitan atau saling

mengunci.

4.1.2.2 Laras Gambelan Rindik

Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu

gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi

rendahnya (Dibia, 1977/1978 : 4). Dalam gambelan rindik di Desa Sedang laras yang

umumnya digunakan adalah laras selendro. Laras selendro adalah susunan nada-nada

di dalam satu gembyangan atau oktaf/bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak

dapat dikatakan sama.

4.1.2.3 Irama Gambelan Rindik

Irama adalah perulangan bunyi-bunyian menurut pola tertentu dalam sebuah

lagu. Dalam satu gending rindik biasanya tejadi beberapa pengulangan bunyi. Seperti

misalnya bagian pengawak terdapat dua kali pengulangan pada empat baris melodi

yang sama. Ini terlihat pada gending tetangisan, seperti contoh berikut:

Pengawak Gending Tabuh Telu

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

58
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1

. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1

. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4

. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3

. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5

. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1

7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7

1 7

59
4.1.2.4 Melodi Gambelan Rindik

Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan tangga nada

sehingga menjadi kalimat lagu. Satu nada yang hanya berdiri sendiri tidak akan

menghasilkan satu buah gending. Nada-nada yang ada dalam gamelan rindik di Desa

Sedang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah gending-gending

rindik dengan melodi yang sangat indah. Satu baris melodi terdiri atas beberapa nada

yang tersusun sehingga membentuk satu melodi.

Contoh satu baris melodi pada bagian pengawak “Gending Tabuh Telu”

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

4.1.2.5 Nada Gambelan Rindik

Nada adalah sebagai suatu bunyi yang teratur, yang ditangkap oleh teling yang

bersala dari suatu sumber bunyi. Laras selendro yang biasanya digunakan pada

gambelan rindik yaitu laras selendro lima nada yang terdiri dari :

Nada pertama : ndung (7)

Nada kedua : ndang (1)

Nada ketiga : nding (3)

Nada keempat: ndong (4)

Nada kelima : ndeng (5)

60
4.2 Estetika Gambelan Rindik

Estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang

berkaitan dengan keindahan. Keindahan meliputi keindahan alam dan keindahan

buatan manusia.

Estetika berasal dari bahasa yunani yaitu aisthetikos yang berarti mengamati

dengan indera (Suweca, 2009 : 1). Dalam buku ini juga dijelaskan tentang definisi

estetika adalah: Ilmu pengetahuan tentang pengamatan suatu obyek yang bersifat

inderawi, renungan mengenai filsafat seni, pengetahuan tentang keindahan, keindahan

karya seni (Louis Kattsoff), sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai keindahan dan

karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni sehubungan dengan

makna karya seni dengan kehidupan, tidak hanya menjadikan keindahan obyek karya

seni tapi juga yang buruk (Stolnitz), dan sebuah renungan tentang obyek estetis dan

karya seni, juga melahirkan konsep-konsep dari suatu karya seni (John Hospers). Dari

keseluruhan hal tersebut sudah terlihat jelas bahwa hal yang ditekankan adalah

mengenai keindahan tentang suatu karya seni.

Namun menurut Suweca (2009 : 44) karawitan adalah sebuah istilah

komposisi musik baik instrumental maupun vokal yang digunakan dibeberapa daerah

di Indonesia seperti: Jawa, Sunda, Padang Panjang, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa

Tenggara Barat dan daerah lainnya di Indonesia. Dalam menikmati keindahan karya

komposisi karawitan secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian atau dua

kepentingan yang berbeda yaitu, cara pandang yang disebut auditivisual dan cara

61
pandang konseptual. Cara menikmati keindahan karya komposisi karawitan secara

auditivisual adalah memberi kebebasan dalam menilai karya tersebut. Mereka yang

memiliki pengalaman estetis yang tinggi akan sangat sensitif dan dapat menikmati

secara maksimal, dibandingkan mereka yang kurang memiliki pengalaman estetis

yang memadai. Cara pandang dari sudut konseptual, mereka harus mampu

mengorbankan hal-hal bersifat subyektif, kenikmatan yang dirasakan oleh sentuhan

aspek musikalitas terhadap rasa sentimental harus diabaikan bila karya itu secara

konseptual tidak dapat terpenuhi. Bagian-bagian dari estetika karawitan adalah: (1)

Dasar keindahan komposisi, tiga aspek utama dalam komposisi karawitan yaitu, ide,

bentuk dan penampilan. (2) Keindahan bentuk meliputi aspek media dan aspek

musikalitas.

Sedangkan estetika menurut Djelantik yang menjelaskan bahwa semua benda

atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar, yakni wujud atau

rupa, bobot atau isi dan penampilan atau penyajian. Namun perbedaan seluruh makna

estetika dari hasil penelitian tersebut di atas akan dijadikan acuan untuk mengetahui

tentang estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang dengan cara mengamati dengan

indera terhadap wujud, bobot dan penampilan Gambelan Rindik tersebut. Unsur-

unsur estetika meliputi:1). wujud,2). Bobot dan 3). penampilan.

4.2.1 Wujud

Wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (berarti

dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak tampak

62
secara kongkrit, yaitu abstrak, yang hanya bisa ditayangkan, seperti seuatu yang

diceritakan atau dibaca dalam buku (Djelantik , 2004:17). Aspek keindahan wujud

meliputi dua hal yaitu bentuk (form) dan struktur (structure).

4.2.1.1 Keindahan Bentuk

Aspek dari keindahan bentuk pada seni karawitan meliputi aspek media

(bentuk fisik dari instrumen) dan aspek musikal (gending instrumen).

4.2.1.1.1 Aspek Bahan

Aspek bahan, bahan adalah alat sebagai sumber bunyi yang merupakan bahan

pokok lahirnya sebuah komposisi, sebagaimana kita ketahui bahwa media karawitan

adalah suara, baik yang dihasilkan oleh alat maupun vocal (suara manusia). Aspek

media disini juga meliputi bentuk fisik dari gambelan, dari bentuk fisik inilah yang

mampu menghasilkan bunyi atau nada-nada.

Gambelan rindik di Desa Sedang memiliki bentuk yang unik. Hal ini dapat

dilihat dari segi pelawah dan bilah-bilah yang tersusun. I Ketut Suparna mengatakan

rindik yang biasa dibuat ada yang menggunakan pelawah dari bambu dan ada juga

pelawah yang terbuat dari kayu lengkap dengan hiasan berupa ukir-ukiran. Pelawah

yang terbuat dari bambu memang terkesan unik selain sederhana kesan klasik yang

timbul dari penampilan rindik menggunakan pelawah bambu lebih terlihat.

63
Rangkaian bambu yang sudah menjadi bilah mampu menghasilkan bunyi

berupa nada-nada. Melalui bilah bambu ini nada-nada yang terbentuk disajikan enjadi

satu rangkain yang tersusun dalam satu pelawah. Urutan nada-nada dari yang

terendah sampai yang tertinggi jika dimainkan dengan gending yang sesuai maka

akan menghasilkan suatu komposisi gending yang indah. Sehingga gagasan dari

instrumen ini dapat sampai kepada penikmat seni.

Gamabar 13
Rindik yang menggunakan pelawah bambu
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

4.2.1.1.2 Aspek Musikal

Aspek musikal, aspek musikal yang terkandung dalam Gending yang

dihasilkan oleh satu set rindik yang ditambah dengan sebuah suling : Melodi

64
(rangkaian nada-nada yang membentuk suatu lagu), aksen (tekanan atau hentakan

khusus pada suatu lagu), interval (jarak nada yang sangat teratur untuk mengetahui

tinggi rendahnya suatu nada), ritme (tekanan yang terjadi secara berulang-ulang dan

teratur pada suatu lagu), tempo (cepat lambatnya suatu lagu), dinamika (perubahan-

perubahan suasana yang terjadi, termasuk keras lemahnya suatu lagu), amplitude

(tinggi rendahnya suatu nada), tangga nada (urutan nada-nada atau jarak nada-nada

dalam satu oktaf), sumber bunyi (bahan-bahan atau alat-alat yang mengeluarkan

suara), oktaf (urutan nada-nada secara teratur dari nada pertama hingga kembali

kepertama)

4.2.1.2 Struktur Rindik

Struktur adalah bagian-bagian yang tersusun menjadi satu-kesatuan dalam

sebuah komposisi karawitan. Pada komposisi yang bersufat konvensional di Bali

struktur ini dikenal dengan istilah tri angga, yang artinya tiga bagian pokok yang

sering disebut dengan istilah kawitan (pendahuluan), pangawak (isi) dan pangecet

(penutup) (Suweca, 2009 : 54). Aspek struktur yang mendasar dalam setiap karya

seni meliputi tiga hal yaitu : keutuhan, penonjolan dan keseimbangan. Pada gending

Rindik di Desa Sedang yang biasa dimainkan juga dibagi menjadi tiga bagian yaitu

kawitan, pengawak dan pangecet. Berikut akan dijelaskan ketiga bagian struktur

gending rindik :

65
Contoh Gending Tetangisan

Bagian Pengawit

7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3

4 . 3 4 1 3 4 1 3 1 4 3 1 3 4 .

Bagian Pengawak

7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3

4 . 3 4 1 3 . 4 . 5 7 . 7 7 . 7

7 5 7 . 1 . 7 4 5 4 7 5 4 5 7 4

5 4 7 5 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5 3 5

4 3 5 3 4 5 . 7 7 5 7 4 5 4 . 3

3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1 . 7

1 7 1 3 4 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3 7

1 7 3 1 7 1 3 .

Pada bagian pengawak diatas, mulai peralihan gendingnya di bait yang kedua,

dan juga setelah bagian pengawak ini habis, akan terjadi lagi pengulangan ke bagian

pengawit sampai 4 (empat kali). Setelah perulangan tersebut, masuklah ke bagian

penyalit, dimana nantinya gending akan masuk ke pengecet.

66
Penyalit

1 7 1 3 4 . 3 3 4 4 5 5 4 4 3 3

4 4 5 5 4 4 3 .3 3 3 . 4 5 3 4 .5

5 5 . 3 4 5 7

Pengecet

. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7

. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7

. . . . . . . 4 . . . 3 . . . 5

. . . 5 . . . 3 . . 1 7 .7 1 3 .

4 . 5 7 .7 1 7 . 5 . 4 3 .3 3 . 4

5 7 5 4 3 .3 3 . 7 1 3 4 .5 5 5 .

3 4 5 7

4.2.1.2.1 Keutuhan

Keutuhan dimaksudkan adalah dalam suatu karya seni menunjukkan adanya

sifat yang utuh, yang tidak ada cacat tidak ada yang kurang dan tidak ada yang

dilebihkan. Hal ini terlihat ketika saat pementasan gambelan Rindik di Desa Sedang.

67
Menurut I Wayan Sanyoga Yasa rindik yang dipentaskan ketika upacara pernikahan

yaitu menggunakan dua set rindik ditambah sebuah suling. Rindik yang digunakan

satu berfungsi sebagai lanang dan yang satu berfungsi sebagai wadon, serta

ditambahkan satu buah instrumen suling sebagai penambah irama. Ketika instrumen

ini memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya. Jika hanya satu rindik yang

digunakan dengan sebuah suling, suara yang dihasilkan tidak menyatu. Begitu pula

sebaliknya jika hanya menggunakan dua buah rindik lanang dan wadon lantutan

gending yang dimainkan terkesan kurang menyatu. Begitu pula dengan rindik lanang

dan wadon, dalam pementasannya tidak ada yang terlalu menonjol. Hanya saja

biasanya rindik lanang memiliki nada yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

rindik wadon. Keduanya saling beriringan membentuk nada yang seimbang.

