Anda di halaman 1dari 9

ILMU KARAWITAN

A. PENGERTIAN KARAWITAN

Karawitan dapat ditinjau dari 3 arti :


1. Secara Etimologi
KARAWITAN berasal dari kata RAWIT yang artinya kecil, halus, indah. Jadi
Karawitan adalah segala sesuatu yang indah dan halus.
2. Dalam arti luas
KARAWITAN berarti Suara / Musik atau bunyi-bunyian. Jadi segala sesuatu yang menimbulkan
bunyi bak yang berasal dari suara manusia maupun alat disebut dengan KARAWITAN.
3. KARAWITAN dalam arti Sempit atau Khusus
Karawitan berasal dari bahasa jawa rawit berarti rumit, berbelit – belit, tetapi rawit juga berarti
halus, indah-indah. Sedangkan kata ngrawit berarti suatu karya seni yang memiliki sifat-sifat
yang halus, rumit, dan indah
Kata jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia
yang bersistem nada nondiatonis ( dalam laras slendro dan pelog ) yang garapan-garapannya
menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap yang
tampak nyata dalam sajian gending, baik itu yang berbentuk sajian instrumentalia, vokalia dan
campuran yang indah didengar. mengandung nilai-nilai histories dan filsofis bagi bangsa
Indonesia, maupun asesoris lainnya.
Definisiseni karawitan sendiri adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonis (dalam laras
slendro dan pelog) yang garapan-garapannya sudah menggunakan sistim notasi, warna suara,
ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumentalia, vokalis dan
campuran, enak didengar untuk dirinya maupun orang lain (Suhastjarja,1984)
Dalam masyarakat Jawa istilah Karawitan sering disama artikan dengan gamelan
atau gangsa. Gangsa dalam kitab Smaradahana merupakan Jarwo Dosok dari Tiga
Sedasa dan Tembaga dan Rejasa. Jadi gangsa merupakan alat musik yang terbuat dari
campuran Tembaga dan Rejasa (Timah Putih) dengan perbandingan 3 : 10. Hasil campuran
tersebut disebut dengan Perunggu.
Menurut bahannya, gamelan tidak hanya terdiri dari perunggu saja. Adapun bahan gamelan dapat
digolongkan menjadi :
a. Logam (Perunggu, Kuningan, dan besi) Misal : Demung, Gong, Kenong, dll.
b. Kayu, misal : Gambang
c. Kawat, misal : Rebab dan Siter
d. Kulit/Membran, misal : Kendang, Rebab.
e. Bambu : Seruling

B. FUNGSI KARAWITAN

1. Untuk Karawitan Bebas ( Klenengan )


2. Untuk iringan Tari
3. Untuk iringan Pakeliran/Wayang
4. Untuk penghormatan di ingkungan Istana
5. Untuk mengiringi upacara adat
6. Terapi sakit Jiwa
7. Penghantar Meditasi
8. Simbolis dan Filosofis

C. ATURAN-ATURAN DALAM KARAWITAN

Kita menyadari bahwa di Indonesia berkembang 2 jalur kesenian, yaitu Seni Tradisi dan Seni
Modern. Jalur Tradisi disamping dituntut usia, juga untuk menyebut aturan-aturan, sedangkan
Seni Modern berusaha melepaskan aturan-aturan yang ada, dan yang ditonjolkan adalah
kreatifitas seniman. Kedua jenis kesenian ini bukan berarti ada yang lebih baik ataupun buruk
namun keduanya sama-sama bekembang sejajar dengan kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Jadi batasan seni Modern dan seni Tradisi bukan mengacu pada peralatanya tetapi ciri-
ciri yang dimiliki.

Karawitan sebagai jalur seni Tradisi terikat pada aturan-aturan yang sudah ada. Adapun aturan-
aturan tersebut adalah sbb :

1. Laras
2. Ricikan-Ricikan atau Instrument
3. Irama
4. Pathet
5. Bentuk Dan Struktur
6. Pola-Pola cengkok dan Wiled

1. LARAS
Laras berarti enak didengar, sesuai, pantas, patut, indah dsb. Laras bisa juga berarti aturan nada-
nada yang enak didengar.
Dalam arti sempit Laras adalah aturan nada-nada atau system nada dalam karawitan.
Interval : mempunyai arti Swarantara, Nadantara, atau jarak nada.(istilah Asingnya Interval).
Perangkat gamelan yang digunakan dalam seni karawitan memiliki 2 yaitu Laras slendro dan
pelog.
Suara : Segala yang didengar oleh manusia
Bunyi : Hasil getaran suatu benda
Suara Subyektif : Suara yang belum sampai pada pendengaran Manusia.
Suara Obyektif : Suara yang nyata/suara yang sudah sampai pada pendengaran manusia
Swabawa : Desah/rebut. Yang tidak teratur banyaknya frekuensinya
Nada Anahata : Suara/nada yang timbul dengan sendirinya (suara batin)
Nada Ahata : Suara atau nada yang ditimbulkan oleh manusia (gong dipukul )
Nada : Suara yang tertentu banyaknya Frekuensinya. Misalnya Nada 1=440Hz
Frekuensi : Banyaknya getaran pada tiap detik

UNSUR-UNSUR LARAS
1. Nada = tidak dapat berdiri sendiri, harus lebih dari Satu
2. Interval = Jarak antara Nada yang satu dengan nada yang lain (swarantara)
3. Kempyung = Jarak nada berikutnya, ukuran tertentu
4. Gembyang = Nada penutup yang frekuensinya lipat dua dari nada pertama

RICIKAN
Ricikan yand digunakan dalam Karawitan, kesatuanya disebut Gamelan
Berdasarkan cara membunyikannya gamelan dibagi
1. Ricikan Pukul. ( Idhiophone ) Diantaranya adalah Gender Barung, Gender Penerus, Bonang
Barung, Bonang Penerus, Gambang, Slenthem, Demung, Saron, Saron Penerus, Kethuk
Kempyang, Engkuk, Kemong, Kemanak, Rojeh, Kecer, Kempul, Gong.
2. Ricikan Selaput. ( Membranphone ) Termasuk semua bentuk kendhang ( sabet, Ageng,
Ketipung,
3. Ricikan Tali / kawat. ( Chordhophone ). Rebab, Siter, Clempung.
4. Ricikan Tiup ( Aerophone ). Suling,
Disamping itu juga dapat digolongkan menurut tugasnya dalam tabuhanya
1. Ricikan bagian Irama
Adalah Kendhang sebagai pamurba, Kethuk, Kempyang, Engkuk, Kemong, Kenong, Kempul,
Gong, Kecer, Dan Rojeh.
2. Ricikan Bagian Lagu
Semua ricikan yang tidak termasuk pada yang tersebut diatas. Rebab sebagai pamurba dan
Bonang. ( Jika ada Gendhing Bonangan Diwaktu Rebab, Gender, Gender Penerus, Siter,
Gambang, dan Suling tidak ikut dibunyikan )
PERANGKAT GAMELAN YANG ADA DAN SERING DIGUNAKAN
1. GAMELAN AGENG / LENGKAP, Hampir semua ricikan terdapat dalam perangkat ini dan
digunakan untuk bermacam-macam keperluan.
2. GAMELAN KLENENGAN, yang jumlah ricikannya tidak selengkap Gamelan ageng, tanpa
boning, Demung, dan Saron Penerus.
3. GAMELAN GADON, “ Kunst “ menyebutkan bahwa gamelan Gadon terdiri dari : Gambang,
Rebab, Gender, dan Kendhang ( Tabuhan Tangan 2 )
4. GAMELAN WAYANGAN, Jumlah ricikan hampir sama denganb Gamelan Klenengan, pada
Gong menggunakan Gong Suwukan, dan Saron menggunakan 9 bilah.dan kendhng
menggunakan kendhang sabet / kendhang wayangan.
5. GAMELAN SITERAN. Yang terdiri dari ricikan kawat : Clempung, Siter, Siter Penerus,
Slenthem kawat, Dan ditambah Suling, Kendhang, Gong.
6. GAMELAN SEKATI. Gamelan yang khusus dibunyikan pada pecan sekaten, pada bulan
Maulud dan peristiwa khusus seperti Wuku Wiyosan P.B. X, Mantu dan Khitan dari PAngeran
pati.
7. GAMELAN MONGGANG. Gangsa Pakurmatan dibunyikan pada maleman saat berbuka
puasa di kraton pada tanggal, 21, 23, 25, 27, 29, Puasa. Pada adon-adon Harimau dan kerbau.
Penyerahan surat dari Sultan ke Sunan atau sebaliknya.
8. GAMELAN KODOK NGOREK. Digunakan pada temu temanten, pada Grebeg saat
penampilan Gunungan, pada rampog macan.
9. GAMELAN COROBALEN. Digunakan untuk menghormat kedatangan tamu.

Dan masih banyak perangkta Gamelan-gamelan lainnya seperti :


GAMELAN GANDRUNG Banyuwangi
GAMELAN SORONEN ( Pengaruh Madura )
GAMELAN CALUNG ( Banyumas )
GAMELAN JEMBLUNG SUMPYUH ( BANYUMAS )
GAMELAN BUMBUNG ( Kediri )

3. IRAMA
Irama mempunyai dua unsure penting yaitu ISI dan KECEPATAN ( Waktu ). Irama dalam
hubungannya dengan ISI adalah pelebaran atau penyempitan gatra
Ada lima tingkatan dalam irama dalam Karawitan
1. IRAMA LANCAR. Satu sabetan balungan mendapat satu sabetan saron Penerus.
2. IRAMA TANGGUNG. Satu sabetan balungan mendapat dua sabetan saron penerus.
3. IRAMA DADOS. Satu sabetan balungan mendapat empat sabetan saron penerus.
4. IRAMA WILED. Satu sabetan balungan mendapat delapan sabetan saron penerus.
5. IRAMA RANGKEP. Satu sabetan balungan mendapat enambelas sabetan saron penerus.

Catatan : ada irama yang lebih cepat dari irama lancar yaitu Irama Gropak, namun tidak
digolongkan pada irama, karena tidak pernah lengkap satu gongan.
Didalam Karawitan irama sering disebut LAYA, sedangkan tiap satu macam irama mempunyai
tiga macam tingkat kecepatan ( Laya )
1. Laya Cepat = Druta Laya
2. Laya Sedang = Madya Laya
3. Laya Lambat = Wilambita Laya
Penggunaan Laya tergantung pada; Rasa Pribadi Pengendhang (Pamurba Irama), dan Fungsi
Karawitan itu sendiri sebagai apa, Apakah Klenengan, Iringan Tari, atau Wayangan. Setiap ada
pergantian irama akan ada perubahan Laya, didalam Karawitan disebut NGAMPAT.

PATHET
Ada beberapa pengertian Pathet
1. Menekan atau menghentikan suara/bunyi
2. Jenis Vokal dalang
3. Periode, Pembagian waktu dalam pertunjukan wayang maupun Klenengan.
Slendro Pathet Nem, Slendro Pathet sanga, Dan Slendro Pathet Manyura
4. Aturan yang mendudukan nada-nada pada posisi tertentu, cotoh pada Pathet sanga
nada 5 mempunyai kedudukan yang kuat.
5. Aturan yang mebagi daerah-daerah wilayah suara, dianggap slendro sanga mempunyai
wilayah suaranya lebih rendah dari pathet Manyura.
6. Aturan yang menentukan apa yang disebut GARAP.

Pathet sendiri dapat ditentukan berdasarkan.


1. Balungan Gendhing
2. Melihat Nada Gong terakhir dihubungankan dengan fungsi-fungsi nada tersebut
dalam masing-masing pathet.
3. Sistem gatra, menelaah tiap-Tiap Gatra, gatra paling banyak yang masuk dalam
pathet.
4. Contour dari gatra-gatra tersebut.
5. Arah nada.
6. Padang Ulihan.
7. Cengkok mati
8. Susunan letak nada dalam Gendhing itu sendiri.

