Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

Y P4A0 DENGAN

POST SEKSIO SESAREA a/I PREEKLAMSIA BERAT

DIRUANG NIFAS GEDUNG CLANTAI 4

RSUD CIBABAT KOTA CIMAHI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar Ahli Madya Keperawatan

OLEH :

HELENA NURSETIANA

NPM. 2111.17.004

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (D3)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Word HealthOrganization (WHO, 2010) kematianibu adalah

kematian seorang perempuan waktu hamil atau dalam 42 hari setelah berakhirnya

kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang

dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. AKI di dunia tahun 2013 adalah 210

kematian per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di negara berkembang 14

kali lebih tinggi dibandingkan negara maju, yaitu mencapai 230 per 100.000

kelahiran (WHO, 2014). Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam

kehamilan, persalinan, atau nifas, 16-17 ibu menderita komplikasi yang

berpengaruh terhadap kesehatan.Penyebab utama kematian ibu yaitu

perdarahan, infeksi, hipertensi dalam kehamilan, partus macet dan aborsi.Sekitar

10% kelahiran hidup mengalami komplikasi perdarahan pascapersalinan,

komplikasi paling sering dari perdarahan pascapersalinan adalah anemia

(Prawirohardjo, 2010).

Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) tahun 2015

menunjukkan bahwa dari 100.000 kelahiran hidup di Indonesia, 305 di antaranya

berakhir dengan kematian sang ibu (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

dilaksanakan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 menunjukan

bahwa AKI Provinsi Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000 kelahiran hidup

dengan pembagian perkelompok wilayah. Pada umumnya kematian ibu terjadi

pada saat melahirkan (60,87%), waktu nifas (30,43%) dan waktu hamil (8,70%).

Hal ini sejalan dengan data mengenai jumlah kematian ibu maternal dari laporan

sarana pelayanan kesehatan.


Preeklamsia adalah kelainan multi organ spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,

sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan di mana

hipertensi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan

darah normal. Sedangkan Menurut Bobak et al (2012) preeklamsia merupakan

suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem yang ditandai oleh

hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. Preeklamsia adalah timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan

20 minggu atau segera setelah persalinan (Aspiani, 2017).

Persalinan SC adalah persalinan buatan, janin dilahirkan melalui insisi

pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus atau rahim (histerektomi),

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin lebih dari 500 gram

(Sastrawinata, 2004). Di Indonesia angka kejadian seksio sesarea

mengalamipeningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio

caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002 sebesar 47,13%,

tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar

51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data

yang signifikan, tahun 2009 sebesar sekitar 22,8% (Karundeng, 2014).

Berdasarkan data yang penulis dapat, pada bulan Februari di Ruang Nifas

RSUD Cibabat Kota Cimahi terhitung Oktober s/d Desember 2019 mencatat

bahwa post partum dengan sectio cesarea 145 kasus. Ibu post partum atas

indikasi preeklamsia berat mencapai angka 29 kasus (Data Register Ruang Nifas

RSUD Cibabat, 2019).

Menurut hasil penelitian Helena, Pada tahun 2019 CI Gedung C lantai 4 ruang

nifas.RSUD Cibabat mencatat bahwa dari bulan Oktober s/d Desember terdapat

kasus preeklamsia mencapai 145 kasus pasien yang dirawat di gedung C lantai 4
ruang nifas.Persalinan pada kasus preeklamsia berat dengan sectio cesarea

mencapai hingga 29 kasus dengan persalinan pervaginam.

Peran perawat pada Ny.Y dengan Post Seksio sesarea a/i Preeklamsia

Berat adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang kehamilan dan

persalinan, pengawasan pada kunjungan ke pelayanan kesehatan selama masa

kehamilan, persalinan dan nifas, pemberian pelayanan kesehatan selama masa

kehamilan, persalinan dan nifas, disini peran perawat sangat diperlukan. Perawat

harus mampu memberikan perawatan yang komprehensif, berkesinambungan,

teliti dan penuh kesabaran .

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan post sectio cesarea atas indikasi preeklamsia

berat dan mendokumentasikan dalam bentuk studi kasus dengan judul “Asuhan

keperawatan pada Ny. Y P4A0 dengan post sectio caesarea a/i preeklamsia berat

di Ruang Nifas Gedung C Lantai 4 RSUD Cibabat Kota Cimahi” karena kasus di

ruang perawatan nifas didominasi oleh kasus preeklamsia juga ingin menambah

pengalaman, wawasan serta mengasah kompetensi klinik dan ikut serta dalam

mencegah bertambahnya angka kematian ibu.

B. Penulisan

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Melaporkan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. Y P4A0 dengan

seksio sesarea a/I preeklamsia berat di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota

Cimahi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasienNy. Y P4A0 Post Seksio sesarea

Dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat.


b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasienNy. Y P4A0 Post

Seksio sesarea Dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat.

c. Mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan pada pasienNy. Y

P4A0 Post Seksio sesarea Dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasienNy. Y P4A0 post

Post Seksio sesarea Dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat.

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien Ny. Y P4A0

Post Seksio sesarea Dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat.

f. Mampu melakukan pendokumentasian sesuai dengan tindakan keperawatan

pada pasienNy. Y P4A0 Post Seksio sesarea Dengan Indikasi Pre Eklamsi

Berat.

C. Kerangka Penelitian

1. Pengumpulan Data

Guna menunjang kelengkapan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi Partisipasi

Penulis melakukan perawat mengobservasi tekanan darah klien.Bila tekanan

darah masih di atas rentang normal yaitu ≥120/80 mmHg pasca partum maka

klien harus mendapatkan MgSO4 agar tidak terjadi eklamsia.

b. Wawancara
Penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan data subjektif dari klien,

keluarga klien, orang terdekat, atau tenaga kesehatan lainnya.

c. Studi Dokumentasi

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari catatan medik

dan keperawatan yang ada pada rekam medik pasien.

d. Studi Kepustakaan

Penulis mengumpulkan data baik berupa buku atau jurnal, mengakses

(browsing internet), atau sumber lain yang diperbolehkan terkait dengan

asuhan keperawatan kepada klien.

e. Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis atau pemeriksaan tubuh

pasien secara keseluruhan (head to toe) melalui pemeriksaan inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

2. Tempat dan Waktu

Asuhan Keperawatan pada Ny.Y P4A0 dengan post seksio sesarea a/I

preeklamsi berat diberikan di Gedung C lantai 4 Rumah Sakit Umum Daerah

Cibabat Kota Cimahi pada tanggal 5 Februari hingga 10 Februari 2020.

3. Manfaat Penulisan

Karya tulis ilmiah yang disusun penulis diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak

yang terkait, antara lain :

a. Manfaat Teoritis

Hasil studi kasus ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi sumber

belajar dan pengetahuan, memberikan manfaat sebagai bahan referensi

bagi mahasiswa yang akan melaksanakan asuhan keperawatan pada

pasien dengan post sectio cesarea a/i preeklamsia berat.


b. Manfaat Praktis

1) Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan

post seksio sesarea a/i preeklamsia berat. Hasil penulisan ini

diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam

meningkatkan pengetahuan serta mendapat pengalaman yang nyata

dalam melakukan tindakan keperawatan dengan menerapkan ilmu

yang didapatkan selama proses pembelajaran/pendidikan di institusi

pendidikan.

2) Bagi perawat

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pelayanan

kesehatan khususnya melalui penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan post seksio sesarea a/i preeklamsia berat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PREEKLAMSIA BERAT

1) Konsep Dasar Preeklamsia Berat

a. Pengertian
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan di mana

hipertensi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki

tekanan darah normal.Sedangkan.Menurut Bobak et al (2012) preeklamsia

merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem

yang ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria.

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan (Aspiani, 2017).

Jadi, dapat penulis simpulkanbahwa yang dimaksud dengan preeklamsia

adalah kondisi ibu hamil dengan gejala tertentu seperti meningkatnya

tekanan darah sistolik ≥110 mmHg disertai dengan hasil laboratorium

menunjakan proteinuria lebih 5 gr/24 jam, hipertensi terjadi setelah minggu

ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.

b. Etiologi

Sampai saat ini etiologi preeklamsia masih belum jelas, terdapat 3

hipotesis mengenaietiologi preeklamsia. Menurut (Diana Christine lakenoh,

2018) Diantaranya adalah :

1) Iskemia plasenta

Invasi trofoblast yang tidak normal terhadap arteri spiralis

menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat

berkembang menjadi iskemia plasenta.

2) Peningkatan toksistas very low density lipoprotein.


3) Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri

spinalis oleh sel-sel sinsitiotrofoblast dan difungsi sel endotel yang

diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik

dan radikal bebas.

c. Patofisiologi

Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan


perubahana fisiologis kehamilan.Adaptasi fisiologis normal pada
kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance
(SVR), peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid
(Bobak, 2012).

Pada preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun,


sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit
maternal.Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun,
termasuk perfusi ke unit janin.Uteroplasenta vasospasme siklik lebih
lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah
merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.

Vasospasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan


gejala yang menyertai preeklamsia.Vasospasme merupakan akibat
peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan selain ketidakseimbangan antara
prostasiklin, prostaglandin dan tromboksan A2.Selain kerusakan
endoterial, vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler.Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intravaskuler, mempredisposisi pasien yang
mengalami preeklamsia mudah menderita edema paru.

Preeklamsia merupakan suatu keadaan hiperdinamik dimana


temuan khas hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi
ginjal. Untuk mengendalikan sejauh mana besar darah yang berfungsi di
ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme
protektif, tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan
hipertensi yang khas untuk preeklamsia (Aspiani, 2017).
Menurut Bobak (2012) hubungan sistem imun dengan preeklamsia
menunjukan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting
dalam perkembangan preeklamsia.Keberadaan protein asing, plasenta
atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Predisposisi
genetik dapat merupakan faktor imunologi lain.

d. Tanda dan gejala

Pre-eklamsia dikatakan beat apabila ditemukan satu atau lebih tanda-tanda di

bawah ini, (Aspiani 2017) :

a) Tekanan darah sistole ≥160 mmHg, Diastole ≥110 mmHg. Tekanan darah

ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di RS dan menjalani

Tirah baring.

b) Proteinuria kuantitatif 5 gram/liter atau lebih dalam 24 jam.

c) Oliguria: jumlah produksi urine 500 cc/24 jam /<20 cc/jam yang disertai

kenaikan kreatinin darah.

d) Keluhan serebral gangguan penglihatan atau nyeri daerah epigastrium.

e) Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) atau keterlambatan

pertumbuhan janin dalam kandungan.

Gejala-gejala:

a) Nyeri Kepala.

b) Nyeri epigastrium.

c) Gangguan penglihatan.

e. Klasifikasi

Preeklamsia dibagi kedalam 2 kategori (Nurarif, 2015) yaitu:

1) Preeklamsia Ringan
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
bernaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam.

b) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka; atau kenaikan berat 1 kg
atau lebih per minggu.

c) Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1+ atau 2+


pada urin kateter atau midstream.

2) Preeklamsia Berat

a) Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil,

sudah dapat digolongkan preeklamsia berat.

b) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

c) Proteinuria lebih dari 3g4/liter

d) Oliguria, yaitu jumlah urin <400cc/24 jam

e) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri kepala dan

rasa nyeri pada epigastrium.

f) Terdapat edema paru dan sianosis

g) Enzim hati meningkat dan disertai ikterus

h) Perdarahan pada retina

i) Trombosit <100.000/mm)
f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan preeklamsia berat (Aspiani, 2017) meliputi:

1) Perawatan aktif

Aktif berarti kehamilan diakhiri atau diterminasi bersam dengan


pengobatan medisinal. Indikasi perawatan aktif yaitu:

a) Kehamilan ≥37 minggu (aterm)

b) Gejala-gejala impending eklamsia (dengan gejala subjektif)

c) Adanya tanda-tanda “The HELLP Syndrom”

d) Keperawatan konservatif gagal antara lain ≥6 jam sejak


dimulainya pengobatan medik, terjadi kenaikan tekanan
darah, ≥24 jam keadaan tetap, ada tanda gawat janin atau
IUGR (Intra Uteri Growth Retardation).

2) Pengobatan dan perawatan:

a) Tirah baring miring ke satu sisi

b) Infuse dextrose 5% 500cc tiap 6 jam, diselingi RL (DS%: RL:


2:1)/24 jam

c) Pemberian antasida

d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan rendah


garam.

e) Pemberian obat anti kejang

(1) Diazepam (valium)

Dosis awalDiazepam diberikan intravena secara bertahap


disusul dengan obat pemberian diazepam drip (500 cc
larutan D5% atau glukosa 5%+3 ampul diazepam) dengan
tetesan 28 tetes/menit dan diberikansampai dengan 12
jam post partum.

(2) Pemberian MgSO4 (Magnesium sulfat).

Dosis awal MgSO4 20% - 2 gram/intravena.Sedangkan


dosis untuk MgSO4 40% 8 gram/intramuskular, pelan-
pelan.Dosis awal diulang setiap 6 jam.
f) Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik >160
mmHg atau tekanan darah sistolik. Obat yang dipakai

umumnya nifedipin dengan dosis tiga hingga empat kali 10

mg oral. Bila dalam dua jam belum turun dapat diberi

tambahan 10 mg lagi.

g) Pemberian diuretika tidak dianjurkan kecuali jika ada edema


paru, payah jantung kongestif, edema anasarka.

h) Kardiotonika diberikan atas indikasi adanya tanda-tanda


yang menjurus ke arah payah jantung

i) Lain-lain seperti antipiretika, antibiotika atau analgetika

j) Terminasi kehamilan

g. Komplikasi

Komplikasi yang akan terjadi bila preeklamsia tidak segera ditangani

menurut Aspiani (2017), yaitu:

1) Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim.Pada

penderita preeklamsia ini terjadi karena adanya vasopspasme

pada pembuluh darah yang menyebabkan aliram darah ke

plasenta terganggu.Sehingga nutrisi menuju janin atau plasenta

berkurang kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta

lepas dari dinding rahim.

2) Hemolisis

Gejala kliniknya berupa ikterik.Diduga terkait nekrosis periportal

hati pada penderita preeklamsia.

3) Perdarahan otak

Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.


4) Kelainanan mata

Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.Perdarahan pada

retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang

menunjukkan adanya apopleksia serebri.

5) Edema paru

Paru-paru menunjukan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi.Kadang-kadang

ditemukan abses paru-paru.

6) Nekrosis hati

Terjadi pada daerah periportal akibat vasopasme arteriol

umum.Diketahui dengan pemeriksaan fungsi ati, terutama dengan

enzim.

7) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low

platelet). Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa

gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati

[SGPT, SGOT], gejala subjektif [cepat lelash, mual, muntah, nyeri

epigastrium], hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh

radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia

(<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler),

kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

8) Kelainan ginjal

Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma

sel endotelial tubulus ginjal tanapa kelainan struktur lainnya.Bisa

juga terjadi anuria atau gagal ginjal.


9) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme

pembekuan darah pada tubuh.Pada penderita preeklamsia

terjadiproteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat

kerusakan ginjal.Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah

diperlukan fibrinogen yang merupakan protein.Sehingga pada

penderita preeklamsia karena terjadi kekurangan protein dalam

darah menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu

kemudian terjadinya DIC.

10) Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya

insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat

dan prematuritas. (Aspiani (2017)

2) Konsep dasar Seksio Sesarea

a. Pengertian

seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dnding uterus melalui dinding depan perut

atau vaginam atau histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam

rahim (Aspiani, 2017).

seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di

atas 500 gram (Aspiani, 2017). Dari pengertian yang telah

disebutkan dapat disimpulkan bahwa seksio sesarea adalah suatu

tindakan pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin

dan plaseenta dengan cara melakukan sayatan pada dinding

abdomen dan uterus.


b. Indikasi dan Kontraindikasi seksio sesarea

1. Indikasi seksio sesarea


Menurut Indarti (2015) dan Maryunani (2014) terdapat beberapa
indikasi persalinan sesar yaitu :
a. Janinsungsang
Pada kondisi ini posisi terbaik saat akan lahir ialah kepala
menghadap jalan lahir, sehingga saat akan lahir kepala
terdorong keluar sehingga mudah untuk penolong, namun bila
terjadi hal lain terjadi seperti sungsang sebagian atau bahkan
sungsang sepenuhnya, maka persalinan akan lebih sulit,
sehingga dibutuhkan penanganan persalinan yang harus
dipertimbangkan untuk keselamatan ibu dan bayi melalui
seksio sesarea.

b. Kasus panggulsempit
Saat dilakukan pemeriksaan kala 1 dokter bisa mengetahui
terdapatnya panggul sempit, seperti apabila bayi relatife lebih
kecil, kurang dari 2,5 kg dapat dicurigai sebagai panggul
sempit, apabila sudah dipastikan ibu mempunyai panggul
sempit maka akan dianjurkan untuk dilakukan
persalinansesarea.
c. Plasenta menutupi jalanlahir
d. Persalinanmacet
e. Janin meninggal didalamrahim
f. Perdarahan dalamkehamilan
g. Ketuban pecahdini

Sedangkan menurut Hartati dan Maryunani (2015) indikasi


persalinan seksio sesarea dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Persalinan section sesarea atas indikasi ibu:
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam
prosespersalinan.
b. Detak jantung janinmelambat
c. Komplikasi preeklamsia
d. Ibu menderitaherpes
e. Putusnya talipusat
f. Resiko luka parah padarahim
g. Bayi dalam posisisungsang
h. Bayibesar
i. Plasenta previa
j. Presentasi bokong akibatkehamilan
k. Presentasibahu
2. Persalinan seksio sesarea atas indikasi bayi yaitu:
a. Gawatjanin
b. Tali pusatpenumpang
c. Primigravida tua
d. Kehamilan dengan diabetesmellitus
e. Infeksi intrapartum
f. Kehamilankembar
g. Kehamilan dengan kelainankongenital
h. Anomaly janin misalnyahidrosefalus
2. Kontra Indikasi seksio sesarea
Menurut Maryunani (2014) beberapa kontraindikasi sesarea
adalah berikut :
a. Infeksi padaperitoneum
b. Janinmati
c.Kurangnya fasilitas atau tenaga yang ahli

c. Etiologi

Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi seksio sesarea ada

dua yaitu sebagai berikut:

1) Etiologi yang berasal dariibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi

para tua disertai kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik

(disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,

placenta previa terutama pada primigravida, solutsio placenta

tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-

eklampsia, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM),


gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri

dan sebagainya).