Sehingga ketiga instrumen ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Dari segi gending keutuhan dimaksudkan adalah ketiga bagian dari gending

(tri angga), yang artinya tiga bagian pokok yang sering disebut dengan istilah

kawitan (pendahuluan), pangawak (isi) dan pangecet (penutup), harus kesemuanya

terdapat dalam gending yang dimainkan. Ketiga bagian ini merupakan satu kesatuan

yang terpisahkan dari sebuah gending rindik.

68
Gambar 14
Pementasan Rindik dengan tambahan sebuah suling
(Koleksi : I Made Sudiatmika)

4.2.1.2.2 Penonjolan

Penonjolan memiliki makna dan maksud untuk memperkenalkan

instrumentasi atau orkestrasi banyaknya alat yang terlibat dalam komposisi yang

dimaksud, memperkenalkan peran masing-masing instrumen, sejauh mana tugas

masing-masing instrumen yang ada, memperkenalkan warna suara masing-masing

alat untuk diketahui peranannya dalam menciptakan suasana yang di inginkan,

memperkenalkan teknik permainan, memperkenalkan gaya dan ekspresi masing-

masing. Penonjolan pada gending rindik terlihat ketika pementasan sedang

berlangsung. Ini terlihat ketika adanya perubahan bagian ketika gending sedang

69
dimainkan. Pada bagian awal gending kedua rindik dimainkan dengan nada yang

sama sehingga tercipta kehormonisan nada. Ketika instrumen suling mulai masuk ke

dalam gending, maka nada pada instrumen rindik mulai diturunkan sehingga

ditonjolkanlah suara atau nada dari suling. Selanjutnya masuk ke bagian tengah rindik

lanang mengambil tempo yang lebih cepat sedangkan rindik wadon mengikuti tetapi

dengan nada yang sedikit lebih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menonjolkan

instrumen rindik lanang. Penonjolan rindik lanang ini juga dapat dijadikan penanda

bahwa gending sudah masuk ke bagian pengawak. Pada bagian akhir gending ketiga

instrumen membentuk satu nada harmonis yang seimbang.

4.2.1.2.3 Keseimbangan

Keseimbangan berarti kesamaan unsur. Adanya pembagian yang sama antra

unsur-unsur yang terkait di dalam sebuah karawitan. Keseimbangan dapat berupa

gerak, sinar warna. Panjang pendek waktu yang diberikan kepada setiap unsur dalam

sebuah pementasan juga dapat dikatakan sebuah keseimbangan. Begitu pula teknik

pukulan yang dimaikan oleh penabuh sehingga menimbulkan sebuah nada yang

harmonis akan mampu menciptakan sebuah keseimbangan dalam komposisi

karawitan yang dimainkan. Pada teknik pemukulan gambelan Rindik keseimbangan

antara pemain rindik lanang dengan pemain rindik wadon sangat menentukan

harmonisasi dalam permainan rindik.

70
4.2.2 Bobot

Bobot merupakan aspek selanjutnya yang dikaji dalam estetika Gamelan

Rindik di Desa Sedang. Bobot dalam hal ini meliputi suasana, gagasan, ide atau

pesan. Meski secara umum karawitan bersifat auditif yang artinya keindahan

dinikmati oleh indera pendengaran (telinga), bukan berarti sepenuhnya keindahan

yang disajikan lewat pengolahan unsur musikal saja yang utama, sehingga dapat

dinikmati sambil tidur-tiduran di kamar dengan memutar kaset. Bobot suatu karya

seni dapat dinikmati melalui tiga aspek diataranya : suasana, gagasan atau ide serta

ibarat atau anjuran. Namun dalam karya seni karawitan aspek yang bisa diamati

hanya dua yaitu suasana dan gagasan.

Suasana adalah keadaan dimana suatu gagasan atau ide disampaikan.

Melalui suasana yang tercipta diharapkan mampu menyampaikan gagasan atau ide

dari seni karawitan yang ditampilkan. Dalam gambelan rindik yang ada di Desa

Sedang suasana yang disampaikan jelas terlihat dari lantunan melodi yang dimainkan.

Kesan damai dan tenang tercipta ketika permainan rindik sedang dipentaskan. Hal

inilah yang akan mampu menyampikan gagasan dari gambelan rindik yang

ditampilkan.

Gagasan atau ide adalah pemikiran atau konsep yang ingin disampaikan

oleh pencipta baik pencipta gending ataupun pencipta instrumen. Melalui gambelan

rindik gagasan atau ide yang hendak disampaikan oleh pengrajin ialah konsep tentang

71
keharmonisan. Konsep keharmonisan dari segi gending dirasakan melalui lantunan

nada-nada yang senada. Keharmonisan dari segi instrumen terlihat dari yaitu bilahan-

bilahan bambu yang terpasang secara sejajar tanpa ada bilah yang lebih tinggi atau

lebih rendah. Konsep inilah yang hendak disadari oleh semua masyarakat kesamaan

atau kedudukan yang sama tanpa ada memandang perbedaan kelas, status sosial

ataupun status ekonomi dari masing-masing individu.

4.2.3 Penampilan

Penampilan adalah cara penyajian yang disajikan kepada penikmat seni,

penonton ataupun khalayak ramai. Penampilan kesenian meliputi tiga aspek yaitu

bakat, ketrampilan dan sarana atau media.

Bakat adalah potensi atau kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang

yang di dapat berkat keturunannya. Bakat yang dimiliki satu orang dengan orang

lainnya tentu sangat berbeda. Seperti pengrajin-pengrajin kesenian hampir sebagian

besar diperoleh melalui garis keturunan. Seperti pengrajin rindik di Desa Sedang,

berdasarkan pengkuan I Ketut Suparna kemampuan membuat rindik yang dimilikinya

diwariskan dari kakeknya. Kakek dari I Ketut Suparna dulunya adalah seorang

pengrajin rindik, bahkan rindik yang dibuat oleh almarhum kakeknya sampai

memiliki pelanggan khusus dari Jepang yang sampai saat ini masih berlangganan

rindik. Selain itu almarhum juga mengajar rindik kepada wisatawan-wisatawan asing

yang sengaja berkunjung kerumahnya untuk membeli atau sekedar melihat teknik

72
pembuatan rindik. Dari sanalah lahir bakat yang dimiliki sekarang ini oleh I Ketut

Suparna.

Ketrampilan adalah kemahiran dalam melaksanakan sesuatu yang dicapai

dengan latihan. Ketrampilan ini sangat dimiliki oleh I Ketut Suparna. Menurutnya

dalam satu hari beliau mampu menyelesaikan 3 sampai 4 rindik jika bahan bambu

sudah siap untuk dijadikan bilah. Ketrampilan ini tidak di dapat dengan instan.

menurut pengakuannya kegiatan membuat rindik sudah dilakukan sejak remaja ketika

almarhum kakeknya masih hidup, tetapi hanya sekedar membantu pekerjaan

kakeknya. Sampai mahir seperti sekarang ini tentu dengan latihan panjang yang

dilakukan selama ini.

Sarana, media atau unsur ekstrinsik adalah semua faktor penunjang

kesenian yang mampu menambah nilai seni baik saat pementasan ataupun tidak

sedang dipentaskan. Dalam penyajian atau pementasan gambelan rindik biasanya

tidak terlalu memerlukan sarana penunjang yang terlalu banyak. Biasanya sekaa

rindik ketika melakukan pementasan hanya menggunakan pakain seragam. Biasanya

tidak menggunakan unsur make up. Penyajiannya sangat sederhana yang lebih

ditonjolkan adalah instrument gambelan rindik yang sedang dipentaskan.

4.3 Fungsi Gambelan Rindik

Gamelan merupakan suatu cara individu berhubungan di dalam kelompok

yang hanya dimainkan pada kesempatan tertentu seperti upacara agama, upacara

73
pertunjukan wayang, dan untuk keluarga raja. Gamelan juga dimainkan di halaman,

kuil, dan upacara agama desa/kampung. Di samping untuk fungsional sosial, gamelan

juga menjadi mata pencaharian utama untuk pengrajin khusus yang membuat

gamelan. Gamelan meiliki fungsi ritual, hiburan dan juga presentasi estetis.

Saat ini, walaupun gamelan masih digunakan untuk upacara agama, juga

dipentaskan pada konser musik. Gamelan juga digunakan untuk musik modern

maupun tradisional, drama, mengenal teater dan pedalangan yang disimpan pada

tempatnya seperti halaman, kuil, museum, dan sekolah.

Di Indonesia, gamelan sangat dihargai dan dianggap keramat, gamelan

dipercayai memiliki kekuatan gaib. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia

menawarkan dupa dan kembang ke gamelan. Selain itu, para musisi melepaskan

sepatunya pada saat memainkan gamelan. Menurut kepercayaan, setiap alat musik

dalam gamelan dipandu roh-roh. Juga dipercaya bahwa seseorang dilarang

melangkahi gamelan karena akan membuat marah roh tersebut.

Gamelan rindik sebagai salah satu gamelan Bali yang terbuat dari bambu

memiliki fungsi dan peran yang beragam. Seperti yang kita ketahuai gambelan rindik

secara umum biasanya digunakan sebagai pengiring dalam pementasan tari pergaulan

yaitu Joged Bumbung. Selain itu masih banyak lagi fungsi dari gamelan rindik baik

dari segi ritual keagamaan, ekonomi, maupun dari segi sosial. Adapun fungsi-fungsi

gamelan rindik yang ada di desa Sedang yaitu sebagai berikut :

74
4.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan

Di pulau Dewata ini, kesenian tidak hanya digunakan sebagai hiburan saja,

melainkan juga sebagai sarana dan pelengkap peristiwa-peristiwa ritual yang bersifat

keagamaan, kebersamaan suatu komunitas, dan penunjang faktor ekonomi bagi

sebagian masyarakatnya. gamelan hidup dengan subur karena dimantapkan dan

dipelihara melalui dukungan sistem sosial yang berintikan lembaga-lembaga

tradisional, seperti desa adat, banjar, dan berbagai jenis sekaa (organisasi profesi) (I

Gede Arya Sugiartha, Gamelan Pegambuhan…: 2008. hal. 1-2).

Kesenian bali , seni karawitan (gamelan ), seni tari dan seni vokal (tembang)

kesemuanya tidak bisa lepas dari upacara keagamaan (agama hindu-Bali). Berdasarkan

klasifikasi atau penggolongannya, gambelan Bali dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Seni wali (sacred, religious) yaitu seni yang dilakukan di pura-pura dan

ditempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara keagamaan sebagai

pelaksana upacara dan upakara agama( rejang, sang hyang, pendet, dan baris

upacara)

2. Seni Bebali ( ceremonial art ) yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring

upacara dan upakara di pura ataupun ditempat lain. (pewayangan , topeng,

gambuh, serta jenis seni tari lainnya).

3. Seni balih-balihan (seculer art) yaitu semua seni diluar dari tersebut diatas

baik yang bersifat seni serius maupun hiburan (tari pergaulan).

75
Mengenai gambelan rindik di desa Sedang kesenian ini digolongkan seni

balih-balihan yang fungsinya sebagai pengiring tari pergaulan (social dance) yaitu

joged bumbung. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan narasumber,

gambelan rindik ini biasanya banyak digunakan pada saat ada upacara pernikahan.

Disini fungsinya tidak bersifat sakral karena tidak ada keterkaitan antara upacara

pernikahan yang sedang berlangsung dengan gambelan rindik. Gambelan rindik ini

hanya berfungsi sebagai hiburan agar membuat suasana menjadi lebih harmonis.

Seperti yang kita ketahui alunan melodi yang dilantunkan pada saat pementasan

rindik memiliki nilai keharmonisan serta kelembutan sehingga tercipta suasana yang

tenang dan nyaman.

4.3.3 Fungsi Sosial

Gambelan Rindik yang ada di Desa Sedang biasanya dipentaskan untuk

mengiringi upacara pernikahan. Sebagai pengiring upacara pernikahan gending yang

biasanya dibawakan atau dimainkan menggunakan gending dengan suasana lembut.

Hal ini dikarenakan agar suasana saat berlangsungnya upacara menjadi lebih khidmat

dan nyaman. Selain itu juga agar para tamu undangan menikmati suasana pernikahan

yang sedang berlangsung. Hal ini juga akan menciptakan keakraban antara tamu

dengan mempelai sehingga terjaling komunikasi yang baik. Berbeda halnya dengan

rindik yang digunakan untuk mengiringi tarian joged bumbung, suasana yang ingin

ditampilkan tentu berbeda. Pada saat pementasan tarian joged bumbung kesan agresif

76
dan atraktif sangat ditonjolkan. Ini bertujuan untuk menarik minat sang pengibing

untuk ikut menari bersama dengan penari joged bumbung.

Kesan sosial yang ingin disampaikn oleh gending rindik disesuaikan dengan

keadaan sosial yang sedang terjadi. Seperti pada upacara perkawinan tentu kesan

yang ingin ditonjolkan adalah keharmonisan. I Ketut Suparna menyebutkan

pementasan rindik yang dilakukan di resepsi pernikahan mampu menunjukkan kesan

harmonis dan romantis dari sang pemilik acara.

Instrumen rindik tidak hanya digunakan untuk pementasan saja, tetapi ada

juga yang sengaja membeli rindik untuk hanya sekedar menjadi pajangan atau hiasan

rumah. I Ketut Suparna menyampaikan membeli yang biasanya memesan rindik

kepadanya bukanlah dari sekaa rindik, melainkan dari individu yang sengaja membeli

untuk hiasan rumah. Biasanya memilih rindik sebagai hiasan rumah akan

memberikan citra seni bagi sang pemilik rumah. Walaupun pemilik rindik tidak

sepenuhnya mempunyai keahlian dalam bermain rindik, namun pencitraan yang

ditimbulkan oleh keberadaan rindik itu membuat sang pemiliki dianggap memiliki

daya tarik terhadapt seni yang tinggi.

4.3.2 Fungsi Ekonomi

Bali adalah pulau yang kecil yang menjadi tujuan para wisatawan domestik

maupun internasional. Dalam konteks pariwisata peran gamelan Bali sangatlah

penting. Gamelan Bali bisa dipakai untuk penyajian sebuah seni pertunjukkan yang

77
akan dipentaskan kepada wisatawan-wisatawan tersebut. Ada pula wisatawan yang

datang ke Bali sengaja untuk melihat pertunjukan pementasan gamelan Bali dan

sengaja datang untuk belajar bermain gamelan Bali.

Gamelan mempunyai peran yang sangat vital dalam perkembangan pariwisata

di Bali. Hal itu membawa dampak yang luar biasa pada perekonomian negara

khususnya bagi masyarakat Bali sendiri, yaitu pendapatan perkapita negara yang

semula rendah menjadi tinggi akibat berkembangnya pariwisata.

Dewasa ini, gamelan telah menjadi lahan kerja bagi seniman-seniman Bali.

Dalam acara-acara perlombaan gamelan maupun parade gamelan yang bergengsi

seperti yang ada dalam rangkaian acara Pesta Kesenian Bali (PKB), setiap peserta

selalu berusaha menunjukan penampilan yang lebih baik dari peserta lainnya dengan

berbagai upaya. Salah satu upayanya adalah dengan mencari komposer-komposer

yang berpengalaman dan memiliki popularitas tinggi dengan bayaran yang tinggi. Hal

tersebut menyebabkan banyak bermunculan seniman-seniman profesional yang

menyediakan jasa pembuatan tabuh.

Gambelan rindik sebagai salah satu gambelan Bali yang mempunyai daya

tarik tersendiri jika dibandingkan dengan gambelan-gambelan lain yang ada di Bali

pada khususnya. Sebut saja salah satu yang menjadi daya tarik gambelan Rindik

ialah bentuk instrumen yang disajikan. Gambelan rindik merupakan gambelan yang

terbuat dari bambu. Dari segi bahan tentu mempunyai daya tarik. Gambelan rindik

terlihat lebih klasik karena bahan dari intrumen ini berasal dari bambu. Menurut

78
narasumber banyak wisatawan asing yang sengaja datang kerumahnya di Desa

Sedang untuk memesan langsung gambelan rindik, bahkan wisatawan asing yang

datang kerumahnya yang kebetulan melihatnya sedang membuat gambelan rela

menunggu dan melihat proses pembuatan gambelan rindik sampai selesai. Hal ini

membuktikan bahwa gambelan rindik ini memang memiliki daya tarik terhadap pasar

internasional.

Menurut I Wayan Sanyoga Yasa kerajinan rindik yang ada di Desa Sedang

memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Walaupun pengrajin tidak sepenuhnya

hanya membuat Rindik saja. Menurut pengrajin pembuatan rindik yang dilakukan

hanya merupakan pekerjaan sambilan, pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh

pengrajin adalah sebagai buruh bangunan. Sesuai dengan pemaparannya satu set

rindik memiliki harga yang berbeda-beda sesuai dengan permintaan dan bahan

pelawah rindik yang digunakan. Rindik yang biasa dibuat oleh I Ketut Suparna ialah

rindik yang pelawahnya terbuat dari bambu dan rindik yang pelawahnya terbuat dari

kayu. Rindik yang bahan pelawahnya terbuat dari bambu biasanya lebih diminati oleh

wisatawan asing karena bentuknya yang lebih unik daripada pelawah dari kayu.

