OLEH :
I MADE SUDIATMIKA
NIM 2009 02 025
i
GAMBELAN RINDIK DI DESA SEDANG
KECAMATAN ABIAN SEMAL
KABUPATEN BADUNG
MENYETUJUI :
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
ii
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni
Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:
Mengesahkan : Mengetahui :
Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan
Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,
Dekan,
iii
MOTTO
iv
KATA PENGANTAR
Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat rahmat-Nya segala kesulitan yang dihadapi
dalam penyusunan skripsi ini dapat diatasi. Adapun judul dari skripsi ini adalah:
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sepatutnyalah
tingginya kepada :
1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, selaku Rektor Institut
Seni Indonesia Denpasar, atas segala motivasi dan fasilitas yang diberikan
v
5. Bapak Drs. I Ketut Muryana, M.Si, selaku Pembimbing Akademik,
semester X;
diselesaikan;
9. I Ketut Suparna selaku pengajin rindik di Desa Sedang yang telah banyak
10. Orang tua tercinta yang sudah dengan sabar serta berusaha sangat keras
11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga
bagi semua pihak yang berkepentingan. Disadari dalam skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan berupa kritik dan saran sangat
vi
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini agar bisa dijadikan referensi bagi
pembaca.
Penulis
vii
ABSTRAK
Rindik sebagai salah satu gamelan yang berkembang di Bali memiliki
beberapa faktor yang mendukung untuk berkembang sebagai seni pariwisata.
Faktor tersebut seperti perangkat instrument yang sangat simpel, menarik, suara/
nada yang menawan enak didengar menjadikan suasana yang nyaman, gending-
gendingnya sederhana mudah dilagukan, dapat dijadikan pajangan yang artistik,
dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, murah untuk dijadikan
cendramata. Penelitian Gambelan Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian
Semal, Kabupaten Badung bertujuan untuk mengetahui (1) Bentuk Karawitan
Rindik di Desa Sedang, (2) Estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang, (3) Fungsi
Gambelan Rindik di Desa Sedang.
Penelitian ini berpendekatan kualitatif dengan obyek instrumen Gambelan
Rindik di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi
dan pengolahan data menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Bentuk Karawitan Rindik di Desa Sedang
adalah: bentuk instrumentasi dan bentuk komposisi gending, dalam bentuk
komposisi gending ini terdapat: bentuk nada, bentuk laras, bentuk melodi, bentuk
irama, dan teknik permainan. (2) Estetika Karawitan Rindik di Desa Sedang
adalah: Wujud (bentuk dan struktur), Bobot (suasana, ide dan ibarat/pesan), dan
Penampilan (bakat, ketrampilan dan media/sarana). (3) Fungsi gambelan rindik
yang ada di Desa Sedang meliputi: fungsi ritual keagamaan, fungsi secara
ekonomi, dan fungsi secara sosial.
viii
DAFTAR ISI
MOTTO ………………………………………………...…………….. iv
ix
2.2.1 Bentuk Karawitan ……………………………………… 13
x
3.4 Instrumen Penelitian ……………………………………… 29
xi
4.3 Fungsi Gambelan Rindik ………………………………….…… 73
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 86
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
2. Glosarium …………...…………………………………...… 89
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
daya tarik yang sangat tinggi. Selain dari segi panorama alam yang eksotik, salah
satu yang menjadi daya tarik wisatawan adalah kebudayaan Bali. Perkembangan
terdiri atas tujuh bagian pokok salah satu diantaranya adalah kesenian. Selain
dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Bali juga sering dijuluki Pulau
Kesenian. Hal ini dikarenakan Bali memiliki berbagai macam kesenian baik yang
bersifat sakral ataupun hiburan. ”Sejak Bali dibuka menjadi salah satu daerah
tujuan wisata di Indonesia pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak kesenian
Bali dikembangkan menjadi seni pertujukan wisata yang disajikan untuk para
wisatawan”. (Ruastiti, 2005 : 1). Kesenian itu diantaranya seni suara, seni lukis,
seni pedalangan, seni tari, dan seni tabuh. Salah satu kesenian yang memiliki daya
pikat bagi wisatawan adalah seni tabuh atau yang sekarang dikenal dengan istilah
karawitan.
Gamelan. Di Bali terdapat berbagai jenis gamelan yang terdiri dari berbagai
1
instrumen pendukung seperti contoh gamelan Gong Kebyar, Gamelan Angklung,
Gamelan Semar Pagulingan, Gamelan Rindik dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Seperangkat gamelan rindik yang biasa dipentaskan terdiri dari dua instrumen
yaitu rindik dan sebuah suling bambu. Secara organologi yaitu ilmu yang
mempelajari tentang alat-alat musik, kedua instrumen ini tergolong kedalam dua
kelas yang berbeda. Rindik merupakan instrumen yang tergolong kedalam kelas
artistik, dan memberikan pencitraan seni bagi pemiliknya, dan murah untuk
dijadikan cendramata.
instrumennya terbuat dari bambu, kecuali panggul (alat pukul dari instrumen
rindik) yang terbuat dari bahan karet. Proses pembuatan gamelan rindik tergolong
mudah, hanya saja yang menjadi poin utama adalah menentukan nada pertama
2
bambu yang digunakan untuk membuat rindik adalah tiing santong atau tiing
tabah. Pembuatan rindik dimulai dengan menjemur bambu yang telah ditebang
yang akan dijadikan bahan instrumen. Panjang bambu yang akan dijadikan bilah
rindik mulai dari 45 cm sampai 95 cm. Penyangga atau pelawah tempat bilah
seperti kaki meja. Satu instrumen rindik memiliki dua buah panggul (alat pemukul
rindik) kiri dan kanan yang tangkainya terbuat dari bambu yang dibelah, dimana
bentuknya menyerupai stik pancing dan pada bagian ujungnya dikaitkan dengan
pariwisata budaya Bali dimasa yang akan datang. Pengembangan instrumen rindik
merupakan salah satu cara untuk melestarikan kesenian tradisional Bali yang
masih ada sampai saat ini. Keberadaan gamelan ini tidak hanya bermanfaat bagi
oleh karena gamelan rindik memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Gamelan rindik
dapat dijadikan sebagai barang komoditi yang memiliki daya jual yang tinggi,
selain itu dari segi pementasan iringan gambelan rindik juga mampu menarik
Keberadaan gamelan rindik seperti yang kita ketahui selama ini adalah
bumbung merupakan salah satu tari pergaulan dimana setiap penonton yang
menyaksikan pertunjukan dapat ikut serta menari dengan sang penari”. (Aryasa,
3
1984/1985 : 58) Melalui media ini pengembangan gamelan rindik bisa sampai
pada kaum generasi muda. Seperti yang kita ketahui selama ini pengembangan
gamelan ini hanya terbatas pada pengrajin rindik serta sekaa rindik. Dimana yang
penelitian ini yang menjadi fokus pembahasan adalah gamelan rindik di Desa
Sedang memiliki ciri khas seperti diuraikan sebelumnya sehingga menarik minat
satu kalimat pertanyaan atau kalimat tanya. Perumusan ini sangat penting, karena
sangat berkaitan dengan landasan teori, analisis data, maupun kesimpulan yang
akan diperoleh.
atas, maka dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang ingin mendapat suatu
(1) Bagaimanakah bentuk dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang,
4
(2) Bagaimanakah nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa
(3) Bagaimanakah fungsi dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang,
Kabupaten Badung.
setelah masalah itu terjawab. Uraian manfaat penelitian ini akan menjadi dasar
informasi untuk mengajukan saran dan rekomendasi kepada pihak lain yang
5
berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Beberapa manfaat yang diharapkan
di desa Sedang.
(2) Memberikan gambaran bentuk dari gamelan rindik secara khusus dari
segi bentuk instrument yaitu bentuk fisik dari gambelan rindik itu
sendiri ataupun dari segi bentuk gending yang merupakan melodi yang
6
(4) Memberikan gambaran mengenai fungsi dari gamelan rindik bagi
masyarakat, baik dari segi fungsi sakral, fungsi sosial dan fungsi
ekonomi.
Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah : (1) Bentuk karawitan
dari Gamelan Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal,
Kabupaten Badung. (2) Nilai estetis dari Gamelan Rindik yang ada di Desa
Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. (3) Fungsi dari Gamelan
Rindik yang ada di Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung
7
BAB II
relevansi terkait dengan penelitian. Referensi yang ditelaah akan dijadikan acuan
baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan penelitian ini. Dalam
mempelajari berbagai hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat memberi
beberapa buah sumber tertulis yang penulis gunakan sebagai acuan serta pedoman
Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini disebutkan
tentang keindahan, keindahan karya seni, sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai
keindahan dan karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni
sehubungan dengan makna karya seni dengan kehidupan, hal inilah yang akan
8
Belajar Karawitan Dasar, oleh Yohanes Mardimin diterbitkan oleh Satya
Wacana Semarang 1991. Dalam buku ini tersirat beberapa hal yang terkait dengan
karawitan, seperti: Pengertian karawitan, sistem nada baik yang berlaras pelog
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar 2009. Dalam buku ini
munculnya istilah karawitan istilah gong dan gamelanlah yang dipakai. Gamelan
Indonesia yang berlaras pelog dan selendro. Yang dimaksud dengan laras adalah
urutan nada – nada di dalam satu oktaf dengan jarak nada – nada atau jarak nada
tertentu. Karawitan merupakan sebutan dari perangkat gamelan yang terbatas pada
daerah Jawa dan Bali. Selain itu dalam buku ini juga dibahas mengenai bentuk
gending yang juga akan dikaji dalam gending (musik) rindik yang memang media
Dr.A.A.M. Djelantik yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Denpasar 1990. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa “estetika adalah ilmu yang
9
semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan”. (Djelantik, 1990 : 6) .Selain
membicarakan tentang estetika, buku ini juga menjelaskan tentang tiga aspek
yang mendasar dalam kesenian yaitu : wujud, bobot dan penampilan. Di dalam
wujud juga terdapat dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan. Dalam bobot juga
terdapat tiga aspek utama yaitu suasana, gagasan, dan pesan. Di dalam
dilaporkan dalam buku ini yaitu tentang teknik pembuatan gamelan baik yang
terbuat dari kerawang, besi, bambu dan kayu. Disini dijelaskan pembuatan rindik
dilakukan dengan dua cara : “Apabila lapis buku dari ruas bambu itu cembung ke
bagian pucuk (ke atas), maka bagiannya yang ke atas dijadikan bilah dan yang
kearah bawah menjadi bumbungannya (resonator) dan apabila kalau lapis buku
penutup ruasnya cembung ke bagian bawah (kearah pangkal), maka bagian yang
(Rembang, dkk 1981/1985 : 33). Jadi, arah bilah mengikuti arah cembungnya
lapis penutup bukunya dari pada ruas bambu. Maksudnya, supaya ujung bawah
bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku dan tidak menyentuh
10
beberapa pengetahuan karawitan Bali yaitu antara lain pengertian karawitan
tiga jenis yaitu : (1). Berfungsi sakral/suci. Alat gamelan yang masih disakralkan
Karangasem : desa tenganan, desa asak dan desa bungaya. Gong beri juga masih
disakralkan, seperti ada di desa Renon, kabupaten Badung. (2). Berfungsi ikut
tersebut di atas dipakai untuk hidangan musik dalam upacara. (3). Berfungsi
sebagai hiburan. Musik hiburan ini berkaitan dengan tari–tarian hiburan itu
sendiri. Karena musik menghidupkan ekspresi tarian, maka musik iringannya ikut
selalu berkaitan dengan tarian hiburan menjadilah juga sebagai musik hiburan.
Betuk daripada karawitan dapat dilihat dari dua unsur, yaitu bentuk fisik dan
kelengkapan yaitu : (1) Don gamelan atau bungan gamelan ialah alat–alat
gamelan yang umumnya berbentuk bilah dan pencon. (2) Trampan, tatakan atau
pelawah gamelan yaitu tempat meletakkan don atau bungan gamelan. (3) Panggul
11
gamelan adalah alat–alat untuk memukul gamelan. Sedangkan bentuk
gending/komposisi dapat dibedakan menjadi dua motif tetabuhan. Kedua motif itu
Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Bali, oleh Ida Bagus
Gede Yudha Triguna dkk yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan dan
proses pembuatan gamelan rindik yaitu proses pengeringan dan penghalusan sama
yang dipergunakan adalah tiing santong dan panjangnya satu ruas sampai tiga
ruas, atau antara 45 cm sampai 95 cm dari nada tinggi sampai dengan nada
terendah.
Desa Tulikup, oleh I Wayan Muliada, 1985. Skripsi ini juga menjelaskan
instrumen yang terbuat dari tiing dan sangat erat hubungannya dengan gamelan
rindik, dimana dalam barungan gamelan joged bumbung yang menjadi ciri
dipakai dalam barungan joged bumbung ini adalah berfungsi sebagai pembawa
tarian joged bumbung mempunyai teknik pukulan sejenis gender wayang yang
12
2.2 Landasan Teori
dibangun dengan data yang tersusun dalam satu sistem pemikiran yang sistematik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa teori tidak dapat disamakan dengan
pengertian semacam metafisik yang tidak praktis, justru segala tindakan praktis di
dalam kehidupan didasarkan atas satu sudut pandangan dan teori tertentu”.
Landasan teori dalam hal ini berfungsi untuk memberikan arahan yang
lebih jelas tentang upaya menjawab masalah yang dikaji. Sebagai landasan teori
Bentuk adalah unsur-unsur dasar dari semua perwujudan dalam seni, baik
itu seni karawitan, seni tari, seni pedalangan, seni rupa, dan sebagainya. Dalam
bentuk karawitan ini dapat dilihat dari dua unsur, yaitu unsur bentuk fisik/
satu barung gamelan dan satu tungguh gamelan. Yang dimaksud dengan satu
barung gamelan itu adalah seluruh perangkat gamelan yang ada, misalkan barung
13
gamelan gong kebyar. Kalau yang dimaksud dengan satu tungguh gamelan bali
adalah satu buah instrumen yang didalamnya ada bilah atau pencon dan pelawah
gamelan. Barung gong kebyar itu meliputi : empat tungguh gangsa pemade,
empat tungguh kantilan, dua tungguh giying (ugal), dua tungguh jegogan, dua
tungguh jublag, dua tungguh penyahcah, satu tungguh reyong, satu tungguh
terompong, dua buah kendang lanang wadon, satu pangkon ceng–ceng rincik, dua
buah gong besar lanang wadon, satu buah kemong/kempur (gong kecil), satu buah
(1) Don gamelan atau bungan gamelan adalah bagian gamelan yang
bunyinya berasal dari alat musik itu sendiri dan cara memainkannya
yang sumber bunyinya dari udara yang masuk melalui pipa melalui alat
dari selaput kulit atau plastik. Dan Kordofoone adalah alat musik yang
sumber bunyinya dari tali senar, kawat. Dilihat dari bahan don/bungan
gamelan dapat berupa bahan bambu, kerawang, kayu dan lain-lain. Jenis
14
gamelan yang terbuat dari kerawang adalah gamelan gong gede, gamelan
lain. Jenis gamelan yang terbuat dari kayu sangat sulit untuk ditemukan.
Jenis gamelan yang terbuat dari bambu adalah gamelan jegog, angklung
kocok, instrument suling, juga rindik. Don gamelan dengan bahan kayu
sudah sulit lagi ditemukan. Ditinjau dari segi bentuk sumber bunyi maka
menggantungkan memakai tali (jangat) dan ada juga yang dipasak dengan
paku atau ada yang diletakkan di atas dua utas tali yang dibentangkan.
Sistem pembuatan lobang pada don atau bungan gamelan, ada yang
dilobangi pada bagian badan (pada beberapa alat bilah). Ada yang
dilobangi pada bagian kaki (pada alat instrument gong, kempul, bende,
dengan resonator. Misalnya pada gong gede, gong kebyar, gender wayang
dan lain-lain, yang resonatornya terpisah dengan bilah. Ada pula yang
(2) Trampan gamelan, tatakan gamelan atau pelawah gamelan ialah tempat
meletakkan don atau bungan gamelan agar sumber suara dapat bergetar
terbuat dari kayu atau bambu yang biasanya diberi hiasan ukiran supaya
15
kelihatan lebih indah. Bentuk tatakan dapat berupa balok seperti pada
prisma seperti pada tatakan reyong, berupa balok pada gender wayang dan
(3) Panggul gamelan adalah alat untuk memukul gamelan. Bagian dari
panggul adalah kepala, dan tangkai (katik). Bagian kepala panggul, yaitu
ada yang berbentuk lonjong, juga bulat. Bagian kepala ada yang terbuat
dari kayu, karet, kain, sesuai dengan suara yang diinginkan dari gamelan
sifatnya, ada yang keras dan ada yang lentur. Kalau yang sifatnya keras
padat dan mati) setelah dipukul. Kalau yang lentur atau kenyal, dipakai
Menurut bahannya, terbuat dari kayu dan umumnya terbuat dari kayu
indah/lembut. Kalau bambu, paku, benang, kain, kapuk, jangat, dan karet
khusus, namun tetap kedua motif itu sama-sama berciri umum. Kedua motif itu
16
1. Motif lelambatan : ukuran lagu/gendingnya panjang, suasana lagu
sifat gendingnya metris, suasana khidmat agung suci dan ikatan komposisi
ketat.
Nada adalah tinggi rendahnya bunyi yang diukur dengan frekuensi yaitu
jumlah getaran per satuan waktu. Nada sebagai suatu bunyi yang teratur, yang
ditangkap oleh teling yang bersala dari suatu sumber bunyi, dalam hal ini sumber
“Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu
gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi
rendahnya. Karawitan bali memiliki 2 (dua) macam laras yakni : laras selendro
dan laras pelog”. (Dibia, 1977/1978 : 4). Pada umumnya masing-masing laras ini
telah ada.
1. Laras selendro
17
Laras selendro adalah susunan nada-nada di dalam satu gembyangan atau
oktaf/ bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak dapat dikatakan sama.
Susunan nada-nada dapat dimulai dari nada mana saja, ndang, nding,
ndung dan lain sebagainya. Umpama nada pertama adalah nding, maka
ndang, nding. Selendro yang memakai empat nada ini disebut selendro
2. Laras pelog
angkep atau oktaf yang bersruti 5 (lima) tidak sama, terdiri dari panjang
lima nada pokok, pada variasinya yang lain, karawitan Bali ada juga yang
menampilkan laras pelog tujuh nada. Pelog tujuh nada ini dinamakan
pelog saih pitu sedangkan yang memakai lima nada disebut pelog panca
nada atau pelog lima. Mengenai nada awalnya dapat dimulai dari mana
saja sesuai dengan patet-patet yang ada dalam karawitan bali, kususnya
dalam laras pelog yang terdiri dari patet : baro, selisir, sundaren, tembung
18
dan pangenter. Pada laras selendro juga terdapat patet yakni : patet sekar
balaganjur
Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan
tangga nada sehingga menjadi kalimat lagu. Melodi merupakan elemen musik
yang terdiri dari pergantian berbagai suara yang menjadi satu kesatuan, di
antaranya adalah satu kesatuan suara dengan penekanan yang berbeda, intonasi
dan durasi yang hal ini akan menciptakan sebuah musik yang enak didengar.
membuat sebuah lagu menjadi enak didengar. Irama juga dapat disebut sebagai
gamelan itu sendiri. (Mustika dkk, 1996 : 3). Melalui teknik permainan dan
19
Teknik tersebut yang menyebabkan setiap kelompok instrumen memiliki bunyi
dan warna suara yang berlainan. Ada yang disebut dengan polos dan nyangsih.
yang disusun oleh A.A.M. Djelantik tahun 1990, menjelaskan bahwa estetika
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,
yang mempelajari semua aspek dari apa yang kita sebut keindahan.
Dalam teori ini dikatakan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian
mengandung tiga aspek yang mendasar yakni : wujud, bobot, dan penampilan.
2.2.2.1 Wujud
(dapat dipersepsi mata atau telinga) dan juga kenyataan yang tidak nampak secara
kongkrit, tetapi secara abstrak wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu yang
diceritakan atau yang kita baca dalam buku. Kalau dalam karya seni karawitan
sebagainya. Wujud mempunyai dua unsur utama yaitu bentuk dan susunan.
(1) Bentuk adalah kumpulan beberapa titik yang ditempatkan di area tertentu
sehingga akan mempunyai arti. Dalam seni musik atau karawitan bentuk–
bentuk dasar yang berbeda–beda. Kita akan menjumpai not, nada, kempul,
20
(2) Susunan adalah mengacu pada bagaimana unsur–unsur dasar masing–
2.2.2.2 Bobot
Bobot dari suatu karya seni kita maksudkan isi atau makna dari apa yang
disajikan pada sang pengamat. Dalam seni musik dan karawitan tidak ada gambar
atau kata-kata yang memberi penjelasan tentang isi karya seninya, namun tidak
dapat dikatakan bahwa kesenian itu tidak berisi apa-apa. Dalam hal ini, isinya
tidak menyangkut pengertian tetapi perasaan. Nada-nada, lagu, irama, dan cara-
cara bermain yang khas dapat menciptakan rasa sedih, gembira, jengkel, marah,
kecewa, bersemangat, ragu-ragu, takut atau rasa terancam bahaya. Namun ada
pula seni musik atau karawitan dimana pencipta bermaksud menyampaikan suatu
(1) Suasana adalah merupakan bobot tunggal atau bobot pendukung daripada
21
(2) Gagasan adalah suatu pemikiran, konsep atau pandangan yang bisa
dihayati dari lakon, cerita, atau juga dari suatu lukisan. Dalam hal ini
gagasan dari seni karawitan lebih susah dihayati karena lebih terkandung
dalam perasaan.
(3) Ibarat atau pesan adalah adalah anjuran sesuatu kepada sang pengamat
2.2.2.3 Penampilan
khalayak ramai pada umumnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan
adalah :
(1) Bakat adalah potensi kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang yang
dengan latihan.
kesenian yang ditampilkan, baik itu busana, make up, cahaya, pengeras
pagelaran bai berupa seni gerak ataupun seni suara. Sarana merupakan
22
2.2.3 Fungsi Karawitan
jenis yaitu :
Dalam buku Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali yang disusun
oleh Yudabakti dan Watra (2007) mengatakan bahwa seni yang berfungsi sakral
adalah sebuah kesenian yang lahirnya dari perjuangan rasa bakti manusia untuk
dipersembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi ini dapat dibagi
(2) Bebali : yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan
(3) Balih-balihan : yaitu segala seni yang mempunyai unsur dan dasar
dari seni tari yang luhur. Dalam hal ini tidak tergolong dalam seni
wali dan bebali. Seni ini dipentaskan untuk sarana pelestari budaya,
masyarakat.
23
2.2.3.2 Berfungsi Sosial
dengan norma sosial”. (Herman Zulkarnaen, 2011). Untuk dapat berfungsi sosial
secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan
yaitu:
(1) Faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan
yang diberi kedudukan agar melakukan tugas-tugas yang pokok sebagai suatu
(2) Faktor role sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan tertentu yang
Misalnya ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, Ibu
berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, anak berperan
24
mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati
kehidupan. Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan
adat istiadat, dan agama yang menjadi patokan apakah status sosial sudah
bermasyarakat.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Desa Sedang Kecamatan Abian Semal Kabupaten Badung ini adalah metode
(http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html)
suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan
27
penelitian dibuat dengan tujuan agar pelaksanaan penelitian dapat dijalankan
Gambelan Rindik ini yaitu : jenis dan sumber data, instrumen penelitian, teknik
Secara umum lokasi dapat diartikan sebagai tempat, namun tempat dalam
hal ini adalah untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan proses
pengumpulan data yang diperlukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa
Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
lapangan. Data Sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari informan yang
berkompeten dalam bidangnya. Kedua jenis data ini sangat diperlukan dalam
Data primer (first hand data) adalah data yang kita peroleh dari sumber
yang pertama. Jadi kita peroleh secara langsung. Misalnya : diperoleh melalui
28
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder (scond hand data) adalah data yang kita peroleh dari
sumber yang kedua. Jadi kita peroleh secara tidak langsung. Misalnya : diperoleh
memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah
penelitian juga digunakan alat bantu yang dipilih dan digunakan untuk kegiatan
1. Alat perekam suara berupa hand phone dengan merk Nokia 5800. Sebagai
2. Alat tangkap gambar maupun video berupa camera digital merk Cannon
IXUS 105 alat ini kualitas gambarnya cukup bagus, simple dan mudah di
bawa kemana–mana.
sebagai alat mencari data dalam suatu penelitian. Data dalam hal ini adalah bahan
29
mentah yang tidak mempunyai arti apa-apa apabila data tersebut tidak segera
diolah. Jenis data tersebut berupa data primer (data yang diperoleh dari sumber
yang pertama secara langsung) dan data sekunder (data yang diperoleh dari
sumber yang kedua secara tidak langsung). Dalam penelitian ini teknik yang
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Teknik pelaksanaan observasi
ini dapat dilakukan secara langsung yaitu pengamat berada langsung bersama
objek yang di diteliti dan tidak langsung yakni pengamatan yang dilakukan tidak
kuesioner dan wawancara. “Observasi akan lebih efektif jika informasi yang
hendak diambil berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja
Abian Semal Kabupaten Badung. Ada beberapa ciri yang harus dipenuhi
observasi sebagai metode ilmiah, yakni ; a) Digunakan untuk penelitian yang telah
30
3.5.2 Teknik Wawancara
pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal yang biasanya dilakukan dalam
dilaksanakan melalui telepon. “Interview dilakukan antara dua orang atau lebih.
terstruktur dan tidak terstruktur. Pada wawancara terstruktur, hal-hal yang akan
ditanyakan telah terstruktur atau telah ditetapkan sebelumnya secara rinci. Pada
wawancara tak terstruktur yaitu hal-hal yang akan ditanyakan belum ditetapkan
secara rinci. Rincian dari topik pertanyaan pada wawancara yang tak terstruktur
pengetahuan yang luas tentang obyek penelitian ini, yang meliputi budayawan,
seniman, kritikus dan juga informan pendukung yaitu mereka yang dapat
31
yang diinginkan, disamping itu untuk menghindari ketidak jelasan data yang
data rekaman merupakan hal yang sangat penting, terutama rekaman gerak dan
suara (gending) yang tersaji dalam durasi yang terbatas. Sehingga data yang
ini dapat dipetik berbagai konsep, ide, gagasan atau teori yang relevan dengan
hasil analisis data nantinya. Buku-buku yang telah diterbitkan, hasil penelitian-
terdahulu tentang seni karawitan, majalah atau jurnal serta catatan-catatan yang
suatu hipotesis dari penelitian tersebut. Di dalam hal ini penulis akan memilih
32
analisis deskriptif karena dirasa tepat untuk penelitian kualitatif yang dilakukan.
Yang dimaksud analisis deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang
dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis data yang ada sehingga
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik subjek atau objek yang
diteliti secara tepat. Ada dua alasan kenapa penelitian deskriptif banyak dilakukan
oleh para peneliti akhir-akhir ini. Pertama, dari pengamatan empiris didapat
manusia.
33
BAB IV
PEMBAHASAN
secara kongkrit berarti dapat diapresiasi dengan mata atau telinga. Rindik merupakan
salah satu instrumen karawitan yang terbuat dari bambu. Bentuk dari instrumen
gamelan rindik dapat dilihat dari dua unsur, yaitu yang pertama adalah unsur bentuk
fisik instrumen dan yang kedua adalah bentuk komposisi atau bentuk gending.
Rindik merupakan salah satu dari perangkat gamelan Bali yang terbuat dari
bambu. Gamelan rindik mempunyai bentuk yang sangat berbeda dan khusus jika
dibandingkan dengan gamelan lain yang terbuat dari bambu. Dari segi pembuatan,
gamelan Rindik di Desa Sedang menggunakan bambu khusus yang disebut tiing
santong. Jenis bambu ini dipilih karena memiliki kualitas yang baik. Dari segi
kekuatan bambu ini memiliki daya tahan yang kuat terhadap serangga. Dari segi
kualitas bunyi jenis bambu ini menghasilkan warna suara yang baik. Hal inilah yang
menyebabkan tiing sentong ini dipilih sebagai bahan rindik di desa Sedang. Seperti
alat-alat gamelan bambu lainnya, rindik di desa Sedang terbuat dari bambu khusus
34
dan cara pembuatan yang khusus pula. Panjang bambu yang akan dipergunakan untuk
membuat rindik di Desa Sedang ini yaitu satu ruas sampai tiga ruas, dengan panjang
45cm untuk nada tertinggi sampai 95cm untuk nada yang terendah.
Menurut I Ketut Suparta jenis bambu yang digunakan untuk membuat rindik
adalah jenis tiing santong. Bambu ini biasa ditemukan di daerah Ubud. Menurut
beliau bambu yang biasanya dibeli dari penjual bambu yang berada di Ubud adalah
bambu yang masih berbentuk batangan utuh, bukan yang sudah dipotong. Hal ini
dikarenakan beliau ingin sendiri memotong bambu dengan ukuran sendiri yang telah
biasa dilakukan.
dibersihkan dengan menggunakan serabut kelapa. Serabut kelapa pada bagian dalam
digosokkan kebagian luar bambu. Hal ini dimaksudkan agar bagian luar bambu
terlihat halus dan bersih. Biasanya pada bagian luar bambu terdapat kotoran-kotoran
yang menempel yaitu lumut atau bekas-bekas tanah. Penampilan fisik ini juga akan
menambah daya tarik dari gamelan rindik selain dari segi suara yang dihasilkan.
Ukuran yang dijadikan patokan adalah rindik yang sudah ada. Rindik yang sudah ada
ini merupakan patokan dalam membuat rindik. Menurut I Ketut Suparna ukuran
bilah-bilah rindik ini merupakan patokan yang memang sudah diwariskan secara
turun-temurun.
35
Sebatang bambu yang akan dijadikan bahan pembuatan rindik sangat
Batangan bambu sebagai bilahan instrumen atau “bumbung” juga mempunyai bagian
pangkal dan ujung, yang tidak secara otomatis mengikuti pangkal dan ujung bahan
bambu yang panjang. Bila pada ruas-ruas cembungnya ke arah ujung maka bagian
yang keatas dijadikan bilahan bumbung, dan bagian yang keaarah bawah dijadikan
bumbung (resonator). Demikian pula sebaliknya, kalau lapis buku penutup ruasnya
cembung kebagian bawah (ke arah pangkal), maka bagian yang ke bawah dijadikan
bilah. Sedangkan ke atas menjadi bumbungnya. Jadi arah bilah mengikuti arah
supaya ujung bawah bumbung itu dapat pas potongannya pada batas buku (batas ruas)
dan tidak menyentuh cembung lapis penutup buku (batas ruas) daripada ruas bambu.
Teknik ini juga digunakan oleh pengrajin rindik di Desa Sedang. Penggunaan cara
ini dianggap memiliki dua keuntungan diantaranya: 1). Dari segi suara ukuran
bumbung bilah yang lebih besar akan mampu menghasilkan gema yang lebih indah,
sehingga hal ini akan mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh satu tungguh rindik.
