SENI
KERAWITAN II
Maret 2010
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
BAB II
BAB I
TITI LARAS GAMELAN
Susunan gamelan Jawa seperti telah disebutkan, sebagian besar terdiri atas
instrumen pukul (percussion), dilengkapi dengan seruling, instrumen gesek
(rebab), dan siter, yang bila dibandingkan dengan susunan musik Barat lebih
banyak instrumen tiup dan gesek/petik daripada instrumen pukulnya (Dwijo
Carito, 2000). Akibat perbedaan ini ada sementara pendapat dari Barat yang
menganggap susunan gamelan Jawa yang kaya instrumen pukul tetapi miskin
dalam instrumen gesek dan tiup itu sebagai kepincangan. Orang Barat lebih
terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan bunyi yang ditiup, digesek atau
dipetik.
Gamelan Jawa dibagi menjadi 2 bagian. Pembagian ini berdasarkan
perbedaan nada (Laras) yang ada pada masing-masing gamelan tersebut, yaitu
Gamelan Laras Slendro dan Gamelan Laras Pelog (Harsono Kodrat, 1982). Kalau
kita bertanya dalam hati, mana yang lebih tua umurnya atau existensinya memang
akan sedikit memusingkan untuk menjawabnya. Tetapi ada sekedar ancer-ancer
yang bisa dipergunakan untuk pegangan. Kalau diperhatikan keseluruh instrumen
yang ada pada Gamelan Slendro maupun Pelog, memang agak sulit untuk
menentukannya. Ancer-ancer yang saya maksudkan yaitu terhadap adanya
Gamelan Kodok Ngorek dan Gamelan Munggang. Gamelan Kodok Ngorek terdiri
Laras Slendro, sedang Gamelan Munggang Seton terdiri Laras Pelog. Kedua
gamelan tersebut sudah ada pada ratusan tahun yang lalu (Ki Hajar Dewantara,
1953). Instrumen Gender yang ada pada Gamelan Kodok Ngorek Laras Slendro
itu jelas umurnya jauh lebih tua daripada Gender Pelog yang ada pada gamelan
sekarang. Sedang Bonang Pelog yang ada pada Gamelan Munggang existensinya
jauh lebih tua daripada Bonang Slendro yang ada pada gamelan sekarang. Jadi
kesimpulan ada beberapa instrumen Gamelan Slendro yang lebih tua, ada juga
instrumen Gamelan Pelog yang lebih tua dari Gamelan Slendro (Kodiron, 1989).
Gendhing Karawitan Jawa dibagi menjadi 2 kelompok besar sesuai
dengan Laras (Nada) yang ada pada kedua instrumen Gamelan Slendro maupun
Pelog. Kalau kita perhatikan dan rasakan tentang ciri-ciri khas yang ada pada
kedua kelompok gendhing-gendhing tersebut, kita akan mengetahui sedikit
banyaknya persamaan dan perbedaannya. Adapun yang saya maksudkan dengan
ciri-ciri khas itu terletak pada Cengkok (tipe khusus suatu alunan nada-nada yang
ada pada masing-masing gendhing) dan Laras. Persamaan antara Gendhing
Slendro dan Gendhing Pelog ialah, keduanya dapat digunakan untuk mengiringi
salah satu macam tarian, umpamanya Tari Golek Lambangsari. Di sini dapat
digunakan Gendhing Laras Slendro, yaitu Gendhing Lambangsari Slendro
Manyura Ketuk 2 atau Gendhing Lambangsari Pelog Barang Ketuk 2.
Umpamanya lagi Tari Gambyong, Golek Cluntang, Pangkur, Asmarandana dan
sebagainya, bisa diiringi dengan gendhing-gendhing yang sama tetapi nadanya
lain. Selain itu patokan-patokan yang ada pada gendhing-gendhing Slendro
hampir sama dengan Gendhing Pelog (Koentjaraningrat, 1984).
Perbedaan yang agak kentara pada kedua gendhing-gendhing tersebut
ialah pada gerak lagunya Irama atau ritme. Kalau gendhing-gendhing Slendro
sedikit agak kalem, luwes, dan menarik hati (ndudut ati). Inilah kelebihan Empuempu dalam mengolah rasa yang dituangkan dalam Gendhing Slendro terutama.
Anggapan pengarang, seolah-olah gendhing-gendhing Slendro konsumtip bagi
orang-orang tua (Kasepuhan) yang sesuai dengan Irama yang Mengalun Lembut,
Penuh Kewibawaan dan Ketenangan (Rekso Panuntun, 1991). Sedang sebagian
besar gendhing-gendhing laras Pelog kentara sekali akan gerak-gerak lagunya
yang begitu bergairah, sentuhan-sentuhan ritme yang melengking-lengking kenes,
lenggang-lenggoknya irama yang menjengkelkan tetapi sangat menyenangkan
hati, aneh tetapi nyata (Gregetake ning merakati).
Jelas adanya gendhing-gendhing laras Pelog merupakan konsumsi anak
muda (Kanoman) atau generasi yang mempunyai perasaan muda. Sering sekali
dalam suatu pergelaran Tari atau Wayangan dipakai gendhing-gendhing dari
jajaran Laras Slendro dibunyikan dengan Laras Pelog oleh Laras Pelog atau
sebaliknya. Contohnya gendhing-gendhing Kutut Manggung, Gambir Sawit,
Onang-onang, Moncer, Asmarandana, Pangkur, Bendrong, dan sebagainya.
Sebetulnya hal ini boleh saja dilakukan sekedar untuk memenuhi selera penari, ki
dalang, yang punya kerja atau mungkin ulah para pengrawitnya sendiri untuk
menyesuaikan suasana hahargyan (pesta) agar lebih meriah.
BAB II
LARAS PELOG DAN SLENDRO
Wayang Gedog. Wayang Gedog adalah wayang Panji, yaitu wayang yang
menggambarkan sejarah Kerajaan Kediri dan Janggala pada jaman dahulu kala.
Dalam kesusasteraan Jawa dan Bali, Serat Panji merupakan sastra yang populer
sekali di kalangan orang-orang Jawa maupun Bali, bahkan di negara Thailand,
Kamboja, Malaysia pun mengenal sastra Panji itu. Menurut keterangan
Poerbatjaraka (1952), Raja Kameswara I di Kerajaan Kediri itulah yang digambarkan sebagai tokoh Raden Panji Inu Kertapati, hanya tempat kerajaannya
saja yang terbalik, mestinya dari Janggala. Sedang tokoh Dewi Candra Kirana
atau Dewi Sekartaji adalah seorang putri Raja Kediri.
Pementasan pergelaran Wayang Gedog pada jaman dahulu sering kali
diadakan, malah hampir boleh dikatakan rutin, terutama dalam Kraton Surakarta
dan juga di Alun-alun Utara pada upacara Sekaten. Kata Gedog berasal dari
Kedok yang artinya Topeng, sebab adanya Topeng atau Tari Yang Memakai
Topeng lebih dahulu adanya daripada Wayang Gedog itu sendiri (menurut Prof.
Dr. Purbotjaroko almarhum). Antara tahun 1700 sampai 1800 Masehi banyak
ditemukan tulisan-tulisan yang membeberkan adanya fragmen-fragmen (petilan)
tari yang menggambarkan Tari Topeng tersebut, antaranya Tari Topeng Klana,
Pentul Tembem, Gunung Sari Gandrung, Jaran Kepang dan sebagainya yang
bersumber dari Naskah-naskah Panji (Harsono Kodrat, 1982). Sedang Wayang
Gedog itu sendiri dibuat pada sekitar awal abad 19. Seni sungging yang ada pada
Wayang Gedog benar-benar indah, termasuk Pakem ceritanya yang mengandung
Drama Asmara Kelas Berat baik disegi Komidi atau Tragedinya dan juga Banyak
Sekali Dipakainya Gendhing-gendhing Laras Pelog yang sungguh-sungguh enak
didengar dan dirasakan.
10
11
Bala Tentara Kerajaan (Budalan Jawi termasuk Jaranan), pada adegan Pandita,
Adegan Sabrangan, Perang Pupun. Gendhing yang biasa dipakai ialah di
antaranya: Lancaran Tropong Bang, Tropongan, Manyar Sewu, Singanebah,
Samiran,
Kalongking,
Onang-onang,
Ricik-ricik,
Sampak
Barang,
dan
12
Cucurbawuk,
Asmarandana,
Merakkasimpir,
Bujonggonom,
13
dengan Gendhing Krawitan (Karawitan), hal ini pada masa lampau tidak
diperbolehkan, karena bukan baku (patokan). Adapun yang baku harus dimulai
dengan buka Karawitan juga sejak awal Jejer (Memang waktunya lebih panjang).
Pada jaman kuna untuk menggelarkan suatu tontonan wayang, Ki Dalang dan para
niyaga (penabuh) memang harus perfect, disiplin, dan menurut pembakuanpembakuan yang ada waktu itu, terutama gendhing-gendhing yang dipakai untuk
mengiringi masing-masing wayang yang akan keluar di layar (Zoetmulder, 1985).
Para Empu berpendapat bahwa masing-masing wayang mempunyai gendhing
sendiri-sendiri (Sepantasnya dibunyikan gendhing-gendhing yang selaras dengan
wajah si wayang yang akan dikeluarkan, pengarang). Apakah gendhing-gendhing
lembut, sereng, garang, gecul (mengandung banyolan) dan sebagainya sesuai
dengan watak wayangnya.
Gendhing Yang Dipakai Untuk Jejer I. Gendhing yang dipakai untuk
mengiringi Jejer Astina harus Gendhing Kabor. Gendhing yang dipakai untuk
mengiringi Jejer Amarta harus Gendhing Kawit (Gendhing Gender). Gendhing
yang dipakai untuk mengiringi Jejer Suralaya (Kaindran) harus Gendhing Kawit
juga. Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Jejer Dwarawati harus Gendhing
Krawitan. Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Jejer yang lain-lain cukup
Krawitan juga.
