Artinya adalah: “gending pangkur diambil dari sekar macapat Pangkur paripurna laras
slendro pathet sanga, gending Pangkur digunakan untuk beksan langendriyan, yang
diciptakan oleh Raden Mas Harya Tandhakusuma, tidak menggunakan lagu gerongan,
tetapi disajikan dengan garap sindenan dengan mengunakan syair lagu sekar macapat
Pangkur Paripurna”.
1
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
dimulai dari bagian irama ciblon atau wilet terlebih dahulu, sedangkan gending pangkur
pada bagian irama tanggung dan irama dadi diciptakan belakangan. Irama tanggung dan
irama dadi tersebut merupakan versi ringkasan dari gending pangkur irama ciblon atau
wilet. (Sumarsam, 2003: 283-284).
Dalam buku pengetahuan karawitan jilid I dan II, R.L. Martopangrawit
mengatakan bahwa gending pangkur yang kuno, dulunya tidak mempunyai bagian yang
disebut dengan irama tanggung dan irama dadi. pada perkembangannya gending
Pangkur yang selanjutnya munculah gending Pangkur dengan menggunakan irama
tanggung dan irama dadi.(Martopangrawit, 1975 : 35-36).
Perubahan dari sekar Macapat Pangkur Paripurna ke dalam balungan gending
Pangkur bagian irama ciblon atau wilet, adalah sebagai berikut:
Sekar Macapat Pangkur dan balungan gending Pangkur irama ciblon atau wilet
Perkembanga dari irama ciblon atau wilet gending Pangkur ke dalam bagian irama
tanggung dan dadi, adalah sebagai berikut:
2
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Kajian gending Pangkur menurut sejarah seperti yang telah tersebut diatas, dapat
dianalisa bahwa keberadaan gending Pangkur tersebut berasal dari sekar Macapat
Pangkur Paripurna, yang disajikan untuk kebutuhan beksan langendriyan. Dengan garap
sajian menggunakan sindenan dengan cakepan sekar macapat Pangkur Paripurna, tanpa
menggunakan lagu gerongan. Dalam penyajian gending Pangkur tersebut, digarap
dengan menggunkan irama ciblon atau wilet, yang pada perkembangannya disusul
dengan garap sajian menggunakan irama tanggung dan irama dadi.
Penyajian gending Pangkur secara tradisionaldiawalidengan sajian irama
tanggung atau irama dadi kemudian selanjutnya digarap menggunakan irama wilet,
selalu diawalidengan sajian irama dadi. Apabila mengacupada pendapat tersebut,
Ladrang Pangkur Paripurna diciptakan pertama kali untuk keperluangending
langendriyan yang mengedepankan garapan bagian irama wilet sebagai saranauntuk
dialog, maka Ladrang Pangkur Paripurna bagian irama tanggung dan dadi, hanya
digunakan sebagai rambatan sebelum menuju pada sajian irama wilet.
3
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
dilakukan oleh sekelompok pesinden) wanita dan atau pria (seperti sindenan bedaya/
srimpi), maupun vokal tunggal putri yang dilakukan oleh pesinden/ waranggana atau
swarawati dengan irama lagu ritmis (tidak terikat oleh matra gending). Sejak
dikenalkannya gerong prakarsa paku Buwana IX tersebut, yang konon disajikan oleh
Pangeran Kusumabrata, saat itu gending yang di sajikan adalah gending Pangkur
Paripurna laras slendro patet sanga. Kemudian barulah muncul pemisahan penggunaan
istilah sindenan dengan gerongan. Sindenan digunakan untuk menyebut vokal putri,
baik vokal tunggal maupun vokal bersama pada sindenan bedaya/ srimpi, sedangkan
untuk vokal bersama pria disebut penggerong.(R.L. Martapangrawit, 1988).
K.R.T Warsodiningrat dalam Wedhapradangga, menyebutkan:
“Sareng jumeneng dalem ingkang Sinuwun Paku Buwana XI kaping sewelas,
sadhatengipun Nipon (Jepang) nguwaosi tanah jawi, sedaya ungel-ungelan utawi
pakecapan ingkang mawi basa landi wau, dhawuh dalem, ingandikakaken anyantuni
cakepanipun gending Ludira piyambak, inggih punika: Mideringrat hangelangut,
sapiturutipun, mijilipun wastra ngangrang tebinging patani, sapiturutipun, dene
gendhing Ludiramadura minggah Kinanthi lajeng Mijil, dalah sakcakepanipun wau
yasan dalem Paku Buwana V”.
“Panembrama gendhing Ludira kasebut nginggil wau, kejawi kagem sisindhen Kinanthi
Sarimpi, dawuh dalem Paku Buwana X, ingandikakaken kangge gerongan gendhing
Pangkur ingkang laras slendro pathet sanga”.(K.R.T. Warsodiningrat, 1979: 90).
Artinya adalah: “bersamaan dengan naiknya tahta kerajaan Paku Buwana XI yang
kesebelas, dengan kedatangan tentara Jepang (Nipon) menguasai tanah Jawa, semua
pembicaraan yang menggunakan bahasa Belanda, raja memerintahkan, untuk memeriksa
syair gending Ludira sendiri, yaitu: Mideringrat hangelangut, dan seterusnya. Mijilnya:
Wastra ngangrang tebinging patani, dan seterusnya, Sedangkan gending Ludiramadura
minggah Kinanthi terus Mijil, beserta syairnya adalah ciptaan Paku Buwana V”.
“penyajian gending Ludira tersebut diatas, selain digunakan suara vokal Kinanti Sarimpi,
perintah Paku Buwana X, mengatakan untuk digunakan dalam gending Pangkur yang
menggunakan laras slendro patet sanga”.
4
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Sinuwun Paku Buwana X memerintahkan supaya syair vokal pada Kinanti Sarimpi
digunakan dalam gending Pangkur Laras Slendro patet sanga.
Menurut para empu dikalangan pengrawit sepuh keraton Surakarta, bahwa pada
masa Paku Buwana IX dan Pangeran Mangunegara IV selain untuk Bedaya dan Srimpi
belum ada gending yang mempunyai vokal bersama atau koor, akan tetapi setelah
peristiwa gending Pangkur yang di garap menggunakan vokal bersama atau koor yang
disuarakan oleh vokalis pria (penggerong), lalu timbulah bakat seni Pangeran
Mangkunegara IV yang menumbuhkan inspirasi dan kemudian menyusun sembilan
paket gending berbentuk ketawang yang mengutamakan vokal gerongan sebagai tulang
punggungnya, yaitu: ketawang Langengita, Walagita, Rajaswala, Sitamardawa,
Puspanjala, Tarupala, Puspagiwang, Lebdasari dan Puspawarna. (Haryono, 1994: 44).
Keberadaan ngelik gending Pangkur pada irama ciblon atau wilet, meminjam dari
bagian ngelik ladrang Kasmaran (Eling-Eling). Penambahan bagian ngelik pada ladrang
Pangkur ini dimaksudkan sebagai pelengkap agar sajian gending tidak kemba atau
hambar. Buku “Karawitan Source Readings In Javanese Gamelan And Vocal Music”,
tercatat sebagai berikut:
“When Paku Buwana X obtained Gendhing Pangkur, he changed the laras to pelog
pathet barang and added a gerong part. The wilet of the gendhing and the melody and
wilet of the gerong part reflect great feeling and a sense of respect proper to the kraton.
To enhance the beauty and effectiveness of Gendhing Pangkur, angelik from Ladrang
Kasmaran was added. Upon approaching the first kenong, the irama changes to rangkep.
After the gong, the irama reverts to its previous state. [These alternations in irama]
became standard [during the reign of Paku Buwana] X, and for that reason Pangkur
[played in this style] is referred to as "the Pangkur of Kaping Sadasa" [that is, of Paku
Buwana X].(Judith Becker, 1987:155).
5
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
dan cakepan gerongan kinanti, syair lagunya adalah: Midering rat hangelangut, Lelana
njajah nagari, Mubeng tepining samudra, Sumengka hanggraning wukir, Anelasak
wana wasa, Tumuruning jurang terbis, sedangkan untuk ngelik menggunakan syair:
Sayekti kalamun suwung, Tangeh miriba kang warni, Lan sira pepujaning wang,
Manawa dhasaring bumi, Miwah luhuring angkasa,Tuwin jroning jalanidhi.(R.L.
Martapangrawit, 1988: 88-90).
7
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
winarna, lelabuhan kang kanggo ing ngaurip, ala lan becik puniku, prayoga
kawruhana, adat waton puniku dipun kadulu, miwah ingkang tata karma, den kaesti
siyang ratri, sedangkan untuk gerongan yang menggunakan cakepan sekar Kinanti,
dengan syairnya yaitu: Midering rat hangelangut, Lelana njajah nagari, Mubeng
tepining samudra, Sumengka hanggraning wukir, Anelasak wana wasa, Tumuruning
jurang terbis.
8
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
seluwir, kadi ta guwa kang sirung, sinerang ing maruta, gumarenggeng anggereng
anggung gumrunggung, pindha padhane si mudha, prandene paksa kumaki. (Sugimin,
2013: 101).
Pangkur Jengglengadalah bentuk pengembangan garap musikal ladrang Pangkur
yang berpijakdari tafsir garap intrumentasi yang lain. Pangkur Jenggleng adalah sajian
Ladrang Pangkur dengan menampilkan ricikan balungan, seperti: demung, saron, dan
slentem sebagai garapan ricikan yangmenonjol. Tabuhan ricikan balungan dilakukan
secara bersama-sama denganintensitas tabuhan yang keras dan digunakan sebagai
penguatan rasa seleh pada nada-nada seleh lagu vokal. Suara gleng yang ditimbulkan
dari tabuhanricikan balungan pada sajian ladrang Pangkur inilah yang kemudian
dikenaldengan istilah Pangkur Jenggleng.
Pangkur Cengkok Kethoprak biasanya digunakan pada penyajian ketoprak,
sehingga disebut cengkok ketoprakan.Penyajian gendingnya hanya menampilkan satu
macam garapan irama, yaitu irama rangkep dengan menggunakan pola kendhang ciblon.
Dengan sajian semacam ini, maka Pangkur Cengkok Kethoprak merupakan bagian
Ladrang Pangkur yang disajikan secara mandiri, yakni bukan merupakan rangkaian
sajian LadrangPangkur secara keseluruhan. Pemilihan satu macam garapan irama
semacamini merupakan bentuk interpretasi musikal yang berpijak dari tafsir irama.
Penyajian pada umumnya selalu memunculkan senggakanuntuk membangun suasana
kasmaran.
Pangkur Wolak-walik adalah garap ladrang Pangkur yang disajikan dalam
larasslendro maupun pelog, pada umumnya disajikan dalam irama wiled danrangkep
dan disajikan dengan menggunakan dua perangkat gamelan larasslendro dan pelog
secara bergantian dalam satu sajian gending. Sajiansemacam ini merupakan bentuk
perkembangan garap musikal yang berpijakdari tafsir larasdan patet.Pemilihan patet
dalam sajian Pangkur wolak waliksangat mempertimbangkan larasan gamelan yang
digunakan,supaya pada saat pergantian dari laras slendro menjadi laraspelog atau
sebaliknya tidak terasa njeglek. (Sugimin, 2013: 101-108).
Gending Pangkur garapan Ki Nartasabda adalah bentuk reinterpretasi yang
berpijak dari balungan gending Ladrang Pangkur. Beliau banyak menggarap Ladrang
Pangkur dengan menonjolkan garap irama dan vokal yang kemudian diberi judul sesuai
dengan tema yang terkandung dalam syair lagu, seperti Pangkur Gala-gala, Pangkur
9
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Kesimpulan
Terdapat opini dalam masyarakat pelaku seni atau seniman bahwa gerongan
gending Pangkur harus menggunakan cakepan sekar pangkur, dan yang menggunakan
cakepan sekar kinanti adalah sesuatu yang tidak ada dan bahkan dianggap sesuatu yang
salah. Diantara perdebatan para seniman tersebut, dalam perspektif historis telah
terjawab bahwa gerongan gending Pangkur yang menggunakan cakepan sekar kinanti
dibenarkan oleh sejarah dan bahkan keberadaannya sudah ada sejak dulu yaitu pada
masa Paku Buwana IX.
Dengan kajian analisa literatur terkait dengan gending Pangkur dalam perspektif
historis,sebenarnya pendapat para pelaku seni atau seniman terkait dengan garap vocal
macapat, sindenan ataupun geronganhanya berpijak pada situasi yang terjadi maupun
pada hasil penyajiannya. Kajian analisa tentang gending Pangkur tersebut bukan dilihat
dari aspek sejarah yang telah tertulis melainkan lebih condong kepada informasi verbal
yang ditularkan melalui turun temurun. Hal tersebut membuat seolah-olah gerongan
gending Pangkur yang benar, hanya di gerongi menggunakan cakepan sekar Pangkur.
Secara historis gending Pangkur yang ada, disajikan dengan garap vokal sindenan
tanpa menggunakan vokal gerongan dengan memakai cakepan sekar Macapat
Pangkur.Sajian gending Pangkur tersebut digunakan sebagai sajian untuk kebutuhan
langendriyan, pada perkembangannya dimasa Paku Buwana IX munculah gerongan
gending Pangkur yang mengambil cakepan dari syair bedhaya Ludiramadura dengan
cakepan syair Kinanti.Selanjutnya dalam irama wilet ditambahi ngelik dengan
mengambil ngelik dari ladrang Eling-Eling Kasmaran. Perkembangan selanjutnya
terdapat aneka garapan gending Pangkur yang merupakan karya kreatifitas para pelaku
seni menyesuaikan kebutuhan.
Berbagai ragam garap ladrang Pangkur seperti yang telah dipaparkan tersebut
diatas menunjukkan bahwa sampai tahapan ini gending Pangkur telah mengalami
perkembangan garapvokal danmusikal sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam
duniakarawitan. Terkait dengan penyajian gending Pangkur yang hanya sindenan saja,
menggunakan gerongan kinanti, menggunakan gerongan Pangkur ataupun digarap
10
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023
dengan versi yang lain itu semua disesuaikan dengan kebutuhan dan selera dari pelaku
seninya. Dalam sajian gending Pangkur sudah tidak ada lagi garapan yang salah dan
benar, yang ada hanyalah enak dan tidak enak, harmonis dan tidak, disesuaikan dengan
skill dari pelaku seni itu sendiri atau dengan kata lain menyesuaikan selera. Dengan
munculnya aneka garapan gending Pangkurtersebut, yang akan terjadi keberadaan
gending Pangkur semakin populer di masyarakat khususnya seni karawitan.
Daftar Pustaka
Becker, Judith (1987). “Karawitan Source Readings In Javanese Gamelan And Vocal
Music”.America, Center for South and Southeast Asian Studies The
University of Michigan.
Kodirun, B.A (1975). “Tuntunan Karawitan Gending Jawi Jilid I”. Surakarta: T.B
Pelajar.
Sugimin (2013). “Aneka Garap Ladrang Pangkur”. Keteg. Vol. 13. No. 1. hlm. 88-122.
11
Adiyanto/ Sarasehan Macapat/ Sidoarjo/ 2023