2) Etiologi yang berasal darijanin

Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal

posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan

pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps

ekstraksi.

d. Jenis – jenis Seksio sesarea

1) Seksio sesarea primer (efektif)

Bedah sesar ini merupakan tindakan yang telah di

rencanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sesar, tidak

di harapkan kelahiran pervaginam, dapat di contohkan

dengan adanya masalah pada ibu, yaitu panggul sempit.

2) Seksio sesarea sekunder

Pada bedah sesar sekunder di lakukan persalinan dengan

metode sesar jika tidak ada kemajuan persalinan atau partus

percobaan gagal.

3) Seksio sesarea ulang (repeat caesareansection)

Tindakan bersalin dengan metode sesar yang di lakukan pada

ibu dengan riwayat persalinan yang lalu dengan metode

seksio sesarea.

4) Seksio sesarea (hysterectomy)

Suatu operasi yang meliputi pelahiran janin dengan bedah sesar

yang secara langsung diikuti histerektomi karena suatu indikasi.


5) Operasi Porro (Porrooperation)

Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (pada

janin mati), dan langsung di lakukan histerektomi pada kasus

infeksi rahim yang berat.

e. Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tindakan seksio

sesarea (Aspiani, 2017):

1) Hitung darah lengkap

2) Golongan darah (ABO) pencocokan silang, tes Coombs, Nb.

3) Urinalisis yaitu menentukan kadar albumin atau glukosa

4) Pelvimetri yaitu menentukan adanya virus herpes simpleks tipe II

5) Ultrasonografi untuk melokalisasi plasenta menentukan

pertumbuhan, kedudukan dan preentasi janin.

6) Tes stres kontraksi tes non-stres yaitu mengkaji respon janin

terhadap gerakan dari pola kontraksi uterus atau pola

abnormal.

7) Amniosintesis yaitu mengkaji maturitas paru janin

f. Komplikasi seksio sesarea

a. Komplikasi intra operative selama operasi sering terjadi


perdarahan dikarenakan uterus berkontraksi dengan baik. Pada
keadaan tersebut harus dipersiapkan jarum infus set besar dengan
pemberian 20 unit oksitosin dengan tetesan cepat selain
pemberian uterotonika intamiometrium (Maryunani,2014).

Bila sayatan terlalu lateral cabang arteri uterine dapat tersayat


pada keadaan ini perlu dilakukan penjahitan yang baik. Pada saat
perawatan perdarahan dengan melakukan penjahitan harus
dipikirkan kemungkinan ureter terjahit, pada keadaan ini perlu
dilakukan visualisasi ureter. Apabila kontraksi uterus tetap buruk
perlu dierimbangkan melakukan B-Lynchsuture dan apabila tidak
menolong maka dapat dilakukan ligase arteri uterine atau
hipogastrika.(Hartati dan Maryunani, 2015).

b. Komplikasi pasca operatif


Menurut Hartati dan Maryunani (2015) beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada Post SC adalah berikut :
1) Menurut Rasjidi (2009) komplikasi utama Post SC adalah
kerusakan organ-organ seperti vesika urinaria, uterus,
perdarahan, infeksi atau tromboemboli, dan yang lebih besar
adalah kematian ibu.

2) Menurut Aksu kucuk, (2011) adalah seperti vena thrombosis,


karena factor seperti thrombophilia.
3) Sedangkan menurut Bonney & Jenny (2010) adalah:
a) Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga dapat
menyebabkan ruptur euterus.
b) Ileus dan peritonitis
c) Infeksi akibat mikroorganisme
4) Dan menurut Leifer (2012) adalah seperti:
a) Terjadinya aspirasi
b) Embolipulmonal
c) Perdarahan
d) Infeksi urinaria
e) Injuri padabledder
f) Thrombophlebitis
g) Infeksi pada luka operasi
h) Masalah respirasi pada fetal
Untuk meminimalkan komplikasi pasca operatif
terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan yaitu:
(a) Tangani semua jaringan dengan ketelitian yang tinggi
(b) Gunakan sarung tangan yang bebas debu atau serbuk
(c) Rawat perdarahan
(d) Hati-hati dalam pemilihan benang atau implant
(e) Jaga agar tetap bersih dankering
(f) Lakukan pencegahan infeksi dengan baik
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Seksio sesarea atas Preeklampsia

Berat.

Konsep dasar asuhan keperawatan berdasarkan teori pada post seksio


sesarea atas indikasi preeklamsia berat (Aspiani, 2017).

a) Pengkajian/Data

1) Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,


pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor medical record.

2) Identitas PenanggungJawab

Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan

klien, alamat.

b) Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang harus di tanyakan dengan singkat

dan dengan menggunakan bahasa yang di pakai pemberi

keterangan.Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan klien

datang. Menggunakan keterangan PQRST untuk pendekatan perawat,

biasanya pada kasus pots sc dengan pre-eklamsia berat klian merasakan

beberapa keluhan seperti nyeri bekas luka post sc.

c) Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan lain yaitu sesak nafas setelah operasi yang

berupa gangguan kerja otot nafas yang tertutup dan gangguan nyeri pada

perut bagian bawah nyeri seperti di iris-iris, dan nyeri terasa saat

digerakan.

Ibu yang menderita hipertensi sebelum kehamilan, mempunyai

riwayat pre-eklamsia pada riwayat kehamilan terdahulu, ibu dengan

obesitas, dan pernah menderita penyakit ginjal kronis kemungkinan akan

meningkatkan resiko terjadinya pre-eklamsia.


d) Pemeriksaan fisik POST SC DENGAN PEB

a) Keadaan umum

Klien dengan preeklamsia biasanya lemah, lesu dan pucet, tampak

meringis.

b) Kesadaran

Klien dengan preeklamsia biasanya masih composmentis, bila sudah

preeklamsia berat klien mengalami penurunan kesadaran.

c) Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital klien dengan preeklamsia biasanya tidak stabil,


pernafasan cepat, suhu meningkat, tekanan darah ≥160/100 mmHg dan
denyut nadi dalam batas normal.

d) Berat badan

Klien dengan preeklamsia biasanya mengalami berat badan 1 kg


seminggu, karena adanya edema

e) Pemeriksaan head to toe


Menurut Aspiani (2017) yaitu :

(1) Kepala

Meliputi kesimetrisan bentuk wajah, keadaan rambut dan keadaan


kulit kepala, identifikasi adanya lesi, pembengkakan distribusi
rambut, nyeri tekan dan benjolan.

(2) Wajah

Ada tidaknya closma gravidarium, keadaan konjungtiva,

oedema, warna kulit, ada tidaknya lesi dan nyeri tekan.

(3) Mata, telinga, hidung, dan mulut


- Dikaji keadaan dan kebersihan mata akomodasi, warna sclera
dan konjungtiva, reflek cahaya dan dilatasi pupil.
- Pada hidung kaji kebersihan dan kesimetrisan, warna mukosa
dan ada tidaknya nyeri atau benjolan.
- Pada telinga kaji kesimetrisan, kebersihan, ada atau tidaknya
nyeri tekan dan pengeluaran cairan.
- Mulut dan gigi, kaji kebersihan mulut, kelembaban dan warna
bibir, juga lihat kelengkapan gigi.

(4) Leher

Perlu dikaji ada tidaknya benjolan pada leher, nyeri tekan,


hiperpigmentasi, pembesaran vena jugularis, dan adanya
pembesaran kelenjaran tiroid.

(5) Dada dan punggung

Perlu dikaji kesimetrisan dada, ada tidaknya retraksi intercostae,

pernafasan tertinggal, suara paru, irama dan frekuensi pernafasan.

Pada jantung dikaji bunyi jantung (interval) adakah bunyi gelap,

mur-mur.

(6) Payudara

Keadaan puting menonjol atau tidak, pembengkakan, nyeri tekan,


benjolan, lesi, areola menghitam, dan pengeluaran kolostrum.

(7) Abdomen

Ada tidaknya distensi abdomen, keadaan luka operasi, tanda tanda

infeksi rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsio laesa, perdarahan,

tinggi fundus uteri, bising usus, nyeri tekan.

(8) Ekstremitas atas dan bawah

a. Ekstremitas atas
Kesimetrisan dan kekuatan otot, CRT, ujung – ujung jari sianosis

atau tidak ada tidaknya oedema, pasien dengan post operasierasi

biasanya terpasang infuse.

b. Ekstremitas bawah

Kesimetrisan kekuatan otot, CRT, ada tidaknya oedema,

bagaimana dengan pergerakannya biasanya pasien dengan post

operasierasi sering takut menggerakan kakinya, reflex patella,

adakah tanda – tanda trombosit vena.

(9) Genetalia

Pengeluaran lochea karakteristik, warna, banyak., bau serta


adakah oedema vulva, posisi cateter, kebersihan vulva.

e) Pemeriksaan diagnostik/laboratorium

Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium pada post sectio

cesarea atas indikasi preeklamsia berat (Aspiani, 2017) yaitu

1) Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis).

2) Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT dan


fibrinogen.

3) Enzim hati (laktat dehidrogenase/LDH), Aspartat amino transferase


(AST) (SGOT), Alanin aminotransperase (ALT) (SGPT).

4) Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat).

5) Hematokrit, hemoglobin dan trombosit dipantau secara ketat untuk

menemukan perubahan yang mengidentifikasikan perubahan status

klien. Karena ada kemungkinan hati terkena, kadar glukosa serum

dipantau jika hasil tes fungsi hati menunjukan adanya peningkatan

enzime hati. Apabila trombositjatuh di bawah 100.000/mm3 profil

koagulasi klien perlu diperiksa untuk mengidentifikasi berkembangnya

DIC.
6) Proteinuria ditetapkan melalui pemeriksaan memakai kertas strip pada

contoh urin yang diperoleh dengan cara pengambilan bersih (clean

catch) atau dengan memakai kateter, hasil lebih dari 1+ pada dua

atau lebih contoh urin dengan jarak setidaknya empat jam harus

diikuti pemeriksaan urin 24 jam untuk pemeriksaanprotein dan klirens

kreatinin lebih merefleksikan status ginjal yang sebenarnya.

Proteinuria biasanya merupakan tanda lanjut perjalanan preeklamsia.

Hasil pemeriksaan protein adalah sebagai protein adalah sebagai

berikut:

+1: 30 mg/dl (ekuivalen dengan 300 mg/L)

+2: 100 mg/dl

+3: 300 mg/dl

+4 lebih dari 1000 mg (1 gr)/dl

Keluaran urin (urine output)dikaji untuk volume minimal 30 ml perjam


atau 120 ml dalam empat jam.

2. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1.

DS : Pasien mengeluh nyeri Preeklamsia berat


Nyeri akut
DO : Seksio sesarea

- Tampak meringis Post seksio sesarea

- Bersikap protektif (misalnya : Terputusnya kontinuitas jaringan

waspada, posisi menghindari Merusak jaringan sekunder

nyeri Merusak jaringan saraf primer

Pelepasan mediator nyeri (histamin,


prostaglandin, bradikinin, serotonin)

Ditangkap reseptor nyeri cortec


serebri

Nyeri akut

2. Preeklamsia berat
Faktor Resiko : Resiko infeksi
Seksio sesarea
1. Penyakit kronis
Post seksio sesarea
2. Efek prosedur invasive

3. Malnutrisi
Luka insisi Pelepasan
4. Peningkatan paparan
pada plasenta
abdomen
organisme pathogen

lingkungan.

5. Ketidakadekuatan pertahanan
Trauma pembedahan/ lika insisi/ luka
pada plasental bed
tubuh primer :
Terputusnya kontinuitas jaringan efek
1) Gangguan peristaltic
pembedahan
2) Kerusakan integritas kulit
Luka terbuka
3) Ketuban pecah lama
Invasi bakteri
4) Ketuban pecah sebelum
Resiko infeksi
waktunya

6. Ketidakadekuatan pertahanan

tubuh sekunder :

1) Penurunan hemoglobin

2) Imununosupresi

3) Leukopenia

4) Supresi respon inflamasi

5) Vaksinasi tidak adekuat

3. DS : Menanyakan masalah yang preeklamsia berat Defisit pengetahuan

dihadapi Kurang terpapar informasi


DO : Kurang minat dalam belajar

- Menunjukan perilaku tidak Ketidaktahuan menemukan sumber


informasi
sesuai anjuran
Defisit pengetahuan
- Menunjukan persepsi yang

keliru terhadap masalah

DS : Menolak melakukan Preeklamsia berat Defisit perawatan diri


4.
perawatan diri Nyeri akut

DO : Resiko infeksi

- Tidak mampu mandi/ Kurangnya pengetahuan

mengenakan pakaian/ ke Perawatan diri kurang : hygiene

toilet/ berhias secara mandiri Defisit perawatan diri

- Minat melakukan perawatan

diri kurang.

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada post seiksio sesarea atas indikasi preeklamsia berat

1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik (luka post sectio cesarea) ditandai
dengan klien mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri)
dengan isyarat. Terdapatnya agens cedera fisik (luka post op). Posisi
klien untuk menghindari nyeri. Perubahan selera makan. Perilaku
menjaga atau melindungi area nyeri.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan post seksio sesarea
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang minat dalam belajar

ditandai dengan kurang terpapar informasi.

4. Defisit perawatan diri b.d hambatan mobilitas fisik akibat nyeri akut

(luka post seksio sesarea) ditandai dengan klien mengungkapkan

secara verbal ketidakmampuan melakukan perawatan diri.

Ketidakmampuan mengakses kamar mandi. Ketidakmampuan

menjangkau sumber air.

4. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. DS : Pasien mengeluh nyeri Tingkatnyeri (L.08066)
Manajemen nyeri (I.08238)
DO : Setelah dilakukan tindakan
Observasi
- Tampak meringis keperawatan selama 3 x
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
- Bersikap protektif (misalnya : 24 jam diharapkan tingkat
durasi, frekuensi, kualitas, itensitas

waspada, posisi menghindari nyeri teratasi, dengan


nyeri.

nyeri kriteria hasil :


- Identifikasi skala nyeri.
- Keluhan nyeri membaik
- Identifikasirespon nyeri non verbal
dari 5 menjadi 1
- Identifikasifaktor yang
- Keluhan sering meringis
memperberat dan memperingan
membaik dari 5 menjadi
nyeri.
1
- Identifikasi pengetahuan dan
- Keluhan gelisah
keyakinan tentang nyeri
membaik dari 5 menjadi
Terapeutik
1
- kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (misalnya

: suhu ruangan, pencahayaan,

kebisingan).

- Fasilitas istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan sumber

nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri.

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan

pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan monitor nyeri secara

mandiri

- Ajarkan teknik non farmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri

2.
Faktor Resiko : Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi ( I.14539)

7. Penyakit kronis Setelah dilakukan tindakan Observasi

8. Efek prosedur invasive keperawatan selama 3 x - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
9. Malnutrisi 24 jam diharapkan tingkat dan sistemik

10. Peningkatan paparan infeksi teratasi, dengan Terapeutik

organisme pathogen kriteria hasil : - Berikan perawatan kulit pada area

lingkungan. - Keluhan nyeri membaik edema

11. Ketidakadekuatan dari 5 menjadi 1 - Cuci tangan sebelum dan sesudah

pertahanan tubuh primer : - Kultur area luka kontak dengan pasien dan lingkungan

5) Gangguan peristaltic membaik dari 1 menjadi pasien

6) Kerusakan integritas kulit 5 Edukasi

7) Ketuban pecah lama - Jelaskan tanda dan gejala infeksi

8) Ketuban pecah sebelum - Ajarkan mencuci tangan dengan benar

waktunya - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka

12. Ketidakadekuatan atau luka oprasi

pertahanan tubuh sekunder : - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

6) Penurunan hemoglobin - Anjurkan meningkatkan asupan cairan

7) Imununosupresi

8) Leukopenia

9) Supresi respon inflamasi

10)Vaksinasi tidak adekuat

3. Edukasi Kesehatan (I.12383)


DS : Menanyakan masalah yang Tingkat pengetahuan
Observasi
dihadapi (L.12111)
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
DO : Setelah dilakukan tindakan
menerima informasi
- Menunjukan perilaku tidak keperawatan selama 3 x
Terapeutik
sesuai anjuran 24 jam diharapkan tingkat
- Sediakan materi dan media pendidikan
Menunjukan persepsi yang keliru pengetahuan teratasi,
kesehatan
terhadap masalah dengan kriteria hasil :
- Jadwalkan pendidikan kesehatan
- Kemampuan
sesuai jadwal sesuai kesepakatan
menjelaskan
Edukasi
pengetahuan tentang
- Jelaskan faktor risiko yang dapat
suatu topik dari 5 menjadi
mempengaruhi kesehatan
1
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
- Perilaku sesuai dengan
sehat
pengetahuan dari 5

menjadi 1
4. DS : Menolak melakukan Perawatan Diri (L.11103) Dukungan perawatan diri (I11348)

perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Observasi

DO : keperawatan selama 3 x - Identifikasi kebiasaan aktivitas

- Tidak mampu mandi/ 24 jam diharapkan tingkat perawatan diri sesuai usia

mengenakan pakaian/ ke perawatan diri teratasi, - Monitor tingkat kemandirian

toilet/ berhias secara mandiri dengan kriteria hasil : Terapeutik

- Minat melakukan perawatan - Kemampuan mandi dari - Siapkan keperluan pribadi (misalnya :

diri kurang. 5 menjadi 1 parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)

- Kemampuan ke toilet - Damping dalam melakukan

(BAB/BAK) dari 5 perawatan diri sampai mandiri

menjadi 1 Edukasi

- Mempertahankan - Anjurkan melakukan perawatan diri

kebersihan diri dari 5 secara konsisten sesuai kemampuan.

menjadi 1

Anda mungkin juga menyukai