Gendhing-gendhing Untuk Mengiringi Tamu Yang Datang Pada Jejer I.
Jika tamu dari Mandura, yaitu Prabu Baladewa dibunyikan Gendhing Ldr.
Remeng atau Diradameta. Jika tamu dari Sengkapura, yaitu Prabu Kangsa (Jaka
Maruta) dibunyikan Gendhing Ldr. Sobrang. Jika tamu dari Madukara, yaitu
14
Raden Arjuna (Janaka) dibunyikan Gendhing Ldr. Asrikaton. Jika tamu dari
Sawojajar, yaitu R. Nakula dan Sadewa dibunyikan gendhing Ldr. Kembangpepe.
Jika tamu dari Amarta, yaitu Prabu Yudistira bersaudara dibunyikan Gendhing
Ldr. Mangu-mangu. Jika Tamu dari Astina, umpamanya Patih Sengkuni dibunyikan Gendhing Ldr. Lere-lere. Jika tamu dari Karang Kawidadan, yaitu Randa
Widada (Sembadra) dibunyikan Gendhing Ldr. Sobah. Jika tamu Sabrangan,
umpamanya seorang Patih dibunyikan Gendhing Ldr. Plupuh, Erang-erang, dan
sebagainya. Jika tamu yang berupa Raksasa (Buta atau Burung/Kukila)
dibunyikan Gendhing Moncer, Ldr. Bedat. Yang lain-lain dipakai Ayak-ayakan
Nem/Srepegan 6.
Gendhing-gendhing untuk Adegan-adegan Kedatonan Sesudah Jejer I.
Untuk mengiringi kedatonan Astina Sepuh, yaitu Dewi Gendari dipakai Gendhing
Lontang. Untuk mengiringi kedatonan Astina Muda di Taman Kadilengeng, yaitu
Dewi Banowati (Banuwati) dipakai Gendhing Damarkeli. Untuk mengiringi
kedatonan Pancalaradya dipakai Gendhing Maskumambang (Harsono Kodrat,
1982). Untuk mengiringi kedatonan Dwarawati/Taman Banoncinawi dipakai
Gendhing Titipati atau Kadukmanis. Untuk mengiringi kedatonan Lesanpura
dipakai Gendhing Tunjung Karoban atau Render. Untuk mengiringi kedatonan
Mandraka dipakai Gendhing Gandrung Manis atau Laranangis. Untuk mengiringi
kedatonan Kumbina dipakai Gendhing Puspawedar. Untuk mengiringi kedatonan
Mandura Sepuh semasa Prabu Basudewa dipakai Gendhing Kanyut atau
Gantalwedar. Untuk mengiringi kedatonan Amarta, yaitu Dewi Drupadi dipakai
Gendhing Larasati. Untuk mengiringi kedatonan Alengka di taman Arga Soka,
15
yaitu Dewi Tari dipakai Gendhing Laranangis atau Rendeh. Untuk mengiringi
kedatonan Traju Trisna/Boma, untuk Dewi Hagnyanawati dipakai Gendhing
Gandrungmanis. Untuk kedatonan Suralaya/Batara Guru tidak memakai gendhing,
hanya digunakan Ayak-ayakan 6.
Gendhing-gendhing Yang Dipakai Untuk Paseban Jaba (Adegan Para
Kusuma dan Prajurit) Di Bangsal Pangrawit. Untuk paseban jaba Mandura, di
mana Prabu Baladewa dihadap (diadep) para santana dan Patih Pragota/Prebawa
dan sebagainya gendhing yang dipakai Capang. Untuk paseban jaba Dwarawati,
di mana Raden Samba dihadap R. Setyaki dan Patih Udawa dipakai Gendhing
Kedaton Bentar, (Kadaton Bentar). Untuk paseban jaba Astina, Sengkuni/Adipati
Karna dihadap para Kurawa dibunyikan Gendhing Kambangtiba. Untuk paseban
jaba Astina di mana hanya ada Dursasana beserta para kadang Kurawa dipakai
Gendhing Semukirang. Untuk paseban jaba Amarta, di mana R. Wrekudara
dihadap R. Arya Gatutkaca dipakai Gendhing Dandun atau Gendu. Untuk paseban
jaba Mandura Sepuh, di mana Arya Prabu dihadap R. Ugrasena gendhing yang
dipakai Prihatin atau Titisari. Untuk paseban jaba Mandraka, di mana R.
Buriswara atau Burisrawa dihadap R. Rukmarata dipakai Gendhing BolangBolang atau Mandulpati. Untuk paseban jaba Wirata, di mana R. Seta dihadap R.
Utara dan Wrahatsangka dipakai Gendhing Talimurda. Untuk paseban jaba
Pancalaradya (Cempalaradya) di mana R. Trustajumpena dihadap patih, dipakai
Gendhing Randat.
Untuk paseban jaba Para Dewa dipakai Gendhing Turirawa. Untuk
paseban jaba Lesanpura, di mana R. Setyaki dihadap patih dipakai Gendhing
16
17
di
Tengah
Hutan/Harga
(Gunung/Guha/Kasatrayan).
Untuk
mengiringi Bagawan Abiyasa dari Bukit Ratawu bersama Raden Arjuna (Janaka)
dipakai Gendhing Lunta atau Lara-lara. Untuk mengiringi Raden Arjuna di tengah
hutan dan Arjuna dalam keadaan susah dipakai Gendhing Lagudempel, Laler
Mengeng atau Renyep. Untuk mengiringi Raden Arjuna di kasatryan Madukara
dipakai Gendhing Bontit, Kuwung-kuwung atau Danaraja. Untuk mengiringi
Raden Arjuna yang sedang menjadi Emban di hutan dipakai Gendhing
Gendrehkemasan. Untuk mengiringi Arjuna yang sedang bertapa sebagai Bagawan Mintaraga dipakai Gendhing Jongkang.
Untuk mengiringi Raden Arjuna sedang bertapa di suatu gunung/gua
dipakai Gendhing Santi. Untuk mengiringi Bagawan Abiyasa bersama Raden
Abimanyu dipakai Gendhing Gondokusumo (Gandakusuma). Untuk mengiringi
Pandita bersama Bambangan yang lain (bukan Abiyasa) dipakai Gendhing
Bondet, Gambirsawit Onang-onang. Untuk mengiringi Raden Janaka di hutan
Setragandamayit (Ganggawarayang) dipakai Gendhing Dendagede. Untuk
mengiringi Semar yang sedang bertapa dan akan terbang ke Suralaya dipakai
gendhing Gender Babarlayar (Harsono Kodrat, 1982). Untuk mengiringi Semar di
18
19
20
Kandamanyura.
Untuk
Jejer
Pandawa
dipakai
Gendhing
21
BAB III
PENGGUNAAN IRINGAN KARAWITAN
Babarlayar,
Denggung Turulare,
Siring,
Agul-agul,
dan
22
23
wayang nafsu, pencar jadi panca indra, sedang pradangga menjadi busana
diri, demikian itulah jiwanya.
Bahwasanya dunia dan manusia itu semula diciptakan dari tiada oleh
Tuhan, hal ini dalam dunia pewayangan dilambangkan dengan pendhapa suwung
yang kosong, tetapi berisi. Begitu juga setelah kelir dibentangkan dan wayangnya
dijajar (disimping), maka di tengah-tengah kelir pun masih kosong, tetapi di
dalam kekosongan itu sudah ada gunungan atau kayon yang berarti hayyu atau
hidup. Ini pun lambang kosong, tetapi berisi setelah kayon ditarik ke bawah, maka
muncullah wayang pertama yang berwujud parekan disusul wayang raja,
kemudian adik atau ari-arinya. Ini semua secara kosmis merupakan suatu
lambang kelahiran atau mulainya ada lakon (Sri Mulyono, 1989: 111).
Pertunjukan wayang yang berjalan semalam suntuk itu dibagi menjadi tiga
periode yaitu: Pathet Nem. Periode yang berlangsung pukul 21.00-24.00 ini
melambangkan masa kanak-kanak. Sesuai dengan suasana tersebut, maka
gamelan dan lagu dalam pathet nem ini ditandai dengan kayon (gunungan)
ditancapkan cenderung ke kiri. Periode pathet nem ini dibagi menjadi 6 adegan
(jejeran) yaitu Jejeran raja yang dilanjutkan dengan adegan kedhatonan. Setelah
selesai bersidang raja diterima permaisuri untuk bersantap bersama. Jejeran ini
melambangkan bayi yang mulai diterima dan diasuh kembali oleh ibunya.
Adegan paseban jawi, melambangkan seorang anak yang sudah mulai
mengenal dunia luar. Adegan jaranan (pasukan binatang, gajah, babi hutan).
Adegan itu melambangkan watak anak yang belum dewasa dan biasa mempunyai
sifat seperti binatang. Anak itu tidak memperhatikan aturan yang ada, tetapi hanya
memikirkan diri sendiri.
24
melambangkan perjalanan seorang anak yang sudah beranjak dewasa yang mulai
menghadapi banyak kesukaran dan hambatan, namun dapat dilaluinya dengan
aman.