Untuk rindik yang pelawahnya dari kayu biasanya ditambah hiasan berupa seni rupa

yaitu ukiran-ukiran kayu. Motif ukiran yang disajikan biasanya beragam tergantung

permintaan yang diminta oleh pelanggan. Agar memperindah tampilan ukiran I Ketut

Suparna biasanya menambahkan sentuhan warna berupa cat serta perada untuk

menambah kesan mewah pada rindik yang dibuat.

79
Dalam wawancara bersama I Wayan Sanyoga Yasa, beliau mengungkapkan

bahwa satu tungguh gambelan rindik yang menggunakan pelawah dari bambu dijual

dengan harga lebih murah jika dibandingkan dengan rindik yang pelawahnya terbuat

dari kayu, hal ini dikarenakan pelawah yang terbuat dari kayu memerlukan waktu

yang lumayan lama dari segi pembuatannya selain itu bahan yang digunakan lebih

banyak serta pembuatan pelawah dari kayu yang lebih rumit. Menurut pengalaman

yang disampaikan oleh pengrajin, sebagian besar wisatawan yang datang langsung

kerumahnya untuk memesan gambelan rindik lebih tertarik dengan pelawah yang

terbuat dari bambu. Hal ini dikarenakan penampilan serta penyajian pelawah dari

bambu terlihat lebih klasik serta unik.

80
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Rindik merupakan salah satu instrumen gambelan Bali yang terbuat dari

bambu. Bahan bambu yang digunakan untuk membuat rindik merupakan jenis

tiing sentong. Bentuk rindik terdiri dari don gamelan yang berbentuk bilah,

bumbung yang berbentuk tabung. Bumbung-bumbung yang telah jadi kemudian

dirangkai pada pelawah yang berbentuk trapesium. Satu barung rindik terdiri dari

dua tungguh gamelan rindik serta ditambah sebuah suling bambu. Panjang bambu

yang akan dipergunakan untuk membuat rindik yaitu satu ruas sampai tiga ruas,

dengan panjang 45cm sampai 95cm dari nada tertinggi sampai nada terendah.

Bentuk gending gamelan rindik terdiri dari dua motif gending yaitu motif

lelambatan dan motif gencangan. Motif lelambatan adalah bentuk gending

dimana tabuh atau gending yang dimainkan panjang dan menimbulkan suasana

tenang. Motif gencangan adalah bentuk gending dengan tabuh lebih pendek.

Bentuk gending dalam gamelan rindik meliputi : (1) Teknik Permainan adalah

cara memainkan atau cara pemukulan instrumen agar mampu mengeluarkan

bunyi. Pada gamelan rindik alat pukul yang digunakan berupa panggul yang

berjumlah dua buah. Teknik permainan yang biasa digunakan dinamakan ubit-

ubitan. (2) Laras Gamelan adalah susunan nada yang telah ditentukan jumlah serta

tinggi rendahnya yang digunakan dalam gamelan rindik. Pada gamelan rindik

laras yang digunakan adalah laras selendro. Laras selendro adalah susunan nada

81
yang terdiri dari 5 nada. (3) Irama Gamelan adalah pola perulangan bunyi yang

tendapat dalam satu tabuh. (4) Melodi Gambelan adalah susunan nada yang diatur

tinggi rendahnya, sehingga membentuk satu kalimat lagu. (5) Nada Gamelan.

Unsur-unsur estetika yang terdapat dalam gambelan rindik di Desa

Sedang yaitu : (1) Wujud. (2) Struktur. (3) Bentuk. (4) Keutuhan. (5) Penonjolan.

(6) Keseimbangan. (7) Bobot. (8) Penampilan. Kesemua aspek estetika itu

memberikan nilai seni yang tinggi bagi Gambelan Rindik. Aspek inti dari

Gambelan rindik di Desa Sedang meliputi dua hal yaitu keindahan gending dan

keindahan bentuk. Keindahan gending mencakup nada, melodi serta irama dari

permainan rindik. Keindahan dari bentuk berupa penampilan fisik dari gambelan

rindik yang ada di Desa Sedang. Hal ini juga mencakup unsuk intrinsik dan

ekstrinsik pendukung dari gambelan rindik.

Gambelan rindik khususnya yang ada di Desa Sedang memiliki beberapa

fungsi : (1) fungsi dari segi ritual/upacara adalah sebagai balih-balihan. Dimana

rindik ini digunakan sebagai pengiring tari pergaulan yaitu tari joged bumbung,

selain itu untuk seni hiburan rindik juga sering dipertontonan melalui pementasan

rindik. (2) fungsi segi ekonomi adalah sebagai penopang kehidupan pengrajin

khususnya yang ada di Desa Sedang. Gambelan rindik memiliki daya tarik

tersendiri di mata wisatawan yang berkunjung ke bali. Keunikan rindik yang ada

di Sedang adalah rindik yang pelawahnya terbuat dari bambu. Rindik ini biasanya

banyak diminati oleh wisatawan. (3) fungsi segi sosial adalah citra seni bagi sang

pemilik rindik.

82
5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, dapt diajukan saran-saran sebagai

berikut:

Bagi seluruh masyarakat Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal,

Kabupaten Badung agar senantiasa melestarikan kesenian rindik yang ada di Desa

Sedang. Khususnya untuk para seniman dan pengrajin kesenian rindik agar tetap

menjadi konsistensinya terhadap kesenian ini.

Kepada pemerhati seni dan praktisi pariwisata di Bali hendaknya

senantiasa dapat membantu masyarakat Sedang dalam usaha melestarikan dan

mempertahankan gambelan rindik untuk ikut mempromosikan kepada wisatawan

mancanegara maupun domestik, sehingga dapat menarik minat para wisatawan

untuk berkunjung ke Desa Sedang. Sehingga secara langsung wisatawan dapat

menikmati kesenian tradisi daerah dan para pelaku seni memperoleh kesejahteraan

dari pertunjukan yang mereka persembahkan.

Masyarakat pembuat gamelan agar tetap memperhatikan aturan-aturan

baik bentuk fisik, gending serta estetika sehingga dapat berkembang dan

dilestarikan dalam upaya pelestarian budaya.

