Anda di halaman 1dari 10

Gamelan Jawa

PENDAHULUAN
Pada tahun 1977, pesawat luar angkasa Voyager diluncurkan, bersama dengan
Piringan Emas (Voyager Golden Record) yang berisi suara-suara serta gambargambar pilihan yang menggambarkan keanekaragaman makhluk hidup dan budaya
di Planet Bumi. Tujuannya adalah memperkenalkan kehidupan di planet bumi
kepada bentuk kehidupan di luar angkasa atau manusia bumi di masa depan yang
mungkin menemukannya. Diantara suara-suara yang direkam dalam piringan emas
tersebut terdapat suara ucapan salam dalam 55 bahasa, salah satunya adalah
bahasa Indonesia, dan juga rekaman musik dari berbagai budaya. Salah satu musik
yang direkam dalam piringan emas tersebut adalah musik Gamelan dengan
Gendhing PUSPAWARNA (Kinds of Flowers Beragam Bunga) yang dimainkan oleh
Gamelan Keraton Pura Paku Alaman dibawah pimpinan K.R.T. Wasitodipuro dan
direkam oleh Robert E. Brown. Musik ini sampai saat ini masih tetap diperdengarkan
di ruang angkasa, mengingat bahwa misi Voyager masih akan berlangsung
hingga tahun 2025. Jadi mungkin saja para makhluk luar angkasa sudah terbiasa
mendengar musik Gamelan.
Saat ini, setelah lebih dari tiga puluh tahun peristiwa tersebut diatas, Gamelan
sedang diusulkan ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai warisan
budaya dunia yang berasal dari warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Gamelan,
sebagai salah satu warisan budaya yang memiliki nilai seni sangat tinggi dan sarat
dengan falsafah hidup diharapkan mampu mengikuti jejak Wayang, Keris, dan Batik
yang telah lebih dahulu diakui sebagai warisan pusaka Dunia yang memang berasal
dari Indonesia. Pada saat ini pengakuan oleh lembaga internasional sangat penting
bagi bangsa Indonesia mengingat bahwa ada banyak warisan seni dan budaya
Indonesia yang diklaim oleh negara lain sebagai milik mereka.Lebih dari itu,
pengakuan dunia international diharapkan dapat lebih menggugah kesadaran
generasi muda Indonesia untuk tetap mau menjaga, mengembangkan dan
melestarikan budaya negeri sendiri agar tidak punah.
Mengapa kita harus bersusah payah memperjuangkan Gamelan sebagai warisan
budaya dunia yang berasal dari Indonesia? Apakah Gamelan itu sekedar alat musik
yang bisa dibuat atau dimainkan oleh siapa saja di seluruh dunia? Dan apa
sebenarnya nilai-nilai serta manfaat yang terkandung dalam Gamelan bagi
masyarakat Indonesia?
Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Dengan adanya tulisan ini
diharapkan para pembaca menjadi paham bahwa kita (bangsa Indonesia) memang
layak mendapatkan pengakuan dari dunia internasional atas warisan budaya
bangsa berupa Gamelan.
Daftar Pustaka:
1)
Geertz, Clifford (1960). The Religion of Jawa, The University of Chicago Press.

2)
3)
4)
5)
6)

.Gamelan,http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan
.Music on Voyager Record,http://voyager.jpl.nasa.gov/spacecraft/music.html
.Gamelan, www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Gamelan
Wiji Utomo, Yunanto (2006). Gamelan, Orkestra a la Jawa,www.yogyes.com
Berdasarkan hasil Wawancara dengan Bapak Trustho di Yogyakarta

GAMELAN JAWA
Gamelan sebenarnya bukan lagi merupakan musik yang asing. Popularitas Gamelan
telah merambah berbagai benua dan bahkan telah banyak dipakai oleh para musisi
untuk memadukan musik modern dengan musik tempo dulu. Banyak musisi,
peneliti atau pun pelajar yang datang ke Indonesia untuk belajar Gamelan. Mungkin
inilah salah satu sebab mengapa Gamelan terpilih sebagai salah satu musik yang
direkam dalam Piringan Emas Voyager pada tahun 1977.
Di Indonesia, Gamelan banyak dijumpai di Jawa, Bali, Madura dan Lombok. Kita pun
bisa mengenal berbagai jenis Gamelan seperti: Gamelan Jawa, Gamelan Sunda,
Gamelan Bali, Gamelan Banyuwangi, dan lain-lain. Meskipun terdapat berbagai jenis
Gamelan, namun diyakini bahwa Gamelan Indonesia berasal dari satu sumber yang
sama. Perbedannya hanya terletak pada teknik / cara permainan dan alat-alat yang
mengiringinya. Contoh: Gamelan Jawa dikenal lebih lembut dan slow, tarikan
rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang
serta suara gong pada setiap penutup irama. Sementara Gamelan Sunda mendayudayu dan didominasi oleh suara seruling.
Mengingat keterbatasan referensi penulis, maka dalam tulisan ini penulis hanya
akan membahas tentang Gamelan Jawa.Mudah-mudahan suatu saat nanti penulis
akan memiliki kesempatan untuk menulis tentang Gamelan Sunda, Gamelan Bali
atau pun Gamelan yang lainnya.
SEJARAH GAMELAN JAWA
Pada awal mulanya, Gamelan hanyalah berupa Gong besar. Kemudian ditambah
dengan beberapa buah gong kecil yang disebut Kempul dalam jumlah yang
terbatas. Dalam perkembangan selanjutnya barulah ditambah dengan berbagai
instrumen lain sehingga terbentuk seperangkat Gamelan seperti yang kita kenal
saat ini.
Dalam mitologi Jawa, Gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka,
Dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di
Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama
menciptakan gong untuk memanggil para dewa, dan untuk pesan yang lebih khusus
Ia kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk seperangkat Gamelan.
Sebagian besar alat musik Gamelan terdiri dari alat musik perkusi yang dimainkan
dengan cara dipukul atau ditabuh. Oleh sebab itu pada waktu orang memainkan
alat musik Gamelan biasanya disebut NGGAMEL. Nggamel adalah bahasa Jawa
yang berarti Memukul / Menabuh. Inilah sebenarnya asal usul kata GAMELAN
(Nggamel = Gamel ditambahan akhiran an).

Tidak ada catatan resmi tentang kapan pertama kali Gamelan dimainkan. Namun
perkembangan musik Gamelan diperkirakan mulai ada sejak kemunculan
kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga
dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan musik Gamelan tidak luput dari
pengaruh India, mengingat bahwa pada sekitar abad VII sampai dengan abad XV,
kebudayaan Jawa mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan India.
Gambaran tentang alat musik ensembel (kumpulan yang terdiri dari dua atau lebih
alat musik yang dimainkan oleh sekelompok musisi) pertama ditemukan di Candi
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, yang berdiri sejak abad ke-8. Alat musik yang
ditemukan di relief candi tersebut misalnya suling bambu, kendhang, kecapi, dan
alat musik berdawai yang digesek dan dipetik.Selain di Borobudur, relief yang berisi
tentang alat musik Gamelan juga dapat ditemukan di Candi Jago (Abad ke -13),
Candi Panataran (Abad ke-14), Candi Kedaton ( Abad ke-14), dan lain-lain.
Daftar Pustaka:
1)
Geertz, Clifford (1960). The Religion of Jawa, The University of Chicago Press.
2)
.Gamelan,http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan
3)
.Music on Voyager Record,http://voyager.jpl.nasa.gov/spacecraft/music.html
4)
.Gamelan, www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Gamelan
5)
Wiji Utomo, Yunanto (2006). Gamelan, Orkestra a la Jawa,www.yogyes.com
6)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Trustho di Yogyakarta

PERANGKAT GAMELAN JAWA


Gamelan Jawa sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua laras (tangga nada / titi
nada), yaitu Slendro dan Pelog. Menurut mitologi Jawa, Gamelan Slendro lebih tua
usianya daripada Gamelan Pelog. Slendro memiliki 5 (lima) nada per oktaf, yaitu 1 2
3 4 5 (C- D E+ G A) dengan interval yang sama atau kalau pun berbeda perbedaan
intervalnya sangat kecil. Pelog memiliki 7 (tujuh) nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7
(C+ D E- F# G# A B) dengan perbedaan interval yang besar.
Gamelan dapat dimainkan sebagai sebuah pertunjukkan musik tersendiri maupun
pengiring tarian atau seni pertunjukkan seperti Wayang Kulit dan Ketoprak. Sebagai
sebuah pertunjukkan tersendiri, musik Gamelan biasanya dipadukan dengan suara
para penyanyi (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut
waranggana).
Dalam masyarakat Jawa, orkestra musik Gamelan biasanya disebut Karawitan.
Berasal dari kata rawit yang berarti rumit, halus, kecil. Mengapa disebut
demikian? Karena memainkan Karawitan memang tidak sekedar berfokus pada
bunyi yang dihasilkan oleh alat musik, tapi juga harus dapat memahami kedalaman

makna dari musik yang sedang dimainkan tersebut.Mengingat bahwa semua


gendhing yang diciptakan berkorelasi dengan kehidupan manusia sehari-hari,
misalnya: ada Gendhing yang merujuk pada keselamatan, ucapan syukur,
permintaan, permohonan, dan sebagainya. Dengan memahami kedalaman tersebut
maka sang pemain Gamelan dituntut untuk tidak memainkan alat-alat musik
sekehendak hatinya, tetapi selalu berdasarkan konteks yang ada. Inilah sebabnya
mengapa memainkan Gamelan seringkali dianggap rumit.
Seperangkat Gamelan biasanya terdiri dari beberapa alat musik. Dalam sebuah
Karawitan biasanya terdapat minimal 15 instrumen yang berbeda. Alat-alat musik
tersebut ada yang terbuat dari logam, besi, perunggu, kayu, bambu, dan kulit
binatang.
Pada umumnya alat-alat musik yang terdapat dalam perangkat Gamelan terdiri
dari:
1.

Counter-Melody, adalah alat-alat musik yangterdiri atas:

Gambang, adalah alat yang menyerupai instrument metallophone, tetapi bilahbilahnya terbuat dari kayu atau tembaga.
Suling, adalah alat musik tiup yang biasanya terbuat dari bambu. Dibedakan atas
dua tipe: 1) suling dengan lima lubang (finger-holes) untuk laras Pelog; 2) suling
dengan empat lubang untuk laras slendro
Rebab, adalah alat musik gesek yang dapat menghasilkan suara cukup keras
Siter atau Celempung, adalah alat petik sejenis gitar tetapi memiliki senar yang
lebih banyak.
2.

Drum, terdiri atas:

Bedug, adalah alat musik tabuh yang terbuat dari sepotong batang kayu besar yang
telah dilubangi bagian tengahnya sehingga menyerupai tabung besar. Pada ujung
batang yang berukuran besar ditutup dengan kulit binatang (biasanya kulit sapi,
kerbau atau kambing). Bedug menimbulkan suara berat, rendah, tapi dapat
didengar sampai jarak yang jauh.
Kendang, adalah alat musik tabuh menyerupai bedug tetapi memiliki ukuran yang
lebih kecil. Kendang biasanya dimainkan oleh pemain gamelan profesional. Kendang
dapat dibagi menjadi empat berdasarkan ukuran dari yang terbesar sampai yang
terkecil: Kendang Gending, Kendang Wayangan, Kendang Ciblon, dan Kendang
Ketipung
3.

