Anda di halaman 1dari 5

II.

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Amilosa

Amilosa mempunyai struktur lurus dan amilopektin mempunyai rantai cabang


(Winarno 2002). Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai
lurus dan larut dalam air. Umumnya komposisi amilosa sebagai penyusun pati
adalah 15 – 30%. Amilosa terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui
ikatan (1,4) D-glukosa. Struktur amilosa yang tidak bercabang menyebabkan
amilosa memiliki sifat kristalin. Amilosa dapat dipisahkan dari amilopektin
karena keduanya memiliki sifat yang berbeda. Amilosa lebih bersifat kristalin,
sedangkan amilopektin bersifat amorf.

Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang
berikatan α-(1,4)-D-Glukosa. Amilosa memiliki berat molekul (BM) yang berbeda
untuk setiap jenis pati. Contohnya, pati kentang memiliki amilosa dengan BM
tinggi,sedangkan pati jagung biasa nmemiliki amilosa dengan BM sedang dan pati
high amilose corn VII memiliki amilosa dengan derajat polimerisasi yang rendah
(Jane, Chen 1992) Dalam larutan, rantai amilosa membentuk heliks (spiral).
Bentuk cincin ini dengan enam unit atom karbon menyebabkan amilosa
membentuk kompleks dengan bermacam macam molekul kecil yang dapat masuk
ke dalam lingkarannya. Warna biru tua yang diberikan pada penambahan iod
merupakan contoh pembentukan kompleks tersebut (Hart 1987). Amilosa
merupakan komponen yang larut dalam air pada suhu 70 sampai 800C (Heldman
1980).
Amilosa berperan terhadap karakteristik gel pati pada saat dipanaskan dan pada
saat pati didinginkan, sedangkan amilopektin berperan meningkatkan kekentalan
pada saat pati dipanaskan, tetapi tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi
yang sangat tinggi. Gel adalah molekul-molekul besar seperti polisakarida dan
protein, yang berikatan satu dengan lainnya, membentuk jaringan yang
memerangkap air dan molekullainnya (Figoni, 2004). Setelah granula pati
terdisorganisasi, komponen amilosa dan amilopektin terdispersi menjadi pasta
pati. Komponen amilopektin yang lebih tinggi menyebabkan konsentrasi pasta
pati semakin kental. Viskositas pati dan karakteristik gel pati dapat dipengaruhi
oleh komponen lain seperti gula-gula sederhana, protein, lemak, air dan serat
terutama serat larut (Fennema, 1985).

2.2 Pengukuran Amilosa

Kadar amilosa merupakan salah satu faktor penentu tekstur nasi yang dihasilkan
oleh suatu varietas/galur padi. Berdasarkan kandungan amilosanya dalam bobot
kering, beras dapat dikelompokkan menjadi beras ketan yang bertekstur sangat
lengket (0–4%), beras beramilosa sangat rendah yang bertekstur lengket (5–12%),
beras beramilosa rendah yang bertekstur sangat pulen (12–20%), beras beramilosa
sedang yang bertekstur pulen (20–25%), dan beras beramilosa tinggi yang
bertekstur pera (25–33%).1 Oleh karena itu, informasi kandungan amilosa pada
beras diperlukan dalam proses pemuliaan, konservasi plasmanutfah, dan
pengembangan produk berbasis beras ( Puwastien, 2009).

Hingga saat ini paling tidak terdapat sebelas metode analisis amilosa dengan
pemanfaatan prinsip yang berbeda,2,3 salah satunya adalah metode analisis
amilosa dengan prinsip pengikatan I:KI. Dalam beberapa publikasi, metode ini
mempunyai beberapa istilah yang sedikit berbeda, antara lain iodine
colorimetry,1,4 iodine binding method,2 blue value method,3 colorimetric
methods,5 iodine staining and spectrophotometric analysis,6 dan iodine-
potassium iodide (I:KI) method.7 Metode analisis ini memanfaatkan kemampuan
molekul pati untuk berikatan dengan senyawa iodin. Kompleks iodin dengan
amilosa menghasilkan warna biru, sedangkan kompleks iodin dengan amilopektin
menghasilkan warna ungu kemerahan.7 Metode ini paling banyak digunakan
dalam pengujian amilosa,2,3 karena waktu pengerjaannya yang cepat dan
sederhana, selain biaya analisisnya yang lebih terjangkau.8 Akan tetapi, terdapat
kekurangan dalam metode ini, yakni adanya interferensi dari senyawa lain, seperti
lemak dan amilopektin sehingga ketelitiannya lebih rendah jika dibandingkan
dengan metode kalorimetri dan kromatografi ( Juliano,1979).

Spektrofotometer UV-VIS
Pengukuran absorbansi atau transmitan dalam spektroskopi ultra violet dan daerah
tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar SM
1990). Alat ini memiliki kelebihan tersendiri jika dibandingkan dengan alat
fotometer yaitu panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan hal
ini diperoleh dengan menggunakan alat pengurai seperti prisma, sedangkan pada
fotometer tidak mungkin karena panjang gelombang yang diperoleh benar-benar
terseleksi dengan adanya bantuan alat pengurai seperti pada prisma. Ada dua
konfigurasi dalam spektrofotometer, yaitu konfigurasi satu perpendaran dan dua
perpendaran. Konfigurasi satu perpendaran mengikuti hanya satu garis sinar yang
melalui kompertemen sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar amilosa adalah spektrofotometri


uvtampak pada panjang gelombang 576.7 nm. Panjang gelombang ini diperoleh
dari penentuan panjang gelombang maksimum dari standar dengan konsentrasi
paling besar. Pereaksi yang digunakan pada metode ini adalah asam asetat 1 M
dan pereaksi iod. Asam asetat berfungsi sebagai pemecah granula pati, sedangkan
pereaksi iod berfungsi menimbulkan warna pada larutan pati. Dimana iod akan
dibungkus oleh amilosa yang berada di dalam air. Berdasarkan reaksi warnanya
dengan iodium, pati juga dapat dibedakan dengan amilosa dan amilopektin. Pati
bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru. Berdasarkan
penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila polimer
glukosanya lebih besar dari 20 seperti amilosa ( Jin et.al 2011).
Daftar Pustaka.

Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.

Figoni, P. 2004. How Baking Works: Exploring The Fundamentals Of


Baking Science. New Jersey: John Wiley & Sons,Inc

Hart H. 1987. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Jakarta:Erlangga.

Heldman W .1980. Fundamentals of Foods Chemistry. Avi Publ. Co: Wesport,


Connecticut.
Jane JL, Chen JF.1992. Effect of amylose molecular size and amylopectin branch
chain length on paste properties of starch. J Cereal Chem 69(1):60-65

Juliano, B. O. 1979. Amylose analysis in rice – a review. Dalam Coffman, W.R.,


G. S. Khush,B. O. Juliano, J. S. Nanda, dan M. D. Pathak (Committee).
Proceedings of the Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality.
Manila: International RiceResearch Institute. Pp. 251–260.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik Dasar. Jakarta:UI Press.

Puwastien, P., K. Judprasong, N. Pinprapai. 2009. Development of rice reference


material and its use for evaluation of analytical performance of food
analysis laboratories. Journal of Food Composition and Analysis 22: 453–
462.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai