Disusun Oleh :
Diah Ayu Elsan Pratiwi (21020134050)
Dosen pengampu : Drs. Subianto Karoso, M.Kes.
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Artikel Macam Macam Karawitan jawa ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunannya dapat dibuat
dengan sebaik-baiknya.
Penulis mohon maaf jika di dalam penyusunan tulisan ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, dan kekurangan pasti milik
DAFTAR PUSTAKA
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bentuk, sedangkan istilah karawitan menunjuk kepada seni sastra dan komposisi musik
gamelan serta menunjuk keahlian atau ketrampilan seseorang dalam memainkan gamelan.
dipergunakan dalam sebuah konser yang mandiri, melainkan lebih sering digunakan untuk
mengiringi tarian ataupun drama. Kebanyakan karya-karya seni karawitan yang dimainkan
Karenanya, usia sebuah komposisi karawitan sangat sulit untuk ditentukan. Seringkali
dimainkan, begitu juga beberapa gaya yang tersendiri sangat lazim pada periode tertentu
perbedaan dari sebuah wilayah dengan wilayah lainnya sepanjang waktu. Inilah yang
karawitan yang hendak diuraikan dalam karya tulis ini adalah Bidang Keahlian Karawitan
B. Tujuan
Sejarah gamelan dapat dirunut sejak dari munculnya budaya perunggu yang
muncul pada sekitar pertengahan milenium kedua sebelum masehi dan dihubungkan
dengan tahap-tahap budaya Dong Dau dan Go Mun yang berada di wilayah Dong Son,
Vietnam Utara.
Budaya perunggu menyebar ke Asia Tenggara dan pada zaman Majapahit telah
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa teknologi pembuatan gamelan sudah mencapai
besar dan lebih lengkap seperti sekarang ini. Sebuah gamelan orkestra lengkap di Jawa
memiliki sistem pelarasan (tuning system), Slendro dan Pelog, yang dapat dibedakan
menurut karakternya.
penuh fantasi dan cemerlang. Pelog terdiri atas 7 nada yang memiliki karakter tenang dan
menghanyutkan. Setiap modus atau sistem pelarasan tersebut memiliki sistem nada atau
Terdapat 3 pathet yang utama dalam tiap-tiap sistem pelarasan tersebut yaitu:
pathet bem, pathet nem dan pathet barang. Instrumen yang ada meliputi: pertama,
instrumen yang sangat jarang dimainkan tetapi yang secara struktural sangat penting
seperti Kethuk, kemudian instrument Balungan, instrumen gesek (Rebab), instrumen tiup
instrument yang setiap jenis satuannya disebut ricikan. Ditinjau dari bentuk, bahan dan
jenis ricikan: bentuk tebokan, bentuk bilah, bentuk pencon, bentuk kawatan dan bentuk
pipa.
bentuk dan ukurannya ada beberapa macam yaitu: teteg (bedug), Kendhang Ageng,
Kendhang termasuk jenis instrumen bentuk tebokan karena bidang yang ditabuh
Ricikan gamelan yang berbentuk bilah yaitu: Saron Demung, Saron Ricik,
Gambang.
suling. Satuan udara yang berada di dalam ricikan Suling itu sebagai sumber bunyi.
Ada dua buah Suling, satu untuk Laras Slendro berlubang 4, dan satu lagi untuk Laras
Pelog berlubang 6.
digunakan dalam sajian gendhing tertentu yaitu Kemanak dan Kecer. Ricikan
kemanak dalam seperangkat Gamelan Ageng ada dua buah, bentuknya seperti buah
pisang. Adapun ricikan Kecer berupa kepingan yang banyaknya 2 pasang, diletakkan
Gaya musikal adalah ciri khas atau karakteristik musikal yang dihasilkan dari
beberapa kondisi:
1. Gaya lokal, yakni sifat-sifat lokal suatu daerah yang diakui memiliki sifat-sifat estetis
dan ekspresif berbeda dengan daerah lainnya. Inilah yang belakangan ini, sehubungan
dengan isu globalisasi, kemudian kita sebut sebagai entitas local genius.
3. Gaya periodikal, adalah tipologi karakteristik zaman tertentu yang menghasilkan gaya
musical tertentu, misalnya, gaya musik karawitan pada zaman abad ke XVI dan ke
XVIII berbeda dalam teknik dan penggarapan komposisi. Contoh lebih ekstrim gaya
4. Gaya musik kraton dan musik rakyat, adalah tipologi karakteristik yang menonjol
dalam hal fungsi dan garapan estetik. Misalnya, karawitan untuk ritual di keraton,
tentu berbeda dalam hal fungsi dan estetiknya dengan karawitan di dalam masyarakat
pedesaan.
5. Gaya dalam bentuk musikal, adalah tipologi karakteristik yang dapat di bedakan dari
berbagai bentuk karya musikal yang ada, misalnya, bentuk ladrang dan bentuk
ketawang, dll.
C. Fungsi Gamelan
Gamelan Ageng atau lengkap selalu disajikan dalam bentuk Uyon-uyon baik
Soran maupun Lirihan, selain itu berfungsi pula sebagai pengiring dalam pementasan
wayang orang, wayang kulit, ketoprak, dagelan Mataram, tari-tarian Jawa dan lain-
lainnya.
Penyajian karawitan dapat dibedakan lagi menjadi beberapa nomor atau repertoar,
antara lain:
1. Soran
semua instrumen ditabuh kecuali Gender, Gambang, Rebab, Suling dan Siter.
Penyajian Soran dapat dimainkan dengan tempo Seseg, Tanggung dan Antal.
2. Lirihan
pelan, semua instrumen ditabuh meskipun yang diutamakan adalah tabuh Ngarep
pementasan wayang orang, wayang kulit, ketoprak, dagelan Mataram, tari-tarian Jawa
dan lain-lain, masih ada beberapa set gamelan yang berfungsi sebagai sarana upacara.
pagongan Masjid Besar. Selalu ditabuh untuk memperingati hari kelahiran dan
wafat Nabi Muhammad SAW, gamelan sekati ditabuh pula untuk menyambut
yang ada dalam gamelan sekati terdiri atas: 2 Gong Ageng, 1 Bedug, 1
Bonang.
2. Gamelan Munggang
bernama Kanjeng Kyai Guntur Laut, yang terdiri atas: 4 Racakan berisi tiga
buah Bonang (pencon) yang besar, 1 Kenong Japan, 2 Bende, 1 pasang Lojeh,
1. Untuk Gendhing Sakgiro dan Sakgagahan menggunakan 2 (dua) buah kendhang yaitu:
5. Instrumen Gender Lanang (Penerus) lebih dominan daripada Gender Babok dalam
garap gendhing.
6. Permainan pada instrumen Gambang, Siter, dan Suling cenderung berangkat dari nada-
nada tinggi.
sebuah wilayah dengan wilayah lainnya sepanjang waktu. Inilah yang menyebabkan
Karawitan Yogyakarta memiliki garap (musical style) yang berbeda dengan yang
lain, meski dengan tetangga terdekat, yakni Surakarta. Karena kedekatan jarak geografis
ini, sebetulnya menjadi agak sulit bagi kalangan awam untuk membedakan secara musical
kedua gaya tersebut. Secara fisik, instrumen musik gamelan produk Yogyakarta dan
berbeda secara jelas. Kedua, instrumen gamelan Yogyakarta (saron dan demung) yang
lazim disebut ricikan balungan produk Yogyakarta cenderung lebih tebal dibanding
produk Surakarta. Gaya Yogyakarta muncul sejak Sultan Hamengku Buwana I mendirikan
kraton Yogyakarta pada 1756. Gaya merupakan spesifikasi yang ditandai oleh ciri fisik,
estetik dan sistem bekerja yang dimiliki oleh perorangan atau kelompok tertentu yang
gaya mataraman.
Pada mulanya karawitan Yogyakarta memiliki konsep estetik yang lebih cenderung
kepada iringan tari. Pendapat ini dapat diperkuat oleh adanya pertunjukan tari “Lawung”
yang diciptakan oleh raja Yogyakarta pertama, karawitan berfungsi sebagai pengiring
dengan bentuk garapan Soran atau keras. Selanjutnya karawitan tersebut secara kontinyu
Pada perkembangannya karawitan ini tidak hanya disajikan sebagai iringan tari,
perhatian estetis dari para penonton atau pendengarnya. Dari perspektif garap (works),
karawitan ini dikategorikan menjadi dua, yakni garap Soran (keras) dan garap Lirihan
(lembut).
Karawitan Yogyakarta memiliki garap yang berbeda dengan gaya lain, gaya yang
hampir sama yakni Surakarta. Antara Yogyakarta dan Surakarta bagi orang awam akan
sulit membedakan, tetapi bagi pelaku seninya sangat mudah membedakannya, bahkan
Untuk mendeskripsikan karawitan Yogyakarta, dapat dilihat secara fisik dan non-
fisik. Secara fisik adalah berbagai hal yang meliputi penggunaan ricikan atau instrumen
gamelan dengan berbagai aksesorisnya atau hal-hal yang bersifat visual, sedangkan
nonfisiknya berkaitan dengan repertoar gendhing serta garap karawitan atau unsur lain
berbentuk bilah, terutama Saron dan Demung (lazim disebut ricikan balungan). Gamelan
berlaras slendro terdiri enam bilah, dan pelog terdiri dari tujuh bilah. Instrumen pencon
terdiri atas, Bonang Penembuh, Bonang Barung, dan Bonang Penerus, Kenong, dan Japan,
Kempyang, Kempul, dan Gong. Fisik tersebut akan mendukung dalam pembentukan gaya
dengan volume tabuhan keras, instrumen yang berperan antara lain, Bonang, Saron,
Kenong, Gong, dan Kendhang. Tempo Kendhang terdiri atas seseg, tanggung, dan antal.
Selain itu dapat juga disajikan secara Lirihan, yaitu volume tabuhan yang lembut (lirih).
Pada penggarapan ini banyak diperani oleh instrumen lembut (ngajeng) seperti: Rebab,
Penyajian karawitan yang dalam konsernya disebut uyon-uyon selalu dimulai dari
buka, yaitu bagian awal dari lagu yang biasa dilakukan oleh instrumen Rebab dalam
garapan Lirihan, dan instrumen Bonang dalam garapan Soran. Dari buka menuju kebagian
lamba, yaitu lagu yang masih sederhana, berlanjut pada bagian dados. Bagian ini
merupakan lagu pokok yang ditampilkan oleh seluruh instrumen dengan cara masing-
masing. Dari bagian dados akan dilanjutkan kebagian dhawah, melalui pangkat ndhawah,
bagian ini merupakan augmentasi dari bagian dados, selanjutnya akan berakhir pada
bagian suwuk.
Lagu yang dimainkan dalam karawitan ini selalu memiliki pola-pola tertentu, yang
dapat memunculkan berbagai bentuk sebagai manifestasi dari gendhing tertentu. Adapun
bentuk tersebut antara lain: Lancaran, yaitu komposisi lagu yang terdiri atas delapan
ketegan (hitungan); Bubaran yaitu komposisi lagu yang terdiri atas 16 ketegan; Ladrang
terdiri atas 32 ketegan; Ketawang terdiri atas 16 ketegan; Candra (bagi Laras Slendro) atau
Sarayudan (bagi Laras Pelog) memiliki 16 ketegan; Jangga (Slendro) atau Semang (Pelog)
memiliki 128 ketegan; Mawur memiliki 256 ketegan, dan bentuk yang lain adalah Lahela
memiliki 32 ketegan.
keistanaan dan gaya di luar istana. Gaya yang pertama hanya berlaku dilingkungan
keraton, dengan karakter yang berwibawa, seremonial, formal, struktur naratifnya selalu
berorientasi kepada nilai adiluhung (etika Jawa). Gaya yang kedua sudah terpengaruhi
oleh gaya lain, sehingga karakternya lebih komunal, serta mengedepankan nilai hiburan.