Perangkat Gamelan
Dalam seni karawitan terdapat berbagai jenis perangkat gamelan yang di bedakan menurut
jenis,jumlah dan fungsinya di masyarakat yang sejak dulu dan sampai sekarang masih
dilestarikan antara lain:
1. Gamelan Kodhok Ngorek
Gamelan ini hanya dimiliki oleh kalangan keraton dan masyarakat umum tidak dibenarkan
memiliki perangkat gamelan sejenis gamelan ini biasanya digunakan untuk:
- Hajatan atau peristiwa perningkahan(temu penganten)
- Upacara(grebeg puasa,bakda,mulud)
- Tanda atau berita tentang adannya kelahiran bayi perempuan
2. Gamelan Monggang
Gamelan ini memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari gamelan kodhok ngorek, walau dari segi
umur gamelan ini lebih muda.kedudukan ini dicapai karena fungsi dan perannya yang lebih
banyak dan lebih penting (tinggi). Fungsi perangkat gamelan ini antara lain:
-Memberi tanda pada berbagai upacara(penobatan,jumenengan raja)
-Mengiringi gunungan pada berbagai upacara grebeg
-Menengarai berbagai peristiwa penting
-Mengiringi adon-adon (aduan,sabungan)
-Mengiringi latihan perang
-Menengarai bayi laki-laki dari keluarga raja
-Menengarai kemangkatan(meninggalnya raja)
3. Gamelan Carabalen
Gamelan Carabalen adalah gamelan dari jenis pakumartan, yang paling banyak dimiliki oleh
masyarakat atau lembaga diluar keraton. Gamelan ini memiliki fungsi yang pasti, yaitu untuk
menghormati kedatang para tamu.
4. Gamelan Sekaten
Gamelan ini dianggap paling terkait dengan upacara islam (sebagai syiar agama islam) dan
gamelan ini ditabuh atau dibunyikan pada pekan sekatenan atau grebeg mulud pada setiap bulan
kelahira Nabi Muhamad S.A.W. Serta pada setiap acara grebeg-grebeg yang lain. Keraton
Surakarta memiliki dua perangkat gamelan sekaten (Gamelan Sekaten Kyai Guntur Sari dan
Kyai Guntur Madu) dan kedua gamelan ini berlaras pelog.
5. Gamelan Ageng
Perangkat gamelan standar (lengkap jenis ricikannya) dengan berbagai jenis kombinasi dan di
dalam kehidupan sehari-hari hampir selalu di gunakan untuk berbagai keperluan, dari ritual
masyarakat yang paling profan dan untuk hiburan (komersial). Dari perangkat gamelan ini dapat
di bentuk perangkat gamelan lainnya dengan komposisi, nama dan kegunaan yang bervariasi.
Diantarannya: perangkat klenengan, wayangan, gadhon, cokekan, siteran dan sebagainya serta di
dalam perangkat gamelan ini juga terdapat gamelan Super. Gamelan ini adalah salah satu bentuk
pengembangan ukuran, jenis, dan jumlah dari unsur, terutama ricikan perangkat gamelan ageng
{bila gamelan ageng cukup memiliki dua buah saron barung , satu saron penerus dan satu
demung tetapi kalau pada perangkat gamelan super memiliki dua kalinya gamelan ageng
(balungan) jumlah tersebut masih di kembangkan dengan di tambahnya beberapa kempul,
kenong, gong, dan sebagainya pada masing-masing laras (slendro dan pelok) yang jumlahnya
relatif dan menurut selera sipemesan gamelan.

Asal Mula Gamelan Jawa

Gamelan jawa berasal dari bahasa Jawa, gamel, yang artinya adalah alat musik yang dipukul dan
ditabuh. Terbuat dari kayu dan gangsa, sejenis logam yang dicampur tembaga atau timah dan
rejasa. Alat musik pengiring instrumen gamelan terdiri dari kendang, bonang, panerus, gender,
gambang, suling, siter, clempung, slenthem, demung, saron, kenong, kethuk, japan, kempyang,
kempul, peking, dan gong. Awalnya, alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief
yang ada dalam Candi Borobudur pada abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat
beberapa alat musik yang terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan
dipetik, serta lonceng.

Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik dalam alunan musik gamelan jawa.
Alat musik yang terdapat di relief Candi Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan
gamelan. Pada masa pengaruh budaya Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit,
gamelan diperkenalkan pada masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.

Konon, menurut kepercayaan orang Jawa, gamelan itu sendiri diciptakan oleh Sang Hyang Guru
Era Saka, sebagai dewa yang dulu menguasai seluruh tanah Jawa. Sang dewa inilah yang
menciptakan alat musik gong, yang digunakan untuk memanggil para dewa.
Alunan musik gamelan jawa di daerah Jawa sendiri disebut karawitan. Karawitan adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan alunan musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang
menggunakan instrumen gamelan terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa, yaitu sebagai
berikut.

1. Seni suara terdiri dari sinden, bawa, gerong, sendon, dan celuk.
2. Seni pedalangan terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang gedog, wayang klithik,
wayang beber, wayang suluh, dan wayang wahyu.
3. Seni tari terdiri dari tari srimpi, bedayan, golek, wireng, dan tari pethilan.

Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk mengiringi seni suara, seni tari, dan atraksi
wayang. Saat diadakan acara resmi kerajaan di keraton, digunakan alunan musik gamelan
sebagai pengiring. Terutama, jika ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi
Jawa. Masyarakat Jawa pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi
pernikahan.

Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam bidang musik adalah seni gamelan.
Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa,
Madura, Bali, dan Lombok. Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama
maupun bentuk.
Gamelan adalah seperangkat alat musik dengan nada pentatonis, yang terdiri dari : Kendang,
Bonang, Bonang Penerus, Demung, Saron, Peking (Gamelan), Kenong & Kethuk, Slenthem,
Gender, Gong, Gambang, Rebab,, Siter, Suling. Komponen utama alat musik gamelan adalah :
bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik
gamelan.
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda. Sedangkan istilah gamelan
mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.

Awalnya, alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief yang ada dalam Candi
Borobudur pada abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat beberapa alat musik yang
terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan dipetik, serta lonceng.

Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik dalam alunan musik gamelan jawa.
Alat musik yang terdapat di relief Candi Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan
gamelan. Pada masa pengaruh budaya Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit,
gamelan diperkenalkan pada masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.

Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka. Beliau
adalah dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung
Mahendra di daerah Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Alat musik gamelan yang
pertama kali diciptakan adalah “gong”, yang digunakan untuk memanggil para dewa. Setelah itu,
untuk menyampaikan pesan khusus, Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa peralatan
lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah seperangkat gamelan.

Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan mengalami perkembangan yang sangat baik hingga
mencapai bentuk seperti sekarang ini dan tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda
(Jawa Barat).

Bukti otentik pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan di Candi Borobudur, Magelang
Jawa Tengah yang berdiri sejak abad ke-8. Pada relief-nya terlihat beberapa peralatan seperti
suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang
digesek dan dipetik, termasuk sedikit gambaran tentang elemen alat musik logam. Perkembangan
selanjutnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan tarian. Sampai akhirnya
berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.

Gamelan yang berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda dengan Gamelan Bali ataupun
Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut apabila dibandingkan dengan
Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Sunda yang mendayu-dayu dan didominasi suara
seruling. Menurut beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap
pandangan hidup “orang jawa” pada umumnya.

Pandangan yang dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus selalu “memelihara keselarasan
kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak”. Oleh sebab itu,
“orang jawa” selalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan
toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang
sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada
setiap penutup irama.
Gamelan adalah seperangkat alat musik dengan nada pentatonis, yang terdiri dari : Kendang,
Bonang, Bonang Penerus, Demung, Saron, Peking (Gamelan), Kenong & Kethuk, Slenthem,
Gender, Gong, Gambang, Rebab,, Siter, Suling.
Komponen utama alat musik gamelan adalah : bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat
memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda. Sedangkan istilah gamelan
mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.

Tidak ada kejelasan tentang sejarah terciptanya alat musik ini. Tetapi, gamelan diperkirakan lahir
pada saat budaya luar dari Hindu – Budha mendominasi Indonesia. Walaupun pada
perkembangannya ada perbedaan dengan musik India, tetap ada beberapa ciri yang tidak hilang,
salah satunya adalah cara “menyanyikan” lagunya. Penyanyi pria biasa disebut sebagai
wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana.
Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka. Beliau
adalah dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung
Mahendra di daerah Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu).
Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan adalah “gong”, yang digunakan untuk
memanggil para dewa. Setelah itu, untuk menyampaikan pesan khusus, Sang Hyang Guru
kembali menciptakan beberapa peralatan lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah
seperangkat gamelan.
Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan mengalami perkembangan yang sangat baik hingga
mencapai bentuk seperti sekarang ini dan tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda
(Jawa Barat).
Bukti otentik pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan di Candi Borobudur, Magelang
Jawa Tengah yang berdiri sejak abad ke-8. Pada relief-nya terlihat beberapa peralatan seperti
suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang
digesek dan dipetik, termasuk sedikit gambaran tentang elemen alat musik logam. Perkembangan
selanjutnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan tarian. Sampai akhirnya
berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Gamelan yang berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda dengan Gamelan Bali ataupun
Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut apabila dibandingkan dengan
Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Sunda yang mendayu-dayu dan didominasi suara
seruling. Menurut beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap
pandangan hidup “orang jawa” pada umumnya.
Pandangan yang dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus selalu “memelihara keselarasan
kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak”. Oleh sebab itu,
“orang jawa” selalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan
toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang
sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada
setiap penutup irama.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang sangat kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu “sléndro”, “pélog”, ”Degung” (khusus daerah Sunda,
atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis), sama seperti skala minor asli
yang banyak dipakai di Eropa.
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yang terdiri dari beberapa putaran
dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4
nada.

Bagi masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan
kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu benar mana yang disebut gamelan atau
seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal istilah 'gamelan', 'karawitan', atau 'gangsa'. Namun
barangkali rnasih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan gamelan itu
sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?.
Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian
merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa
dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa
yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga ikut berkontak
sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengarn bila unsur seni dari bangsa lain
disesuaikan dengan kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai
sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan
ansambelnya.
Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh
kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun
pemaknaannya. Banyak orang memaknai "karawitan" berangkat dari kata dasar “rawit” yang
berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah
juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari,
hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).
Dalarn pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni suara
atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur berikut (Supanggah, 2002:12):
(1) menggunakan alat musik gamelan - sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog
- sebagian atau semuanya.
(2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau
non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari keduanya.

Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan telah berkembang di
luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Canada. Karawitan telah 'mendunia'.
Oleh karna itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung malahan tidak mau
peduli terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan Jawa pada
umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan Jawa, bahkan di beberapa negara
memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya
agung nenek moyang sendiri.

Kebudayaan Jawa setelah masa prasejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika
kebudayaan dari luar -dalam hal ini kebudayaan India- mulai berpengaruh. Kebudayaan Jawa
mulai memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya sistem tulisan dalam kehidupan
masyarakat. Dilihat dari perspektif historis selama kurun waktu antara abad VIll sampai abad XV
Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan India. Tampaknya
unsur-unsur budaya India juga dapat dilihat pada kesenian seperti gamelan dan seni tari.
Transformasi budaya musik ke Jawa melalui jalur agama Hindu-Budha.

Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber -
sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu-
Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-
candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad ke-10) dan candi-candi
yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15)
(Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan
dikatakan sebagai “tabeh - tabehan” (bahasa Jawa baru 'tabuh-tabuhan' atau 'tetabuhan' yang
berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan
kata “gamèl” dengan alat musik perkusi yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa
Jawa ada kata “gèmbèl” yang berarti 'alat pemukul'. Dalam bahasa Bali ada istilah 'gambèlan'
yang kemudian mungkin menjadi istilah 'gamelan'. Istilah 'gamelan' telah disebut dalam
kaitannya dengan musik. Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli
musik Judith Becker malahan mengatakan bahwa kata 'gamelan' berasal dari nama seorang
pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya,
tentunya istilah 'gamelan' dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara
daratan, namun ternyata tidak.

Gambaran instrument gamelan pada relief candi


Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan
yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan
kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat
gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan
suling.

Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi
Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung.
Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke - 13 M) ada relief reyong (dua buah bonang pencon).
Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris
di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada relief gong,
bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras relief gambang, reyong, serta
simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh (abad ke-15 M).

Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling
tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik
di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting
dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab-kitab
kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi untuk aktivitas
upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok musik di India disebut
'vaditra' yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrumen musik gesek), begat
(instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen
musik pukul). Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.

Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana
vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India disebut “laya”
dibakukan dengan menggunakan pola 'tala' yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut
dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).

Anda mungkin juga menyukai