Anda di halaman 1dari 7

Alat Musik di Suatu Daerah

Nama : Derriel Gunawan


Kelas/No : X IPA 1/05
Berikut beberapa alat musik tradisional berdasarkan daerahnya
1. Jawa Tengah
A. Bonang

Sejarah dan Pengertiannya


Bonang adalah alat musik yang digunakan dalam gamelan Jawa. bonang juga merupakan
instrumen melodi terkemuka di Degung Gamelan Sunda. Ini adalah koleksi gong kecil
(kadang-kadang disebut ceret atau pot) ditempatkan secara horizontal ke string dalam
bingkai kayu (rancak), baik satu atau dua baris lebar. Semua ceret memiliki bos pusat, tetapi
di sekelilingnya yang bernada rendah memiliki kepala datar, sedangkan yang lebih tinggi
memiliki melengkung satu. Masing-masing sesuai untuk lapangan tertentu dalam skala yang
sesuai; sehingga ada yang berbeda untuk bonang pelog dan slendro. Mereka biasanya
dipukul dengan tongkat berlapis (tabuh). Hal ini mirip dengan gong memeluk lain di gamelan
itu, kethuk, kempyang, dan kenong. Bonang dapat dibuat dari perunggu dipalsukan, dilas
dan dingin-dipalu besi, atau kombinasi dari logam. Selain bentuk gong-berbentuk ceret,
bonang ekonomis terbuat dari besi dipalu atau kuningan pelat dengan mengangkat bos
sering ditemukan di desa gamelan, dalam gamelan Suriname-gaya, dan di beberapa
gamelan Amerika. Bonang ini mirip dengan reong Bali.
Jenis – jenis Bonang
Dalam gamelan Jawa Tengah ada tiga jenis bonang yang digunakan:

 Panerus Bonang adalah yang tertinggi dari mereka, dan menggunakan ketel terkecil.
Pada umumnya mencakup dua oktaf (kadang-kadang lebih dalam slendro pada
instrumen Solo-gaya), seluas sekitar kisaran yang sama dengan saron dan peking
gabungan. Ia memainkan irama tercepat bonang itu, saling layu dengan atau
bermain di dua kali kecepatan dari bonang barung.
 Barung Bonang adalah bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara
umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang sama dengan demung dan saron
gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam ansambel
tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.
 Panembung Bonang adalah nada terendah. Hal ini lebih sering terjadi pada gamelan
gaya Yogyakarta, seluas sekitar kisaran yang sama dengan slenthem dan demung
gabungan. Ketika hadir dalam gamelan Solo-gaya, mungkin hanya memiliki satu baris
dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam daftar yang sama seperti
slenthem tersebut. Hal ini dicadangkan untuk repertoire yang paling keras, biasanya
memainkan balungan lain dari itu.
Bagian yang dimainkan oleh bonang barung dan bonang panerus lebih kompleks
dibandingkan dengan banyak instrumen gamelan, sehingga, secara umum dianggap sebagai
instrumen mengelaborasi. Kadang-kadang memainkan melodi berdasarkan balungan,
meskipun umumnya diubah dengan cara yang sederhana. Namun, juga bisa memainkan
pola yang lebih kompleks, yang diperoleh dengan menggabungkan patters barung dan
panerus, seperti saling silih bergantinya bagian (imbal) dan interpolasi pola melodi jerau
(Sekaran).
B. Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul, instrumen (waditra) yang terbuat dari perunggu
atau logam lain, berbentuk bundar dan besar seperti kuali. Sebagai waditra berpenclon yang
sangat besar, gong mempunyai garis tengah 69 cm s/d 105 cm. Di atas mistranya diberi
variasi ular naga yang dibuat dari kayu. Dalam kesenian Betawi instrumen gong juga
tergabung dalam Gambang Rancag, mengiringi tari Topeng Gong, dan sebagainya. Dipukul
dengan alat pemukul yang empuk bunyinya sangat rendah dan bergelombang suara,
digantung dengan mempergunakan tali (digayor). Waditra tersebut berfungsi sebagai tanda
akhir kalimat lagu atau sebagai tanda pada bentuk-bentuk gending.
Cara memainkan alat musik Gong
Gong dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul yang umumnya terbuat dari
kayu yang dilapisi dengan kain tebal. Tujuannya, selain menjaga fisik gong, getaran yang
dihasilkan dari pukulan kayu tanpa kain berbeda dengan yang dilapisi kain.
Alat musik Gong, biasanya berbentuk bulat tabung dan salah satu sisinya berlubang.
Permukaan bundar ini nantinya dipukul untuk test suara yang dihasilkan, apa bila suaranya
belum sesuai, pembuatnya bisa mengerok lapisan sehingga menjadi lebih tipis.
Sejarah Gong
Pada era tahun 1930, ada bukit peninggalan asal usul sebuah alat musik gong yang
ditemukan di daerah pinggiran sungai pada Desa Ma yang terletak di provinsi Thanh Hoa,
Vietnam utara.
Bukti yang ditemukan tersebut berbentuk sebuah gendang yang terbuat dari perunggu dan
tutupnya berasal dari logam, yang diperkirakan berusia 100-500 SM.
Perkembangan alat musik Gong
Penemuan alat musik gong dalam bentuk lain di Yunnan (Tiongkok) pada tahun 200 SM.
Orang Tiongkok sudah menggunakan sebagian gendang dengan berbahan perunggu.

 Pada kurun waktu kurang lebih 500 Masehi, gendang perunggu mulai masuk di
negara Indonesia sebagai salah satu alat untuk tukar menukar (barter) oleh negara
lain. Hal ini dapat didorong (dukungan) dengan terdapat gendang perunggu di
kepulauan Indonesia seperti di daerah Sumatra , Sumbawa, bali, Jawa , dan
sebagiannya
 Pembuatan gendang yang menggunakan perunggu di negara Indonesia terjadi pada
tahun 20 dan 19 masehi untuk dipakai untuk Perangkat upacara dab bisa juga
digunakan untuk upacara.
 Pakar arkeologi yang bernama Petter Bellwood, mengatakan bahwa terdapat bukti
pembuatan logam oleh bangsa Indonesia sebelum abad 200 M di daerah bali, dan
sebelum 500 M pembuatan logam yang dibuat di daerah Jawa , Madura , Riau ,
Kepulauan Talaud dan Flores.
 Meskipun adanya teori yang mengatakan gong berasal dari gendang yang terbuat
dari bahan perunggu, tidak menutup kemungkinan gong perunggu yang
diadaptasikan dari gong yang berbentuk datar.
Di negara Indonesia gong dikembangkan dengan penambahan pencu. Atau bisa saja gong
yang masuk ke negara Indonesia ada dua macam, yaitu gendang yang terbuat dari perunggu
dan gong yang berbentuk datar.
Pada abad ke 12 para ahli yakin bahwa halnya gong yang berukuran kecil dan berpencar
sudah menjadi alat musik dan beberapa juga beranggapan bahwa Gong menjadi salah satu
alat musik tradisional Jawa Tengah.
2. Jawa Barat
A. Angklung Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari
bambu dan merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya,
angklung memegang bagian penting dari aktivitas upacara tertentu,
khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan mengundang
perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap
tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta
kesejahteraan bagi umat manusia.
Angklung juga diartikan sebagai alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara
tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat.
Alat musik ini dibuat daribambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan
oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam
susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras
(nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan
pelog.
Sejarah Angklung
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12
sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan
pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi
sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci
sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan. Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai
sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali
penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang
masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi.
Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman
padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam dan
bambu ater, yang jika mengering berwarna kuning keputihan. Tiap nada (laras) dihasilkan
dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah setiap ruas bambu dari ukuran kecil
hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah
semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih
terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat
melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas
angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring
bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang
kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung.
Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung.
Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini
menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian
tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatra. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke
Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun
sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena, tokoh angklung yang mengembangkan teknik
permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda, mulai mengajarkan
bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.
Jenis – jenis Angklung

 Angklung Kanekes
 Angklung Reog
 Angklung Banyuwangi
 Angklung Gubrag
 Angklung Bali
 Angklung Toel
 Angklung Sri-Murni
B. Calung

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung.
Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung
adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang
tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk
pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang
dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Sejarah Calung
Zaman dahulu, para pemuda biasanya memainkan alat musik tradisional ini disela-sela
pekerjaannya mengusir burung dan hama lainnya yang ada di sawah. Sedangkan di daerah
Parung, Tasikmalaya ada sebuah upacara adat yang disebut tarawangsa.
Pada upacara tarawangsa calung akan dikolaborasikan dengan alat musik tarawangsa
sebagai ritual penghormatan terhadap Dewi Sri. Alat musik yang biasa dipakai dalam
upacara ini adalah jenis rantay. Lagu yang dibawakan pada saat upacara ini berlangsung
adalah lagu yang berisi puji-pujian terhadap Dewi Sri.
Perpaduan di dalam mengkomposisikan tabuhan gending, lagu, guyonan atau lawakan.
Menjadikan sebuah garapan musik rakyat yang sangat digemari di seluruh lapisan
masyarakat, khususnya untuk pecinta kesenian Jawa Barat.
Jenis – jenis calung

 Calung Rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar
sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih.

 Calung Jinjing
Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12
tabung bambu), calung panepas (5/3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong (5/3 dan 2
tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu).

Anda mungkin juga menyukai