Gong, terdiri dari:

Gong yang digantung. Dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu:

Gong Ageng, adalah gong terbesar dalam Gamelan Jawa dan dipercaya sebagai
roh dalam Gamelan. Oleh karena itu, gong ini sangat dihormati. Biasanya Gong
Ageng ditempatkan di belakang Gamelan.
Kempul, adalah gong gantung yang memiliki ukuran lebih kecil dari Gong Ageng.
Gong yang diletakkan diatas tali yang direntangkan pada bingkai kayu (tempat
yang terbuat dari kayu ini kadang disebut Rancakan). Dapat dibedakan dalam 4
(empat) jenis gong, yaitu:

Bonang, adalah satu set gong yang terdiri dari sepuluh sampai empat belas gonggong kecil dengan posisi horizontal yang tersusun dalam dua deretan. Ada dua
macam Bonang, yaitu:

Bonang Barung, yaitu Bonang berukuran sedang, beroktaf tengah sampai tinggi
Bonang Panerus, yaitu Bonang berukuran kecil tetapi titi nadanya lebih tinggi satu
oktaf dibandingkan Bonang Barung.
Kenong, adalah gong terbesar yang diletakkan diatas tali yang direntangkan pada
bingkai kayu. Dalam beberapa Gamelan, satu bingkai kayu dapat berisi 3 (tiga)
Kenong.
Ketuk dan Kempyang. Adalah gong-gong yang diletakkan di sebelah Kenong. Ketuk
dan Kempyang selalu ditempatkan dalam sebuah kotak kayu
4.
Metallophones, adalah alat-alat musik berbentuk bilahan / lempengan yang
terdiri dari enam tau tujuh bilah, ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga
berfungsi sebagai resonator. Alat-alat musik ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis, yaitu:
Saron, terdiri atas:

Saron Demung, yaitu alat musik dengan bilahan paling besar dalam keluarga Saron
dan menghasilkan nada rendah. Titi nada Saron Demung lebih rendah satu oktaf
dibanding Saron Barung. Saron Demung juga dapat dibedakan dalam 2 (dua) tipe:
Demung Slendro dan Demung Pelog.

Saron Barung. Dibandingkan dengan Saron Demung & Saron Panerus, Saron Barung
memiliki bilahan logam menengah (medium). Titi nadanya satu oktaf lebih rendah
dari Saron Panerus dan satu oktaf lebih tinggi dari Saron Demung. Saron Barung
juga dapat dibedakan dalam 2 (dua) tipe: Barung Slendro dan Barung Pelog.
Saron Panerus atau seringkali disebut dengan julukan Peking. Ini merupakan
keluarga Saron yang paling kecil. Dibandingkan Saron Barung, Saron Panerus
memiliki titi nada lebih tinggi satu oktaf. Saron Barung juga dapat dibedakan dalam
2 (dua) tipe: Panerus Slendro dan Panerus Pelog
Gender, adalah alat musik yang terdiri dari bilah-bilah metal yang ditegangkan
dengan tali. Gender dapat dibedakan menjadi:

Slentem, adalah alat musik dengan bilah metal dan resonator terbesar dalam
keluarga gender. Biasanya Slentem memiliki tujuh bilah dan memiliki titi nada satu
oktaf dibawah Saron Demung
Gender, terdiri atas:

Gender Barung. Gender Barung memiliki bilah metal dengan ukuran sedang dalam
keluarga Gender. Gender Barung memiliki titi nada satu oktaf lebih rendah dari
Gender Panerus.
gender Panerus. Gender Panerus memiliki bilah-bilah yang paling kecil dalam
keluarga Gender. Gender Panerus memiliki titi nada satu oktaf lebih tinggi daripada
Gender Barung.
Masing-masing dari alat-alat musik (perangkat) tersebut diatas memiliki fungsifungsi khusus yang saling mengisi dan melengkapi sehingga menciptakan
harmonisasi antara satu sama lain. Setiap alat musik sudah memiliki pakem yang
tertuang dalam phatet (pembatasan wilayah nada). Dalam tulisan ini, penulis
memang tidak menguraikan peran-peran dari masing-masing perangkat Gamelan
tersebut diatas secara lengkap dan bagaimana cara memainkannya. Mudahmudahan ada pembaca yang bisa memberikan tambahan tulisan sehingga kita
semua menjadi jelas bagaimana alat-alat musik tersebut dimainkan sehingga dapat
menghasilkan suatu warna musik gamelan yang dikenal memiliki nilai seni sangat
tinggi.
Apa saja keunikan musik Gamelan dibandingkan musik-musik lain? Bagaimana
aturan main dalam sebuah pagelaran musik Gamelan? Falsafah hidup seperti apa
yang terkandung dalam seni musik Gamelan, yang tidak mungkin dipunyai oleh
bangsa lain yang mengaku-ngaku musik ini sebagai miliknya? Lalu mengapa masih