Adegan sabrangan (raksasa), melambangkan seorang anak yang sudah
dewasa tetapi watak-wataknya masih banyak didominasi oleh keangkaraan, emosi
dan nafsu. Adegan Perang Gagal, suatu perang yang belum diakhiri suatu
kemenangan, kekalahan, hanya berpapasan saja, atau masing-masing mencari
jalan lain. Adegan ini melambangkan suatu tataran hidup manusia masih dalam
fase ragu-ragu, belum mantap, karena belum ada suatu tujuan yang pasti (Sri
Mulyono, 1989: 111-112)
Tentang pathet nem ini R. Ng. Ranggawarsita men-jelaskan dalam Serat
Wedhapurwaka demikian
Pathet nenem rasaning dumadi, saking saka rongron, kadhaton yaiku
tegese, rahsa kumpul neng gwa garba wibi, gya paseban jawi, iku
tegesepun. Jabang bayi wus lahir neng Jawi, sabrangan cariyos, bayi wis
tumangkar karsane, darbe mosik sabarang kepengin , prang gagal kang
arti, tumangkaring nafsu, (Padmo-soekotjo, 1995: 22).
Terjemahan:
Pethet nem rasa kehidupan, dari dua pihak, kedhaton yaitu maknanya,
rahsa kumpul dalam kandungan ibu, segera paseban jawi, itu maknanya,
bayi sudah lahir di luar, sebrangan diceritakan, bayi sudah ber-kembang
pikirannya, punya ulah segala kehendak, perang gagal artinya,
berkembang nafsu.
Wulangan yang diterapkan pada pathet nem ini merupakan ajaran yang
bersumber dari lingkungan hidup lahir dan sebagian dari lingkungan hidup batin.
Gambaran alam benda dan alam biologis di dalam janturan jejeran. Pada
penggambaran keadaan alam ini diharapkan selalu mengingat kesatuan hidup,
25
meliputi manusia, alam sekitarnya dan kekuasaan Tuhan. Tata laku dalam alam
manusia atau masyarakat dise-suaikan dengan tata susila yang berlaku dalam
suatu buda-ya. Namun di sini juga diingat latar belakang kesatuan hidup dan
usaha mencari kesempurnaan. Lingkungan hidup alam batin diambil ajaran-ajaran
yang membawa manusia dari rasa nafsu naluri dan rasa ke-akuan meningkat ke
dalam
rasa
kesusilaan
dan
pengalaman
dalam
masyarakat
(Abdullah
Ciptoprawiro, 1986: 89). Pathet nem dengan posisi kayon sedikit miring ke kanan
melambangkan iman manusia yang harus dipelihara sebaikbaiknya.
Masa Dewasa. Pathet sanga, Periode ini berlangsung pada pukul 24.0003.00 dengan ditandai gunungan yang berdiri tegak di tengah-tengah kelir seperti
pada waktu mulai pergelaran. Pathet sanga ini dibagi menjadi tiga jejeran yaitu :
Adegan bambangan, yaitu adegan seorang satria ber-ada di tengah hutan atau
sedang menghadap pendeta. Adegan ini melambangkan manusia yang sudah
mulai mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan. Adegan Perang
Kembang,Yaitu adegan perang antara raksasa Cakil berwarna kuning, Rambut
Geni ber-warna merah, Pragalba berwarna hitam, Galiuk berwar-na hijau,
melawan seorang satria yang diiringi panakawan. Adegan ini melambangkan
suatu tataran manusia yang sudah mulai mampu dan berani menga-lahkan nafsu
angkara murka (sufiah, lawamah, amarah dan mutmainah). Adegan Jejer Sintren,
Yaitu suatu adegan seorang satria yang sudah menetapkan pilihannya dalam
menempuh jalan hidupnya (Sri Mulyono, 1989: 112 - 113).
Serat Wedhapurwaka menerangkan demikian:
.... Sabubare prang gagal pathete
salin Sanga prapteng tengah wengi...
26
Gya pandhitan wayah tengah wengi lire yuswaning wong ya wus tengah
tuwuh ing wancine ya ing kono barang kang kinapti rarase wus salin
sarwa awas emut
Dyan prang kembang wus ana pepati tegese lamun wong wus kuwawa
nayuti nafsune pan wis bangkit amateni pancaindriya kang mrih
durlaksaneng kalbu (Padmosoekotjo, 1995: 23)
Terjemahan:
........setelah perang gagal pathetnya
ganti Sanga sampai tengah malam....
Segera adegan pendhita saat tengah malam
ibarat umur manusia
ya sudah tengah baya waktunya
ya di situ segala kehendak
iramanya sudah berganti
serba awas waspada
Sedang perang kembang telah ada kematian
artinya kalau manusia
sudah mampu mengendalikan nafsu
memang telah bisa meredam
pancaindera yang hendak
mengotori hati
Wejangan pada pathet sanga ini disampaikan kepada seorang satria oleh
dewa, pendeta, pertapa, Semar atau pinisepuh lainnya. Wejangan berisikan
kesadaran dalam ngudi kasampurnan. Dari lingkungan hidup batin meningkat
kemampuan rasa kesusilaan sampai kemampuan rasa jati. Perjalanan mencapai
kesempurnaan melalui darma atau kewajiban dengan memperoleh kesaktian atau
jayakawijayan.
Wejangan
tentang
manunggal,
kesempurnaan
Abdullah
27
dibagi menjadi tiga jejeran yaitu: Jejer Manyura. Tokoh utama adegan ini sudah
berhasil dan mengetahui dengan jelas akan tujuan hidupnya. Mereka sudah dekat
dengan sesuatu yang dicita-citakan. Adegan Perang Brubuh. Yaitu suatu adegan
perang yang diakhiri dengan suatu kemenangan dan banyak jatuh korban. Adegan
ini melambangkan suatu tataran manusia yang sudah dapat menyingkirkan segala
hambatan hingga berhasil mencapai tujuannya. Tancep Kayon. Penutup
pergelaran wayang tersebut, diadakan tarian Bima atau Bayu yang berarti angin
atau nafas. Kemudian gunungan (kayon) ditancapkan di tengahtengah kelir lagi.
Adegan yang terakhir ini melambangkan proses maut, jiwa meninggalkan alam
fana dan menuju kepada kehidupan alam baqa, kekal dan abadi (Sri Mulyono,
1989: 113). R. Ng. Rangga-warsita dalam Serat Wedhapurwaka menerangkan:
Dupi prapteng wanci lingsir wengi
rasane ginantos
ingaranan pathet manyura
lah ing kono upamane janmi
wus anandhang sakit
aperak ing lampus
Wancinira wus prapteng byar enjing
bubar tancep kayon
iya iku kulup umpamane
wong wus krasa sanget kang sesakit
prapteng sakaratil
katerak reridhu
Gora godha sasring pati
ngrayah angreroyok
yen kalipyan tan tekeng kajaten
ya Sang Bayusiwi
tegese puniku
Bayusiwi iku angin cilik
mungguh angining wong
ya napas wuwus pradikane
ya ing kono jroning sakaratil
28
29
ada dan kemudian melaksanakan lakon, maut dan kembali menjadi tiada lagi.
Semua sudah diatur menurut jadwal yang sudah ditentukan pada waktu sebelum
hidup (pergelaran), yaitu di Lauh Mahfudz atau surat dan ilahi.
Setelah paripurna pergelaran wayang semalam suntuk itu, maka semua
wayang beserta perlengkapannya dikukut sedemikian rupa, sehingga pendapa
menjadi kosong atau suwung. Kemudian barulah Sang Dalang bertemu dengan
yang kuasa untuk menerima pahala sebagai berkah usahanya (Sri Mulyono, 1989:
14). Pathet manyura yang ditandai dengan posisi kayon sedikit miring ke kiri
melambangkan bahwa manusia harus beramal, sehingga kehidupannya akan
berbuah kebahagiaan. Iman-ilmu-amal yang padu akan mengantarkan diri
manusia yang ihsan. Ibarat orang berdagang, pada akhirnya harus mendapat
untung, namun tidak selamanya untung harus berupa harta. Dalam pemahaman
orang Jawa terdapat konsep tentang untung rugi, yakni tuna santak bathi sanak
rugi harta untung mendapat saudara.
30
BAB IV
PERANAN IRINGAN LAGU KERAWITAN
31
dan juga keberhasilan sendiri sebagai seorang dalang. Pengetahuan gaib demikian
semata-mata hanya boleh dikuasai oleh mereka yang sudah diberkati, dan juga
yang telah menempuh beberapa bentuk pengajaran tertentu sebelumnya.
Pengetahuan yang bersifat duniawi dan yang gaib ini berpadu, dan membentuk
apa yang dinamakan padhalangan, yaitu ilmu atau seni dalang.
Hampir sama dengan Clara van Groenendael, Claire Holt (1976:132-135)
juga menjelaskan bahwa seni dalang yang dahulu disampaikan dari ayah ke anak
dan dari maestro ke cantrik, yang sekarang diajarkan juga di sekolah-sekolah
khusus di Jawa Tengah, menuntut pengetahuan yang banyak, keterampilan yang
tinggi dan disiplin yang besar. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada masa yang akan
datang dan harus diketahui oleh seorang ahli pedalangan tahap-tahap dengan
urutan sebagai berikut.
Tambo atau sejarah, yaitu pengetahuan tentang ceritera-ceritera kuna,
sejarah para raja bukan hanya genealogi-genealogi mereka saja. Pemahaman yang
benar-benar tentang gendhing atau musik, cara-cara memainkan serta fase-fasenya
berupa nyanyian, diperlukan untuk iringan sebuah pertunjukan wayang. Gendheng
atau resitasi, penguasaan resitasi yang dinyanyikan yang diiringi oleh musik
gamelan, orkes instrumen-instrumen Jawa dan juga resitasi yang diucapkan yang
berhubungan dengan bunyi gamelan. Gendhung diartikan sebagai sebuah
keberanian yang tak memihak, berperilaku seperti seorang yang tak terusik oleh
apa pun, melupakan diri sendiri, tanpa malu atau takut untuk memainkan wayang
seperti orang gila.
32
'pernyataan
yang
dilebih-lebihkan'
dalang
harus
mampu
33
34
secara horisontal sepanjang pinggir bawah layar, dan dengan demikian berperan
sebagai panggung.
Di sebelah kiri dalang, dalam jangkauan kaki kanannya terletak sebuah
kothak dari kayu dipukul-pukul dalang, yang dengan pemukul kayu yang disebut
cempala untuk memberi tanda-tanda bagi para pangrawit setiap ada peralihan
lagu-lagu atau penggantian ke ritme-ritme baru. Para pangrawit berjajar di
belakangnya atau di sampingnya, duduk di tikar di belakang instrumen mereka,
yang nama-namanya saja merefleksikan kemerduan suara gamelan yaitu:
kendang, gender, bonang, slenthem, saron, kenong, kethuk, kempul, dan gong.
Suara sayu rebab dan suara suling atau seruling yang penuh permainan serta
kerinduan menyelinapkan diri dalam kesatuan komposisi musikal orkes gamelan.
Dari waktu ke waktu dalang menambah suara gemuruh dari lempenganlempengan metal yang bersentuhan yaitu kepyak, yang digantungkan pada dinding
kotak kayu; ia memukulnya dengan jari-jari kaki kanannya, dan kadang
memukulnya dengan sebuah cempala kecil yang dicepit di antara jari-jari kaki
kanannya, untuk merangsang suasana geger perang dan menghentakkan tekanantekanan keras pada pukulan-pukulan dan hantaman-hantaman balasan dari para
ksatria yang sedang berperang. Dengan demikian pada gerak-gerak lengannya,
tangannya,
jari-jarinya,
kakinya,
dan
suaranya,
dalang
harus
menjaga
35
36
37
BAB V
LAGU LADRANG
Ladrang Remeng
Sl. Pt. 6
Buka: 5 6 1 .
21 6 5
1 1 1 1
A.
.66.
6656
1653
2232
.. 6 1
2232
321 6
5 6 12
321 6
3353
3 2 16
B.
321 6
5 6 12
.356
1653
56 16
6521
6 123
56 16
5321
.111
2321
3212
.1 6 5
. 6 12
.1 6 5
. 6 12
.1 6 5
. 6 12
.1 6 5
1 1. .
5323
C.
D.
3 2 16
Buka: 5 . 6 1
.21 6
511.
A.
6656
1653
3 2 16
.66.
6 3 6 5
.
6 3 6 2
.
2232
6 3 6 5
.
6 3 6 2
.
38
B.
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
2 3 5 6
C.
6 3 6 5
6 3 6 2
2353
212 6
33 6 5
212 6
33 65
212 6
33 6 5
3212
..2.
22.3
56 1.
.1..
2..3
56 1.
6 156
212 6
E.
33 6 5
.
D.
.1..
656 1
2..3
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
.5.6
65 16
6 15 6
56 1.
. 1. 6 . 5 . 3
.2.2
.32
Suwuk:
F.
G.
Buka: 3 1 2 3
12. 6
. 3. 6
A.
. 5. 6
. 3. 6
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
6 3 6 5
6 3 6 2
. 2 5 3
2126
.123
. 2
.
212 6
.
39
.5 61
5 533
2212
.5 61
5 533
2212
.5 5.
5 533
2213
. 3. 1
2312
5321
2312
. 6 . 3
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 2
. 6 . 3
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 2
. 6 . 3
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 2
212 6
.
212 6
212 6
C.
Ladrang Bedhat
Sl. Pt. 6
Buka : 5 3 2 .
5. 3.
5 2. 2
A.
2321
5 6 1.
.111
B.
5. 3
2321
2321
3212
.123
212 6
.123
.123
212 6
1 165
.12 6
C.
56 1.
.
3 5 6.
212 6
.
16 5 3
.356 .356
.356
.356 .356
.356
.532 .5.5
.532
D.
.323
5653
.56 1
.56 1
.535
6 156
.323
5653
.563
56 16
.535
6 156
. 1.6
.5.3
E.
....
.56 1
.56 1
.5 16
5323
40
Ladrang Sobah
Sl. Pt. 6
Buka : 6 1 2 3
.3.3
. 6 .1
.2.3
A.
.3.1
.3.2
.3.1
.3.2
.3.1
.3.2
.6 .5
.1. 6
B.
.1.2
.1. 6
.1. 6
.3.6
.3.5
.3.2
.5.3
.1.2
.3.2
Ladrang Sobrang
Sl. Pt. 6
Buka: 6 6 3 5
6.53
32.3
56
.3.1
.3.2
.3.1
.3.2
.3.1
.3.2
.6 .5
.1. 6
.1. 6
.1. 6
.3.6
.3.5
.3.2
.5.3
.1.2
.3.2
B.
Buka: 1 6 5 .
6. 2 .
6. 2 .
6.3.
A.
. 6 5.
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 5
.3.2
.3.5
.6 . 3
. 6. 5
B.
. 6 . 3
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 5
.3.6
.5.6
.5.3
.5.6
2356
2123
.6 .5
2356
.6 . 3
. 6. 5
C.
6.5
.3.2
.3.5
2123
. 6. 5
.
41
Ladrang Mangu
Sl. Pt. 6
.
Buka: 6 5 3 5
.
A.
6 12 1
3561
.5. 6
. 5. 3
.5.6
223 6
. 5. 6
. 5. 3
. 1.6
.3.5
.3.2
.5.6
.5.3
.1.6
.5.3
.5.6
. 1.6
.3.5
.3.2
.5.3
.1.6
.2.1
.2.3
.1. 6
. 3. 5
5. 3. 2
B.
C.
.5. 6
.
. 3. 2
Ladrang Erang-Erang
Sl. Pt. 6
Buka: . 2 . 3
6 5 3 2
A.
. 6 . 3
. 6. 5
. 6. 3
. 6. 5
. 6 . 3
. 6. 5
.1. 6
.3.2
B.
.. 2 3
2232
. 6 6 6
3 3 5 6
3565
2232
3 5 6 5
.
5 6 3 5
5653
212 6
3 5 3 2
.
5653
. 3 5 6
.
21 6 5
.
22..
22.3
5653
21 6 5
.
C.
.5 5 5
2 2 3 5
..35
6532
2356 3353
.
5653
21 6 5
.
11..
321 6
22..
2321
3 5 3 2 . 3 5 6
.
32 6 5
.
2232
42
D.
..23
6532
..21
321 6
.
. 6 6 6
3 3 5 6
11..
1121
3 5 3 2 . 3 5 6
.
1123
32 6 5
3 5 61
6532
.12 6
....
E.
33..
33.5
6 165
3231
....
1123
6532
.126
....
66..
66 16
5653
21 6 5
F.
5323
3 5 6 1 321 6
.
3 5 6 5 2232
5653
. 3 6.
3 5 61
.3.2
.2.1
.2. 6
.2.1
.2. 6
.2.1
.2. 6
.3.2
.5. 6
212 6
.1. 6
Ladrang Krawitan
A.
.5. 3
.
. 5. 6
.
B.
. 5. 3
.
.5.6
. 1.6
. 1.6
. 2. 1
. 2.6
.3.5
.6.5
.3.6
.5.3
.5.2
.3.2
.3.5
.3.2
.3.5
.6.3
. 1.6
.5.3
. 1.6
.5.3
.2.3
.6.5
.3.2
.6.5
.3.2
.3.2
.3.2
.3.2
.5.3
.6 .5
.3.2
.3.5
. 2 . 1
C.
D.
E.
. 1.6
. 1.6
. 2. 1
. 2 .6
.
. 2 .6
43
Ladrang Ling-Weling
Sl. Pt. 6
A.
5 6 3 5
1 6 3 5
2352
6 5 3 2
B.
D.
1 6 3 6
1 6 3 5
3232
531 6
531 6
531 6
5656
3532
6532
6532
3232
6 5 3 2
C.
Buka: 2 2 2 5
321 5
6 121
6 3 5
A.
2.25
2.25
2.25
656 1
B.
2.25
2.25
2.25
656 1
C.
6356
2 1 26
D.
2 3 1 2 5321
2 3 2 1
.
56 1 2
3 2 16
.
16 3 5
44
Buka:
165.
2 165
Lancaran:
3235
6 165
32.3
5635
6 165
3235
53212
.
A.
. . 23
1232
56 16
5321
5321
6632
.1 6 5
212 .
21 6 5
55 16
B.
. . 5 2
3 5 6 5
212.
21 6 5
.
22.3
1232
A.
.55.
5565
6365
6365
6365
6365
32.3
56 16
. 66.
66 16
B.
C.
15 16
15 16
15 16
15 16
5323
5635
.55.
5565
212.
21 6 5
.
212.
21 6 5
.
D.
. . 23
1232
32.3
2.32
3565
3212
.333
5653
5323
2121
2121 235.
6535 3212
3565
45
Ladrang Clunthang
Sl. Pt. 9
Buka: 5 5 5 6
A.
1652
1121
.5 . 6
.2.1
.5.6
.5.6
.5.6
.3.5
.2.1
.6.5
.3.5
. 1.6
.3.5
.3.5
.2.3
.2.1
B.
2232
. 1.6
.
. 1.6
Cakepan:
a. Tindake sang pekik
mandhap saking gunung
anganthi repat panakawan catur
ingkang nembe mulat
ngira dewa ndharat
geter petrek-petrek
pra endhang swarane
anjawat angawe-awe ngujiwat
solahe mrih dadya sengseme
b.
46
Buka: . 5 . 6
. 165
2222
1121
A.
.6.5
.2.1
.6.5
.2.1
.6.5
.3.2
. 6 .1
. 6. 5
.3.2
. 6. 5
B.
.3.2
.6 .5
.
A.
. 2 .6
1 2 .5
. 2 .6
1 2 5 . . 6 16
.6.5
.6.5
.2.1 .2.1
. . . 5
.5. .
. . 5.
B.
. 2 .6
3 2 16 . 2 .6
.1.6 .1.6
.
.5.6
1. 2 .
.5.3
6. 1.
2 .5.
.
2 6 1. . 6 16
6. 1.
6. 2 .
26 1
1. 6
3 2 16 . 2 . 3 . 5 . 5 . 5 . 3 . 2 . 1
.2.1
1.6.
1. 5
47
C.
. 2 .6
1 2 .5
.6.5
.6.5
...5
.5.1
. 2.6
1 2.
5...
.2.3
.5.6
... 1
...5
...2 ...5
.5.2
.5.3
.2.1
2...
3... 5... 6
...3
...2
...1
Ladrang Wani-Wani
Sl. Pt. 9
Buka: 2 . 5 .
3. 5.
2. 6.
3. 6. 5
.1. 6
. 3. 5
.1. 6 .
. 3. 5
.2.3
.5.3
.6.5
.3.2
.5.3
.5.2
.5.3
.5.2
3652
36 52 356 2
A.
B.
16..
66 15
6 1 3 2
6532 35
Buka: 2 5 3 5
A.
B.
26365
.3.6
.3.5
.3.6
.3.5
.2.3
.5.3
.6.5
.3.5
.5.3
.5.2
.5.3
.5.2
.5.3
.5.2
.6.3
.6.5
. 1.6
.3.5
. 1.6
.2.3
.5.3
.6.5
C.
.3.5
.3.2
48
Ladrang Uga-Uga
Sl. Pt. 9
Buka: 2 3 2 .
2325
6 1 2 1
6535
A.
232.
2325
232.
2325
232.
2325
6 1 2 1
6535
232.
2325
232.
2325
232.
2325
6 1 2 1
6535
1 6 12
16 1 5
1 6 12
1 61 5
1 6 12
16 1 5
6 121
6 5 3 5
1 6 12
16 1 5
1 6 12
1 61 5
1 6 12
16 1 5
6 121
6 5 3 5
B.
Ladrang Giyak-Giyak
Sl. Pt. 9
Buka: 2 1 2 1
2211
. 6 .5
A.
.2.1
.6 .5
.2.5
.2.1
.2.1
.6 .5
..6.
.56.
. 2 . 1
.5.6
.5.6
. 3.2
. . 23
56.5
B.
5.6.
56. 1
.2.1
.2.1
.6 .5
.
49
Buka: 5 5 6 3
5656
6213
26 5
.
A.
. . 5 6
1232
. . 23
5.65
.21 6
5 6 12
6621
32 6 5
B.
.2.2
.. 35
6 1.6
.2.2
..35
6 1.6
.. 3 2 . 165
15.6
C.
.2.2
.356
2321
.56 1
16 15 . 6
. 1.5
1656
5321
5621
32 6 5
66. 1
6535
Ladrang Uluk-Uluk
Sl. Pt. 9
Buka: 2 . 1 .
2.12
211. 6 . 5
.
A.
.3.2
.3.5
.3.2
.5.6
.2.1
.2.1
.2.1
.6 .5
.
Ngelik:
1. 5 . 6
.
B.
C.
.5.6
.5.6
. 2 . 1
.5.3
.2.3
.5.3
.6 .5
.3.2
.3.2
.5.6
.2.3
.5.6
.2.1
.2.1
.2.1
.6 .5
.
50
Buka: . 2 1 1
.211
2 6 21
. 6 .5
A.
.2.3
.2.1
.2. 6
.2.1
.2. 6
.2.1
.2.1
.6 .5
Ngelik:
.1.2
.
B.
.5.6
.1.5
.6
. 2 . 1
. 2 .6
. 2. 1
.2.1
.2.1
. 6. 5
. 2 .6
Ladrang Gonjang-Ganjing
Sl. Pt. 9
Buka: . 2 . 1
.2.1
A.
.2.1
2211
.6 .5
.6 .5
.2.5
.2.1
.2.1
.2.1
.6 .5
.2.1
Ngelik:
.
B.
1.6 2 1
.
. 3. 2
. 6. 5
.5.6
.3.5
.1.6
.2.1
.5.6
.6 .5
.
51
Buka: 5 3 2 3
.363
51 6 1
21
A.
1 6 12
16 1 5
1 6 12
1 61 5
1 6 12
16 1 5
323.
3 63 5
B.
1 1. .
. 16 5
3 2 1 2
.
56 16
356 1
5321
56 16
5321
56 16
5321
6632
.1 6 5
323.
3635
323.
3635
323.
3635
1 6 12
161 5
C.
1 1 2 1
1632
6535
1656
.
D.
Ladrang Gondosuli
Sl. Pt. 9
A.
B.
.5.6
.2.1
.5.6
.5.6
.5.6
.3.5
.2.1
.6 .5
.1.2
.6 .5
.1. 6
.3.2
.3.2
.3.1
.6 .5
.3.2
C.
.1.2
.6 .5
.1. 6
.3.2
.5.6
.3.5
.2.1
.2.1
.3.2
.6 .5
.1. 6
.3.2
.3.5
.2.1
.6 .5
D.
.5.6
52
Wirama lancaran:
321 6
5 6 12
321 6
35. .
5612
16 1 5
1 6 12
.6 .5
.1. 6
.3.2
.6 .5
.1. 6
.3.2
.3.5
.6.5
. 1.6
.3.2
.1.6
. 1.5
.1 .6
.3.2
A.
. 3 .2
. 3 .2
5 612
Ngelik:
.
6. 2 . 1
.
B.
. 2 . 1
. 3. 2
. 1. 6
.3.5
.1.2
. 2 . 1
. 2 .6
.5.3
.3.5
.6.5
. 1.6
.1.6
. 1.5
.3.2
. 1.6
.3.2
Ladrang Srikaton
Sl. Pt. Manyura
A.
B.
.2.1
.2.6
.2.1
.2.6
.2.1
.2.6
.3.6
.3.2
.5.6
.5.3
.1.6
.5.3
.2.1
.2.6
.2.1
.2.6
53
A.
. . . 3
. . . 2
. . . 3
. . . 2
33. .
33. .
1132
5321
3265
3561
3265
3561
23. .
3361
22.3
.1.2
33. .
33. .
1132
5356
. . 35
35 16
. . 35
356 1
.6.5
. 1.6
Ngelik:
B.
. 3. 2
C.
6 165
1653
66. .
6 165
3265
356 1
23. .
336 1
.5.3
.
6 165
1653
1632
.
5321
3 2 65
356 1
22.3
.1.2
Ladrang Gonjang
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 3 . 2
.3.2
3322
.1. 6
A.
.3.2
.1.6
.3.6
.3.2
.3.2
.3.2
.3.2
.1. 6
.3.2
.1. 6
.3.1
.2.1
.5.6
. 2 . 1
. 2 .6
.5.3
.3.3
.5.6
.5.3
.5.6
.3.2
.3.1
.3.2
.1. 6
B.
C.
54
Buka: . 3 . 2
.3.2
3322
.1. 6
.
A.
.3.2
.1.6
.3.6
.3.2
23.3
2121
23.3
2121
23.3
2163
5.63 .6
1262 1262
1262
1263
.3.3
.356
1653 21.2
23.3
23.3
2121
23.3
2163
5.63
B.
C.
2121
.
1 26 2
1 26 2
1 26 2
5.6
1 26 3
.3.3
.356
16 5 3
56
5
.
6 1. 1 6565
6 1. 1
5636 5636
5636
6565
6 1. 1 6 5 3 1
.
D.
5636
.6.6
2.31
236
6321
2321
165 1
Buka: 6 6 6 3
A.
56 16
532.
5.3
.235
. 2 35
2356
5253 . . .6
. . .5 . . .3
. . .5
.. .3
. . . 5
. . . 2 .35.
2356 1 2 65 2353
.235
. 2 35
2356
5253 . . .6
. . .5 . . .3
. . .5
.. .3
. . . 5
. . . 2 .35.
2356 1 2 65 2353
B.
. 1 26
. 1 26
. 1 26
. 1 26
1 26 5
2.6.
.
2353
. . .6
. . . 5 . . . 2
5.3.
2.35
2356
. . . 1
1 26 5
2356
1 26 5
2353
. . .6
. . . 5 . . . 2
.
. . .3 . . .2
. . .2
. . .3 . . .2
. . .2
2.6.
5.3.
2.35
2356
. . . 1
1 26 5
2356
55
Ladrang Pangkur
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 3 . 2
.3.2
3132
.12 6
.
Lancaran:
3231
321 6
1 6 32
5321
6532
5321
321 6
3532
Ompak:
.
A.
6 1 3 2
5321
.3.2
.1. 6
.3.2
.3.1
.3.2
. 1.6
1 1. .
66 1 2
. . . 3
. . . 2
3253
6532
5321
.3.2
.1. 6
3 2 53
.2.1
6 1 3 2
Ngelik:
.
B.
2. 3 . 2
. . 2 .
.
5 3 2 3
. . 35
6 156
2 2. .
5221
3265
. . 35
1653
6 156
356 1
6532
6321
.3.2
.1. 6
6 132
Ladrang Lere-Lere
Sl. Pt. Manyura
. .
Buka: . 3 . 1
2312
11 . .
.366.
3 2 16
532
56
A.
1 1. .
.
3 2 16
.
.356
.532
1 1. .
3 2 16
.356
.532
. . 53
212 6
.123
212 6
3321
6 123
212 6
6 123
212 6
33. .
B.
33. .
3321
33. .
3321
6 123
212 6
.3.1
2312
.3.1
2312
1 1. .
3 2 16
.356
.532
6532
1653
56 16
6532
Ladrang Moncer
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 2 3 4
.
A.
53 16
53 16
3323
3235
6532
1653
. . 63
56 16
356 1
3235
6532
1653
56 16
Ngelik:
.
B.
6532
56 16
Buka: 3 5 2 .
3521
121 6
5 3 5
A.
6 5 61
21 6 5
6 5 61
21 6 5
1 6 1 5
1 61 5
66. .
5326
57
B.
C.
.6. .
5326
.6. .
5326
.6. .
5326
3365
3212
3235
6532
3235
6532
5352
5352
11. .
6 5 3 5
.
Ladrang Slamet
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 1 3 2
6 123
1132
.12 6
212 6
33. .
6532
5653
212 6
2123
212 6
. . 6.
15 16
66. .
1 5 11 6
A.
2123
B.
356 1
.
6532
1 132
.1 2 6
.
Ladrang Asmaradana
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 3 . 2
.3.2
3132
.12 6
.
Lancaran:
A.
2126
2123
5321
3231
6321
3216
5321
321 6
.2.1
.2. 6
.2.1
6 123
3632
5321
3532
3126
5353
6521
3532
3126
58
Ladrang Manis
Sl. Pt. Manyura
Buka: 1 3 2 6
1235
3653
2.12 6
A.
.2.3
.2.1
.2.3
.2.1
. 2. 3
.5.3
.5.2
.1. 6
B.
. 2 . 1
. 5. 3
.6.5
. 1.6
.5.6
.5.3
.3.2
.1. 6
Buka: 2 2 1 6
3113
A.
2.1. 6
.
.5.3
.1. 6
.5.3
.1. 6
. 5. 2
.5.3
.1.2
.1. 6
. 1.6
.5.3
.5.2
.5.3
.5.2
.5.3
.1.2
. 1. 6
B.
. 1.6
.5.3
.5.2
.5.3
Buka: 2 2 1 6
5. 61
2.1. 6
A.
.1. 6
.3.2
.1. 6
.3.2
.3.2
.3.5
.1. 6
.1. 6
59
.1.6
.5.2
.1.6
.5.2
.5.2
.6.5
.1.6
.1. 6
.
Buka: 6 1 3 2
.66 2 1
A.
6532
5653
66. .
2 3 21
5321
3532
66. .
2 3 21
6523
6532
.
5653
3 2 63
6532
5321
.
3532
3 2 65
16 5 3
Buka: 6 6 . 6
.65 1
A.
3 6 1.
3 6 12
33. .
616 5
1 653
6132
Buka: 6 . 1 .
2.1.
6 . 3 6
5. 3. 2
A.
.5. 6
. 3. 2
. 5. 6
.5. 6
.1. 6
. 6 5 3
653 6
3 6 1.
132
3 6 12
Ladrang Liwung
Sl. Pt. Manyura
. 3. 2
212 6
.
60
B.
. 6 5 3
212 6
. 6 5 3
212 6
. 3.5
. 6. 5
. 6. 5
. 3. 2
Ladrang Sumirat
Sl. Pt. Manyura
Buka: 1 5 6 .
1653
5652
A.
5652
5653
5652
5652
5653
156.
B.
156.
1653
5653
5653
.
1653
156.
1653
5652
5653
156.
1653
Ladrang Wilujeng
Pl. br
Buka: . 7 3 2
6723
7732
.756
A.
2723
2756
33. .
6532
5653
2756
2723
2756
. . 6.
7576
3567
6523
66. .
7676
7732
.756
Ngelik:
B.
Ladrang Sriyatna
Sl. Manyura
A.
.2.1
.2.6
.2.1
.2.6
33. .
6532
1132
.126
61
B.
C.
.2.1
.2.6
.2.1
.2.6
. . 66
2321
3265
3561
.111
6612
6321
3532
6132
6321
.3.2
.1.6
Ladrang Kapidhongdhong
Pl. 6
A.
B.
3265
2321
3265
3632
5316
1312
5616
5421
.3.2
.6.5
.2.3
.2.1
.3.2
.6.5
.2.3
.2.1
5316
1312
5316
1312
55.6
1216
2152
5421
Buka: . 2 . 1
.2.1
2211
.6.5
A.
2126
2165
1216
2321
3265
2321
3216
2165
.2.1
.2.6
.2.1
.6.5
. . 5.
1216
2152
5421
.3.2
.6.5
22. .
5321
5621
5216
.2.1
.6.5
B.
.561
Ngelik:
. . 1.
3212
. . 23
5635
11. .
3216
2353
6532
62
. . 23
5635
2356
5321
5621
5216
.2.1
.6.5
2132
6516
2126
A.
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2123
2126
5565
6165
1612
1635
1612
1635
1612
1635
2312
3532
5365
2132
5365
2132
5365
2132
6516
2126
.2.1
.2.3
.2.1
.2.6
.2.1
.2.3
.2.1
.2.6
.2.1
.2.3
.2.1
.2.6
212.
2153
212.
2156
212.
2153
212.
2156
212.
2153
212.
2156
212.
2153
212.
2156
.5.5
. 6. 5
.6.1
.6.5
161.
1632
161.
1635
161.
1632
161.
1635
161.
1632
161.
1635
.2.3
.6.5
.3.5
.3.2
.55.
5365
.22.
2132
.55.
5365
.22.
2132
.55.
5365
.22.
2132
.6.5
.1.6
.2.1
.2.6
B.
C.
D.
Wirama II
E.
F.
G.
H.
63
Ladrang Longgor
Pl. br
A.
. . . 7
6532
.765
3576
. . 35
6676
5327
3532
. . 23
4327
234.
4327
234.
4327
6765
2327
234.
4327
232.
2327
232.
2327
6765
2327
Buka: . 7 6 7
6563
6535
6756
A.
.5.6
.5.6
.5.6
.2.7
.2.7
.5.3
.6.5
.7.6
7576
7576
7576
3567
2327
6563
6535
6756
33.1
2353
6765
3212
3216
5352
5323
5653
6563
6563
6563
6532
5325
3253
2523
5653
6563
6563
6563
6567
2327
6563
6535
6756
B.
C.
Ladrang Manten
Pl. br
B.
C.
D.
E.
3321
5612
3165
A.
6165
6165
2456
5421
6561
6561
2321
2165
64
B.
C.
2165
2165
.632
1635
. . 5.
5321
2621
3265
66..
4561
2165
4561
3212
5465
.612
1635
Ladrang Pangkur
Pl. br
Buka: . 3 . 2
.3.2
3732
2756
A.
3237
3276
7632
5327
3532
6532
5327
3276
.3.2
.3.7
.3.2
.7.6
77. .
6672
3253
.2.7
. . 53
6532
3253
6532
6732
6327
.3.2
.7.6
B.
.672
C.
. . 2.
4323
. .35
6756
22. .
4327
3265
7653
. . 35
6756
3567
6532
6732
6327
.3.2
.7.6
Buka: Celuk
A.
B.
.21.
2165
.156
1121
.654
2465
.656
5421
. . 1.
3532
3576
3532
165.
3565
7656
5421
65
Buka: 2 1 2 3
5321
6532
5653
A.
6563
6561
2123
5321
2123
5321
6532
5652
6563
6561
2123
5321
2123
5321
2216
2165
1612
1635
1612
1635
1612
1635
1621
6561
2165
1216
2165
1216
55.2
3565
7654
2126
1561
5321
2123
5321
2123
5321
6532
5653
B.
C.
D.
E.
A.
B.
.5.6
.2.1
.5.6
.5.6
.5.6
.3.5
.2.3
.2.1
. . . 5
. . . 6
. . .2
. . .1
. . . 5
. . . 6
. . .5
. . .6
. . 6.
6612
.321
3216
. . 6.
2321
55.2
3565
Ladrang Karonsih
Pl. br.
Buka: . 3 . 2
.3.2
3732
.756
A.
3237
3276
7276
3532
6356
5756
3237
3276
66
B.
.3.2
.3.7
.3.2
.7.6
77..
3276
3567
6532
66..
7576
7232
3276
3365
3237
.3.2
.7.6
. . 2.
4323
..35
6756
22..
4327
3265
7653
. . 35
6756
7232
3276
3365
3237
.3.2
.7.6
Ngelik
Buka . 3 5 6
7653
2321
6123
A.
5652
5653
5652
5653
5652
5653
2321
6123
.333
1123
1132
.165
6561
3265
3231
3265
. . 55
7656
7653
2123
5676
7653
2321
6123
. . . 3
33. .
3321
6123
11. .
11. .
1132
.165
. . . 5
55.6
1132
.165
13.2
.3.1
.312
3565
. . . 5
55.6
7767
5676
767.
7656
5321
6123
567.
7656
5321
6123
1 23 5
.321
66.1
2353
B.
C.
D.
E.
67
A.
B.
3216
5612
3216
5612
55 . .
5612
1615
1612
.3.2
.6.5
.1.6
.3.2
.3.2
.6.5
.1.6
.3.2
.3.5
.6.5
.1.6
.3.2
.1.6
.1.5
.1.6
.3.2
.3.2
.1.2
.1.6
.3.5
.2.1
.2.6
.1.6
.3.5
.3.2
.3.5
.1.6
.3.2
.1.6
.3.5
.1.6
.3.2
. .56
1216
2152
.1.6
33..
6532
.321
6535
22. .
3216
.2.1
6535
22.3
5654
6523
2121
Ngelik
C.
Buka . 3 5 2
.352
1121
6535
A.
.561
2165
.561
2165
1615
1615
6616
5326
.616
5326
.616
5326
.616
5326
3365
3212
.235
6532
.235
6532
5352
5352
1121
6535
B.
C.
68
Ladrang Grompol
Sl. 6
Buka: 6 3 5 6
2321
6253
6165
6253
6165
6356
2321
3216
2365
3216
5555
Buka: . 6 1 2
1653
6123
6532
5253
6532
5253
6532
6612
1653
6123
6532
.52.
2523
5356
3532
.52.
2523
5356
3532
.356
6612
3216
5323
216.
6123
5356
3532
Buka: . . . 6
6765
7653
6732
367.
3532
367.
3532
3523
6765
7653
6732
69
Buka: . 1 2 3
5321
6532
33.3
6563
6561
2123
5321
2123
5321
6532
5653
2216
2165
Pangkat ngelik:
Ngelik:
1612
1645
1612
1645
1612
1645
1621
6561
2165
1216
2165
1216
55.2
3565
7654
2126
1561
2321
2123
5321
2123
5321
6532
5653
Ladrang Kumandhang
Pl. brng (Soran)
Buka: . 7 7 7
3276
5356
2222
767.
5672
7657
5672
672.
3276
5356
5352
767.
5672
7657
5672
672.
3276
7727
6535
7656
5323
7732
6356
7523
7276
3565
3232
4343
2765
.672
.765
67.7
3276
5356
5352
70
Ladrang Ayun-Ayun
Pl. 6
Buka
66532
1123
215616
Irama I & II
2321
3532
5321
3532
6356
2165
3632
5356
3636
2321
6123
6532
6253
2321
6123
6532
6253
1216
2321
6545
6356
3532
5316
2126
3636
3636
.2.3
.2.1
5151
5151
.6.5
.3.2
6262
6253
.1.2
.1.6
.2.3
.2.1
.6.5
.4.5
.6.3
.5.6
.2.1
.6.5
.3.6
.3.2
.5.3
.5.6
Irama III
Gobyog
Cakepan:
Ayun-ayun gobyog gawe gumun
Tekun sarwa rukun akeh kang kayungyun
Dadi srana iku datan jemu
Nyawiji ing panemu condhonging kalbu
Tulus rumangsang ayun-ayun
Sarwa sarwi samar ayun-ayun
Kang kadung emeng ayun-ayun
Tundhane nalangsa ayun-ayun
71
Tansah ngayun-ayun
Kayungyun temah nandhang wulangun
Marmane nyata mendah baya
Besus hangadi sarira
Hangadi busana
Karana hamung sira pindha mustika
Esemu nimas maweh welas
Murih aja anandhang kawlasih
Mara age prayogane
Tumuli gabug rasane
Kang ana tambuhana
Kang ora ana takek-ena
Mrih condhonging kalbu
Mrih aja rengu
Muga-muga adoh ing panyendhu
Bang-bang wetan suruping surya
Ing wengi tan kendhat angayun-ayun
Ladrang Asmarandhana
Slendro
Buka: 6 1 2 3
1123
2126
2123
5321
3231
6321
3216
5321
3216
.126
Ladrang Wahyu
Buka 3 5 3 2
1133
A.
5253
5253
B.
6563
6561
C.
6321
3532
D.
3123
.653
5653
72
Cakepan :
Pra taruna angudiya
Saniskara sanguning sagung dumadi
Marsudi ing kawruh kang akeh gunane
Bisane sembada tlatenana
Buka: . . . 3
.561
.22.
2321
A.
.5.6
.5.3
.5.3
.2.1
.2.3
.2.1
.2.6
.5.3
.5.6
.5.6
.2.1
.6.5
.6.3
.2.1
.2.6
.5.3
.5.3
.5.6
.5.3
.5.6
.3.2
.5.3
.1.6
.5.3
.5.3
Ngelik:
B.
C.
Ladrang Nuswantoro
Pl. 6
Buka 7 6 5 6
3531
A.
6516
2165
6516
2165
7656
3532
3516
2165
1635
B.
3516
5555
2126
3231
5635
1635
2126
3231
5635
6756
1516
2365
2312
5365
2126
3221
5635
73
Buka . . . 6
6523
A.
5253
5652
5253
5652
6612
6523
6123
6532
.52 .
B.
2356
2222
2523
5356
2532
.52 .
2523
5356
2532
356.
6612
3265
3653
216.
6123
5356
3532
Ladrang Enggar-Enggar
Pl. br
Buka 7 6 5 7
3265
A.
272.
2723
272.
2723
7567
3265
7656
5323
272.
6567
6523
272.
6567
6523
7567
3265
7656
5323
B.
7656
3333
74
Ladrang Sumyar
Pl.br
Buka 3 3 2 7 6
7673
A.
7372
7372
7372
5653
5756
5257
3576
7372
7673
7672
7673
7672
7673
7672
5.56
7523
5.57
5.56
7732
5327
3365
2756
7673
7672
B.
2222
Buka . 5 5 6
5323
A.
2161
6523
21. .
5356
2161
6523
.121
3216
.653
2126
3516
2126
5653
2126
35.3
2126
B.
.232
6216
75
Ladrang Srikaloka
Slendro manyura
Buka . . . .
6 123
3361
2312
.3.2
.5.3
.1.6
.5.3
.2.1
.2.6
.5.3
.1.2
. . . 3
. . . 2
. . . 5
. . . 3
. . . 1
. . . 6
. . . 5
. . . 3
. . . 2
. . . 1
. . . 2
. . . 6
. . . 5
. . . 3
. . . 1
. . . 2
A.
B.
Ladrang Sigramangsah
Slendro manyura
Buka . 5 5 .
1653
6521
3216
A.
2126
2126
3356
3532
1632
1632
5653
2126
3561
3216
3561
3216
33 . .
3356
3561
6532
1316
1312
1316
1312
55 . .
1653
6521
3216
2 72 6
7 6 73
7 6 72
7 3 72
7 3 72
7 3 72
5653
5756
5257
3576
73 72
B.
Ladrang Sumyar
Pelog barang
Buka . 3 6 5
A.
76
B.
7 6 73
7 6 72
7 6 73
7 6 72
5.57
5.56
7 6 73
.
5. 56
.
7 6 72
.
5.53
7732
5327
Ladrang Sigramangsah
Slendro manyura
Buka . 5 5 .
1653
6521
3216
A.
2126
2126
3356
3532
1632
1632
5653
2126
3561
3216
3561
32163
33. .
3356
3561
6532
1316
1312
1316
13125
55. .
1653
6521
3216
B.
Ladrang Ginunjing
Pelog barang
Buka . . . .
7276
3356
5352
A.
5653
5652
5653
6756
5257
5356
3356
5352
.5.6
.5.3
.5.6
.5.2
.5.6
.5.3
.5.7
.5.6
.5.2
.5.7
.5.3
.5.6
.5.3
.5.6
.5.3
.5.2
B.
77
Ladrang Srisinuba
Pelog 6
Buka . 3 3 3
A.
1 6 12
6532
321 6
21 6 5
1 6 35
1612
33. .
321 6
6532
1 6 35
21 6 5
16 1 2
.
1 6 35
.
1 1 . .
16 1 2
1 6 35
1 1 2 1
321 2
. 16 5
C.
. . 56
1654
2321
3 2 16
33. .
6532
321 6
21 65
78
BAB VI
GENDHING KETAWANG
B.
C.
D.
. . 16
2165
.532
1561
. . 1.
1615
.532
5321
.6.5
.3.2
.365
3216
.15.
5621
. . 16
1231
. . 12
3565
.654
2126
. . 12
.312
.165
.612
. . 12
3565
6542
1654
.421
.421
.2.1
.6.5
2211
2216
2165
A.
66. .
2321
3216
2165
B.
. . . .
2356
3532
3565
.621
5216
.2.1
6535
22. .
3532
1165
2321
5621
5216
.2.1
.6.5
. . . .
2321
5216
2321
79
Ketawang Sekartejo
Sl. Manyura
Buka: . 1 2 3
.2.1
.3.2
.126
A.
22. .
2321
.3.2
.126
B.
. . . .
2321
3265
3561
. . 12
3216
3532
.126
22. .
2321
.3.2
.126
B.
.2.3
.2.7
.5.3
.7.6
.2.3
.2.7
.5.3
.7.6
77. .
7767
22.7
6523
. . 35
6756
3567
6523
22. .
6723
.732
.756
Ketawang Mesubudi
Pl. br
A.
. . 23
2767
.672
.765
B.
22. .
2356
.2.7
6532
C.
66.7
5676
22. .
2327
D.
3265
2327
.672
3276
E.
22. .
2353
6532
.765
80
Ketawang Puspawarna
Sl. Manyura
Buka: 6 1 2 3
.2.1
3312
.126
A.
.2.3
.2.1
.3.2
.1.6
.2.3
.2.1
.3.2
.1.6
. . 6.
2321
3265
1653
6132
5321
.3.2
.1.6
.2.3
.2.1
.3.2
.1.6
B.
2327
3265
.3.2
A.
.6.5
.6.3
.6.5
.3.2
B.
66..
66..
676 5
2356
.765
33.5
6765
.523
66..
6532
7232
.756
.2.3
.2.7
3265
.3.2
5321
.2.1
.6.5
A.
. . 16
2165
.156
1216
.16 .
5612
.621
6535
81
B.
C.
D.
E.
. . 16
2165
.156
1232
.22.
5653
.253
2521
.2.5
.6.1
.615
2561
. . 56
5612
.3.5
.6.5
. . 16
5516
.153
.1.2
3235
.323
.253
2521
. . 1.
1561
.5.3
.1.2
323.
5321
.2.1
.6.5
Ketawang Subakastawa
Pl. 5
Buka: 5 6 1 2
2161
1621
5555
1216
2165
1216
2165
1216
2165
1216
2165
2321
3265
2521
3265
2321
3265
2521
3265
2121
5216
2321
3265
2161
1621
5555
2521
3216
3532
1635
2521
3216
3532
1635
82
. . 5.
6165
1216
5312
6561
3265
1216
5312
1121
5612
6621
2635
3212
2132
6666
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2123
2126
2321
3532
5321
3216
2321
3532
5321
3216
7576
5421
3532
3126
7232
6723
6532
. . 6.
6656
7265
2353
. . 35
6535
2353
2765
22. .
3532
6723
6532
Gerong:
83
Ketawang Tumadhah
Pl. 6
Buka: . 6 6 .
6532
3216
2165
2126
2165
2126
2165
11. .
1121
3212
5321
.132
6321
2132
5321
66. .
6532
3216
2165
Ketawang Subakastawa
Sl. 9
Buka gender
Ompak:
Lik:
.1.6
.1.5
.1.6
.1.5
.2.1
.6.5
.2.1
.6.5
.2.1
.6.5
.2.1
.6.5
.2.1
.2.6
.2.1
.6.5
1231
3312
.126
A.
5253
1232
5352
3136
B.
2321
6532
5321
3216
C.
2321
6532
5321
3216
D.
7576
5421
3532
3216
84
3 2 3.5
A.
.. 5 3
2 3 5 6
B.
121 6
.5 3 2
C.
.352
. . 23
5653
21 6 5
2312
. . 23
5653
21 6 5
12 6
.5 3 2
.2.1
. 6. 5
.
.. 2 3
5 6 3 5
. . 2 3
5 6 3 5
.2.1
2211
.6 .5
A.
.1. 6
.1. 5
.1. 6
.1. 5
B.
. 2 . 1 .6.5
.2.1
. 6. 5
.2.1
. 6. 5
.2.1
. 6. 5
. 2 . 1 .6.5
.
. 2 . 1 .6.5
85
.2.1
2211
.6 .5
A.
. 2.1
.2. 6
.3.2
. 6. 5
B.
. . 5.
6 165
66. .
6 165
11. .
3532
1 2 15
.
5 3 12
1 2 15
5 3 12
. 6 21
6 5 3 5
Ketawang Rajaswala
Sl. Pt. 9
Buka: 6 6 2 2
.
1.21
6 21 6 5
.
66. .
2321
321 6
21 6 5
66. .
2321
321 6
21 6 5
B.
632.
2365
6.2.
6 165
C.
6.2.
2356
2 152
5321
D.
321 6
2321
3 21 6
21 6 5
A.
. . 26
.
1232
6 123
.
6532
86
B.
33. .
3353
6 165
C.
. . 35
6356
356 1
D.
1 1. .
E.
33. .
1653
.
3 2 16
356 1
6532
3 2 16
.
3 2 16
6 123
6532
2 2 3 2
Ketawang Martapuran
Sl. Pt. Manyura
Buka: . 1 2 3
212 6
3 5 6 5
A.
. . 23
212 6
3 5 6 5
B.
66. .
6656
2 165
3532
C.
5653
212 6
3365
3212
D.
.123
212 6
3365
3212
E.
.123
212 6
22. .
2232
F.
.123
212 6
33. .
6532
G.
.123
212 6
3 5 6 5
2132
2 2 3 2
.
Ketawang Pucung
Sl. Pt. Manyura
Buka: 6 1 2 3
.
3221
6 3532
.
87
A.
. . 21
6 132
6 123
6532
B.
. . 21
6 132
. . 21
6 123
C.
. . 3.
33.5
6 156
.523
D.
.5 16
2321
3532
.12 6
E.
.1 6 .
6 123
221 6
3532
.2.1
.12 6
.3312
A.
.2.3
.2.1
B.
. . 6.
2 3 2 1
C.
. . 32
5321
.3.2
.1. 6
D.
.2.3
.2.1
.3.2
.1. 6
.3.2
.
.1. 6
.
3 2 65
16 5 3
.
3212
3321
.21 6
A.
15 61
3532
5321
321 6
B.
33. .
3356
1 2 16
3532
88
C.
6 11 3 2
6 1 3 2
6653
212 6
.
Ketawang Pawukir
Sl. Pt. Manyura
Buka: 6 1 2 3
.2.1
.331
2.12 6
A.
.2.3
.2.1
.3.2
.1 .6
B.
36 1 2
C.
36 1 2
13 1 2
D.
11. .
5653
13 1 2
.
6321
3532
6321
3532
. 132
.12 6
.
2165
2126
2165
2126
2165
2126
2165
66. .
5561
5612
3165
1216
5216
2321
3216
5561
5412
3516
2165
Ketawang Driyasmara
5653
6532
5653
6532
5653
6532
5653
6532
66. .
6656
2321
6523
. . 35
6121
5612
3216
2321
6532
6123
6532
89
Ketawang Walagita
Pelog 6
.
Buka
6 12 3
.2.1
3312
.12 6
A.
2.3 .
.2 .1
.3.2
.1 . 6
B.
33. .
3356
2 3 21
C.
5321
6654
6521
6532
321 6
.
Ketawang Pucungwuyung
Pelog 5
Buka . 1 1 1
5 61 2
2 16 5
2 16 5
. . 5.
356 1
. 165
4465
1654
6521
5 61 2
6 6 42 1
21 65
A.
6 62 1
.
216 5
.
. 6. 5
.
2165
.
Ngelik
.
B.
C.
D.
356 1
2 165
. . 1.
Ketawang Rajaswala
Slendro 9
Buka . 6 6 6
.
232 1
321 6
.
21 6 5
.
90
A.
66 . .
.
2321
321 6
21 65
Ngelik kagerong
B.
35 .6 53 2
.235
632.
6165
C.
632.
2356
5152
5321
D.
321 6
2321
321 6
21 65
2321
32 65
. 3. 2
A.
. 6. 3
. 6. 5
. 3. 2
66. .
66.7
6763
3356
.765
3567
6756
.523
66. .
6532
7232
. 756
.2.3
.2.7
3265
.3 . 2
. 6 .5
.
B. Ngelik kagerong
C.
Ketawang Sitamardawa
Pelog barang
Buka . . . .
6 72 3
2 72 3
. 756
A.
.2. 7
.3.2
. 7. 6
.2.3
B. Ngelik kagerong
91
.2.3
.2. 7
33 . .
3356
.765
33.5
6756
. 532
. 7 2.
6 72 3
. 73 2
. 756
2261
2216
2165
A.
66. .
2321
321 6
2165
B.
. . 5.
1 2 16
2 15 3
6532
. . 21
3 2 16
2321
3216
22. .
2321
3432
5321
565.
5152
5316
2165
92
DAFTAR PUSTAKA
93
LAMPIRAN 1.
SILABUS
SILABUS
MATA KULIAH : SENI KARAWITAN II
SIL/FBS-PBJ/252
Revisi : 00
15 Maret 2010
Hal
: PBJ
: 2 SKS
: 16 pertemuan
Mahasiswa memiliki peningkatan kemampuan dan ketrampilan tentang dasardasar seni karawitan yang meliputi : sejarah gamelan, titi laras, pelog slendro,
tembang macapat, lelagon, dalang, wiyaga, waranggana, sastra, gendhing, dan
wayang. Pengetahuan dasar seni karawitan itu akan mengantarkan mahasiswa
menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.
Pokok Bahasan
Waktu
Pengenalan lanjut
jenis-jenis
instrumen gamelan
Latihan lanjut dasar
gamelan dengan
lagu lancaran
100
II
200
94
III
IV
VI
VII
VIII
Latihan lanjut
gamelan dengan
lagu lancaran
beserta iringan
waranggana
Latihan lanjut
gamelan dengan
lagu ladrang
Latihan lanjut
gamelan dengan
lagu ladrang dengan
diiringi waranggana
Latihan lanjut
gamelan dengan
lagu ketawang
Latihan lanjut
gamelan dengan
lagu ketawang
dengan diiringi
waranggana
Ujian akhir
200
200
200
300
300
100
95
V. EVALUASI
No
Komponen Evaluasi
Bobot (%)
100 %
100%
Dr. Purwadi
96
LAMPIRAN 2.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Revisi : 00
15 Maret 2010
Hal.
memainkan instrumen gamelan dengan lagulagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang,
sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal
masing-masing instrumen gamelan akan
menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu
memainkan gamelan yang disertai dengan
iringan waranggana atau swarawati.
: a. Mahasiswa mengetahui pengetahuan lengkap
5. Kompetensi Dasar
:
Uraian Kegiatan
Estimasi
Waktu
1 x tatap
muka
atau 100
menit
Metode
Media
Ceramah,
Perangkat
demonstrasi gamelan
Sumber
Bahan/
Referensi
A dan B
97
LATIHAN
GOLONGAN
LAGU
LANCARAN
4
pertemu
an x 100
menit
Teori dan
praktek
menabuh
gamelan
Perangkat
gamelan
A dan B
LATIHAN
GOLONGAN
LAGU LADRANG
Ladrang: Ayun-ayun
dengan irama I, kemudian
dilanjutkan irama II dan
terakhir disertai dengan
iringan swarawati.
4
pertemu
an x 100
menit
Teori dan
praktek
menabuh
gamelan
Perangkat
gamelan
A dan B
LATIHAN
GOLONGAN
LAGU
KETAWANG
Ketawang : Ganda
Mastuti dengan irama I,
kemudian dilanjutkan
irama II dan terakhir
disertai dengan iringan
swarawati.
4
pertemu
an x 100
menit
Teori dan
praktek
menabuh
gamelan
Perangkat
gamelan
A dan B
PEMANTAPAN
LATIHAN
Memberi pemantapan
dengan cara
mempertinggi ketrampilan
menabuh gamelan sesuai
dengan lagu-lagu kreasi.
1 x tatap
muka
atau 100
menit
Ceramah,
Perangkat
demonstrasi gamelan
A dan B
TANYA JAWAB
AKHIR
PERKULIAHAN
Memberi kesempatan
kepada peserta kuliah
untuk menanyakan selukbeluk bahan perkuliahan
yang telah diajarkan
sehingga lebih bagus
hasilnya.
1 x tatap
muka
atau 100
menit
Ceramah,
Perangkat
demonstrasi gamelan
dan diskusi
A dan B
DAFTAR PUSTAKA
98
Dr. Purwadi
99
PENYUSUN
100