Dari fungsi yang telah dikemukakan di depan diharapkan masyarakat

dapat mengembangkan kearah yang lebih positif sehingga dapat dikembangkan

fungsinya dalam menyongsong pariwisata budaya Bali.

83
DAFTAR PUSTAKA

Apipah. 2012. Pengertian Penelitian Kualitatif.


(http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-
kualitatif.html)

Aryasa, I WM, dkk. 1984. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan
Proyek Pengembangan Kesenian Bali.

Cholid Narbuko., Sukanto ., dan Abu Achmadi. 2010. Metode Penelitian.


Jakarta: Buni Aksara.

Dibia, I Wayan. 1977/1978. Pengantar Karawitan Bali. Denpasar: Proyek


Peningkatan/Pengembangan Asti Denpasar

Djelantik. A.A.M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika


Instrumental. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Denpasar.

Garwa, I Ketut. 2009. Komposisi Karawitan IV. Denpasar: Fakultas Seni


Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

Mardimin, Yohanes. 1991. Belajar Karawitan Dasar. Semarang: Satya Wacana.

Mustika, Pande Gede. 1994. Perkembangan Gamelan Rindik Di Desa Jagaraga


Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Denpasar: Sekolah Tinggi
Seni Indonesia Denpasar.

Mustika, Pande Gede., I Nyoman Sudiana., I Ketut Partha. 1996. Mengenal Jenis–
Jenis Pukulan Dalam Barungan Gamelan Gong Kebyar. Denpasar:
Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.

Nasution, 2011. Metode Research. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rembang, I Nyoman. 1981/1985. Sekelumit Cara – Cara Pembuatan Gamelan


Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian
Bali.

Ruastiti. Ni Made. 2005. Seni Pertunjukan Bali Dalam Kemasan Pariwisata.


Denpasar: Bali Mangsi Pres.

Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: ITB.

84
Sarwa, I Nengah. 2010. Diktat Metodologi Penelitian. Denpasar: Institut Seni
Indonesia Denpasar.

Sukardi. 2012. Metodelogi Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktiknya.


Jakarta: PT Bumi Aksara

Suweca, I Wayan. 2009. Buku Ajar Estetika Karawitan. Denpasar: Fakultas Seni
Pertunjukan, Institit Seni Indonesia Denpasar.

Vhinta. 2011. http://vhinta.blogspot.com/2011/04/fungsi-ekonomi.html

Yudabakti, I Made dan I Wayan Watra. 2007. Filsafat Seni Sakral Dalam
Kebudayaan Bali. Surabaya: Paramita.

Yudha Triguna, Ida Bagus Gede dkk. 1985/1986. Peralatan Hiburan dan
Kesenian Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Departemen
pendidikan dan kebudayaan, direktorat sejarah dan nilai tradisional,
proyek inventaris dan dokumentasi kebudayaan daerah.

Zulkarnaen Herman, 2011. Ketrampilan Praktek Pekerjaan Sosial. http://herman-


fungsisosial.blogspot.com/

85
86
Lampiran 1

Daftar Informan

1. Nama : I Ketut Suparna

Tanggal Lahir : 10 Agustus 1979

Alamat : Br. Kuripan, Desa Sedang, Abian Semal, Badung

Pekerjaan : Buruh Bangunan

2. Nama : I Wayan Sanyoga Yasa

Tanggal Lahir : 12 juli 1987

Alamat : Br. Sedang, Desa Sedang, Abian Semal, Badung

Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : I Made Sabar

Tanggal Lahir : 19 Maret 1963

Alamat : Br. Sigaran, Desa Sedang, Abian Semal, Badung

Pekerjaan : Buruh Bangunan

4. Nama : I Made Oka Adi Putra

Tanggal Lahir : 24 April 1990

Alamat : Br. Aseman, Desa Sedang, Abian Semal, Badung

Pekerjaan : Mahasiswa

87
Lampiran 2

GLOSARIUM

A.

Angsel = Aba-aba untuk menandakan perubahan dinamika.

B.

Barungan = Satu set alat-alat musik tradisional Bali.

Belakas = Pisau besar yang tebal

Bilah = Bagian dari instrument rindik yang berdungsi daun


instrumen

Bumbung = Bagian pangkal dari bilah rindik

Bungan gambelan = Bunga Instrumen.

D.

Don Gambelan = Daun Instrumen.

G.

Gambelan = Instrumen musik daerah yang tersebar di

seluruh Indonesia

Gending = Lagu

Gegancangan = Jenis tabuh yang dimainkan dengan tempo

agak cepat.

Kancing = Pecahan kecil batang bambu kecil untuk menahan


lipatan tali pada bilah

88
L.

Lanang = Laki-laki

Lelambatan = Tabuh klasik daerah Bali yang tergolong klasik.

M.

Matundun Klipe = Menyerupai punggung seekor binatang melata

Nyalit = Bagian tengah dari sebuah gending

P.

Pangawit = Awal permulaan dari sebuah gending

Pangecet = Bagian Akhir dari sebuah gending

Panyuluban = Batang bambu yang menahan lipatan tali pada


bumbung rindik

Pelawah = Tempat untuk meletakkan bilah rindik

W.

Wadon = Wanita

89
Lampiran 3

Instrumen Penelitian

1. Bagiamanakah bentuk fisik dari gambelan Rindik?

2. Bagaimanakah teknik pembuatan rindik di Desa Sedang?

3. Jenis bambu apakah yang dijadikan bahan membuat rindik?

4. Hal-hal apasajakah yang harus diperhatikan pada saat pembuatan Rindik?

5. Bagaimanakah cara pengambilan nada pertama untuk bilah rindik?

6. Bagaimanakah struktur gending dari gambelan Rindik?

7. Apa saja fungsi gambelan rindik yang ada di Desa Sedang?

90
Lampiran 4

Notasi Gending-gending Rindik

1. Tetangisan :

7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3

4 . 3 4 1 3 4 1 3 1 4 3 1 3 4 .

7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3

4 . 3 4 1 3 . 4 . 5 7 . 7 7 . 7

7 5 7 . 1 . 7 4 5 4 7 5 4 5 7 4

5 4 7 5 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5 3 5

4 3 5 3 4 5 . 7 7 5 7 4 5 4 . 3

3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1 . 7

1 7 1 3 4 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3 7

1 7 3 1 7 1 3 .

Penyalit :

1 7 1 3 4 . 3 3 4 4 5 5 4 4 3 3

4 4 5 5 4 4 3 .3 3 3 . 4 5 3 4 .5

5 5 . 3 4 5 7

91
Ngecet :

. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7

. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7

. . . . . . . 4 . . . 3 . . . 5

. . . 5 . . . 3 . . 1 7 .7 1 3 .

4 . 5 7 .7 1 7 . 5 . 4 3 .3 3 . 4

5 7 5 4 3 .3 3 . 7 1 3 4 .5 5 5 .

3 4 5 7

92
2. Tabuh telu

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1

. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5

. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7

. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4

5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4

. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1

. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1

. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4

. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3

. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5

. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1

7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7

1 7

93
Penyalit :

. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1

. 7 . 1 3 .3 3 3 3 .7 7 7 7 7 1 1 (3)

Ngecet :

. . . 3 . . . 3 . 7 . 5 . 1 . 7

. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5

. . . 5 . . . 5 . 7 . 5 . 1 . 7

. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5

. . . 5 . . . 5 . 3 . 5 . 4 . 3

. . . 1 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3

. . . 4 . . . 1 . . . 5 . 7 5 4

. . . 3 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3

94
3. Sari wangi

. . . 1 . . . 3 . . . 1 . . . 7

. . . 4 . . . 5 . . . 4 . . . 3

. . . 1 . . . 3 . . . 1 . . . 7

. . . 4 . . . 5 . 7 1 .1 3 1 . 7

. 5 7 .1 3 1 . 7 1 3 4 .1 3 1 7 7

1 3 4 .1 3 1 7 .3 3 3 . 3 4 5 7 .

. . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 3 4 . 3 .

7 . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 . 5 . 7 .

. . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 3 4 . 3 .

7 . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 . 5 . 7 .

. . . 54 3 4 5 . . . . 43 1 3 4 .

. . . 1 . 3 4 . . . 1 . 3 . 7 .

4 . 5 . 3 . 5 . 3 . 4 . . . 1 .

3 . 7 . 4 . 5 . 3 . 4 4 . 1 3 .1

7 1 3 3 . 1 3 .4 5 7 . 5 . 4 3 1

7 1 3

95
Penyalit :

7 1 3 4 .1 3 1 7 .3 3 3 . 3 4 5 7

Pengadeng :

7 1 3 1 4 3 1 3 7 1 3 1 4 3 1 .

7 1 3 1 4 3 1 3 7 1 3 1 4 3 1 .

7 . . . . 4 5 7 . 1 . 3 1 3 1 7

. 5 5 4 3 . . 7 1 7 1 3 4 7 5 4

3 3 4 5 7 7 1 7 5 3 4 5 4 7 5 4

3 3 4 5 7 7 1 7 5 3 4 5 4 7 5 4

3 3 4 3 4 4 3 3 4 5 7 7 5 7 4 5

96
4. Anggrek Angelo

. . . . . 3 . 1 . 4 . 3 . 1 . 7

. . . . . 3 . 1 . 4 . 3 . 1 . 7

. . . . 4 5 3 4 . 7 . 5 . 3 . 4

. . . . 7 1 3 4 . 7 . 5 . 3 . 4

. . 5 7 5 4 3 1 3 7 1 3 4 3 1 .

7 7 5 7 5 7 1 . 3 3 1 3 7 1 3 .

4 4 5 7 5 4 3 1 .5 5 5 . 7 5 4 3

. . . 4 . 7 . 5 . 7 . 4 . 5 . 3

. . . 4 . 7 . 5 . 7 . 4 . 5 . 3

.7 7 7 . 1 3 1 7

Penyalit :

. . 5 7 5 4 3 1 3 7 1 3 4 3 1 .

7 7 1 . 3 3 1 7 3 1 7 1 3 4 4 3

4 1 3 . 7 5 7 5 . 7 7 . 5 7 1 3

1 7 . 5

. . . . 3 4 5 7 . 5 . 4 . 5 . 7

. . . . 5 3 4 5 . 4 . 3 . 4 . 5

. . . . 3 4 5 7 . 5 . 4 . 5 . 7

97
. . . . 5 3 4 5 . 4 . 3 . 4 . 5

. . . . 3 4 5 . 7 . 1 3 1 7 5 .

4 . 1 3 1 3 4 . 5 7 5 4 7 5 4 3

. . . . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 .

. . . 5 7 1 3 . 1 . 7 . 1 . 3 .

. . . . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 .

. . . 5 7 1 3 . 1 . 7 . 1 . 3 3

. 1 7 3 1 7 1 3 4 4 3 4 1 3 . 7

5 7 5 . 7 7 . 5 7 1 3 1 7 . 5

98
5.putri ayu

. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7

. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7

. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7

. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7

. . . . . . . . .5 5 5 . 4 3 4 5

.3 4 5 4 3 5 4 3 .7 1 7 1 3 4 1 3

.3 3 3 3 7 . 1 3 .3 3 3 3 7 . 1 3

.4 5 7 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1

3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4

. 7 . 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1

3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4

. 7 . 5 . 4 . 3 3 . 1 7 .3 1 7 3

.7 1 3 1 7 3 1 . 7 7 1 3 .3 3 3 .

4 5 7 5 . 4 . 3 . . . 5 . . . 7

. . . 5 . 7 5 4 . . . 1 . 3 1 7

. . . 1 . 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5

99
.5 7 5 4 3 4 5 7

100

Anda mungkin juga menyukai