banyak orang mempercayai bahwa Gamelan memiliki suatu kekuatan magis


sehingga dianggap barang pusaka dan sakral? Temukan jawaban daripertanyaanpertanyaan tersebut dalam tulisan saya pada bagian berikutnya.Semoga berguna.
(jp)

Daftar Pustaka:
1)

Geertz, Clifford (1960). The Religion of Jawa, The University of Chicago Press.

2)

.Gamelan,http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan

3)

.Music on Voyager Record,http://voyager.jpl.nasa.gov/spacecraft/music.html

4)

.Gamelan, www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Gamelan

5)

Wiji Utomo, Yunanto (2006). Gamelan, Orkestra a la Jawa,www.yogyes.com

6)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Trustho di Yogyakarta

http://terrajawa.net/

Keunikan Musik Gamelan


Berbeda dengan alat musik modern yang semua instrumennya perlu di stem agar
getaran-getaran musik tidak berselisih, gamelan justru membuat supaya getarangetaran musiknya berselisih. Kalau memakai istilah dari Pak Trustho, di dalam
musik gamelan justru ada yang namanyangumbang nginsep, yaitu seperti suara
kumbang wung, wung, wung (gaung),jadi memang dibuat jarak. Tapi
uniknya,saat gamelan dimainkan bersama-sama terciptalah sebuah musik yang
hidup, terjadi pencampuran suara baru yang memberikan kenikmatan wung
wung pelayangan bunyi yang enak didengar dan dinikmati. Ini menjadi sesuatu
yang sulit dianalisa menurut teori musik, bagaimana instrumen musik dengan
getaran-getaran berselisih ini bisa menghasilkan musik yang begitu indah.
Keunikan lainnya dalam musik gamelan terletak pada jumlah pemain. Musik
Gamelan dapat dimainkan secara tunggal (satu instrumen saja), gabungan 2 3
instrumen bahkan hingga 20 instrumen atau lebih (ensembel). Para pemain
gamelan profesional itu, baik secara perorangan maupun kelompok, dapat dengan
mudah bergabung dengan pemain lain meskipun mereka belum pernah berlatih
bersama. Sering pula dijumpai seorang pemain gamelan profesional dapat bertukar

alat musik dengan pemain lain dalam suatu pagelaran musik. Hal-hal begini bisa
dilakukan karena pada diri para pemain gamelan ini sudah ditanam rasa saling
bersimpati, saling mengerti dan saling menghayati satu sama lain. Inilah yang
dalam bahasa Jawa disebut pada rasakake.
Memainkan gamelan sangat berbeda dengan memainkan alat musik modern.
Seorang pemain gamelan harus dapat meresapi kedalaman arti gendhing yang
sedang dimainkannya sebab setiap gendhing memiliki makna tersendiri. Makna
atau nilai-nilai yang terkandung dalam gendhing bisa berupa permohonan kepada
Tuhan agar warga memperoleh keselamatan (contoh: Ladrang Sri Wilujeng), rezeki
melimpah (contoh: Sri Rezeki), tolak bala (contoh: Sri Dhandang), ucapan syukur
atau bisa juga ungkapan kegembiraan (misal: Asmaradana). Dengan makna yang
terkandung didalamnya maka musik gamelan seringkali dianggap sakral
karena hanya dimainkan saat peristiwa tertentu saja. Gendhing Ketawang Puspa
Warna yang direkam dalam piringan emas Voyager (lihat artikel Gamelan Jawa Bagian 1) biasanya dimainkan untuk menyambut masuknya seorang Pangeran
sebagai ucapan salam/ selamat datang.
Gamelan juga digunakan untuk mengiringi tarian seperti tari Serimpi atau tari
Bedoyokarena mampu membangun suasana dramatik bagi sebuah tarian sehingga
aura tarian itu bisa dihayati dan dirasakan kedalamannya. Saat mengiringi
wayang musik gamelan juga untuk membangun suasana sehingga cerita yang
dibawakan oleh Dalang menjadi hidup dan penonton dengan mudah dapat
merasakan suasana, misalnya suasana perang, damai bahkan romantis.
Falsafah Dalam Musik Gamelan
Jika berbicara tentang pagelaran gamelan atau karawitan, kita mengenal adanya
istilah Pathet. Pathet dalam Karawitan adalah pembatasan nada atau pembatasan
permainan nada. Jadi nada itu tidak dimainkan asal-asalan tapi ada aturan-aturan
tertentu. Setiap Pathet itu dikaitkan dengan falsafah kehidupan.
Menurut Pak Trustho, seorang pengrawit senior, ada tiga macam Pathet yang
semuanya menggambarkan falsafah kehidupan manusia dari lahir sampai mati:
Pathet 6, Pathet 9 dan Pathet Manyuro. Diawali dengan Pathet 6 yang masih
sederhana itu menggambarkan bahwa pada awal kehidupan seseorang pola
pikirnya itu masih sederhana, belum lengkap, belum dalam. Pada Pathet 9 dimana
estetika karawitan, pola garap, pola lagu dan kedalaman rasanya cenderung mulai
menep (dalam), menggambarkan seseorang yang sudah beranjak dewasa mulai
menghadapi berbagai masalah yang harus bisa diatasi. Kemudian, Pathet Manyuro
yang sudah matang penggarapan dan permainannya itu menggambarkan masa tua
yang sudah penuh solusi / berpengalaman mengatasi berbagai masalah
kehidupannya.
Dalam sebuah pertunjukkan gamelan (karawitan) sudah ada pembagian wilayah
kerja, dari pemimpin lagu, pemimpin irama hinggapeng-implementasi irama. Semua

unsur itu bekerjasama secara otomatis meskipun tidak ada konduktornya; semua
pemain sadar akan perannya masing-masing. Misalnya: seorang pemain kendang
(pengendang), karena perannya sebagai pemimpin maka ia harus selalu ingat
dengan para pendukungnya (pemangku lagu/ pendukung irama). Ia tidak boleh
diktator mentang-mentang pemimpin lalu dengan seenaknya membuat tempo
sehingga pemain lain keteteran tidak bisa mengikuti irama kendangnya. Hal
begini tidak boleh terjadi dalam pertunjukkan gamelan (karawitan). Demikian
halnya dengan para pendukung seperti saron, demung atau instrumen pendukung
lain, juga harus bisa menyesuaikan dengan instruksi yang disampaikan oleh
pengendang. Begitu juga dengan instrumen yang secara struktural bersifat
kolotumik seperti Gong yang mengamini, atau kenong dan kempul yang membagibagi kalimat lagu.
Dengan pemahaman mendalam tentang peran masing-masing maka dalam
orkestra gamelan terbangun pengendapan rasa: tidak emosional, tidak sombong,
saling menghargai dan saling melengkapi. Setiap pemain harus sungguh-sungguh
bersabar menunggu gilirannya. Misalnya pemukul gong; gong pasti dipukul lebih
lambatdibanding dengan yang lainnya, tapi pukulan gong selalu ditunggu, dan jika
salah pasti juga akan mendapat kritikan seperti lainnya. Dengan kata lain, bermain
musik gamelan mendidik orang untuk bisa mengelola emosi dan mengendalikan
diri.
Gamelan Pusaka
Didalam masyarakat Indonesia, masih ada sebagian orang yang percaya bahwa
gamelan tertentu memiliki kekuatan gaib. Suara yang dikeluarkan dari alat musik
gamelan seringkali dianggap mempunyai daya magis yang bisa mempengaruhi
aura kehidupan manusia. Gamelan seperti ini biasanya bukan lagi sekedar alat
musik tapi sudah dianggap sebagai pusaka, dan hanya dimainkan pada saat yang
sangat istimewa. Oleh karena keistimewaan itu, gamelan demikian mendapat
penghormatan sama halnya seperti menghormati leluhur dan keris pusaka.
Sebenarnya, penghormatan seperti kepada leluhur itu tidaklah berlebihan jika kita
melihat dari rasa (roso) dan energi yang terlibat saat sang empu menempa dan
membentuk gamelan itu hingga menghasilkan nada yang begitu indah hingga
terkesan magis; atau saat sang pemilik gamelan itu dahulu sering menumpahkan
perasaan dan pikiran dengan memainkan gamelannya seperti halnya seorang pianis
meresap dalam permainan pianonya.
Sebagai alat musik yang dipandang memiliki daya magis, gamelan pusaka
seringkali digunakan untuk mengiringi gendhing-gendhing Jawa yang memiliki
makna sangat khusus, yang seolah mengandung misteriseperti misalnyagendhing
Tunggul Kawung yang konon untuk menahan/memindahkan hujan, atau
sebaliknya gendhing Mego Mendhung yang untuk mendatangkan hujan
lebat. Meskipunsemua itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, para pemain
gamelan (karawitan)bisa membuktikannya dengan rasa yang mereka miliki.
Mempertahankan Gamelan = Mempertahankan Budaya Bangsa

Dari pembahasan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa musik gamelan


mengandung tatanan, tontonan sekaligus tuntunan yang sangat berguna bagi
kehidupan bermasyarakat. Dari susunan pemain atau urutan permainan hingga
syair yang dinyanyikan dalam musik gamelan penuh dengan nilai-nilai etika
maupun estetika, dan selalu positif.Kalaupun dijaman sekarang ini dalam musik
gamelan ada syair-syairyang kurang baik,hal itu sebenarnya lebih karena
karakteristik sang seniman itu sendiri; mungkin sang seniman terlalu fokus pada
situasi kontekstual atau fenomena yang sedang terjadi didalam masyarakat dan
tidak menyaringnya secara cermat.
Dengan adanya kekayaan nilai-nilai luhur dan estetika dalam musik gamelan,
dengan keunikan musik yang tiada duanya, sudah sepantasnya kita sebagai anak
bangsa mempertahankan, melestarikan dan memajukan seni budaya ini. Selama
ini, orang-orang dari luar negeri seperti Eropa, Amerika, Jepang dan Australia yang
lebih tertarik, lebih menghargai dan sengaja datang ke Indonesia untuk belajar
gamelan. Sedangkan selaku pemilik, sebagian besar kita anak bangsa Indonesia,
malah malu, masa bodo atau enggan untuk belajar (tentang) gamelan.
Sebenarnya, menumbuhkan kecintaan anak bangsa terhadap budaya Nusantara
termasuk gamelan bisa dimulai dari sekolah. Dalam kegiatan ekstra kurikulier,
musik gamelan bisa menjadi salah satu dari pilihan jenis musik yang ada. Dengan
pengenalan dan kegiatan musik gamelan, diharapkan kandungan nilai-nilai tatanan
dan tuntunan kehidupan didalamnya dapat ditransferkan kepada para generasi
muda. Selain itu, musik gamelan juga bisa menjadi salah satu alternatif untuk
mengelola keresahan generasi muda kita belakangan ini.
Akhir kata: SEBELUM GAMELAN DIKLAIM OLEH NEGARA LAIN SEBAGAI MILIK
MEREKA, MARI KITA JAGA DENGAN CARA MENGHARGAI DAN MEMPELAJARI
GAMELAN. Semoga berguna (jp)
Daftar Pustaka:
1)
Geertz, Clifford (1960). The Religion of Jawa, The University of Chicago Press.
2)
.Gamelan,http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan
3)
.Music on Voyager Record,http://voyager.jpl.nasa.gov/spacecraft/music.html
4)
.Gamelan, www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Gamelan
5)
Wiji Utomo, Yunanto (2006). Gamelan, Orkestra a la Jawa,www.yogyes.com
6)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Trustho di Yogyakarta
Sumber : http://terrajawa.net/

Anda mungkin juga menyukai