2). Selain dari segi bunyi, jika kita lihat dari segi penampilan, penyajian atau
rangkaian rindik yang seperti ini terlihat lebih indah karena don bilah yang tersusun
terlihat sejajar dan ukurannya terlihat seimbang. Hal ini tentu akan menambah daya
tarik estetika gamelan rindik yang disajikan. Untuk mulai membuat satu rangkaian
rindih sebaiknya diketahui dulu panjang pendek rindik yang akan dibuat. Penentuan
36
bilah pertama sebagai nada pertama juga menjadi kunci utama dalam penyusunan
Pada saat memotong bambu ada hal yang perlu diperhatikan. Potongan
bambu yang akan dijadikan bumbung pada bilah rindik hendaknya dipotong pada
bagian bawah buku(batas ruas). Hal ini dimaksudkan agar bagian bumbung tertutup
oleh buku (batas ruas). Bagian buku ini juga hendak diperhatikan dengan teliti karena
ini akan dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan oleh bilah rindik. Bagian buku
(batas ruas) yang dijadikan sebagai penutup bilah haruslah baik. Baik dalam artian
tidak terdapat lubang pada bagain buku(batas ruas), baik di bagian dalam ataupun di
bagian luar. Jika pada bagian buku tesebut terdapat lubang maka suara yang
Gambar 1
Bambu yang sudah dipotong untuk bahan rindik
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
37
Bambu yang sudah dipotong sesuai dengan ukuran yaitu nada paling tinggi
nada terendah berukuran 95 cm. Bilah rindik pertama yang merupakan nada tinggi
dapat dibuat dengan menggunakan satu ruas bambu, hal ini dikarenakan untuk bilah
pertama memiliki ukuran yang paling pendek. Sedangkan untuk nada rendah
menggunakan dua sampai tiga ruas bambu , ini dikarenakan ukurannya yang lebih
panjang. Batang bambu ini kemudian disusun berdasarkan dua hal yaitu: (1). Dari
nada tinggi ke nada rendah, dan (2). Ukuran bilah bambu dari yang pendek sampai
yang panjang, hal ini agar memudahkan pengrajin merangkai instrumen rindik yang
akan dibuat. Hal ini dikarenakan agar ketika membentuk batang mambu yang sudah
dipotong menjadi bilah-bilah rindik tidak tertukar karena jika hal tersebut terjadi
maka satu rangkaian bambu yang sudah dipotong tidak akan berguna atau tidak
dipakai. Ini akan menyebabkan kerugian bagi sang pengerajin karena bahan yang
dimiliki terbuang sia-sia. Teknik ini umum dilakukan oleh pengrajin di Desa Sedang,
menurut mereka hal ini akan mempermudah mereka ketika akan mulai membentuk
38
Gambar 2
Susunan bambu dari nada rendah ke nada tinggi
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
Gamelan Rindik berbentuk menyerupai sebuah tabung yang terdiri atas beberapa
bilah. Pada bagian bawah bilahnya berbentuk tabung dan bagian atas bilah berbentuk
agak melengkung yang biasa disebut metundun klipes. Banyaknya bilah pada satu
menggunakan sebelas bilah ada juga yang memakai tiga belas bilah. Bilah-bilah yang
berbentuk tabung ini kemudian digantung sedemikaian rupa pada pelawahnya sendiri.
Penyangga atau Pelawah gamelannya dibuat dari kayu atau bambu berkaki empat
seperti kaki meja. Karena bilahannya yang terpasang dari kiri ke kanan hal ini
39
menyebabkan nadanya berubah, semakin lama semakin pendek sesuai dengan tinggi
rendah nadanya, maka baik penampang bawah maupun atas yang kita andaikan ada,
yang dibuat oleh kaki-kaki pelawah tersebut berupa trapesium. Begitu pula badannya
Satu tungguh gamelan dipukul oleh satu orang sambil duduk bersila dengan
memakai panggul dua batang. Gamelan rindik di desa Sedang panjang panggul yang
dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu atau stik pancing.
Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan bentuknya bundar pipih,
dibuat dari karet yang agak keras. Rindik di desa Sedang tiap tungguh memiliki
sebelas bilah nada, yaitu berlaraskan selendro (5) lima nada. Nada pertama dimulai
dari nada : ndung, ndang, nding, ndong, ndeng. Dalam satu barung gamelan rindik di
desa Sedang mempunyai dua tungguh instrumen rindik yaitu pemade lanang dan
pemade wadon dan satu buah suling kecil. Rindik wadon ukuran bilahnya dari nada
tertinggi adalah 45 cm sampai nada paling rendah 95 cm. Nada rindik wadon tersebut
lebih rendah daripada rindik lanang. Rindik lanang memiliki ukuran bilah 43cm
untuk nada yang tertinggi, dan 93cm untuk nada terendah. Nada rindik lanang lebih
tinggi daripada rindik wadon. Dibuat berpasangan karena dalam permainan sering
ada yang memakai teknik pukulan polos dan yang satu lagi teknik pukulan sangsih.
Ciri khas yang menjadi daya tarik gamelan rindik di Desa Sedang ini adalah
suara yang dihasilkan hampir tidak berubah walaupun sudah lama di buat. Hal ini
disebabkan pada pemilihan bahan bambu yang digunakan, serta diolah oleh
40
pengerajin rindik sedemikian rupa hingga menjadi satu tungguh gamelan rindik yang
awet. Umumnya bambu yang akan dijadikan bahan untuk rindik setelah ditebang
kemudian dikeringkan selama beberapa hari agar benar-benar kering sehingga tidak
mudah pecah. Ada pula yang menggunakan cara lain yaitu dengan merendam bambu
yang sudah di tebang dalam air agar tidak cepat lapuk. Uniknya dari pembuatan
Gamelan Rindik di Desa Sedang adalah bambu yang dipergunakan adalah bambu
santong yang sudah tua dan kering. Menurut sumber yang penulis dapatkan di
lapangan yaitu dari seorang pengrajin asli yang berasal dari Desa Sedang, bambu
yang baik digunakan untuk bahan pembuatan rindik adalah bambu santong yang
sudah tua dan kering atau dalam istilah Bali dikenal dengan mati di punya. Alasannya
adalah bambu yang mati tua memiliki tinggkat kekeringan yang lebih baik
sinar matahari.
Alat- alat yang perlu dipersiapkan untuk memulai pembuatan bilah rindik
potongan bambu, dan pengutik (pisau kecil yang memiliki ujung runcing) untuk
menempel pada batang bambu dibersihkan agar bilah terlihat halus. Pada bagian
dalam bakal bilah juga dibersihkan dengan sebatang kayu kecil pada bagian ujungnya
diisi serabut kelapa yang bisa masuk kedalam lubang bambu dimana. Serabut kelapa
41
inilah yang akan membantu membersihkan lubang pada bakal bilah. Jika ada bilah
bambu yang lebih dari satu ruas, maka buku (batas ruas)selain di ujung juga
dibersihkan dengan terlebih dahulu bembersihkan penutup buku (batas ruas)yang ada
di dalamnya.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat bakal bilah pertama yang
merupakan nada tertinggi. Pembuatan bilah ini menggunakan belakas (parang) Ini
digunakan untuk memotong bagian sisi bambu yang akan dijadikan bilah rindik.
Untuk ukuran bilah dan bumbung menggunakan patokan dari bilah yang sudah ada
(bilah yang dijadikan contoh). Menurut I Ketut Suparna ukuran untuk masing-masing
bilah yang dibuat sudah memiliki patokan yang merupakan warisan dari turun-
temurun leluhur. Sehingga sampai saat ini ukuran itu tetap digunakan, karena mampu
dengan menggunakan pisau kecil (pangutik). Bilah yang sudah tipis ini kemudian
dicocokkan dengan nada bumbung yang menjadi patokan dengan cara memukul bilah
rindik yang menjadi patokan dengan bilah rindik yang akan ditentukan nadanya. Bila
bilah rindik yang akan bentuk nadanya belum sesuai maka bilah bagian pinggir diiris
sedikit demi sedikit sambil kembali mencocokkan dengan nada dasar. I Made Sabar
menerangkan ketika nada yang dicari belum cocok biasanya dapat mengiris bagian
42
bumbung dari bilah tersebut. Namun hal ini hendak dilakukan dengan hati-hati karena
jika irisan pada bumbung terlalu banyak maka nada yang dihasilkan akan semakin
buruk. Bahkan ini juga dapat membuat bilah tersebut terbuang karena sudah tidak
dapat digunakan kembali. Dalam hal ini ketika pengerajin hendak merangkai nada
harus memiliki pendengaran yang tajam agar nada yang dihasilkan sesuai dengan
menentukan nada pertama agar sesuai dengan nada dasar yang sudah ada. Kesulitan
kedua yang ditemui oleh pengerajin menurut pengakuan I Made Sabar ialah ketika
membuat bilah untuk nada-nada yang tergolong nada rendah. Biasanya bilah yang
digunakan untuk nada dasar mempergunakan bambu dengan panjang lebih dari satu
buku (batas ruas). Lubang pada buku (batas ruas) juga dapat mempengaruhi hasil
suara yang dikeluarkan oleh bilah rindik. Biasanya lubang pada buku (batas ruas)
yang kecil tidak akan menghasilkan nada yang bagus, sehingga biasanya bahan
bambu seperti itu tidak digunakan. Selain mempengaruhi kualitas suara, bambu ini
juga akan mudah rusak dan lapuk. Untuk menghasilkan nada rendah pada bilah maka
sisi bilah diiris sedikit demi sedikit sampai pada nada yang ditentukan. Untuk
meninggikan nada pada bilah maka langkah yang dilakukan adalah memotong ujung
bilah sampai pada nada yang ditentukan. Selanjutnya untuk merendahkan nada dapat
juga dilakukan dengan cara menggunakan bambu yang lebih panjang, sedangkan
43
untuk meninggikan nada bahan bambu yang yang digunakan lebih pendek dengan
kualitas bambu yang akan dijadikan rindik olehnya sangat diperhatikan dengan teliti.
Hal ini dimaksudkan agar nada yang dihasilkan nyaring dan indah. Selain itu dari segi
penampilan agar lebih indah di pandang. Kualitas bambu yang bagus akan membuat
instrumen rindik lebih awet dan tahan lama. Hal ini lah yang sangat diperhatikan oleh
I Ketut Suparna, karena kualitas yang baik akan dapat menumbuhkan rasa percaya
Gambar 3
Pengambilan nada pertama
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
44
Gambar 4
Bilah Rindik sebagai Nada Pertama
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
Pembuatan nada selanjutnya menggunakan cara sama seperti pembuatan nada
pertama. Hanya saja ada perbedaan ketika memasuki pembuatan nada-nada rendah
yang biasanya menggunakan lebih dari satu buku ( batas ruas). I Ketut Suparna
mengatakan untuk pembuatan nada rendah yang menggunakan lebih dari satu buku
(batas ruas) harus diperhatikan benar ketika membuat lobang pada ruas buku (batas
ruas) karena hal itu akan mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan oleh bilah.
45
Pola pembuatan mulut bumbung yang ada memiliki ciri khas khusu yaitu
daerah Gianyar, Singaraja dan Jembrana pola yang biasa digunakan oleh pengrajin
disana adalah pola diagonal. I Ketut Suparna menjelaskan pola tangga yang
digunakan merupakan teknik yang memang diturunkan dari leluhur terdahulu. Pola
ini dikatakan mampu memberi corak khas pada bunyi yang dihasilkan oleh bilah
rindik. Pola ini memberikan keseimbangan nada pada setiap bilah rindik.
Gambar 5
Pola tangga pada Rindik di Desa Sedang
(koleksi: I Made Sudiatmika)
46
Bila semua bilah telah selesai dikerjakan dan nada-nada pada masing-masing
bilah sudah sesuai, selanjutnya adalah pembuatan lubang pada bilah rindik yang
fungsinya sebagai tempat mengikatkan tali yang akan digunakan untuk menggantung
bilah ke pelawah. Teknik yang digunakan untuk menentukan lubang pada bilah
dengan menggunakan dua ujung jari tangan. I Ketut Suparna menjelaskan hal teknik
penggunakan dua ujung jari tangan dengan cara menjepit pada satu titik dengan halus.
Pemeganan dengan ujung jari ini, hanya sekedar saja agar getaran bilah tidak
terhalang sehingga nada atau suara yang dihasilkan jernih (tidak sumbang). Jika nada
yang dicari belum jernih maka titik jepitan ujung jari tangan dapat dipindah kearah
atas atau ke arah bawah, hingga nada yang dicari terdengar jernih.
Gambar 6
Menentukan Lubang pada Bilah Rindik
(Koleksi: I Made Sudiatmika)
47
Titik yang telah ditemukan sebagai lubang rindik kemudian dilubagi dengan
menggunakan bor. I Ketut Suparna menjelaskan bor yang digunakan bukanlah bor
listrik. Hal ini dikarenakan bahan rindik yang terbuat dari bambu akan mudah pecah
jika menggunakan bor listrik. Berdasarkan pengalaman beliau bor yang biasa
digunakan untuk membuat lubang pada bilah rindik adalah bor yang menggunakan
tenaga manusia. Bor ini sangat sederhana, dimana cara menggunaanya dengan
memutar pedal yang ada pada bagian bor sehingga bor dapat berputar. Penggunaan
bor ini menurut I Ketut Suparna dapat mengurangi resiko bilah rindik akan pecah.
Hal ini dilakukan karena pada saat membuat lubang kita dapat merasakan tekanan
yang diberikan ke bagian bilah rindik dapat disesuaikan agar bilah tidak pecah.
Gambar 7
Pembuatan Lubang pada Bilah Rindik
(Koleksi; I Made Sudiatmika)
48
Bilah-bilah rindik yang sudah dilubangi kemudian dikumpulkan untuk
selanjutnya diletakkan pada pelawah. Pada saat penelitian dilakukan, I Ketut Suparna
sedang mengerjakan rindik dengan menggunakan pelawah yang terbuat dari bambu.
Pelawah ini dibentuk menyerupai meja dengan kaki empat. Bilah-bilah yang sudah
siap kemudian diletakkan diatas pelawah, ini dikarenakan agar dapat menentukan
lubang pada pelawah. Lubang ini nantinya akan digunakan untuk meletakkan tali
penggantung antara bilah dengan pelawah. Tali yang biasa digunakan untuk
menggantung pelawah dengan bilah adalah tali yang terbuat dari plastik. Menurut I
Ketut Suparna tali yang baik digunakan untuk menggantung bilah adalah tali yang
terbuat dari karet. Ini dikarenakan suara yang dihasilkan oleh bilah akan lebih nyaring
dan menyatu.
Gambar 8
Penentuan Lubang pada Pelawah
(Koleksi: I made Sudiatmika)
49
Lubang pada bagian pelawah ditentukan pada bagian kosong antara bilah
dengan bilah lainnya. Pemasangan tali pada pelawah ini dilakukan dengan cara
melipat tali, kemudian lipatan tali itu yang dimasukkan kedalam lubang dari pelawah.
Nantinya lipatan tali yang berada di bagian atas akan ditahan oleh potongan bambu
kecil yang dalam bahasa di daerah Sedang dinamakan penyuluban (bambu penahan
tali pada bagian atas pelawah). Batang bambu inilah yang nantinya akan menahan
lipatan tali agar tidak tertarik ke bawah, karena bilah akan diletakkan pada bagian
bawah dari pelawah. Teknik dengan menggunakan penyuluban ini digunakan untuk
meletakkan bumbung. Untuk bagian bilah atas tidak menggunakan penyuluban, yang
digunakan ialah kancing (dalam bahasa Sedang). Kancing ini adalah batang bambu
kecil yang berukuran 5 cm. Kancing ini nantinya diletakkan pada bagian bawah bilah
tepat di bawah lubang bilah. Teknik ikat yang digunakan pada bumbung dan bilah
rindik tidaklah sama. Pada bumbung bilah tali penggantung di kaitkan langsung pada
bagian penyangga pelawah. Sedangkan pada bagian bilah tali hanya dikaitkan pada
kedua kaki bilah pada bagian ujung saja. Pada bagian bilah yang berfungsi sebagai
50
Gambar 9
Pemasangan Tali dan Penyuluban
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
Gambar 10
Kancing
(Koleksi: I Made Sudiatmika)
51
Gambar 11
Pemasangan Tali pada Bilah
(Koleksi: I Made Sudiatmika)
Bilahan bumbung rindik ini dipasang dengan cara digantung yang dilobangi
hanya bilahan bagian ujungnya saja yang cara menggantungnya sama dengan pada
rindik gandrung. Sedangkan bagian pangkal atau bumbungnya hanya diikat saja
Satu set gambelan rindik yang sudah jadi biasanya diamainkan dengan
menggunakan dua buah panggul dan sebuah suling kecil sebagai pengiring melodi.
Panjang panggul yang dipergunakan adalah 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu
52
atau stik pancing. Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gamelan
Gambar 12
Panggul Rindik
(Koleksi: I Made Sudiatmika)
motif tersebut yaitu motif lelambatan dan motif gencangan. Gamelan rindik di desa
sedang yang menjadi motif lelambatannya adalah tabuh telu, karena melodi dalam
tabuh ini memiliki ukuran/gending yang panjang dan suasana lagu yang tenang.
Untuk lebih jelasnya pada motif ini, penulis akan lampirkan contoh notasi gending
53
Gending Tabuh Telu
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1
. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1
. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4
. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3
. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5
54
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1
7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7
1 7
Penyalit :
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1
. 7 . 1 3 .3 3 3 3 .7 7 7 7 7 1 1 (3)
Ngecet :
. . . 3. . . 3 . 7 . 5 . 1 . 7
. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5
. . . 5 . . . 5 . 7 . 5 . 1 . 7
. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5
. . . 5 . . . 5 . 3 . 5 . 4 . 3
. . . 1 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3
. . . 4 . . . 1 . . . 5 . 7 5 4
. . . 3 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3
55
Gending Putri Ayu
. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7
. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7
. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7
. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7
. . . . . . . . .5 5 5 . 4 3 4 5
.3 4 5 4 3 5 4 3 .7 1 7 1 3 4 1 3
.3 3 3 3 7 . 1 3 .3 3 3 3 7 . 1 3
.4 5 7 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1
3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4
. 7 . 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1
3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4
. 7 . 5 . 4 . 3 3 . 1 7 .3 1 7 3
.7 1 3 1 7 3 1 . 7 7 1 3 .3 3 3 .
4 5 7 5 . 4 . 3 . . . 5 . . . 7
56
. . . 5 . 7 5 4 . . . 1 . 3 1 7
. . . 1 . 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
.5 7 5 4 3 4 5 7
yang memakai dua buah alat pemukul pada satu pemain, istilah ubit-ubitan dimaksud
sebagai sebuah teknik permainan yang dihasilkan dari perpaduan antara sistem polos
dan sangsih. Pukulan polos dan nyangsih jika dipadukan akan menimbulkan
memakai dua alat pukul dalam satu pemain. Adapun pembagian alat pemukul pada
pemain itu sendiri, tak lain tangan kiri yang memegang satu alat pemukul yang
tangan dari masing-masing pemain memegang satu buah alat pemukul yang masing-
masing mempunyai tugas atau bagian sendiri-sendiri yaitu : adanya sistem polos dan
sangsih. Dalam arti masing-masing pemain pada tangan kanannya bisa menampilkan
permainan polos dan bisa juga memainkan sangsih. Sehingga kalau sudah dipadukan
57
akan terdengar warna suara yang berbeda tetapi saling berkaitan atau saling
mengunci.
Laras adalah suatu tangga nada atau susunan nada di dalam suatu
gembyangan, oktaf ataupun angkep yang telah di tentukan jumlah serta tinggi
rendahnya (Dibia, 1977/1978 : 4). Dalam gambelan rindik di Desa Sedang laras yang
umumnya digunakan adalah laras selendro. Laras selendro adalah susunan nada-nada
di dalam satu gembyangan atau oktaf/bersruti 5 (lima) sama rata atau paling tidak
lagu. Dalam satu gending rindik biasanya tejadi beberapa pengulangan bunyi. Seperti
misalnya bagian pengawak terdapat dua kali pengulangan pada empat baris melodi
yang sama. Ini terlihat pada gending tetangisan, seperti contoh berikut:
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
58
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1
. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1
. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4
. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3
. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1
7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7
1 7
59
4.1.2.4 Melodi Gambelan Rindik
Melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan tangga nada
sehingga menjadi kalimat lagu. Satu nada yang hanya berdiri sendiri tidak akan
menghasilkan satu buah gending. Nada-nada yang ada dalam gamelan rindik di Desa
rindik dengan melodi yang sangat indah. Satu baris melodi terdiri atas beberapa nada
Contoh satu baris melodi pada bagian pengawak “Gending Tabuh Telu”
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
Nada adalah sebagai suatu bunyi yang teratur, yang ditangkap oleh teling yang
bersala dari suatu sumber bunyi. Laras selendro yang biasanya digunakan pada
gambelan rindik yaitu laras selendro lima nada yang terdiri dari :
60
4.2 Estetika Gambelan Rindik
buatan manusia.
Estetika berasal dari bahasa yunani yaitu aisthetikos yang berarti mengamati
dengan indera (Suweca, 2009 : 1). Dalam buku ini juga dijelaskan tentang definisi
estetika adalah: Ilmu pengetahuan tentang pengamatan suatu obyek yang bersifat
karya seni (Louis Kattsoff), sebuah nilai yang berkaitan dengan nilai keindahan dan
karya seni, telaah tentang aktivitas penciptaan suatu karya seni sehubungan dengan
makna karya seni dengan kehidupan, tidak hanya menjadikan keindahan obyek karya
seni tapi juga yang buruk (Stolnitz), dan sebuah renungan tentang obyek estetis dan
karya seni, juga melahirkan konsep-konsep dari suatu karya seni (John Hospers). Dari
keseluruhan hal tersebut sudah terlihat jelas bahwa hal yang ditekankan adalah
komposisi musik baik instrumental maupun vokal yang digunakan dibeberapa daerah
di Indonesia seperti: Jawa, Sunda, Padang Panjang, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa
Tenggara Barat dan daerah lainnya di Indonesia. Dalam menikmati keindahan karya
komposisi karawitan secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian atau dua
kepentingan yang berbeda yaitu, cara pandang yang disebut auditivisual dan cara
61
pandang konseptual. Cara menikmati keindahan karya komposisi karawitan secara
auditivisual adalah memberi kebebasan dalam menilai karya tersebut. Mereka yang
memiliki pengalaman estetis yang tinggi akan sangat sensitif dan dapat menikmati
yang memadai. Cara pandang dari sudut konseptual, mereka harus mampu
aspek musikalitas terhadap rasa sentimental harus diabaikan bila karya itu secara
konseptual tidak dapat terpenuhi. Bagian-bagian dari estetika karawitan adalah: (1)
Dasar keindahan komposisi, tiga aspek utama dalam komposisi karawitan yaitu, ide,
bentuk dan penampilan. (2) Keindahan bentuk meliputi aspek media dan aspek
musikalitas.
atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar, yakni wujud atau
rupa, bobot atau isi dan penampilan atau penyajian. Namun perbedaan seluruh makna
estetika dari hasil penelitian tersebut di atas akan dijadikan acuan untuk mengetahui
tentang estetika Gambelan Rindik di Desa Sedang dengan cara mengamati dengan
indera terhadap wujud, bobot dan penampilan Gambelan Rindik tersebut. Unsur-
4.2.1 Wujud
dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak tampak
62
secara kongkrit, yaitu abstrak, yang hanya bisa ditayangkan, seperti seuatu yang
diceritakan atau dibaca dalam buku (Djelantik , 2004:17). Aspek keindahan wujud
Aspek dari keindahan bentuk pada seni karawitan meliputi aspek media
Aspek bahan, bahan adalah alat sebagai sumber bunyi yang merupakan bahan
pokok lahirnya sebuah komposisi, sebagaimana kita ketahui bahwa media karawitan
adalah suara, baik yang dihasilkan oleh alat maupun vocal (suara manusia). Aspek
media disini juga meliputi bentuk fisik dari gambelan, dari bentuk fisik inilah yang
Gambelan rindik di Desa Sedang memiliki bentuk yang unik. Hal ini dapat
dilihat dari segi pelawah dan bilah-bilah yang tersusun. I Ketut Suparna mengatakan
rindik yang biasa dibuat ada yang menggunakan pelawah dari bambu dan ada juga
pelawah yang terbuat dari kayu lengkap dengan hiasan berupa ukir-ukiran. Pelawah
yang terbuat dari bambu memang terkesan unik selain sederhana kesan klasik yang
63
Rangkaian bambu yang sudah menjadi bilah mampu menghasilkan bunyi
berupa nada-nada. Melalui bilah bambu ini nada-nada yang terbentuk disajikan enjadi
satu rangkain yang tersusun dalam satu pelawah. Urutan nada-nada dari yang
terendah sampai yang tertinggi jika dimainkan dengan gending yang sesuai maka
akan menghasilkan suatu komposisi gending yang indah. Sehingga gagasan dari
Gamabar 13
Rindik yang menggunakan pelawah bambu
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
dihasilkan oleh satu set rindik yang ditambah dengan sebuah suling : Melodi
64
(rangkaian nada-nada yang membentuk suatu lagu), aksen (tekanan atau hentakan
khusus pada suatu lagu), interval (jarak nada yang sangat teratur untuk mengetahui
tinggi rendahnya suatu nada), ritme (tekanan yang terjadi secara berulang-ulang dan
teratur pada suatu lagu), tempo (cepat lambatnya suatu lagu), dinamika (perubahan-
perubahan suasana yang terjadi, termasuk keras lemahnya suatu lagu), amplitude
(tinggi rendahnya suatu nada), tangga nada (urutan nada-nada atau jarak nada-nada
dalam satu oktaf), sumber bunyi (bahan-bahan atau alat-alat yang mengeluarkan
suara), oktaf (urutan nada-nada secara teratur dari nada pertama hingga kembali
kepertama)
struktur ini dikenal dengan istilah tri angga, yang artinya tiga bagian pokok yang
sering disebut dengan istilah kawitan (pendahuluan), pangawak (isi) dan pangecet
(penutup) (Suweca, 2009 : 54). Aspek struktur yang mendasar dalam setiap karya
seni meliputi tiga hal yaitu : keutuhan, penonjolan dan keseimbangan. Pada gending
Rindik di Desa Sedang yang biasa dimainkan juga dibagi menjadi tiga bagian yaitu
kawitan, pengawak dan pangecet. Berikut akan dijelaskan ketiga bagian struktur
gending rindik :
65
Contoh Gending Tetangisan
Bagian Pengawit
7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3
4 . 3 4 1 3 4 1 3 1 4 3 1 3 4 .
Bagian Pengawak
7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3
4 . 3 4 1 3 . 4 . 5 7 . 7 7 . 7
7 5 7 . 1 . 7 4 5 4 7 5 4 5 7 4
5 4 7 5 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5 3 5
4 3 5 3 4 5 . 7 7 5 7 4 5 4 . 3
3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1 . 7
1 7 1 3 4 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3 7
1 7 3 1 7 1 3 .
Pada bagian pengawak diatas, mulai peralihan gendingnya di bait yang kedua,
dan juga setelah bagian pengawak ini habis, akan terjadi lagi pengulangan ke bagian
66
Penyalit
1 7 1 3 4 . 3 3 4 4 5 5 4 4 3 3
4 4 5 5 4 4 3 .3 3 3 . 4 5 3 4 .5
5 5 . 3 4 5 7
Pengecet
. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7
. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7
. . . . . . . 4 . . . 3 . . . 5
. . . 5 . . . 3 . . 1 7 .7 1 3 .
4 . 5 7 .7 1 7 . 5 . 4 3 .3 3 . 4
5 7 5 4 3 .3 3 . 7 1 3 4 .5 5 5 .
3 4 5 7
4.2.1.2.1 Keutuhan
sifat yang utuh, yang tidak ada cacat tidak ada yang kurang dan tidak ada yang
dilebihkan. Hal ini terlihat ketika saat pementasan gambelan Rindik di Desa Sedang.
67
Menurut I Wayan Sanyoga Yasa rindik yang dipentaskan ketika upacara pernikahan
yaitu menggunakan dua set rindik ditambah sebuah suling. Rindik yang digunakan
satu berfungsi sebagai lanang dan yang satu berfungsi sebagai wadon, serta
ditambahkan satu buah instrumen suling sebagai penambah irama. Ketika instrumen
ini memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya. Jika hanya satu rindik yang
digunakan dengan sebuah suling, suara yang dihasilkan tidak menyatu. Begitu pula
sebaliknya jika hanya menggunakan dua buah rindik lanang dan wadon lantutan
gending yang dimainkan terkesan kurang menyatu. Begitu pula dengan rindik lanang
dan wadon, dalam pementasannya tidak ada yang terlalu menonjol. Hanya saja
biasanya rindik lanang memiliki nada yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Sehingga ketiga instrumen ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Dari segi gending keutuhan dimaksudkan adalah ketiga bagian dari gending
(tri angga), yang artinya tiga bagian pokok yang sering disebut dengan istilah
terdapat dalam gending yang dimainkan. Ketiga bagian ini merupakan satu kesatuan
68
Gambar 14
Pementasan Rindik dengan tambahan sebuah suling
(Koleksi : I Made Sudiatmika)
4.2.1.2.2 Penonjolan
instrumentasi atau orkestrasi banyaknya alat yang terlibat dalam komposisi yang
berlangsung. Ini terlihat ketika adanya perubahan bagian ketika gending sedang
69
dimainkan. Pada bagian awal gending kedua rindik dimainkan dengan nada yang
sama sehingga tercipta kehormonisan nada. Ketika instrumen suling mulai masuk ke
dalam gending, maka nada pada instrumen rindik mulai diturunkan sehingga
ditonjolkanlah suara atau nada dari suling. Selanjutnya masuk ke bagian tengah rindik
lanang mengambil tempo yang lebih cepat sedangkan rindik wadon mengikuti tetapi
dengan nada yang sedikit lebih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menonjolkan
instrumen rindik lanang. Penonjolan rindik lanang ini juga dapat dijadikan penanda
bahwa gending sudah masuk ke bagian pengawak. Pada bagian akhir gending ketiga
4.2.1.2.3 Keseimbangan
gerak, sinar warna. Panjang pendek waktu yang diberikan kepada setiap unsur dalam
sebuah pementasan juga dapat dikatakan sebuah keseimbangan. Begitu pula teknik
pukulan yang dimaikan oleh penabuh sehingga menimbulkan sebuah nada yang
antara pemain rindik lanang dengan pemain rindik wadon sangat menentukan
70
4.2.2 Bobot
Rindik di Desa Sedang. Bobot dalam hal ini meliputi suasana, gagasan, ide atau
pesan. Meski secara umum karawitan bersifat auditif yang artinya keindahan
yang disajikan lewat pengolahan unsur musikal saja yang utama, sehingga dapat
dinikmati sambil tidur-tiduran di kamar dengan memutar kaset. Bobot suatu karya
seni dapat dinikmati melalui tiga aspek diataranya : suasana, gagasan atau ide serta
ibarat atau anjuran. Namun dalam karya seni karawitan aspek yang bisa diamati
Melalui suasana yang tercipta diharapkan mampu menyampaikan gagasan atau ide
dari seni karawitan yang ditampilkan. Dalam gambelan rindik yang ada di Desa
Sedang suasana yang disampaikan jelas terlihat dari lantunan melodi yang dimainkan.
Kesan damai dan tenang tercipta ketika permainan rindik sedang dipentaskan. Hal
inilah yang akan mampu menyampikan gagasan dari gambelan rindik yang
ditampilkan.
Gagasan atau ide adalah pemikiran atau konsep yang ingin disampaikan
oleh pencipta baik pencipta gending ataupun pencipta instrumen. Melalui gambelan
rindik gagasan atau ide yang hendak disampaikan oleh pengrajin ialah konsep tentang
71
keharmonisan. Konsep keharmonisan dari segi gending dirasakan melalui lantunan
nada-nada yang senada. Keharmonisan dari segi instrumen terlihat dari yaitu bilahan-
bilahan bambu yang terpasang secara sejajar tanpa ada bilah yang lebih tinggi atau
lebih rendah. Konsep inilah yang hendak disadari oleh semua masyarakat kesamaan
atau kedudukan yang sama tanpa ada memandang perbedaan kelas, status sosial
4.2.3 Penampilan
penonton ataupun khalayak ramai. Penampilan kesenian meliputi tiga aspek yaitu
Bakat adalah potensi atau kemampuan khas yang dimiliki oleh seseorang
yang di dapat berkat keturunannya. Bakat yang dimiliki satu orang dengan orang
besar diperoleh melalui garis keturunan. Seperti pengrajin rindik di Desa Sedang,
diwariskan dari kakeknya. Kakek dari I Ketut Suparna dulunya adalah seorang
pengrajin rindik, bahkan rindik yang dibuat oleh almarhum kakeknya sampai
memiliki pelanggan khusus dari Jepang yang sampai saat ini masih berlangganan
rindik. Selain itu almarhum juga mengajar rindik kepada wisatawan-wisatawan asing
yang sengaja berkunjung kerumahnya untuk membeli atau sekedar melihat teknik
72
pembuatan rindik. Dari sanalah lahir bakat yang dimiliki sekarang ini oleh I Ketut
Suparna.
dengan latihan. Ketrampilan ini sangat dimiliki oleh I Ketut Suparna. Menurutnya
dalam satu hari beliau mampu menyelesaikan 3 sampai 4 rindik jika bahan bambu
sudah siap untuk dijadikan bilah. Ketrampilan ini tidak di dapat dengan instan.
menurut pengakuannya kegiatan membuat rindik sudah dilakukan sejak remaja ketika
kakeknya. Sampai mahir seperti sekarang ini tentu dengan latihan panjang yang
kesenian yang mampu menambah nilai seni baik saat pementasan ataupun tidak
tidak terlalu memerlukan sarana penunjang yang terlalu banyak. Biasanya sekaa
tidak menggunakan unsur make up. Penyajiannya sangat sederhana yang lebih
yang hanya dimainkan pada kesempatan tertentu seperti upacara agama, upacara
73
pertunjukan wayang, dan untuk keluarga raja. Gamelan juga dimainkan di halaman,
kuil, dan upacara agama desa/kampung. Di samping untuk fungsional sosial, gamelan
juga menjadi mata pencaharian utama untuk pengrajin khusus yang membuat
gamelan. Gamelan meiliki fungsi ritual, hiburan dan juga presentasi estetis.
Saat ini, walaupun gamelan masih digunakan untuk upacara agama, juga
dipentaskan pada konser musik. Gamelan juga digunakan untuk musik modern
maupun tradisional, drama, mengenal teater dan pedalangan yang disimpan pada
menawarkan dupa dan kembang ke gamelan. Selain itu, para musisi melepaskan
sepatunya pada saat memainkan gamelan. Menurut kepercayaan, setiap alat musik
Gamelan rindik sebagai salah satu gamelan Bali yang terbuat dari bambu
memiliki fungsi dan peran yang beragam. Seperti yang kita ketahuai gambelan rindik
secara umum biasanya digunakan sebagai pengiring dalam pementasan tari pergaulan
yaitu Joged Bumbung. Selain itu masih banyak lagi fungsi dari gamelan rindik baik
dari segi ritual keagamaan, ekonomi, maupun dari segi sosial. Adapun fungsi-fungsi
74
4.3.1 Fungsi Ritual Keagamaan
Di pulau Dewata ini, kesenian tidak hanya digunakan sebagai hiburan saja,
melainkan juga sebagai sarana dan pelengkap peristiwa-peristiwa ritual yang bersifat
tradisional, seperti desa adat, banjar, dan berbagai jenis sekaa (organisasi profesi) (I
Kesenian bali , seni karawitan (gamelan ), seni tari dan seni vokal (tembang)
kesemuanya tidak bisa lepas dari upacara keagamaan (agama hindu-Bali). Berdasarkan
1. Seni wali (sacred, religious) yaitu seni yang dilakukan di pura-pura dan
pelaksana upacara dan upakara agama( rejang, sang hyang, pendet, dan baris
upacara)
2. Seni Bebali ( ceremonial art ) yaitu seni yang berfungsi sebagai pengiring
3. Seni balih-balihan (seculer art) yaitu semua seni diluar dari tersebut diatas
75
Mengenai gambelan rindik di desa Sedang kesenian ini digolongkan seni
balih-balihan yang fungsinya sebagai pengiring tari pergaulan (social dance) yaitu
gambelan rindik ini biasanya banyak digunakan pada saat ada upacara pernikahan.
Disini fungsinya tidak bersifat sakral karena tidak ada keterkaitan antara upacara
pernikahan yang sedang berlangsung dengan gambelan rindik. Gambelan rindik ini
hanya berfungsi sebagai hiburan agar membuat suasana menjadi lebih harmonis.
Seperti yang kita ketahui alunan melodi yang dilantunkan pada saat pementasan
rindik memiliki nilai keharmonisan serta kelembutan sehingga tercipta suasana yang
Hal ini dikarenakan agar suasana saat berlangsungnya upacara menjadi lebih khidmat
dan nyaman. Selain itu juga agar para tamu undangan menikmati suasana pernikahan
yang sedang berlangsung. Hal ini juga akan menciptakan keakraban antara tamu
dengan mempelai sehingga terjaling komunikasi yang baik. Berbeda halnya dengan
rindik yang digunakan untuk mengiringi tarian joged bumbung, suasana yang ingin
ditampilkan tentu berbeda. Pada saat pementasan tarian joged bumbung kesan agresif
76
dan atraktif sangat ditonjolkan. Ini bertujuan untuk menarik minat sang pengibing
Kesan sosial yang ingin disampaikn oleh gending rindik disesuaikan dengan
keadaan sosial yang sedang terjadi. Seperti pada upacara perkawinan tentu kesan
Instrumen rindik tidak hanya digunakan untuk pementasan saja, tetapi ada
juga yang sengaja membeli rindik untuk hanya sekedar menjadi pajangan atau hiasan
kepadanya bukanlah dari sekaa rindik, melainkan dari individu yang sengaja membeli
untuk hiasan rumah. Biasanya memilih rindik sebagai hiasan rumah akan
memberikan citra seni bagi sang pemilik rumah. Walaupun pemilik rindik tidak
ditimbulkan oleh keberadaan rindik itu membuat sang pemiliki dianggap memiliki
Bali adalah pulau yang kecil yang menjadi tujuan para wisatawan domestik
penting. Gamelan Bali bisa dipakai untuk penyajian sebuah seni pertunjukkan yang
77
akan dipentaskan kepada wisatawan-wisatawan tersebut. Ada pula wisatawan yang
datang ke Bali sengaja untuk melihat pertunjukan pementasan gamelan Bali dan
di Bali. Hal itu membawa dampak yang luar biasa pada perekonomian negara
khususnya bagi masyarakat Bali sendiri, yaitu pendapatan perkapita negara yang
Dewasa ini, gamelan telah menjadi lahan kerja bagi seniman-seniman Bali.
seperti yang ada dalam rangkaian acara Pesta Kesenian Bali (PKB), setiap peserta
selalu berusaha menunjukan penampilan yang lebih baik dari peserta lainnya dengan
yang berpengalaman dan memiliki popularitas tinggi dengan bayaran yang tinggi. Hal
Gambelan rindik sebagai salah satu gambelan Bali yang mempunyai daya
tarik tersendiri jika dibandingkan dengan gambelan-gambelan lain yang ada di Bali
pada khususnya. Sebut saja salah satu yang menjadi daya tarik gambelan Rindik
ialah bentuk instrumen yang disajikan. Gambelan rindik merupakan gambelan yang
terbuat dari bambu. Dari segi bahan tentu mempunyai daya tarik. Gambelan rindik
terlihat lebih klasik karena bahan dari intrumen ini berasal dari bambu. Menurut
78
narasumber banyak wisatawan asing yang sengaja datang kerumahnya di Desa
Sedang untuk memesan langsung gambelan rindik, bahkan wisatawan asing yang
menunggu dan melihat proses pembuatan gambelan rindik sampai selesai. Hal ini
membuktikan bahwa gambelan rindik ini memang memiliki daya tarik terhadap pasar
internasional.
Menurut I Wayan Sanyoga Yasa kerajinan rindik yang ada di Desa Sedang
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Walaupun pengrajin tidak sepenuhnya
hanya membuat Rindik saja. Menurut pengrajin pembuatan rindik yang dilakukan
pengrajin adalah sebagai buruh bangunan. Sesuai dengan pemaparannya satu set
rindik memiliki harga yang berbeda-beda sesuai dengan permintaan dan bahan
pelawah rindik yang digunakan. Rindik yang biasa dibuat oleh I Ketut Suparna ialah
rindik yang pelawahnya terbuat dari bambu dan rindik yang pelawahnya terbuat dari
kayu. Rindik yang bahan pelawahnya terbuat dari bambu biasanya lebih diminati oleh
wisatawan asing karena bentuknya yang lebih unik daripada pelawah dari kayu.
Untuk rindik yang pelawahnya dari kayu biasanya ditambah hiasan berupa seni rupa
yaitu ukiran-ukiran kayu. Motif ukiran yang disajikan biasanya beragam tergantung
permintaan yang diminta oleh pelanggan. Agar memperindah tampilan ukiran I Ketut
Suparna biasanya menambahkan sentuhan warna berupa cat serta perada untuk
79
Dalam wawancara bersama I Wayan Sanyoga Yasa, beliau mengungkapkan
bahwa satu tungguh gambelan rindik yang menggunakan pelawah dari bambu dijual
dengan harga lebih murah jika dibandingkan dengan rindik yang pelawahnya terbuat
dari kayu, hal ini dikarenakan pelawah yang terbuat dari kayu memerlukan waktu
yang lumayan lama dari segi pembuatannya selain itu bahan yang digunakan lebih
banyak serta pembuatan pelawah dari kayu yang lebih rumit. Menurut pengalaman
yang disampaikan oleh pengrajin, sebagian besar wisatawan yang datang langsung
kerumahnya untuk memesan gambelan rindik lebih tertarik dengan pelawah yang
terbuat dari bambu. Hal ini dikarenakan penampilan serta penyajian pelawah dari
80
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Rindik merupakan salah satu instrumen gambelan Bali yang terbuat dari
bambu. Bahan bambu yang digunakan untuk membuat rindik merupakan jenis
tiing sentong. Bentuk rindik terdiri dari don gamelan yang berbentuk bilah,
dirangkai pada pelawah yang berbentuk trapesium. Satu barung rindik terdiri dari
dua tungguh gamelan rindik serta ditambah sebuah suling bambu. Panjang bambu
yang akan dipergunakan untuk membuat rindik yaitu satu ruas sampai tiga ruas,
dengan panjang 45cm sampai 95cm dari nada tertinggi sampai nada terendah.
Bentuk gending gamelan rindik terdiri dari dua motif gending yaitu motif
dimana tabuh atau gending yang dimainkan panjang dan menimbulkan suasana
tenang. Motif gencangan adalah bentuk gending dengan tabuh lebih pendek.
Bentuk gending dalam gamelan rindik meliputi : (1) Teknik Permainan adalah
bunyi. Pada gamelan rindik alat pukul yang digunakan berupa panggul yang
berjumlah dua buah. Teknik permainan yang biasa digunakan dinamakan ubit-
ubitan. (2) Laras Gamelan adalah susunan nada yang telah ditentukan jumlah serta
tinggi rendahnya yang digunakan dalam gamelan rindik. Pada gamelan rindik
laras yang digunakan adalah laras selendro. Laras selendro adalah susunan nada
81
yang terdiri dari 5 nada. (3) Irama Gamelan adalah pola perulangan bunyi yang
tendapat dalam satu tabuh. (4) Melodi Gambelan adalah susunan nada yang diatur
tinggi rendahnya, sehingga membentuk satu kalimat lagu. (5) Nada Gamelan.