Hal demikian karena para pelaku seninya berperan aktif mengadakan elaborasi garap agar
1. Gender Barung berlaras Slendro 1 buah, sedang pelog 2 buah berlaras Bem dan
Barang.
Di bawah ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan eksistensi dan Gaya
Yogyakarta.
2. Seni Karawitan di Kraton Yogyakarta telah dimulai dan berkembang sejak zaman
pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai masa pemerintahan Sri Sultan
Yogyakarta, sedang salah satu puncak kemajuan seni karawitan Yogyakarta pada
mengalami perkembangan yang pesat dan didukung oleh masyarakat seluruh Daerah
5.1.1 Prasaja: yang dimaksud adalah “lugu” yang mempunyai makna mendasar
5. 2 Ciri Garap/Teknis:
5.2.10 Pada gendhing tertentu dikenal penggunaan Bedhug dan Kenong Japan.
Surakarta dimulai sejak pemerintahan Paku Buwana II (1725-1749) Raja Kartasura dan
pemerintahan Paku Buwana III (1749-1788) Raja Surakarta. Setiap Sunan (Raja)
IX hingga mencapai zaman keemasan di bidang kesenian pada masa pemerintahan Paku
agung Keraton Kasunanan Surakarta R. Ng. Ronggowarsito. Ketiga tokoh tersebut sama-
di Pasanggrahan Langenharjo (sebelah selatan lokasi Solo Baru). Dalam sarasehan itu juga
“Ladrang Pangkur Laras Slendro Pathet Sanga” dengan disertai sebuah kejutan yaitu
menampilkan suara koor pria berirama metris seiring melodi gendhing yang sekarang
Munculnya lagu gerongan merupakan kejutan baru pada masa itu. Kejutan ini
sebagai tulang punggungnya atau ciri khasnya. Gendhing-gendhing yang sangat terkenal
Barang).
3. Gambang 3 buah (1 buah Laras Slendro dan 2 buah Laras Pelog Nem dan Barang).
4. Rebab 2 buah (Ponthang untuk Rebab Laras Slendro dan Byur untuk Rebab Laras
Pelog).
10. Bonang Barung 2 buah (Laras Slendro = 12 pencon dan Pelog = 14 pencon).
Sabet/Wayangan).
14. Demung 4 atau 2 buah (Laras Slendro dan Pelog) masing-masing 7 bilah.
15. Saron Barung 8, 4 atau 2 buah (Laras Slendro dan Pelog) masing-masing 7 bilah.
17. Kempyang 2 buah (Kempyang Laras Slendro bernada 1 dan Pelog bernada 6).
18. Kethuk 2 buah (Kethuk Laras Slendro bernada 2 dan Pelog bernada 6).
19. Engkuk dan Kemong satu set (Engkuk bernada 6 atau 1 dan Kemong bernada 5 atau 6,
25. Gong Kemodhong (dalam laras slendro bernada 2, 3 atau 5 dan dalam laras pelog
26. Gong Suwukan (dalam laras slendro bernada 1 atau 2 dan dalam laras pelog bernada 1
atau 2).
27. Gong Ageng (dalam laras slendro bernada 2, 3 atau 5 dan dalam laras pelog bernada 3,
5 atau 6).
