Anda di halaman 1dari 10

SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN

TRADISI GAMELAN DEGUNG

Nama : Ramdan Lesmana


Kelas : XII IPS 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………

Daftar Isi …………………………………………………

I. Pendahuluan ……………………………………………
1. Latar Belakang ………………………………………...
2. Maksud dan Tujuan ……………………………………

II. Pembahasan …………………………………………….


1.1 Sejarah Gamelan Degung ……………………………
1.2 Istilah “DEGUNG” ………………………………….
1.3 Perkembangan Gamelan Degung …………………

III. Penutup …………………………………………………


1. Kesimpulan …………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat kepada kami semua,sehingga kami dapat
meyelesaikan makalah ini.Makalah ini kami buat dalam rangka
memenuhi kewajiban untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan (SBK).
Makalah ini juga kami buat untuk menjelaskan mengenai Tradisi
Gamelan “DEGUNG”.Kami berharap makalah ini dapat digunakan
sebagai sarana bahan bacaan dan referensi baik untuk kalangan
pelajar maupun khalayak umum.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,oleh karena itu kritik dan saran sangat kami perlukan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Majalaya 26 Feb 2022


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau
dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang
sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya yang terdapat di
Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya
akan budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kita pungkiri bahwa kebudayaan daerah
merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan yang lebih global, yang biasa
kita sebut dengan kebudayaan nasional. Maka atas dasar itulah segala bentuk
kebudayaan daerah akan sangat berpengaruk terhadap budaya nasional, begitu
pula sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah,
akan sangat berpebgaruh pula terhadap kebudayaan daerah / kebudayaan lokal.

B. Maksud dan Tujuan


Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan
kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun
makalah yang berjudul Sejarah Gamelan “Degung”, ini bertujuan agar pembaca
mengetahui bahwa suku sunda merupakan suku yang kaya akan budaya serta
menyadari bahwa menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah merupakan
kewajiban dari setiap orang.
II PEMBAHASAN
SEJARAH

Suara alunan musik Degung sering kita dengar terutama ketika ada tayangan wayang golek,
maka lagu-lagu degung ini yang mengiri pertunjukan wayang golek. namun apakah sobat
tahu apa saja alat musik degung ini? jangan - jangan malah sobat tidak tahu bagaimana cara
memainkan alat musik degung? mudah - mudahan tidak ya, apalagi sobat adalah asli orang
sunda. hehehe

Pada kesempatan ini di artikel yang akan saya bahas ini akan memberitahukan kepada
pembaca sedikit sejarah tentang Degung Sunda, saya berharap dengan artikel tentang degung
sunda ini dapat mengingatkan kembali tentang degung, sejarah degung, asal usul degung
bahkan cara memaikan alat musik degung itu sendiri.
Degung atau Gamelan merupakan sekelompok waditra dengan cara membunyikan alatnya
kebanyakan dipukul. Istilah “degung” memiliki dua pengertian:

1 . Degung sebagai nama seperangkat gamelan yang digunakan oleh masyarakat Sunda,
yakni gamelan-degung. Gamelan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan gamelan
pelog-salendro, baik dari jenis instrumennya, lagu-lagunya, teknik memainkannya, maupun
konteks sosialnya;

2 . Degung sebagai nama laras(tangga nada) yang merupakan bagian dari laras salendro
berdasarkan teori R. Machjar Angga Koesoemahdinata. Dalam teori tersebut, laras degung
terdiri dari degung dwiswara(tumbuk nada mi (2) dan la (5)) dan degung triswara (tumbuk
nada da (1), na (3), dan ti(4)). Karena perbedaan inilah maka Degung dimaklumi sebagai
musik yang khas dan merupakan identitas masyarakat Sunda.

Pada mulanya Degung berupa nama waditra berbentuk 6 buah gong kecil, biasanya
digantungkan pada “kakanco” atau rancak/ancak. Waditra ini biasa disebut pula “bende
renteng” atau “jenglong gayor”.
Degung merupakan salah satu gamelan khas dan asli hasil kreativitas masyarakat Sunda.
Gamelan yang kini jumlahnya telah berkembang dengan pesat, diperkirakan awal
perkembangannya sekitar akhir abad ke-18/awal abad ke-19. Jaap Kunst yang mendata
gamelan di seluruh Pulau Jawa dalam bukunya Toonkunst van Java (1934) mencatat bahwa
degung terdapat di Bandung (5 perangkat),Sumedang (3 perangkat), Cianjur (1
perangkat), Ciamis (1 perangkat), Kasepuhan (1 perangkat), Kanoman (1
perangkat), Darmaraja (1 perangkat), Banjar (1 perangkat), dan Singaparna (1 perangkat).

Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, Yaitu
Kerajaan Galuh misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama
lagu-lagunya yang yang banyak diwarnai kondisi sungai, di antaranya lagu Manintin, Galatik
Manggut, Kintel Buluk, dan Sang Bango. Kebiasaan marak lauk masyarakat Sunda selalu
diringi dengan gamelan renteng dan berkembang ke gamelan degung.

Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung merupakan musik


kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa, yaitu bahwa kata “degung”
berasal dari kata "ngadeg" (berdiri) dan “agung” (megah) atau “pangagung” (menak;
bangsawan), yang mengandung pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan
(keagungan) martabat bangsawan. E. Sutisna, salah seorang nayaga Degung Parahyangan,
menghubungkan kata “degung” dikarenakan gamelan ini dulu hanya dimiliki oleh para
pangagung (bupati). Dalam literatur istilah “degung” pertama kali muncul tahun 1879, yaitu
dalam kamus susunan H.J. Oosting. Kata "De gong" (gamelan, bahasa Belanda) dalam kamus
ini mengandung pengertian “penclon-penclon yang digantung”.

Gamelan yang usianya cukup tua selain yang ada di keraton Kasepuhan (gamelan Dengung)
adalah gamelan degung Pangasih di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang. Gamelan ini
merupakan peninggalan Pangeran Kusumadinata (Pangeran Kornel), bupati Sumedang
(1791--1828).

Gamelan Degung sendiri terdiri atas tujuh waditra pokok, yaitu:

1 . Bonang
2 . Saron Panerus (Penerus)
3 . Saron Cempres
4 . Jenglong
5 . Goong
6 . Kendang dan Kulanter
7 . Suling Degung (lubang 4)

Istilah waditra khususnya dalam degung dan umumnya dalam Karawitan Sunda adalah istilah
yang digunakan untuk menunjukan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan berkesenian.
Istilah dalam musik “instrumen”.
a. Bonang, terdiri dari 14 penclon dalam ancaknya. Berderet mulai dari nada mi alit sampai
nada La ageng
b. Saron/Cempres, terdiri dari 14 wilah. Berderet dari nada mi alit sampai
dengan La rendah.
c. Panerus, bentuk dan jumlah nada sama dengan saron/cempres, hanya berbeda dalam
oktafnya.
d. Jengglong terdiri dari enam buah. Penempatannya ada yang digantung dan ada pula yang
disimpan seperti penempatan kenong pada gamelan pelog.
e. Suling, suling yang dipergunakan biasanya suling berlubang empat.
f. Kendang, terdiri dari satu buah kendang besar dan dua buah kendang kecil (kulanter).
Teknis pukulan kendang asalnya dipukul/ditakol dengan mempergunakan pemukul. Dalam
perkembangannya sekarang kendang pada gamelan degung sama saja dengan kendang pada
gamelan salendro-pelog.
g. Gong, pada mulanya hanya satu gong besar saja, kemudian sekarang memakai kempul,
seperti yang digunakan pada gamelan pelog-salendro.
Keseluruhan waditra tersebut, kecuali suling, dimainkan dengan cara dipukul, sedangkan
suling dimainkan dengan cara ditiup. Sedangkan tahun 1964, waditra gamelan degung
mengalami penambahan, yaitu dilengkapi dengan waditra Gambang, sau buah Saron dan
kadang-kadang Rebab.Para tokoh seniman penggarap degung diantaranya: Mang Oyo, Mang
Idi, Mang Tarya, E Carmedi, Sukanda art, Kusstiara, dll.

Fungsi Waditra

Untuk mengetahui fungsi waditra dalam gamelan degung, harus dibagi dahulu bentuk lagu
yang dibawakan. Bentuk lagu yang terdapat pada gamelan degung terdiri dari dua bagian
besar, yaitu: Lagu-lagu Kemprangan dan Lagu-lagu Gumekan .
Lagu kemprangan tiada bedanya dengan bentuk Rerenggongan pada gamelan salendro.
Biasanya lagu yang dibawakan berirama satu wilet atau keringan, misalnya lagu Jipang
Lontang, Gambir Sawit, Kulu-Kulu, catrik dan lain-lain. Pada dasarnya posisi tabuh sama
dengan posisi pada gamelan salendro.
Fungsi waditra pada lagu kemprangan ini adalah sebagai berikut:
· Jengglong = balunganing gending
· Suling = pembawa melodi
· Kendang = pengatur irama
· Saron = lilitan melodi
· Bonang = lilitan balunganing gending
· Gong = paganteb wilet

Gumekan sebenarnya nama teknis tabuhan, tetapi di sini bisa diartikan pula sebagai bentuk
lagu degung yang khas dalam lagu-lagu ageng. Fungsi waditra pada gumekan sangat berbeda
sekali dengan gending-gending lainnya, terutama dalam pembawa melodi lagu.
Fungsi waditra dalam lagu/gending ageng tabuh gumekan:
· Bonang = pembawa melodi
· Suling = lilitan melodi
· Saron/Cempres = lilitan melodi
· Panerus = cantus firmus
· Jengglong = balunganing gending
· Gong = panganteb wiletan

Teknik/Motif Tabuhan pada Gamelan Degung

Waditra Bonang baik pada lagu-lagu bentuk kemprangan maupun bentuk “Gumekan”
memerlukan kedua belah tangan yang dalam menabuhnya antara tangan kanan dan kiri ada
yang bersamaan baik swarantara gembyang, kempyung dan Adu laras, bergantian (Sunda,
Patembalan) sesuai notasi.
Untuk waditra berwilah pada Degung diperlukan teknik tengkepan yaitu tangan yang satu
memukul tepat ditengah wilah panakol tegak dan tangan lainnya “nengkep” (memegang
waditra untuk mengurangi efek tabuhan sehingga gelombang nadanya tidak menjadi
panjang). Sedangkan waditra Jengglong yang menggunakan dua buah pemukul mempunyai
ketentuan yaitu tangan kanan untuk nada: 1, 3, 5 alit dan tangan kiri untuk nada: 1, 4, 5
Waditra Kendang dan Suling disesuaikan dengan teknik masing-masing waditra dan
kebutuhan.

Baca Juga : 20 Rupa Kadaharan Asli Sunda Paling Top

Kemprangan

Kemprangan adalah cara membunyikan bonang antara tangan kiri dan kanan berjarak satu
gembyang, nada gembyang ditabuh bersahut-sahutan.

Nama-nama Gending Degung

Gending-gending degung kemprangan dalam beberapa hal tidak ada bedanya dengan
gamelan salendro, tetapi mempunyai kekhususan tertentu dalam lagunya, yaitu lagu-lagu
yang jarang dipergunakan dalam gamelan salendro. Lagu-lagunya antara lain; Jipang
Lontang, Jipang Prawa, Catrik, Gambir Sawit, Kulu-Kulu, Puspajala, Kunang-Kunang,
Paron, dan lain-lain.
Dalam bentuk gumekan, lagu-lagunya antara lain: Palwa, Manintin, Sang bango, ladrak,
Lalayaran, Ayun Ambing, Sunda Mekar, Kadewan, Pajajaran dan sebagainya.

Pada awalnya musik ini untuk acara keagamaan, tetapi sekarang digunakan untuk mengiringi
sendratari, mengiringi gending karesmen (nyanyian resmi), dan sarana hiburan.
Keberadaannya telah di kenal sejak zaman Pakuan Pajajaran
III PENUTUP
Kesimpulan
Jadi Istilah “degung” memiliki dua pengertian: pertama, adalah nama seperangkat
gamelan yang digunakan oleh masyarakat Sunda, yakni gamelan-degung. Gamelan ini
memiliki karakteristik yang berbeda dengan gamelan pelog-salendro, baik dari jenis
instrumennya, lagu-lagunya, teknik memainkannya, maupun konteks sosialnya; kedua, adalah
nama laras (tangga nada) yang merupakan bagian dari laras salendro berdasarkan teori R.
Machjar Angga Koesoemahdinata. Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung
dwiswara (tumbuk nada mi (2) dan la (5)) dan degung triswara (tumbuk nada da (1), na (3),
dan ti (4)). Karena perbedaan inilah maka Degung dimaklumi sebagai musik yang khas dan
merupakan identitas masyarakat Sunda.
pola tabuhan bonangnya yang menggunakan teknik gumekan. Pola tabuhan bonang
inilah yang mewakili ekspresi melodi utama musik instrumenta juga ada pola tabuh
kmprangan,cacagan dan lainlain.
Daftar Pustaka

https://kancasora.wordpress.com/2012/10/10/sejarah-gamelan-degung-sunda/
E.Tjarmedi dkk,1974; Penuntun Pengajaran Degung,cetakan pratama,Pelita Masa,Bandung

http://www.belajarbahasasunda.com/2017/10/mengenal-sejarah-degung-sunda.html
http://iyanhendrayana.blogspot.com/2018/10/gamelan-degung.html

Anda mungkin juga menyukai