Sedang yaitu : (1) Wujud. (2) Struktur. (3) Bentuk. (4) Keutuhan. (5) Penonjolan.
(6) Keseimbangan. (7) Bobot. (8) Penampilan. Kesemua aspek estetika itu
memberikan nilai seni yang tinggi bagi Gambelan Rindik. Aspek inti dari
Gambelan rindik di Desa Sedang meliputi dua hal yaitu keindahan gending dan
keindahan bentuk. Keindahan gending mencakup nada, melodi serta irama dari
permainan rindik. Keindahan dari bentuk berupa penampilan fisik dari gambelan
rindik yang ada di Desa Sedang. Hal ini juga mencakup unsuk intrinsik dan
fungsi : (1) fungsi dari segi ritual/upacara adalah sebagai balih-balihan. Dimana
rindik ini digunakan sebagai pengiring tari pergaulan yaitu tari joged bumbung,
selain itu untuk seni hiburan rindik juga sering dipertontonan melalui pementasan
rindik. (2) fungsi segi ekonomi adalah sebagai penopang kehidupan pengrajin
khususnya yang ada di Desa Sedang. Gambelan rindik memiliki daya tarik
tersendiri di mata wisatawan yang berkunjung ke bali. Keunikan rindik yang ada
di Sedang adalah rindik yang pelawahnya terbuat dari bambu. Rindik ini biasanya
banyak diminati oleh wisatawan. (3) fungsi segi sosial adalah citra seni bagi sang
pemilik rindik.
82
5.2 Saran
berikut:
Kabupaten Badung agar senantiasa melestarikan kesenian rindik yang ada di Desa
Sedang. Khususnya untuk para seniman dan pengrajin kesenian rindik agar tetap
menikmati kesenian tradisi daerah dan para pelaku seni memperoleh kesejahteraan
baik bentuk fisik, gending serta estetika sehingga dapat berkembang dan
83
DAFTAR PUSTAKA
Mustika, Pande Gede., I Nyoman Sudiana., I Ketut Partha. 1996. Mengenal Jenis–
Jenis Pukulan Dalam Barungan Gamelan Gong Kebyar. Denpasar:
Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.
Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: ITB.
84
Sarwa, I Nengah. 2010. Diktat Metodologi Penelitian. Denpasar: Institut Seni
Indonesia Denpasar.
Suweca, I Wayan. 2009. Buku Ajar Estetika Karawitan. Denpasar: Fakultas Seni
Pertunjukan, Institit Seni Indonesia Denpasar.
Yudabakti, I Made dan I Wayan Watra. 2007. Filsafat Seni Sakral Dalam
Kebudayaan Bali. Surabaya: Paramita.
Yudha Triguna, Ida Bagus Gede dkk. 1985/1986. Peralatan Hiburan dan
Kesenian Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Departemen
pendidikan dan kebudayaan, direktorat sejarah dan nilai tradisional,
proyek inventaris dan dokumentasi kebudayaan daerah.
85
86
Lampiran 1
Daftar Informan
Pekerjaan : Wiraswasta
Pekerjaan : Mahasiswa
87
Lampiran 2
GLOSARIUM
A.
B.
D.
G.
seluruh Indonesia
Gending = Lagu
agak cepat.
88
L.
Lanang = Laki-laki
M.
P.
W.
Wadon = Wanita
89
Lampiran 3
Instrumen Penelitian
90
Lampiran 4
1. Tetangisan :
7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3
4 . 3 4 1 3 4 1 3 1 4 3 1 3 4 .
7 7 5 . 3 3 . 4 3 1 7 . 7 7 1 3
4 . 3 4 1 3 . 4 . 5 7 . 7 7 . 7
7 5 7 . 1 . 7 4 5 4 7 5 4 5 7 4
5 4 7 5 4 5 3 5 4 3 5 3 4 5 3 5
4 3 5 3 4 5 . 7 7 5 7 4 5 4 . 3
3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1 . 7
1 7 1 3 4 1 3 7 1 7 3 1 7 1 3 7
1 7 3 1 7 1 3 .
Penyalit :
1 7 1 3 4 . 3 3 4 4 5 5 4 4 3 3
4 4 5 5 4 4 3 .3 3 3 . 4 5 3 4 .5
5 5 . 3 4 5 7
91
Ngecet :
. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7
. . . 1 . 7 . 5 . 3 . 1 . 3 1 7
. . . . . . . 4 . . . 3 . . . 5
. . . 5 . . . 3 . . 1 7 .7 1 3 .
4 . 5 7 .7 1 7 . 5 . 4 3 .3 3 . 4
5 7 5 4 3 .3 3 . 7 1 3 4 .5 5 5 .
3 4 5 7
92
2. Tabuh telu
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 .1 7 1
. 3 4 5 7 4 5 7 5 4 7 5 4 3 4 5
. 7 7 5 7 5 3 4 . 5 5 4 3 4 5 7
. 1 1 3 1 4 3 1 . 7 7 5 4 1 3 4
5 3 4 3 5 4 3 4 5 3 4 3 5 4 3 4
. 7 5 4 3 7 1 3 1 7 3 1 7 5 7 1
. 3 3 1 3 7 1 3 . 1 1 3 1 4 3 1
. 7 7 1 3 4 1 3 . 4 4 3 4 7 5 4
. 3 3 1 3 7 1 3 4 3 1 4 3 1 4 3
. 1 1 3 . 1 3 4 . 5 5 4 5 4 7 5
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1
7 3 7 1 3 . 7 1 3 1 7 3 1 7 3 7
1 7
93
Penyalit :
. 4 4 3 4 . 7 1 3 .7 1 3 1 7 3 1
. 7 . 1 3 .3 3 3 3 .7 7 7 7 7 1 1 (3)
Ngecet :
. . . 3 . . . 3 . 7 . 5 . 1 . 7
. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5
. . . 5 . . . 5 . 7 . 5 . 1 . 7
. . . 5 . . . 1 . 3 . 7 . 4 . 5
. . . 5 . . . 5 . 3 . 5 . 4 . 3
. . . 1 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3
. . . 4 . . . 1 . . . 5 . 7 5 4
. . . 3 . . . 7 . 3 . 1 . 4 . 3
94
3. Sari wangi
. . . 1 . . . 3 . . . 1 . . . 7
. . . 4 . . . 5 . . . 4 . . . 3
. . . 1 . . . 3 . . . 1 . . . 7
. . . 4 . . . 5 . 7 1 .1 3 1 . 7
. 5 7 .1 3 1 . 7 1 3 4 .1 3 1 7 7
1 3 4 .1 3 1 7 .3 3 3 . 3 4 5 7 .
. . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 3 4 . 3 .
7 . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 . 5 . 7 .
. . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 3 4 . 3 .
7 . 1 . 3 . 4 . 3 . 1 . 5 . 7 .
. . . 54 3 4 5 . . . . 43 1 3 4 .
. . . 1 . 3 4 . . . 1 . 3 . 7 .
4 . 5 . 3 . 5 . 3 . 4 . . . 1 .
3 . 7 . 4 . 5 . 3 . 4 4 . 1 3 .1
7 1 3 3 . 1 3 .4 5 7 . 5 . 4 3 1
7 1 3
95
Penyalit :
7 1 3 4 .1 3 1 7 .3 3 3 . 3 4 5 7
Pengadeng :
7 1 3 1 4 3 1 3 7 1 3 1 4 3 1 .
7 1 3 1 4 3 1 3 7 1 3 1 4 3 1 .
7 . . . . 4 5 7 . 1 . 3 1 3 1 7
. 5 5 4 3 . . 7 1 7 1 3 4 7 5 4
3 3 4 5 7 7 1 7 5 3 4 5 4 7 5 4
3 3 4 5 7 7 1 7 5 3 4 5 4 7 5 4
3 3 4 3 4 4 3 3 4 5 7 7 5 7 4 5
96
4. Anggrek Angelo
. . . . . 3 . 1 . 4 . 3 . 1 . 7
. . . . . 3 . 1 . 4 . 3 . 1 . 7
. . . . 4 5 3 4 . 7 . 5 . 3 . 4
. . . . 7 1 3 4 . 7 . 5 . 3 . 4
. . 5 7 5 4 3 1 3 7 1 3 4 3 1 .
7 7 5 7 5 7 1 . 3 3 1 3 7 1 3 .
4 4 5 7 5 4 3 1 .5 5 5 . 7 5 4 3
. . . 4 . 7 . 5 . 7 . 4 . 5 . 3
. . . 4 . 7 . 5 . 7 . 4 . 5 . 3
.7 7 7 . 1 3 1 7
Penyalit :
. . 5 7 5 4 3 1 3 7 1 3 4 3 1 .
7 7 1 . 3 3 1 7 3 1 7 1 3 4 4 3
4 1 3 . 7 5 7 5 . 7 7 . 5 7 1 3
1 7 . 5
. . . . 3 4 5 7 . 5 . 4 . 5 . 7
. . . . 5 3 4 5 . 4 . 3 . 4 . 5
. . . . 3 4 5 7 . 5 . 4 . 5 . 7
97
. . . . 5 3 4 5 . 4 . 3 . 4 . 5
. . . . 3 4 5 . 7 . 1 3 1 7 5 .
4 . 1 3 1 3 4 . 5 7 5 4 7 5 4 3
. . . . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 .
. . . 5 7 1 3 . 1 . 7 . 1 . 3 .
. . . . 1 . 7 . 1 . 3 . 1 . 7 .
. . . 5 7 1 3 . 1 . 7 . 1 . 3 3
. 1 7 3 1 7 1 3 4 4 3 4 1 3 . 7
5 7 5 . 7 7 . 5 7 1 3 1 7 . 5
98
5.putri ayu
. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7
. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7
. . . . . . . . 1 3 1 3 1 7 5 7
. . . 4 . . . 3 . 4 . 5 7 1 . 7
. . . . . . . . .5 5 5 . 4 3 4 5
.3 4 5 4 3 5 4 3 .7 1 7 1 3 4 1 3
.3 3 3 3 7 . 1 3 .3 3 3 3 7 . 1 3
.4 5 7 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1
3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4
. 7 . 5 . 4 . 3 . . . . . 7 . 1
3 4 . 3 . 1 . 7 . . . . . 1 3 4
. 7 . 5 . 4 . 3 3 . 1 7 .3 1 7 3
.7 1 3 1 7 3 1 . 7 7 1 3 .3 3 3 .
4 5 7 5 . 4 . 3 . . . 5 . . . 7
. . . 5 . 7 5 4 . . . 1 . 3 1 7
. . . 1 . 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
.4 3 4 1 3 7 1 3 .3 3 3 . 1 3 4 5
99
.5 7 5 4 3 4 5 7
100