Catatan: Untuk Bonang Penembung, Engkuk, Kemong, Kenong Japan, Clempung, Siter
Dhara serta Kemanak hanya dimiliki oleh perorangan/Intuisi tertentu. Di bawah ini adalah
2. Seni Karawitan di Kraton Kasunanan Surakarta telah dimulai dan berkembang sejak
zaman pemerintahan Sunan Paku Buwono II/III dan mengalami perkembangan dengan
baik hingga mencapai zaman keemasan pada masa pemeritahan Sunan Paku Buwono
X.
3. Dapat dikatakan bahwa setiap Sunan (Raja) telah mengembangkan seni Karawitan
pada zaman pemerintahan Sunan Paku Buwono ke IV, V, IX, dan sebagai puncak
Mangkunegara IV.
yang pesat, karena didukung oleh masyarakat pencinta karawitan baik di dalam dan luar
negeri.
5. Ciri-ciri dan garap seni Karawitan Surakarta:
5.1.2 Alus, agung dan luhur (bermakna ayem, tentrem dan merdika)
5.1.4 Rasa gendhing meliputi antara lain regu, gecul, sedih, dsb.
5. 2 Ciri Garap/Teknis:
5.2.8 Pada gendhing tertentu Saron Barung digarap ngendhongi dan mancer.
5.2.14 Pada gendhing bentuk Ketawang dalam satu gongan terdapat satu kali
Kempul dan pada Gendhing bentuk Ladrang serta Lancaran dalam satu
5.2.15 Pada gendhing tertentu menggunakan ricikan Bedhug dan Kenong Japan.
5.2.16 Pada gendhing garap tertentu (Bedhayan) sering mengunakan ricikan
Kemanak.
5.2.17 Pada bagian gendhing tertentu sering menggunakan ricikan Engkuk dan
Kemong.
5.2.18 Ornamen lagu Sulingan berkelit (melodic filler) sejalan dengan lagu
Sindhenan.
5.2.19 Tabuhan Gambang selain ngukel juga nggembyang, kempyung, nitir dan
grontolan.
5.2.20 Pada gendhing tertentu Bonang digarap klenangan, imbal dan sekaran.
5.2.21 Untuk ricikan Kendhang, tebokan besar ditepak dengan tangan kanan dan
5.2.22 Saron Penerus digarap nikeli disesuaikan dengan jenis irama yang
digunakan. Pada gendhing garap wiled dan rangkep, ricikan ini juga
5.2.23 Bonang Penerus digarap nikeli (rangkap dua) dari garap Bonang Barung.
Vokal.
5.2.27 Karawitan Surakarta mengenal Garap Bonangan dan Garap Alusan. Garap
Berdasarkan wilayah budaya, Jawa Timur terbagi dalam 6 etnis dengan latar
belakang, corak dan bentuk yang sangat spesifik dibanding dengan etnis lainnya. Keenam
etnis itu meliputi etnis Jawatimuran, etnis Madura, etnis Banyuwangi, etnis Tengger, etnis
PesisirUtara dan etnis Jawa tengahan. Majakerta adalah salah satu pusat perkembangan musik
Pada abad XI – XII diawali dari kerajaan Kediri yang kemudian diteruskan oleh
kerajaan Majapahit pada abad XIII – XIV. Ini merupakan bukti bahwa wilayah kerajaan
tersebut memiliki pusat kebudayaan istana yang sarat dengan nilai-nilai tradisi dalam
kehidupan karawitannya. Dalam upacara “srada” pada masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk, karawitan berperan penting dalam pertunjukan wayang dan tari topeng.
(1527) menyebabkan tradisi musik karawitan hilang tanpa dapat dilacak eksistensinya
sebagai musik klasik istana, bahkan karawitan di seluruh Jawa Timur mengalami
kemunduran. Setelah periode tersebut karawitan Jawatimuran baik dalam jenis orkestrasinya
maupun dalam bentuk garap gendhing banyak dipengaruhi oleh pemerintahan Demak,
Pajang dan Mataram. Pengaruh Mataram mendominasi setelah terjadi perjanjian Giyanti
(1755), ketika Mataram terbagi menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta. Kuatnya pengaruh orkestrasi karawitan Mataram pada karawitan Jawatimuran
dikarenakan hampir semua Adipati di Jawa Timur berasal dari Jawa Tengah.
Terbukti banyak benda pusaka atau komposisi karawitan masih tersimpan dengan
baik diberbagai daerah di Jawa Timur. Di daerah Trowulan Majakerta, tempat di mana
pernah menjadi pusat keraton Majapahit itu sampai sekarang masih ada kesenian karawitan
Propinsi Jawa Timur adalah belahan sebelah timur pulau Jawa yang secara
administrative terbagi dalam 38 kota dan kabupatan menurut wilayah budaya yang ada.
Propinsi Jawa
Wilayah budaya pesisir barat yang meliputi; Gresik, Lamongan, Tuban dan
Bojonegoro.
Wilayah budaya pesisir timur yang meliputi; Surabaya sampai dengan Situbondo.
Wilayah budaya Kediri yang meliputi: Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Blitar dan
Trenggalek..
Magetan.
Karawitan dalam bentuk ansambel besar (seperti di Yogyakarta dan Surakarta) banyak
tersebar di seluruh Jawa Timur, akan tetapi karawitan tersebut di setiap wilayah memiliki
motif permainan yang berbeda-beda serta nuansa spesifik yang berbeda pula. Terkecuali
wilayah budaya Banyuwangi dengan ansembel karawitan Bali (gong gebyar). Motif
Dsb.
politis sangat diuntungkan dalam penyebaran motif garap permainan karawitannya, seolah-
olah karawitan Suroboyoan mewakili seluruh wajah karawitan di Jawa Timur. Oleh karena
itu hal tersebut cukup beralasan apabila karawitan Suroboyoan sebagai pilihan pembahasan
Spesifikasi karawitan Suroboyoan tidak terdapat pada jenis dalam satu ansambel
(kecuali kendhang batang) akan tetapi terletak pada; istilah pathet, permainan (tabuhan) pada
masing-masing alat, jenis gendhing, dinamika, dan fungsi tersebut dalam setiap penyajian.
Oleh karena itu kiranya sangat perlu dikupas lebih jauh bagaimana tingkat permainannya,
penyebutannya, dan predikat yang dicapai sebagai seorang ahli dalam karawitan gaya
Surabaya.
Ciri gamelan karawitan Jawatimuran dapat dikatakan lengkap apabila terdiri atas:
1. Gender Babok terdiri atas Laras Slendro 1 buah, Laras Pelog 2 buah (Pelog Bem
2. Gender Lanang terdiri atas Laras Slendro 1 buah, Laras Pelog 2 buah (Pelog Bem
6. Suling terdiri atas 1 batang berlaras Slendro, Laras Pelog 2 batang (Pelog Bem dan
Pelog Barang)
7. Bonang Babok 2 buah berlaras Pelog dan Slendro
12. Saron Barung 2 buah berlaras Slendro dengan pethit 2, Laras Pelog 2 buah
BAB. IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang lain, meski dengan tetangga terdekat, yakni Surakarta. Karena kedekatan
jarak geografis ini, sebetulnya menjadi agak sulit bagi kalangan awam untuk
membedakan secara musical kedua gaya tersebut. Secara fisik, instrumen
(saron dan demung) yang lazim disebut ricikan balungan produk Yogyakarta
3. Berdasarkan wilayah budaya, Jawa Timur terbagi dalam 6 etnis dengan latar
belakang, corak dan bentuk yang sangat spesifik dibanding dengan etnis
lainnya. Keenam etnis itu meliputi etnis Jawatimuran, etnis Madura, etnis
Majakerta adalah salah satu pusat perkembangan musik tradisi karawitan Jawa
timuran.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA